STEMI ANTERIOR
2. Patofisiologi
Sebagian besar infark miokard terjadi karena adanya ruptur plak atheroma pembuluh
darah koroner arteri yang menyebabkan terjadinya menifestasi akut dari infark miokard. Lebih
dari 90 % penyebab infark miokard dikarenakan robekan atau disrupsi plak atherosklerotik
yang berhubungan dengan dengan perubahan komposisi plak dan penipisan lapisan fibrous
penutup plak. Robeknya lapisan fibrous tersebut kedalam lumen arteri memicu terjadinya
proses agregasi trombosit yang kaya trombosit (white thrombus) dan pembentukan thrombus
intra koroner. Akibat lanjut dari trombus ini akan menyumbat lumen arteri koroner bisa parsial
maupun total atau menjadi mikroemboli yang menyumbat arteri koroner yang lebih distal.
(Griffin, 2009. Lilly, 2011)
Bila thrombus menyumbat secara parsial akan timbul manifestasi sebagai angina
pectoris tidak stabil dan infark miokard tanpa elevasi segmen ST (NSTE-ACS). Akan tetapi,
bila thrombus menyumbat secara total tanpa adanya aliran kolateral menyebabkan terjadinya
infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (STEMI). Terbentuknya thrombus selain
diakibatkan oleh ruptur plak juga disebabkan oleh adanya disfungsi endotel. Disfungsi endotel
menyebabkan kehilangan fungsi normalnya yang mempunyai efek proteksi terhadap thrombus
dan vasodilator. Proses lanjutan yang terjadi akibat ruptur plak dan disfungsi endotel yaitu :
aktivasi dan agregasi trombosit, aktivasi kaskade koagulasi, vasokonstriksi pembuluh koroner,
kehilangan fungsi normal endotel yang mempunyai efek antitrombotik dan pada akhirnya
terbentuklah thrombus intrakoroner.13 Secara umum infark akan merubah urutan dari
depolarisasi, yang pada akhirnya direfleksikan dengan perubahan pada QRS kompleks.
Perubahan QRS kompleks utama pada elevasi segmen ST adalah evolusi dari gelombang Q
pada sandapan yang berada di area infark. (Elliot, 2013)
3. Diagnosis
Diagnosis infark miokard mempunyai dua komponen utama. Komponen patologis
dimana memerlukan bukti adanya kematian sel miokard sebagai konsekuensi dari iskemik
yang berkepanjangan dan diagnosis klinis dengan menilai riwayat penyakit dari anamnesis
ditunjang dengan pemeriksaan penunjang seperti elektrokardiografi, biomarker jantung, dan
pemeriksaan pencitraan. (ESC, 2012)
a. Anamnesis
Keluhan penderita dengan iskemia miokard dapat berupa nyeri dada yang tipikal
(typical angina) atau atipikal (angina ekuivalen). Keluhan angina tipikal berupa rasa
tertekan, berat, seperti ditindih benda berat, terbakar didaerah retrosternal, dapat menjalar
ke lengan kiri, leher, rahang, bahu, punggung, atau epigastrium. Pada penderita dengan
STEMI keluhan seperti ini dirasakan seperti angina pectoris tetapi lebih berat, dengan
durasi yang lebih lama (lebih dari 20 menit), dan tidak berkurang dengan istirahat atau
pemberian preparat nitrat. Gejala penyerta yang sering terdapat pada penderita infark
miokard antara lain : diaforesis, mual-muntah, nyeri abdomen, palpitasi, sesak nafas, dan
sinkop.
Walaupun nyeri dada tipikal merupakan tanda khas infark, akan tetapi tidak semua
pasien merasakannya. Kira-kira sekitar 30% pasien infark miokard adalah asimptomtik
atau datang dengan keluhan atipikal. Pada pasien angina atipikal sering dijumpai keluhan
nyeri didaerah penjalaran angina tipikal, gangguan pencernaan, sesak nafas yang tidak
dapat diterangkan atau mendadak rasa lemah yang tidak dapat diterangkan. Keluhan
atipikal ini sering dijumpai pada pasien usia muda (25-40 tahun) atau usia lanjut (>75
tahun), wanita, penderita diabetes, post operatif pasien. (ACCS/AHA guideline, 2013)
b. Pemeriksaan fisik
c.