Anda di halaman 1dari 49

Abstrak

Pemetaan geologi merupakan kegiatan untuk mengetahui kondisi geologi


daerah yang dipetakan. Kondisi geologi yang diamati tersebut diantaranya adalah
aspek geomorfologi, aspek stratigrafi, aspek struktur geologi, dan sejarah geologi,
dengan data data tersebut seorang geologist dapat memperkirakan potensi
daerah penelitian, baik potensi positif maupun potesi negatif. Kegiatan pemetaan
geologi berlokasi di desa Kaliredjo, kecamata Bagelen, kabupaten Purworejo,
Provinsi Jawatengah. Pengamata lapangan tersebut diantaranya adalah
pengamatan litologi dari setiap singkapan yang diamati, kemudian mengambil
data struktur geologi yaitu sear fractur, arah beksiasi, kelurusan bukit, dan
kelurusan lembah. Kemudian pengamatan geomorfologi, yaitu dengan
menggunakan padangan katak, dan padangan burung. Dari data data tersebut
kemudian diolah dan menghasilkan seuatu data yang digunakan untuk
mengiterpretasikan kondisi geologi daerah penelitian, dimana hasil interpretasi
tersebut diantaranya adalah daerah penelitian disusun oleh 5 satuan dari tua ke
muda yaitu satuan breksi Kaliredjo, satuan andesit Kaliredjo 1, satuan dasit
Kaliredjo, satuan andesit Kaliredjo 2, dan satuan aluvial Kaliredjo. Struktur
geologi yang berkembang didaerah penelitian ialah Reverse Right Slip Fault
(Rickard 1972) dan Normal Right Slip Fault (Rickard 1972). Kondisi
geomorfologinya terbagi menjadi 3 satuan yaitu satuan F6 (Flufial Terrace)
(Vanzuidam 1983), satuan S11 (Dikes)(Vanzuidam 1983) , dan S1 (Topografi
Yang Bergelombang Sampai Berbukit Dengan Sistem Drainase Dominan
Disebabkan Oleh Kekar, Sesar Atau Pola Kelurusan)(Vanzuidam 1983). Sejarah
Geologi pada daerah penelitian dimulai pada Kala Oligosen akhir-Ologosen
tengah (Harjanto,2011), dimana kala itu aktivitas vulkanik sedang aktif.
Vulkanisme daerah sekitar penelitian yang aktif menyebabkan terjadinya proses
vulkanisme dimana menghasilkan batuan gunung api dan intrusi. Oleh karena itu
daerah penelitian memiliki potensi positif berupa pertambangan batuan.
(Kata Kunci : KALIREDJO, Geologi, Geomorfologi, stratigrafi, struktur)

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Geologi merupakan suatu disiplin ilmu yang mempelajari proses proses,
baik eksogen maupun endogen, yang terjadi di permukaan bumi sehingga
menghasilkan suatu bentukan pada permukaan bumi. Pada dasarnya, proses
proses yang berlangsung ini merupakan proses yang dapat kita amati dan telah
berlangsung dari jaman lampau hingga sekarang.
Pemetaan adalah kegiatan pengambilan data geologi selengkap mungkin
yang terdapat dilapangan. Pemetaan geologi merupakan salah satu hal yang
penting sebagai bagian dari kajian lapangan untuk memperoleh pengetahuan
geologi. Hal ini dikarenakan sebagai seorang geologist harus mampu memahami
keadaan geologi suatu daerah yang dapat dilakukan dengan melakukan kegiatan
pemetaan di lapangan.
Data yang diambil dilapangan meliputi data pengukuran data struktur,
pengamatan litologi dan pengamatan geomorfologi. Berdasarkan data tersebut,
maka dapat diplot didalam peta geologi dan peta geomorfologi, sehingga dapat
menentukan dan mendapatkan batas satuan batuan pada peta geologi dan satuan
morfologi pada peta geomorfologi.
Berdasarkan hal tersebut, maka kajian lapangan dalam Praktik Kerja
Lapangan yang merupakan mata kuliah wajib dalam pendidikan tingkat sarjana
(S1) di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Jenderal
Soedirman dilaksanakan dengan melakukan penelitian dan pemetaan geologi di
Daerah Sekardoja dan sekitarnya, Kecamatan Larangan, Kabupaten Brebes, Jawa
Tengah.

1.2. Maksud dan Tujuan


Maksud kegiatan pemetaan ini adalah sebagai syarat untuk menyelesaikan
program studi strata satu (S1) di Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman
dan memperoleh pengalaman kerja mandiri sebagai calon geologist dalam
melakukan penelitian kondisi geologi suatu daerah.

2
Adapun tujuan dari kegiatan pemetaan di daerah Kaliredjo dan sekitarnya
yaitu:
1. Meneliti karakteristik dan kondisi geomorfologi daerah penelitian
2. Meneliti karakteristik dan kondisi stratigrafi daerah penelitian
3. Meneliti karakteristik dan kondisi struktur geologi daerah penelitian
4. Merekonstruksi sejarah geologi yang terdapat di daerah penelitian
5. Mengidentifikasi potensi sumberdaya dan potensi geologi di daerah penelitian
1.3. Lokasi Penelitian
Lokasi PKL peneliti adalah kapling dengan nomor BB 50 dan masuk ke
dalam peta geologi regional lembar Daerah Istimewa Yogyakarta ( DIY ). .Lokasi
penelitian berada di Desa Kaliredjo dan sekitarnya, Kecamatan Bagelen,
Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.
Lokasi pemetaan dapat dicapai melalui jalan darat baik roda dua maupun
roda empat namun tidak semua lokasi dapat ditempuh dengan berkendaraan,
adapula yang harus ditempuh dengan berjalan kaki. Waktu yang dapat ditempuh
dari kampus teknik UNSOED Purbalingga hingga desa KALIREDJO dan
sekitarnya 3,5 jam.

Gambar 1.1 Lokasi Kapling Daerah Penelitian berdasarkan Peta Jawa Tengah

1.4. Batasan Masalah


Penelitian geologi Desa Kaliredjo, Kecamatan Bagelen, Kabupaten
Purworejo, Provinsi Jawa Tengah ini memiliki batasan masalah meliputi
komponen dasar penelitian berupa penelitian satuan batuan, penelitian satuan
geomorfologi, penentuan struktur geologi, stratigrafi, sejarah geologi, dan potensi
sumberdaya geologi. Dengan demikian, penelitian ini diberi judul : Pemetaan

3
Geologi Desa KALIREDJO dan Sekitarnya, Kecamatan Bagelen, Kabupaten
Purworejo, Jawa Tengah.

1.5. Hasil yang diharapkan


Dengan melakukan pemetaan geologi di daerah Kaliredjo dan sekitarnya,
peneliti berharap dapat genesa serta komposisi formasi formasi yang terdapat di
daerah penelitian, yang semuanya itu dapat diketahui dengan analisis laboratorium
(petrografi). Selain itu, dari hasil-hasil analisis tersebut kita dapat menceritakan
sejarah geologi pembentukan daerah Kaliredjo dan sekitarnya.

4
BAB II
STUDI PUSTAKA

2.1. Geologi Regional


2.1.1. Fisiografi Regional
Van Bemmelen (1949) lebar Jawa bagian tengah secara fisiografi lebih
sempit dibandingkan dengan bagian timur dan bagian barat. Secara umum
fisiografi Jawa Tengah ini mulai dari utara ke selatan dapat dibagi ke dalam lima
zona fisiografi (Gambar 2.1), yaitu :
a. Satuan Gunungapi Kuarter (Quaternary Volcanoes)
b. Dataran Aluvial Pantai Utara Jawa (Alluvial plains of Northern Java)
c. Antiklinorium RembangMadura (RembangMadura anticlinorium)
d. Antiklinorium BogorSerayu Utara Kendeng (Bogor, North Serayu and
Kendeng Anticlinorium)
e. Pematang dan Dome pada Pusat Depresi (Domes and Ridges in The
Central Depressionzone)
f. Depresi Jawa dan Zona Randublatung (Central Depression Zone of Java
and Randublatung Zone)

Daerah penelitian

Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Tengah - Van Bemmelen , 1949 dan Letak Daerah Penelitian
(Modifikasi)

Zona Dataran Pantai Utara mempunyai lebar maksimum 40 km di Selatan


Brebes. Lembah Pemali ini memisahkan zona Bogor (Bogor Range) dari Jawa
Barat dengan Pegunungan Utara dari Jawa Tengah. Ke arah Timur dataran pantai
ini makin menyempit + 20 km di sebelah Selatan Tegal dan kemudian menghilang

5
seluruhnya di sebelah Timur Pekalongan. Dataran tinggi merupakan dataran yang
ditumbuhi gunungapi Kuarter yang sebagian menjorok ke laut. Antara Weleri dan
Kaliwungu, dataran ini muncul kembali, dibentuk oleh hamparan endapan aluvial
dari sungai Bodri yang mengalami pertumbuhan maju ke arah Laut Jawa.
Zona Pegunungan Serayu Utara menempati bagian utara Jawa tengah dan
membentuk rantai penghubung antara zona Bogor di Jawa Barat dengan
Pegunungan Kendeng di Jawa Timur. Di bagian Barat dibatasi oleh Gunung
Slamet (3429 m) dan bagian Timur tertutup oleh hasil endapan vulkanik muda
dari Gunung Regojembang (2177 m), Komplek Dieng (Gunung Prahu, 2566 m)
dan Gunung Ungaran (2050 m). Garis batas dengan zona Bogor adalah Prupuk-
Bumiayu-Ajibarang.
Zona Depresi Sentral ini menempati bagian tengah dari Jawa Tengah dan
dikenal dengan nama Lembah Serayu. Lembah ini memisahkan antara
Pegunungan Serayu Utara dengan Pegunungan Serayu Selatan. Penyebaran zona
ini mulai dari Majenang, Ajibarang, Purwokerto, Banjarnegara dan Wonosobo.
Zona Pegunungan Serayu Selatan dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian
Barat dan Timur. Bagian Barat merupakan akibat dari pengangkatan yang
sekarang merupakan zona depresi Bandung dari Jawa Barat atau sebagai struktur
baru yang terdapat di Jawa Tengah, sedangkan di bagian Timur merupakan
Pegunungan Serayu Selatan yang membentuk antiklin. Bagian Barat dengan
bagian Timur dipisahkan oleh Lembah Jatilawang, yang dimulai dekat Ajibarang.
Antiklin ini menjadi sempit dan dipotong oleh sungai Serayu yang melintang
dengan arah Utara-Selatan. Sebelah timur dari Banyumas, antiklin ini berkembang
ke arah Timur, membentuk antiklinorium yang mencapai lebar hingga 30 km.
Zona Dataran Pantai Jawa Tengah Selatan mempunyai lebar 10 25 km.
Wilayah ini membentuk morfologi yang sangat berbeda bila dibandingkan dengan
pantai selatan dari Jawa Barat dan Jawa Timur yang merupakan wilayah berbukit.
Jalur dataran ini mirip dengan zona Bandung dari Jawa Barat. Pada bagian tengah
jalur ini terganggu oleh adanya pegunungan Karang Bolong yang secara
fisiografis dan strukturil sama atau mirip dengan pegunungan Selatan dari Jawa
Barat dan Jawa Timur.

6
Berdasarkan pembagian fisiografi diatas, daerah penelitian termasuk ke
dalam Pegunungan Serayu Selatan (Menurut Van Bemmelen, 1949).

2.2.2 Stratigrafi Regional

Gambar 2.2.Korelasi Satuan Peta Geologi Regional (diambil dari edisi kedua Peta Geologi
Lembar Yogyakarta, Jawa oleh Wartono Rahardjo, Sukanddarumidi , H.M.D.
Rosidi, 2012).

Wartono Rahardjo, Sukanddarumidi dan H.M.D. Rosidi, menyatakan


bahwa batuan tertua yang terdapat di regional daerah penelitian adalah batuan
yang berumur Eosen (Formasi Nanggulan) yang tersusun atas batupasir dengan
sisipan lignit, napal pasiran, batulempung dengan kongkresi limonit, sisipan napal
dan batugamping, batupasir dan tuf.

7
a. Formasi Nanggulan (Teon)
Formasi Nanggulan mempunyai tipe lokasi di daerah Kalisongo,
Nanggulan. Van Bemmelen, 1949, menjelaskan bahwa formasi ini
merupakan batuan tertua di Pegunungan Kulonprogo dengan lingkungan
pengendapannya adalah litoral pada fase genang laut. Litologi
penyusunnya terdiri-dari batupasir dengan sisipan lignit, napal pasiran,
batulempung dengan konkresi limonit, sisipan napal dan batugamping,
batupasir, tuf kaya akan foraminifera dan moluska, diperkirakan
ketebalannya 350 m. Berdasarkan atas studi foraminifera planktonik, maka
Formasi Nanggulan ini mempunyai kisaran umur antara Eosen Tengah
sampai Oligosen. Formasi ini dijumpai terutama pada sisi timur Gunung
Gajah dan sisi timur Gunung Ijo.
b. Formasi Kebobutak (Tmok)
Formasi ini diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi
Nanggulan. Litologinya berupa breksi volkanik dengan fragmen andesit,
lapilli tuf, tuf, lapili breksi, sisipan aliran lava andesit, aglomerat, serta
batupasir volkanik yang tersingkap di banyak lokasi di daerah Kulonprogo.
Formasi ini tersingkap baik di bagian tengah, utara, dan barat daya daerah
Pegunungan Kulonprogo yang membentuk morfologi pegunungan
bergelombang sedang hingga terjal. Ketebalan formasi ini kira-kira
mencapai 600 m. Berdasarkan fosil Foraminifera planktonik yang
dijumpai dalam napal dapat ditentukan umur Formasi Andesit Tua yaitu
Oligosen Atas.
c. Formasi Jonggrangan (Tmj)
Di atas Formasi Andesit Tua diendapkan Formasi Jonggrangan
secara tidak selaras. Formasi ini secara umum, bagian bawah terdiri dari
konglomerat, napal tufan, dan batupasir gampingan dengan kandungan
moluska serta batulempung dengan sisipan lignit. Di bagian atas,
komposisi formasi ini berupa batugamping berlapis dan batugamping
koral. Morfologi yang terbentuk dari batuan penyusun formasi ini berupa

8
pegunungan dan perbukitan kerucut dan tersebar di bagian tengah dan
utara Pegunungan Kulonprogo. Ketebalan batuan penyusun formasi ini
250-400 meter dan berumur Miosen Bawah-Miosen Tengah. Formasi ini
di bagian bawah menjemari dengan bagian bawah Formasi Sentolo.
d. Formasi Sentolo (Tmps)
Di atas Formasi Andesit Tua, selain Formasi Jonggrangan,
diendapkan juga secara tidak selaras Formasi Sentolo (Gambar 2).
Hubungan Formasi Sentolo dengan Formasi Jonggrangan adalah menjari.
Foramasi Sentolo terdiri dari batugamping dan batupasir napalan.
Bagian bawah terdiri atas konglomerat yang ditumpuki oleh napal tufan
dengan sisipan tuf. Batuan ini ke arah atas berangsur-angsur berubah
menjadi batugamping berlapis bagus yang kaya akan foraminifera.
Ketebalan formasi ini sekitar 950 m.
e. Formasi Breksi Gunung Api (Qb)
Terdiri dari Breksi Gunung Api, Leleran Lava, Tuf, Batupasir
Tufaan dan Lahar.
f. Formasi Aluvium (Qa)
Terdiri dari Kerakal, Pasir, Lanau dan Lempung sepanjang sungai yang
besar dan dataran pantai.

Pada daerah penelitian mencakup tiga formasi, yaitu Formasi Kebobutak


(Tmok), Andesit (a), dan Aluvium (Qa).

9
2.2.3 Struktur Geologi Regional
Struktur geologi yang terdapat di Pulau Jawa sangat dipengaruhi oleh
subduksi Lempeng Indo-Australia ke bawah Lempeng Eurasia. Interaksi ini
menghasilkan jalur pegunungan volkanik yang membentang dari Pulau Sumatera
kearah timur hingga Nusa Tenggara yang dikenal sebagai Busur Sunda.
Pulunggono dan Martodjojo (1994) menyatakan bahwa Pulau Jawa pola struktur
dominan di Pulau Jawa yaitu:
a. Pola Meratus, berarah timurlaut-baratdaya (NE-SW) terbentuk pada 80
sampai 53 juta tahun yang lalu (Kapur Akhir-Eosen Awal).
b. Pola Sunda, berarah utara-selatan (N-S) terbentuk 53 sampai 32 juta tahun
yang lalu (Eosen Awal-Oligosen Awal).
c. Pola Jawa, berarah barat-timur (W-E) terbentuk sejak 32 juta tahun yang
lalu.

Gambar 2.3. Pola struktur Pulau Jawa (Martodjojo & Pulunggono, 1994)

Seperti yang sudah dibahas pada geomorfologi regional, pegunungan


Kulon Progo oleh Van Bemmelen (1949, hal.601) dilukiskan sebagai kubah besar
memanjang ke arah barat daya-timur laut, sepanjang 32 km, dan melebar kea rah
ternggara-barat laut, selebar 15-20 km. Pada kaki-kaki pegunungan di sekekliling
kubah tersebut banyak dijumpai sesar-sesar yang membentuk pola radial. Pada
kaki selatan gunung Menoreh dijumpai adanya sesar dengan arah barat-timur.

10
Gambar 2.4.Skema blok diagram dome pegunungan Kulon Progo, yang digambarkan
Van Bemmelen (1945, hal.601).
2.2. Dasar Teori
2.2.1. Geomorfologi
Analisis geomorfologi mencakup beberapa analisis yaitu, analisis
morfografi, analisis morfometri, dan analisis morfogenetik.
a. Morfografi
Morfografi adalah gambaran bentuk permukaan bumi. Aspek morfografi
dilakukan dengan cara menganalisis peta topografi. Sedangkan perubahan pola
punggungan dan pola aliran bisa mengidentifikasikan kegiatan tektonik. Sungai
dapat dibagi berdasarkan tingkatan orde sungai tersebut salah satunya yaitu
pembagian menurut Howard, 1967 dalam Van Zuidam, R.A. 1985 (Gambar 2.5)

(a)

11
(b)
Gambar 2.5 Tipe pola pengaliran dasar (a) dan modifikasi (b) (Howard, 1967
dalam Van Zuidam, R.A. 1985)
b. Morfometri
Morfometri merupakan penilaian kuantitatif dari bentuk lahan sebagai
aspek pendukung dari morfografi dan morfogenetik sehinga klasifikasi kualitatif
akan semakin tegas dengan angka-angka yang jelas. Menurut Van Zuidam (1985),
variasi nilai kemiringan lereng yang diperoleh kemudian dikelompokkan
berdasarkan klasifikasi kemiringan lereng (Tabel 2.1). Teknik perhitungan
kemiringan lerengnya dapat dilakukan dengan menggunakan teknik grid cell
berukuran 2x2 cm pada peta topografi skala 1:25.000. Kemudian setiap kisi
ditarik tegak lurus kontur dan dihitung kemiringan lerengnya dengan
menggunakan persamaan berikut:

Dimana : n = jumlah kontur yang memotong diagonal jaring


Ci = interval kontur (meter)
D = diagonal grid, Skala 1 : 25.000

12
Tabel 2.1 Hubungan kelas lereng dengan sifat - sifat proses dan kondisi
lahan disertai simbol warna yang disarankan (Van Zuidam, 1985)
Simbol warna yang
Kelas Lereng Proses, Karakteristik dan Kondisi lahan
disarankan
0 0
0 -2 Datar atau hampi datar, tidak ada erosi
(0 - 2 %) yang besar, dapat diolah dengan mudah Hijau tua
dalam kondisi kering.
20 - 40 Lahan memiliki kemiringan lereng
(2 - 7 %) landai, bila terjadi longsor bergerak
dengan kecepatan rendah, pengikisan dan Hijau Muda
erosi akan meninggalkan bekas yang
sangat dalam.
40 - 80 Lahan memiliki kemiringan lereng landai
(7 - 15 %) sampai curam, bila terjadi longsor
bergerak dengan kecepatan rendah, Kuning Muda
sangat rawan terhadap erosi.
80 - 160 Lahan memiliki kemiringan lereng agak
(15 - 30 %) curam, rawan terhadap bahaya longsor, Kuning Tua
erosi permukaan dan erosi alur.
160 - 350 Lahan memiliki kemiringan lereng yang
(30 - 70 %) curam, sering terjadi erosi dan gerakan
tanah dengan kecepatan yang perlahan - Merah Muda
lahan. Daerah rawan erosi dan longsor
350 - 550 Lahan memiliki kemiringan lereng yang
(70 - 140 %) terjal, sering ditemukan singkapan Merah Tua
batuan, rawan terhadap erosi.
> 550 Lahan memiliki kemiringan lereng yang
( > 140% ) terjal, singkapan batuan muncul di Ungu Tua
permukaan, rawan tergadap longsor
batuan.

13
c. Morfogenetik
Morfogenetik merupakan proses terbentuknya permukaan bumi. Proses
yang berkembang terhadap pembentukan permukaan bumi tersebut yaitu proses
eksogen dan proses endogen. Pada pembagian klasifikasi bentuk muka bumi
terdapat beberapa kriteria yaitu secara umum dibagi berdasarkan satuan bentang
alam yang dibentuk akibat proses-proses endogen/struktur geologi (pegunungan
lipatan, pegunungan plateau/lapisan datar, pegunungan sesar, dan gunungapi) dan
proses-proses eksogen (pegunungan karst, dataran sungai dan danau, dataran
pantai, delta, dan laut, gurun, dan glasial), yang kemudian dibagi ke dalam satuan
bentuk muka bumi lebih detil yang dipengaruhi oleh proses-proses eksogen.
Dalam satuan pegunungan akibat proses endogen, termasuk di dalamnya adalah
lembah dan dataran yang bisa dibentuk baik oleh proses endogen maupun oleh
proses eksogen. Pembagian lembah dan bukit adalah batas atau titik belok dari
bentuk gelombang sinusoidal ideal.
Dalam geomorfologi, banyak peneliti mengacu pada Amerika yang
mengikuti prinsip-prinsip Davisian tentang siklus geomorfologi. Prinsip ini
kemudian dijabarkan oleh Lobeck (1939) dengan suatu klasifikasi bentang alam
dan bentuk muka bumi yang dikontrol oleh tiga parameter utama, yaitu struktur
(struktur geologi, proses geologi endogen yang bersifat
konstruksional/membangun), proses eksogen (proses yang bersifat
destruksional/merusak atau denudasional), dan tahapan (yang kadangkala
ditafsirkan sebagai umur tetapi sebenarnya adalah respon batuan terhadap
proses eksogen, semakin tinggi responnya, semakin dewasa tahapannya). Selain
kegiatan tektonik, proses kegiatan magma dan gunungapi (vulkanik) sangat
berperan merubah bentuk permukaan bumi, sehingga membentuk perbukitan
intrusi dan gunungapi.
2.2.2. Stratigrafi
Stratigrafi merupakan ilmu yang mempelajari lapisan-lapisan batuan serta
hubungannya satu dengan yang lain kemudian kejadian-kejadian di alam dalam
hubungan ruang dan waktu yang meliputi umur, hubungan lateral/vertikal,
ketebalan, penyebaran dan keterjadiannya, yang memiliki tujuan untuk

14
mendapatkan pengetahuan sejarah bumi dan pengetahuan lainnya dari lapisan
batuan yang mempunyai arti ekonomis ataupun tidak.
Penamaan satuan litostratigrafi didasarkan pada keterdapatan litologi yang
dominan pada satuan tersebut. Penentuan satuan-satuan batuan didasarkan pada
ciri-ciri batuan yang dapat diamati di lapangan. Sandi Stratigrafi Indonesia Pasal
15 menjelaskan mengenai batas dan penyebaran satuan yaitu:
a. Batas satuan litostratigrafi ialah sentuhan antara dua satuan yang berlainan ciri
litologi, yang dijadikan dasar pembeda kedua satuan tersebut.
b. Batas satuan ditempatkan pada bidang yang nyata perubahan litologinya atau
dalam hal perubahan tersebut tidak nyata, batasnya merupakan bidang yang
diperkirakan kedudukannya.
c. Satuan-satuan yang berangsur berubah atau menjari- jemari, peralihannya
dapat dipisahkan sebagai satuantersendiri apabila memenuhi persyaratan Sandi.
d. Penyebaran suatu satuan litostratigrafi semata-mata ditentukan oleh kelanjutan
ciri-ciri litologi yang menjadi ciri penentunya.
e. Dari segi praktis, penyebaran suatu satuan litostratigrafi dibatasi oleh batas
cekungan pengendapan atau aspek-aspek geologi lain.
f. Batas-batas daerah hokum (geografi) tidak boleh dipergunakan sebagai alasan
berakhirnya penyebaran lateral (pelamparan) suatu satuan. Batas dan
penyebaran dari setiap satuan litologi dapat dilihat dari bidang kontak antar
perlapisannya yang dapat bersifat tegas atau berangsur. Kontak antar perlapisan
batuan atau sentuhan stratigrafiyang kita kenal ada dua macam yaitu :
1. Selaras (conformable)
Sedimentasi berlangsung menerus tanpa adanya interupsi atau penghentian
proses sedimentasi dari satuan stratigrafi mulai dariyang dibawah sampai
ke lapisan yang diatasnya. Kontak yangselaras ini dapat bersifat tegas,
berangsur, ataupun interkalasi.
2. Tidak selaras (unconformable)
Siklus sedimentasi tidak menerus, karena adanya interupsi atau
penghentian proses sedimentasi dan di lapangan ditandai denganadanya
bidang erosi.Jenis-jenis ketidak selarasan adalah:

15
a. Angular unconformity, yaitu lapisan bawah dan atastidak sejajar
(membentuk sudut) dan mempunyai stike/dipyang berbeda.
b. Paraconformity ialah lapisan atas dan bawah relatif sejajar, namun
dipisahkan oleh bidang erosi yang beraturan.
c. Disconformity , sama seperti paraconformity, namun bidang erosi
yang memisahkannya relatif tak beraturan.
d. Nonconformity, adalah permukaan erosi yangmemisahkan batuan
kristalin (intrusi batuan beku ataukompleks metamorfis) di bawah
permukaan dari batuansedimen diatasnya.
Istilah lainnya yang prlu diketahui adalah diastem yaitu siklus sedimentasi
tidak menerus yang disebabkan oleh adanya erosi. Hiatus ialah waktu di mana tak
ada proses sedimentasi.
2.2.3. Petrografi
Streckeisen, A.L., 1975. Mengklasifikasi batuan beku berdasarkan
komposisi mineraloginya. Mineral mineral yang digunakan untuk
mengklasifikasakan batuan beku ini adalah Kuarsa, Alkali Feldspar, Plagioklas,
dan Feldspatoid (Foid) atau biasa disebut QAPF.

Gambar 2.6 Klasifikasi Batuan Beku (Streckeisen 1975)


Tahap pertama dalam pemakaian klasifikasi ini adalah menentukan
presentase relatif dari kandungan adalah Kuarsa, Alkali Feldspar, Plagioklas, dan

16
Feldspatoid dengan bantuan mikroskop. Normalisasikan (menghitung ulang agar
jumlahnya 100%) mineral mineral tersebut.
Tahap kedua adalah Melakukan ploting pada diagram strackeisen dengan
persentase komposisi adalah Kuarsa, Alkali Feldspar, Plagioklas, dan Feldspatoid
yang telah dinormalissasi.
2.2.4. Struktur Geologi
Analisis geometri berdasarkan pengukuran kedudukan shear fractures dan
tension fractures bertujuan untuk mengetahui pola umum tegasan utama
maksimum (1).
a) Analisis Kekar
Kekar secara umum didefinisikan sebagai retakan. Apabila retakan terjadi
karena gaya tegasan disebut sebagai retakan tekanan sedangkan retakan yang
terjadi karena gaya tarikan disebut sebagai kekar tarikan. Kegunaan analisis kekar
diantaranya untuk mengetahui pola umum struktur geologi daerah penelitian.
Secara genetik, kekar dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu :
1. Kekar gerus (shear joint), adalah rekahan yang bidang-bidangnya terbentuk
karena adanya kecenderungan untuk saling bergeser (shearing) searah bidang
rekahan.
2. Kekar tarik (Extensional joint), adalah rekahan yang bidang-bidangnya
terbentuk kadanya kecenderungan untuk saling menarik (meregang) atau
bergeser tegak lurus terhadap bidang rekahannya.
b) Analisis Sesar
Untuk mengamati keberadaan arah dan jenis sesar di lapangan dapat
diperkirakan dengan melihat indikasi yang ada seperti adanya dragfold (lipatan
seret), offset litologi, kekar-kekar, cermin sesar, slicken side, breksiasi, zona-zona
hancuran, kelurusan mata air panas dan air terjun. Klasifikasi sesar telah banyak
dikemukakan oleh para ahli terdahulu, mengingat struktur sesar adalah rekahan
kekar di dalam bumi yang ditimbulkan karena pergeseran sehingga untuk
membuat analisis strukturnya diusahakan untuk dapat mengetahui arah dan
besarnya pergeseran tersebut. Indikasi sesar di lapangan tidak mudah untuk
ditemukan untuk itu pengolahan data kekar untuk mengetahui tegasan utamanya
sehingga dapat diketahui pergerakan sesarnya.

17
Kinematika struktur geologi yang berkembang secara regional secara
langsung akan mempengaruhi kondisi geologi struktur daerah penelitian. Untuk
penamaan sesar, penyusun mengacu pada penamaan Rickard (1972) (Gambar
2.7). Karakteristik penamaan oleh Rickard (1972) adalah mengkombinasikan
besar kemiringan bidang sesar dengan besar sudut pitch. Berdasarkan kombinasi
tersebut yang kemudian di plot pada diagram, menghasilkan penamaan sesar
dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Apabila pitch kurang atau sama dengan 10o, maka sesar dinamakan sesar
mendatar, baik dekstral (menganan) atau sinistral (mengiri). Dalam klasifikasi
ini dinamakan sebagai right slip fault atau left slip fault.
b. Apabila pitch 80o sampai 90o, dengan memperhatikan pergerakan sesar (naik
atau normal) maka akan diberi nama normal fault atau reverse fault. Namun
apabila kemiringan bidang sesar kurang dari 45o dengan pitch yang sama
dengan ketentuan tersebut maka untuk sesar normal akan dinamakan lag
normal fault (low angel normal fault) atau sesar normal bersudut kecil, dan
untuk sesar naik dinamakan thrust fault atau sesar anjak.
c. Apabila pitch pada sesar mendatar lebih besar dari 10o dan kurang atau sama
dengan 45o, maka sesar merupakan sesar mendatar yang memiliki pergerakan
naik atau turun. Dalam penamaan, pergerakan naik atau turun tersebut menjadi
keterangan pergerakan sesar mendatar tersebut, misalnya sesar mendatar
mengiri (sinistral) normal dengan ciri pitch lebih besar dari 10o dan kurang
atau sama dengan 45o serta kemiringan bidang sesar 50o maka dinamakan
normal left slip fault. Apabila kemiringan sesar kurang dari 45o dengan
pergerakan yang sama, maka disebut sebagai lag left slip fault. Hal tersebut
juga berlaku untuk pergerakan naik.
d. Apabila pitch lebih dari 45o.dan kurang dari 80o, dengan pergerakan normal
atau naik, maka sesar tersebut juga memiliki kinematika pergeseran mendatar
(menganan atau mengiri). Apabila bidang lebih dari 45o, maka dapat
dinamakan right slip normal fault, right slip reverse fault, left slip normal fault
atau left slip reverse fault. Hal tersebut juga berlaku untuk lag fault dan reverse
fault.

18
Gambar 2.7 Klasifikasi Sesar Rickard (1972)

c) Lipatan
Perlipatan merupakan hasil dari deformasi atau perubahan bentuk dan atau
volume dari suatu batuan yang ditunjukan sebagai suatu lengkungan atau
himpunan lengkungan pada unsur garis atau bidang-bidang dalam batuan. Unsur
garis atau bidang yang dimaksud adalah bidang perlapisan. Berdasarkan
bentuknya, maka lipatan dibagi atas :
a. Antiklin : ialah lipatan dimana bagian cembungnya mengarah ke atas. Dalam
hal ini semakin tua batuannya semakin dalam letaknya. Jika batuannya telah
mengalami pembalikan maka lipatan itu dinamakan Synantiklin.
b. Sinklin : ialah lipatan dimana bagian cekungannya mengarah keatas. Dimana
semakin muda batuannya semakin dalam letaknya. Jika batuannya telah
mengalami pembalikan maka lipatan itu dinamakan Antisinklin.

19
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian


Dalam pemetaan geologi pada daerah Kaliredjo dan sekitarnya,
menggunakan metode survei berupa pemetaan geologi permukaan yang meliputi
beberapa aspek diantaranya adalah meliputi aspek litologi, geomorfologi,
sedimentologi, stratigrafi, geologi struktur, geologi sejarah serta bahan galian
yang ditemukan di daerah penelitian.
Pada tahap penelitian lapangan dilakukan pembuatan peta lintasan,
pengamatan singkapan batuan, morfologi daerah penelitian, pengukuran struktur,
dan pengamatan sumber daya geologi dan sumber bencana daerah sekitar.
Sedangkan tahap penelitian laboratorium dilakukan analisis petrografi.
3.2. Langkah Penelitian
3.2.1. Tahap Persiapan
Dalam tahap persiapan yang dilakukan adalah dengan pembuatan proposal
dan melengkapi persyaratan-persyaratan yang diperlukan. Tahapan ini mulai
dikerjakan pada bulan oktober.
Tahap persiapan dilakukan sebelum pekerjaan lapangan, pada tahap
persiapan kegiatan yang dilakukan adalah :
1. Pembuatan peta dasar berupa peta topografi dan peta pola aliran sungai daerah
pemetaan dengan skala 1:25.000, yang berasal dari hasil peta topografi.
2. Studi literatur untuk memperoleh gambaran umum mengenai keadaan geologi
daerah penelitian secara regional. Literatur-literatur yang terkumpul berupa
penelitian yang telah dilakukan para peneliti terdahulu, yang mana data-data
tersebut bersifat sekunder.
3. Penafsiran peta topografi.
4. Analisis geomorfologi, berupa peta pola aliran dan kelurusan sungai
5. Membuat surat perijinan masuk lokasi daerah penelitian sebelum melakukan
kegiatan di lapangan kepada aparat setempat.

20
3.2.2. Tahap Penelitian Lapangan
Untuk mendukung kegiatan penelitian maka dibutuhkan beberapa alat
pendukung penelitian yang diantaranya adalah :
a. Buku catatan lapangan
b. Peta dasar (basemap).
c. Kompas geologi dilengkapi dengan clinometer dan horizontal levelling.
d. Palu geologi jenis chisel point (untuk batuan sedimen) dan pick point (untuk
batuan beku dan metamorf).
e. GPS (Global Position System).
f. Lensa pembesaran (Loup) dengan pembesaran 30 kali.
g. Meteran dengan panjang 50 meter.
h. Komparator
i. Larutan HCL dengan kadar 10 %.
j. Papan jalan ( Clip Board ).
k. Kamera digital.
l. Alat tulis, seperti pensil (2B), penghapus, pensil warna, mistar segitiga, busur
derajat, peruncing pensil, spidol marker, spidol atau stabilo dan lain-lain.
m. Kantong contoh batuan dan kertas label, untuk ukuran kantong contoh batuan
berukuran 13 x 9 x 3 cm.
n. Tas lapangan, sepatu lapangan, dan pakaian lapangan.

Kegiatan yang dilakukan pada tahapan ini adalah pemetaan geologi daerah
penelitian yakni Daerah Sekardoja dan sekitarnya dengan skala 1 : 25.000 yang
bertujuan untuk memperoleh data lapangan berupa litologi batuan, struktur
geologi ( meliputi strike / dip, sesar, sinklin, antiklin, dan seterusnya ), stratigrafi
dan geomorfologi. Pada tahapan berikutnya, data data yang telah diperoleh
tersebut akan diolah dan dianalisis. Rincian kegiatan pada tahapan awal pemetaan
yakni sebagai berikut:
Pada tahap penelitian lapangan yang dilakukan adalah melakukan
pengambilan data lapangan berdasarkan peta lintasan yang telah direncanakan
sebelumnya. Pengambilan data ini berupa pengambilan contoh batuan atau sampel
yang selanjutnya akan dilakukan penelitian atau dianalisis di laboratorium dan

21
pengambilan data geologi seperti pengukuran Strike/Dip perlapisan, pengukuran
data struktur, plotting lokasi penelitian, pencatatan, pengambilan foto dan
pengamatan geomorfologi. Tahapan ini sangat penting untuk memperoleh data
yang akan digunakan untuk menguji hipotesa dan interpretasi yang dilakukan
tahap sebelumnya.
3.2.3. Analisis Data
Pada tahap ini dilakukan analisis dan pengolahan data yang dilakukan di
laboratorium.Dalam analisis dan pengolahan data ini meliputi laboratorium dan
studio pengolahan data. Adapun analisis yang dilakukan pada tahap ini :
a. Analisis Petrografi
Dibutuhkan untuk mengetahui komposisi batuan dan menentukan jenis
litologi.
b. Analisis Geomorfologi
Analisis geomorfologi mencakup beberapa analisis yaitu, analisis
morfografi, analisis morfometri, dan analisis morfogenetik.
c. Analisis Stratigrafi
Dibutuhkan untuk mendapatkan data litologi secara detail dari urutan suatu
stratigrafi dan mendapatkan data ketebalan secara detail dari setiap satuan
stratigrafi yang menjadi objek penelitian.
d. Analisis Struktur
Dibutuhkan untuk menganalisis deformasi yang telah terjadi pada daerah
penelitian.
Setelah melakukan analisis-analisis diatas, dilakukan tahap pembuatan
peta. Peta dibuat berdasarkan data pengamatan geologi permukaan beserta
analisisnya. Peta tersebut terdiri dari beberapa peta yang merupakan modifikasi
terhadap peta dasar. Adapun peta-peta yang dibuat yaitu Peta Lintasan Geologi,
Peta Geomorfologi, Peta Geologi, dan Peta Potensi dan Sumberdaya Geologi.

3.2.4. Penyusunan Laporan


Penyusunan laporan dilakukan sebagai tahapan akhir dalam rangkaian
kegiatan praktek kerja lapangan. Laporan tersebut disusun dengan format baku,
mencakup keseluruhan dari kegiatan praktek kerja lapangan yang dijalankan,

22
mulai dari latar belakang hingga keseluruhan hasil kegiatan. Setelah selesai
tersusun laporan akan diseminarkan secara formal. Tahapan penyusunan laporan
tergambar pada diagram alir metode penelitian (Gambar 3.1)

Gambar 3.1 Skema Diagram Alir Metode Penelitian

23
BAB IV
GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

4.1. Geomorfologi Daerah Penelitian


Geomorfologi daerah penelitian terbagi menjadi 3 satuan yaitu satuan F6
(Flufial Terrace), satuan S11 (Dikes), dan S1 (Topografi Yang Bergelombang
Sampai Berbukit Dengan Sistem Drainase Dominan Disebabkan Oleh Kekar,
Sesar Atau Pola Kelurusan).
Satuan F6 memiliki persen lereng rata-rata sebesar 3.5% dan menempati 45%
daerah penelitian. Titik tertinggi dan titik terendah daerah penelitian adalah 50
mdpl dan 12.5 mdpl dengan beda ketinggian mencapai 37.5 mdpl. Pola aliran
pada area penelitan berupa anular dengan bentuk lembah v. Litologi penyusun
daerah ini berupa aluvial dengan struktur geologi yang berkembang berupa sesar
geser.Tataguna lahan di daerah penelitan berupa pemukiman.
Satuan S1 memiliki persen lereng rata-rata sebesar 5.6% dan menempati 53%
daerah penelitian. Titik tertinggi dan titik terendah daerah penelitian adalah 137.5
mdpl dan 50 mdpl dengan beda ketinggian mencapai 87.5 mdpl. Pola aliran pada
area penelitan berupa anular dengan bentuk lembah v. Litologi penyusun daerah
ini berupa breksi, dasit, dan andesit dengan struktur geologi yang berkembang
berupa sesar geser.Tataguna lahan di daerah penelitan berupa pemukiman.
Satuan S1 memiliki persen lereng rata-rata sebesar 11.5% dan menempati 2%
daerah penelitian. Titik tertinggi dan titik terendah daerah penelitian adalah 162.5
mdpl dan 125 mdpl dengan beda ketinggian mencapai 37.5 mdpl. Pola aliran pada
area penelitan berupa paralel dengan bentuk lembah v. Litologi penyusun daerah
ini berupa andesit dengan struktur geologi yang berkembang berupa sesar
geser.Tataguna lahan di daerah penelitan berupa pemukiman.
4.1.1. Pola Aliran Sungai
Pada daerah penelitian, pola aliran sungai yang diidentifikasi merupakan
pola anular, dengan tahapan erosi yang berkembang di daerah penelitian pada
umumnya adalah erosi muda-dewasa. (Gambar 4.1)
Sungai utama yang berada di daerah penelitian adalah Sungai Kaliredjo.
Sungai ini mengalir dari timur ke barat dan memiliki debit aliran yang tinggi

24
ketika musim penghujan dan kecil ketika musim kemarau, oleh karena itu sungai
ini termasuk ke dalam sungai permanen. Tahapan erosi yang berkembang di
daerah penelitian pada umumnya adalah erosi muda-dewasa

Gambar 4.1 Peta Pola Pengaliran Sungai daerah penelitian.

Sungai-sungai yang terdapat pada daerah penelitian memiliki pola aliran


anular (Gambar 4.2). Pola aliran anular menunjukkan hasil dari proses strukturan
pada dome dan basin, diatrema, dan mungkin juga stock (Van Zuidam, 1985).

Gambar 4.2 Tipe pola pengaliran menurut A. D. Howard, 1967 (B dan C)

25
Pola aliran anular termasuk pola yang menunjukkan hasil dari proses
strukturan pada dome dan basin, diatrema, dan mungkin juga stock. Berdasarkan
atas definisi tersebut, pola sungai pada daerah penelitian lebih dikontrol oleh
struktur geologi baik berupa sesar, kekar, maupun kemiringan lapisan batuan
dibanding oleh faktor resistensi litologinya.
4.1.2. Satuan Geomorfologi
Berdasarkan klasifikasi Van Zuidam (1985) yang membagi satuan
geomorfologi berdasarkan perbedaan morfografi, morfogenetik, dan morfometri,
satuan geomorfologi di daerah penelitian dibagi 3 satuan yaitu satuan F6 (Flufial
Terrace) (Vanzuidam 1983), satuan S11 (Dikes)(Vanzuidam 1983) , dan satuan
S1 (Topografi Yang Bergelombang Sampai Berbukit Dengan Sistem Drainase
Dominan Disebabkan Oleh Kekar, Sesar Atau Pola Kelurusan)(Vanzuidam 1983).

Gambar 4.3 Peta Geomorfologi daerah penelitian

4.1.2.1 Satuan F6 (Flufial Terrace)


Satuan F6 memiliki persen lereng rata-rata sebesar 3.5% dan menempati
45% daerah penelitian. Titik tertinggi dan titik terendah daerah penelitian adalah
50 mdpl dan 12.5 mdpl dengan beda ketinggian mencapai 37.5 mdpl. Pola aliran

26
pada area penelitan berupa anular dengan bentuk lembah v. Litologi penyusun
daerah ini berupa aluvial dengan struktur geologi yang berkembang berupa sesar
geser.Tataguna lahan di daerah penelitan berupa pemukiman.
4.1.2.2 Satuan S11 (Dikes)
Satuan S1 memiliki persen lereng rata-rata sebesar 5.6% dan menempati
53% daerah penelitian. Titik tertinggi dan titik terendah daerah penelitian adalah
137.5 mdpl dan 50 mdpl dengan beda ketinggian mencapai 87.5 mdpl. Pola aliran
pada area penelitan berupa anular dengan bentuk lembah v. Litologi penyusun
daerah ini berupa breksi, dasit, dan andesit dengan struktur geologi yang
berkembang berupa sesar geser.Tataguna lahan di daerah penelitan berupa
pemukiman.
4.1.2.3.Satuan S1 (Topografi Yang Bergelombang Sampai Berbukit Dengan
Sistem Drainase Dominan Disebabkan Oleh Kekar, Sesar Atau Pola
Kelurusan)
Satuan S1 memiliki persen lereng rata-rata sebesar 11.5% dan menempati
2% daerah penelitian. Titik tertinggi dan titik terendah daerah penelitian adalah
162.5 mdpl dan 125 mdpl dengan beda ketinggian mencapai 37.5 mdpl. Pola
aliran pada area penelitan berupa paralel dengan bentuk lembah v. Litologi
penyusun daerah ini berupa andesit dengan struktur geologi yang berkembang
berupa sesar geser.Tataguna lahan di daerah penelitan berupa pemukiman.
4.2 Geologi Daerah Penelitian
Penamaan dan pengelompokan satuan batuan yang ada di daerah
penelitian mengacu pada batuan yang ditemukan di lapangan, batuan yang
mendominasi, posisi stratigrafi batuan tersebut, kedudukannya terpetakan di
dalam peta, dan hubungan antara satuan batuan yang satu dengan yang lainnya.
Untuk penamaan batuan didasarkan pengamatan megaskopis/petrologi baik itu
ciri-ciri dilapangan maupun penamaan batuan melalui sayatan tipis/petrografi.
Berdasarkan pemahaman tersebut diatas, maka satuan batuan yang
terdapat pada daerah penelitian dapat dibagi menjadi 2 (dua) satuan batuan.
Berikut akan diuraikan secara berurutan dari tua ke muda yaitu:
1. Satuan breksi Kaliredjo
2. Satuan andesit Kaliredjo 1
3. Satuan dasit Kaliredjo

27
4. Satuan andesit Kaliredjo 2
5. Satuan aluvial Kaliredjo

Gambar 4.4 Peta Geologi Daerah Penelitian

28
Gambar 4.5 Kolom Stratigrafi Daerah Penelitian

4.2.1. Satuan breksi Kaliredjo


a. Penyebaran dan Ciri Litologi
Satuan breksi Kaliredjo menempati 37% dari total daerah
penelitian.Satuan ini termasuk ke dalam Formasi Kebobutak (Tmok) dan ditandai
dengan warna coklat muda pada Peta Geologi. Satuan ini memilikiwarna abu-

29
abu. Memiliki teksur berupa besar butir bongkah-kerikil, kemasterbuka, sortasi
buruk, bentuk butir menyudut. Komposisi fragmen dan matrix berupa andesit.
Merupakan breksi vulkanik.

Gambar 4.6 Kenampakan Singkapan Breksi Vulkanik di Daerah Penelitian.

b. Umur dan Lingkungan Pengendapan


Pada satuan ini fosil tidak ada, sehingga sulit menentukan umurnya
dengan tepat. Satuan ini disetarakan dengan Formasi Kebobutak pada Peta
Geologi Lembar Yogyakarta (Wartono Rahardjo., dkk. 2012 ) yaitu Oligosen
Akhir-Oligosen Awal dan lingkungan pengendapan satuan ini di darat.
d. Hubungan Stratigrafi dengan satuan lainnya
Berdasarkan ciri litologi, maka breksi ini dapat disetarakan dengan
Formasi Kebobutak pada Peta Geologi Regional Lembar Yogyakarta (Wartono
Rahardjo., dkk. 2012 ). Hubungan Stratigrafi pada satuan yang berada di atasnya
selaras , hal ini dikarenakan karena adanya kesamaan komposisi yang sama pada
breaksi dan andesit sehingga diperkirakan merukan hasil gunung api yang sama
dengan produk yang berbeda.
4.2.2. Satuan andesit Kaliredjo 1
a. Penyebaran dan Ketebalan
Satuan andesit Kaliredjo 1 menempati 11% dari total daerah penelitian.
Satuan ini termasuk ke dalam Formasi Kebobutak (Tmok) dan ditandai dengan
warna merah tua pada Peta Geologi. Satuan ini memiliki warna abu-abu. Memiliki

30
tekstur afanitik. komposisi plagioklas, piroksin, olivin, hornblenda. Merupakan
lava.

Gambar 4.7 Kenampakan Singkapan Pada Daerah Penelitian (Warna Merah)

b. Umur dan Lingkungan Pengendapan


Pada satuan ini fosil tidak ada, sehingga sulit menentukan umurnya
dengan tepat. Satuan ini disetarakan dengan Formasi Kebobutak pada Peta
Geologi Lembar Yogyakarta (Wartono Rahardjo., dkk. 2012 ) yaitu Oligosen
Akhir-Oligosen Awal dan lingkungan pengendapan satuan ini di darat.
c. Hubungan Stratigrafi dengan satuan lainnya
Hubungan Stratigrafi pada satuan andesit Kaliredjo 1 dengan satuan dasit
Kaliredjo adalah saling memotong, hal ini dikarenakan satuan dasit Kaliredjo
merupakan batuan intrusi berupa dasit.

d. Petrografi Satuan andesit Kaliredjo 1

Gambar 4.8 Sayatan Petrografi Sampel pada Satuan andesit Kaliredjo 1

31
Pengamatan Petrografis :
Sayatan tipis batuan beku , warna abu-abu , tekstur Porfiro afanitik .
Ukuran pada fenokris 0,15 mm 0,8 mm , bentuk subhedral , terdiri dari mineral
Plagioklas , Piroxin , Olivin , Hornblenda, mineral Opak ., tertanam dalam massa
dasar berupa mineral plagioklas, opak , gelas
Pemerian Komposisi :
1. Plagioklas ( 42 % ) : warna putih relief rendah sampai sedang , indek bias n
< n Kb sampai n > n Kb . Kembaran Karlbad Albit ( An 42 - An 58 ), Bentuk
mineral subhedral sampai anhedral . Ukuran pada Fenokris 0,15 mm 0,6 mm ,
pada massa dasar berukuran 0,06mm 0,10 mm .
2. Pyroxin ( 12 % ) : warna kekuningan abuabu , relief sedang , indek bias n >
n Kb , Pleokroisme sedang , belahan dua arah relatif tegak lurus , ukuran mineral
0,15 mm sampai 0,8 mm
3. Olivin ( 6 % ), warna kehijauan abuabu, relief sedang , indeks bias n > n Kb,
Pleokroisme sedang, pecahan tidak teratur, bentuk granular / membutir . Ukuran
0,15 mm 0,25 mm.
4. Hornblenda ( 11 % ) : warna coklat kecoklatan , relief sedang , indek bias n
> n Kb, Pleokroisme kuat , ukuran mineral 0,2 mm sampai 0,6 mm . Bentuk
mineral subhedral
5. Opak ( 4 % ) : warna hitam / kedap cahaya , relief sedang , bentuk mineral
subhedral sampai anhedral . Ukuran mineral 0,03 mm 0,3 mm.
6. Gelas ( 25 % ) : keputihan abu abu , relief rendah , pada pengamatan
dengan nikol silang menjadi gelap, dan dimasukkan keping gips warnanya
berubah menjadi ungu muda berkabut
Berdasarkan hasil analisis menggunakan klasifikasi Streckeisen (1978) diketahui
bahwa sampel tersebut ialah Andesite
4.2.3. Satuan dasit Kaliredjo
a. Penyebaran dan Ketebalan
Satuan dasit Kaliredjo menempati 8,3% dari total daerah penelitian.
Satuan ini termasuk ke dalam Formasi Kebobutak (Tmok) dan ditandai dengan
warna merah tua pada Peta Geologi. Satuan ini memiliki warna merah. Memiliki

32
tekstur porfiritik. Komposisi plagiklas, hornblenda, ortoklas, kuarsa, dan biotit.
Merupakan intrusi.

Gambar 4.9 Kenampakan Singkapan Pada Daerah Penelitian (coklat)

b. Umur dan Lingkungan Pengendapan


Pada satuan ini fosil tidak ada, sehingga sulit menentukan umurnya
dengan tepat. Satuan ini disetarakan dengan Formasi Kebobutak pada Peta
Geologi Lembar Yogyakarta (Wartono Rahardjo., dkk. 2012 ) yaitu Oligosen
Akhir-Oligosen Awal dan lingkungan pengendapan satuan ini di darat.
c. Hubungan Stratigrafi dengan satuan lainnya
Hubungan Stratigrafi pada satuan dasit Kaliredjo dengan satuan andesit 2
Kaliredjo adalah saling memotong, hal ini dikarenakan satuan andesit Kaliredjo 2
merupakan batuan intrusi berupa andesit.

d. Petrografi Satuan dasit Kaliredjo

Gambar 4.10 Sayatan Petrografi Sampel pada Satuan dasit Kaliredjo

33
Pengamatan Petrografis :
Sayatan tipis batuan beku , warna abu-abu , tekstur Porfiro afanitik .
Ukuran pada fenokris 0,15 mm 0,8 mm , bentuk subhedral , terdiri dari mineral
Plagioklas , Piroxin , Olivin , Hornblenda, mineral Opak ., tertanam dalam massa
dasar berupa mineral plagioklas, opak , gelas
Pemerian Komposisi :
1. Plagioklas ( 42 % ) : warna putih relief rendah sampai sedang , indek bias n
< n Kb sampai n > n Kb . Kembaran Karlbad Albit ( An 42 - An 58 ), Bentuk
mineral subhedral sampai anhedral . Ukuran pada Fenokris 0,15 mm 0,6 mm ,
pada massa dasar berukuran 0,06mm 0,10 mm .
2. Pyroxin ( 12 % ) : warna kekuningan abuabu , relief sedang , indek bias n >
n Kb , Pleokroisme sedang , belahan dua arah relatif tegak lurus , ukuran mineral
0,15 mm sampai 0,8 mm .
3. Olivin ( 6 % ), warna kehijauan abuabu, relief sedang , indeks bias n > n Kb,
Pleokroisme sedang, pecahan tidak teratur, bentuk granular / membutir . Ukuran
0,15 mm 0,25 mm.
4. Hornblenda ( 11 % ) : warna coklat kecoklatan , relief sedang , indek bias n
> n Kb, Pleokroisme kuat , ukuran mineral 0,2 mm sampai 0,6 mm . Bentuk
mineral subhedral
5. Opak ( 4 % ) : warna hitam / kedap cahaya , relief sedang , bentuk mineral
subhedral sampai anhedral . Ukuran mineral 0,03 mm 0,3 mm.
6. Gelas ( 25 % ) : keputihan abu abu , relief rendah , pada pengamatan
dengan nikol silang menjadi gelap, dan dimasukkan keping gips warnanya
berubah menjadi ungu muda berkabut
Berdasarkan hasil analisis menggunakan klasifikasi Streckeisen (1978) diketahui
bahwa sampel tersebut ialah Dasit.
4.2.4. Satuan andesit Kaliredjo 2
a. Penyebaran dan Ketebalan
Satuan andesit Kaliredjo 2 menempati 2,7% dari total daerah penelitian.
Satuan ini termasuk ke dalam Formasi Kebobutak (Tmok) dan ditandai dengan
warna merah tua pada Peta Geologi. Satuan andesit Kaliredjo 2 menempati 2,7%
dari total daerah penelitian.

34
Gambar 4.11 Kenampakan Singkapan Pada Daerah Penelitian

b. Umur dan Lingkungan Pengendapan


Pada satuan ini fosil tidak ada, sehingga sulit menentukan umurnya
dengan tepat. Satuan ini disetarakan dengan Formasi Kebobutak pada Peta
Geologi Lembar Yogyakarta (Wartono Rahardjo., dkk. 2012 ) yaitu Oligosen
Akhir-Oligosen Awal dan lingkungan pengendapan satuan ini di darat.
c. Hubungan Stratigrafi dengan satuan lainnya
Hubungan Stratigrafi pada satuan andesit Kaliredjo 2 dengan satuan
aluvial Kaliredjo adalah tidak selaras, hal ini dikarenakan terdapat
ketidakselarasan berupa perbedaan jenis batuan dan terdapat jarak waktu
pengendandapan dan pembentukan pada satuan andesit Kaliredjo 2 dan satuan
aluvial Kaliredjo.

d. Petrografi andesit Kaliredjo 2

Gambar 4.12 Sayatan Petrografi Sampel pada Satuan andesit Kaliredjo 2

35
Pengamatan Petrografis :
Sayatan tipis batuan beku , warna abu-abu , tekstur Porfiro afanitik .
Ukuran pada fenokris 0,15 mm 0,8 mm , bentuk subhedral , terdiri dari mineral
Plagioklas , Piroxin , Olivin , Hornblenda, mineral Opak ., tertanam dalam massa
dasar berupa mineral plagioklas, opak , gelas
Pemerian Komposisi :
1. Plagioklas ( 42 % ) : warna putih relief rendah sampai sedang , indek bias n
< n Kb sampai n > n Kb . Kembaran Karlbad Albit ( An 42 - An 58 ), Bentuk
mineral subhedral sampai anhedral . Ukuran pada Fenokris 0,15 mm 0,6 mm ,
pada massa dasar berukuran 0,06mm 0,10 mm .
2. Pyroxin ( 12 % ) : warna kekuningan abuabu , relief sedang , indek bias n >
n Kb , Pleokroisme sedang , belahan dua arah relatif tegak lurus , ukuran mineral
0,15 mm sampai 0,8 mm
3. Olivin ( 6 % ), warna kehijauan abuabu, relief sedang , indeks bias n > n Kb,
Pleokroisme sedang, pecahan tidak teratur, bentuk granular / membutir . Ukuran
0,15 mm 0,25 mm.
4. Hornblenda ( 11 % ) : warna coklat kecoklatan , relief sedang , indek bias n
> n Kb, Pleokroisme kuat , ukuran mineral 0,2 mm sampai 0,6 mm . Bentuk
mineral subhedral
5. Opak ( 4 % ) : warna hitam / kedap cahaya , relief sedang , bentuk mineral
subhedral sampai anhedral . Ukuran mineral 0,03 mm 0,3 mm.
6. Gelas ( 25 % ) : keputihan abu abu , relief rendah , pada pengamatan
dengan nikol silang menjadi gelap, dan dimasukkan keping gips warnanya
berubah menjadi ungu muda berkabut
Berdasarkan hasil analisis menggunakan klasifikasi Streckeisen (1978) diketahui
bahwa sampel tersebut ialah Andesit.

4.2.5. Satuan aluvial Kaliredjo


a. Penyebaran dan Ketebalan
Satuan aluvial Kaliredjo menempati 41% dari total daerah penelitian.
Satuan ini termasuk ke dalam Kuarter Aluvium (Qa) dan ditandai dengan warna
abu-abu pada Peta Geologi. Satuan ini terdiri dari endapan dengan besar butir
kerikil sampai pasir.

36
Gambar 4.13 Kenampakan Singkapan Pada Daerah Penelitian

b. Umur dan Lingkungan Pengendapan


Pada satuan ini fosil tidak ada, sehingga sulit menentukan umurnya
dengan tepat. Satuan ini disetarakan dengan Kuarter Aluvium pada Peta Geologi
Lembar Yogyakarta (Wartono Rahardjo., dkk. 2012 ) yaitu Kuarter dan
lingkungan pengendapan satuan ini di darat.

c. Hubungan Stratigrafi dengan satuan lainnya


Hubungan Stratigrafi pada satuan aluvium Kaliredjo dengan satuan
lainnya adalah tidak selaras, hal ini dikarenakan terdapat ketidakselarasan berupa
perbedaan jenis batuan dan terdapat jarak waktu pengendandapan dan
pembentukan pada satuan aluvial Kaliredjo dan satuan lainnya.

4.3 Struktur Geologi Daerah Penelitian


Morfologi daerah penelitian terdapat kelurusan-kelurusan yang
diperkirakan merupakan ekspresi adanya struktur geologi. Sehingga dalam
menentukan struktur geologi diperlukan interpretasi awal sebelum dilakukan
kegiatan pengambilan data lapangan. Interpretasi awal dapat dilakukan dengan
cara menginterpretasi kelurusan-kelurusan topografi pada peta topografi maupun
Citra SRTM (Shuttle Radar Topographic Mission). Hal tersebut diharapkan dapat
memberi gambaran ketika mengambil data di lapangan pada lokasi-lokasi yang

37
telah di interpretasikan adanya kelurusan yang diperkirakan adanya struktur
geologi. Sesar yang berkembang di daerah penelitian yaitu sesar geser kanan turun
dan sesar geser kanan naik. Struktur utama tersebut di dasarkan hasil analisis
kinematik dari hasil pengumpulan data lapangan yang diolah menggunakan
metode analisis kinematik menggunakan stereonet. Data-data stuktur geologi yang
diolah berupa kekar gerus dan breksiasi yang bertujuan untuk merekonstruksi arah
gaya utama yang bekerja pada batuan.

4.3.1 Analisis FFD (Fault Fracture Density) citra SRTM


Analisis struktur geologi daerah Kalisemo dan sekitarnya dilakukan
dengan dua cara. Cara yang pertama dengan menganalisis kelurusan bukit dan
sungai berdasarkan peta SRTM (Shuttle Radar Topografi Mission). Cara yang
kedua yaitu dengan melihat bukti-bukti di lapangan seperti breksiasi, bidang sesar,
dan kedudukan lapisan serta mengukur rekahan-rekahan (shear fracture) tersebut
dan menganalisisnya menggunakan stereonet dengan bantuan software Dips.

Gambar 4.14 Peta FFD yang diamati melalui citra SRTM dan arah kelurusan
dalam diagram roset.

Berdasarkan analisis pola kelurusan terhadap citra SRTM (Shuttle Radar


Topografi Mission), pola kelurusan lembah dan kelurusan bukit yang ditemukan

38
dominan berarah NE-SW. Untuk mengetahui gambaran arah umum sesar tersebut,
kelurusan-kelurusan hasil penafsiran citra SRTM (Shuttle Radar Topografi
Mission) disajikan dalam bentuk diagram roset. Sesar tersebut dinamakan
berdasarkan dari sifat pergeserannya serta nama daerah lokasi ditemukannya sesar
tersebut.
4.3.2 Sesar Geser Kanan Naik KALIREDJO
Bukti-Bukti keberadaan sesar ini dapat diamati pada S.T.1.3 di daerah
penelitian yaitu di Sungai KALIREDJO ditunjukkan dengan keterdapatan struktur
shear fracture yang ditunjukkan pada Tabel 4.1 Arah breksiasi pada daerah ini
berdasarkan arah hancuran yang berarah N 60 E.
Tabel 4.1 data SF, Tesion, dan Breksiasi
SF1 SF2
No Strike (N . . . Dip ( . . . Strike (N . . . Dip ( . . .
E) ) E) )
1 170 61 115 66
2 115 66 200 62
3 92 80 315 48
4 70 50 325 65
5 270 35 205 60
6 210 60 315 48
7 218 75 315 48
8 218 75 125 65
9 225 75 125 65
10 225 75 135 70
11 195 66 135 70
12 195 66 135 55
13 238 65 305 64
14 40 56 178 58
15 63 52 178 58
16 63 52 185 66
17 185 66 30 65
18 180 75 125 70
19 164 58 84 55
20 164 58 73 52
21 205 58 110 60
22 115 70 250 64
23 106 65 250 64
24 200 55 310 65
25 200 55 310 62
26 200 55 310 65

39
Dengan menggunakan data shear fractur dan data breksiasi diperoleh hasil
sesar geser kanan naik

Gambar 4.15 Analisa Struktur KALIREDJO

Hasil analisis kinematika dari pengukuran data struktur di lapangan


didapatkan kedudukan bidang sesar N 340o E/ 60o NW dengan kedudukan net slip
23o, N 323o E dan nilai pitch sebesar 23o. Berdasarkan hasil analisis stereonet
diperoleh penamaan sesar yaitu sesar geser kanan turun (Rickard,1972).

Gambar 4.16. Lokasi pengambilan data struktur pada ST 1.3.

40
4.3.3 Sesar Geser Kanan Turun KALIREDJO
Bukti-Bukti keberadaan sesar ini dapat diamati pada S.T.1.5 di daerah
penelitian yaitu di Sungai KALIREDJO ditunjukkan dengan keterdapatan struktur
shear fracture yang ditunjukkan pada tabel 4.2 Arah breksiasi pada daerah ini
berdasarkan arah hancuran yang berarah N 60 E.
Tabel 4.2 data SF, Tesion, dan Breksiasi
SF1 SF2
No Strike (N . . . Dip ( . . . Strike (N . . . Dip ( . . .
E) ) E) )
1 85 59 172 76
2 85 59 184 68
3 70 55 325 65
4 25 55 325 65
5 25 55 325 60
6 5 65 325 60
7 5 65 335 68
8 280 50 25 55
9 280 50 25 65
10 330 50 50 80
11 40 45 330 70
12 110 62 5 30
13 285 65 25 60
14 285 65 40 65
15 40 65 130 50
16 40 40 330 60
17 45 40 335 65
18 50 55 335 65
19 38 46 335 65
20 340 45 35 45
21 345 55 35 45
22 315 45 35 45
23 10 65 280 52
24 40 56 290 60

Dengan menggunakan data shear fractur dan data breksiasi diperoleh hasil
sesar geser kanan naik

41
Gambar 4.17 Analisa Struktur KALIREDJO

Hasil analisis kinematika dari pengukuran data struktur di lapangan


didapatkan kedudukan bidang sesar N 60o E/ 48o NW dengan kedudukan net slip
26o, N 239o E dan nilai pitch sebesar 26o. Berdasarkan hasil analisis stereonet
diperoleh penamaan sesar yaitu sesar geser kanan turun (Rickard,1972).

Gambar 4.18. Lokasi pengambilan data struktur pada ST 1.5.

42
4.3.3 Sesar Geser Kanan Turun KALIREDJO
Bukti-Bukti keberadaan sesar ini dapat diamati pada S.T.2.1. di daerah
penelitian yaitu di Sungai KALIREDJO ditunjukkan dengan keterdapatan struktur
shear fracture yang ditunjukkan pada tabel 4.3 Arah breksiasi pada daerah ini
berdasarkan arah hancuran yang berarah N 60 E.
Tabel 4.3 data SF, Tesion, dan Breksiasi
SF1 SF2
No Strike (N . . . Dip ( . . . Strike (N . . . Dip ( . . .
E) ) E) )
1 325 65 38 58
2 325 65 35 60
3 40 46 120 55
4 320 63 123 80
5 150 72 255 68
6 135 77 211 65
7 135 77 225 65
8 135 67 230 70
9 165 60 230 70
10 35 58 340 62
11 190 45 115 82
12 70 40 175 64
13 70 40 145 45
14 160 55 270 70
15 240 75 340 58
16 230 60 45 65
17 320 63 70 48
18 76 55 320 63
19 215 65 273 85
20 185 75 330 65
21 185 75 343 51
22 145 60 325 50
23 184 48 75 40
24 178 70 35 60
25 115 60 35 60

Dengan menggunakan data shear fractur dan data breksiasi diperoleh hasil
sesar geser kanan naik

43
Gambar 4.19 Analisa Struktur KALIREDJO

Hasil analisis kinematika dari pengukuran data struktur di lapangan


didapatkan kedudukan bidang sesar N 60o E/ 48o NW dengan kedudukan net slip
26o, N 239o E dan nilai pitch sebesar 26o. Berdasarkan hasil analisis stereonet
diperoleh penamaan sesar yaitu sesar geser kanan turun (Rickard,1972).

Gambar 4.20 Lokasi pengambilan data struktur pada ST 2.1.

44
4.4. Sejarah Geologi Daerah Penelitian
Sejarah Geologi pada daerah penelitian dimulai pada Kala Oligosen akhir-
Ologosen tengah (Harjanto,2011), dimana kala itu aktivitas vulkanik sedang aktif.
Vulkanisme daerah sekitar penelitian yang aktif menyebabkan terjadinya proses
vulkanisme dimana menghasilkan batuan gunung api dan intrusi.

Gambar 4.21 Sejarah Geologi Daerah Penelitian


Setelah terbentuknya satuan breksi Kaliredjo terbentuklah satuan andesit
Kaliredjo 1 yang berupa lava diatas satuan breksi Kaliredjo. Kemudian terjadi
intrusi yang memotong satuan breksi Kaliredjo dan satuan andesit Kaliredjo 1
membentuk satuan dasit Kaliredjo, setelah itu terjadi intrusi kembali pada satuan
dasit Kaliredjo 1 membentuk satuan andesit Kaliredjo 2. Akibat gaya endogen
terjadi pengangkatan yang menyebabkan tersingkapnya satuan dasit Kaliredjo dan
satuan andesit Kaliredjo 2 yang merupakan intrusi. Proses eksogenik berupa

45
pelapukan dan erosi membentuk topografi saat ini dan mengendapkan satuan
aluvium Kaliredjo yang ditunjukan pada Gambar 4.21

4.5. Potensi Geologi Daerah Penelitian


Daerah penelitian merupakan daerah yang kaya dengan jenis batuan beku
yang kemudian dapat di manfaatkan sebagai bahan tambang yang kemudian telah
di petakan pada peta potensi (Gambar 3.7.1.). Pada lokasi S.T.2.3 (Gambar 3.7.2.)
merupakan salah satu pemanfaatan potensi geologi. Pemanfaatan potensi geologi
tersebut berupa
tambang batu andesit yang kemudian dibuat tambang terbuka.

46
BAB V
KESIMPULAN
Dari hasil pemetaan geologi dan pengolahan data geologi yang dilakukan
di Desa KALIREDJO, Kecamatan Bagelen, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah
maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
A. Satuan geomorfologi daerah penelitian terbagi menjadi 3 satuan yaitu Satuan
Flufial Terrace (F6) , Satuan Topografi yang Bergelombang Sampai Berbukit
Dengan Sistem Drainase Dominan Disebabkan Oleh Kekar, Sesar Atau Pola
Kelurusan (S1), dan Dike (S11). Pola aliran yang berkembang didaerah penelitian
adalah pola aliran yang berkembang berupa paralel.
B. Satuan stratigrafi pada daerah penelitian yaitu berupa satuan breksi Kaliredjo,
satuan andesit Kaliredjo 1, satuan dasit Kaliredjo, satuan andesit Kaliredjo 2 ,
satuan aluvium Kaliredjo.
C. Struktur pada daerah penelitian diperkirakan struktur yang diakibatkan oleh
kejadian vulkanik
D. Sejarah geologi daerah penelitian dimulai pada oligosen akhir-tengah yang
menghasilkan produk
vulkanik dan intrusi. Proses endogen dan eksogen ikut mempengaruhi bentuk
morfologi daerah
penelitian
E. Terdapat potensi geologi positif berupa tambang batu.

47
DAFTAR PUSTAKA
Asikin, Sukendar.1977. Dasar - Dasar Geologi Struktur. ITB: Bandung.
Bemmelen, R. W. Van .1949. The Geology of Indonesia, vol.1.A, The Haque,
Netherlands.

Bogie, I. dan Mackenzie, K.M., 1998. The application of a volcanic facies models
to an andesitic stratovolcano hosted geothermal system at Wayang Windu,
Java, Indonesia. Proceedings of 20th NZ Geothermal Workshop, h.265-276.
Brahmantyo, Budi, dan Bandono. 2006. Klasifikasi Bentuk Muka Bumi
(Landform) Untuk Pemetaan Geomorfologi Pada Skala 1:25.000 Dan
Aplikasinya Untuk Penataan Ruang. Geoaplika : Indonesia.

Brahmantyo, B. 2006, Materi Kuliah Geomorfologi, Teknik Geologi FT-ITB


Bandung.

Bronto,Sutikno. Fasies Gunung Api dan Aplikasinya. Jurnal Geologi Indonesia,


Vol.1 No. 2 Juni 2006: 59-71.Pusat Survei Geologi:Bandung, Indonesia.
Harsolumakso, A. H., 2005, Buku Pedoman Geologi Lapangan, Departemen
Teknik Geologi, FIKTM ITB.
Pulunggono A., dan Martodjojo S, 1994. Perubahan Tektonik Paleogen - Neogen
Merupakan Peristiwa Tektonik Terpenting di Jawa. Proceeding Geologi dan
Geoteknik Pulau Jawa.

Komisi Sandi Stratigrafi Indonesia. 1996. Sandi Stratigrafi Indonesia. Ikatan Ahli
Geologi Indonesia : Indonesia.

Rahardjo, dkk. 2012. Peta Geologi Lembar Yogyakarta, Jawa. Bandung: Pusat
Survey Geologi
Susanto, Arief. 2008. Buku Pedoman Praktikum Petrologi. ITB:Bandung.

48
49

Anda mungkin juga menyukai