Anda di halaman 1dari 11

Mekanisme Ginjal pada Gangguan Keseimbangan Cairan

Edward Anderson Nainggolan (102016160)

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Alamat Korespondensi: Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510, Indonesia

Email: edward.2016fk160@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak

Ginjal merupakan salah satu organ tubuh yang sangat penting dalam system ekskresi tubuh dalam
mempertahankan keseimbangan. Fungsi ginjal begitu kompeks dan juga mempunyai kaitan dengan
organ vital kita lainnya. Gangguan yang berlanjut terhadap fungsi ginjal akan berakibat besar pada
seluruh tubuh. Contohnya, dehidrasi adalah gangguan dalam keseimbangan cairan atau air pada tubuh.
Hal ini terjadi karena pengeluaran air lebih banyak daripada pemasukan. Gangguan kehilangan cairan
tubuh ini disertai dengan gangguan keseimbangan zat elektrolit tubuh. Penyebab dehidrasi antara lain
kekurangan zat Na, H2O, muntah, diare, obat diuretic, serta kurangnya asupan cairan.

Kata Kunci : Ginjal, Dehidrasi

Abstrak

Kidney is one of the organs that is very important in the body's excretion system in maintaining the
balance. Kidney function is so complex and also has links with our other vital organs. Continued
disruption of kidney function will have a major effect on the whole body. For example, dehydration is
a disorder in the fluid or water balance in the body. This happens because the water expenditure is
more than the income. Impaired loss of body fluids is accompanied by disturbance of body electrolyte
balance. The causes of dehydration include deficiency of Na substance, H2O, vomiting, diarrhea,
diuretic medication, and lack of fluid intake

Keywords: Kidney, Dehydration

Pendahuluan
Manusia sebagai makhluk hidup selain membutuhkan makanan juga membutuhkan
air minum sebagai cairan tubuh. Fungsi ginjal begitu kompeks dan juga mempunyai kaitan
dengan organ vital kita lainnya. Karena ginjal kita sangat penting, maka gangguan yang
berlanjut terhadap fungsi ginjal akan berakibat besar pada seluruh tubuh. Dalam hal ini yang
paling penting adalah kemampuan ginjal mengatur volume dan osmolaritas lingkungan cairan
internal dengan kontrol keseimbangan air dan juga garam, selain itu kemampuan ginjal untuk
membantu mengatur perubahan pH dengan mengontrol asam dan basa yang akan dikeluarkan
dari tubuh. Oleh karena itu, jika ada salah satu komponen ginjal mengalami kerusakan akan
dapat menyebabkan terganggunya proses homeostasis tubuh.

1
Dalam kesempatan ini penulis akan lebih membahas tentang ren atau ginjal secara
makro maupun mikronya, fungsi ginjal, mekanisme keseimbangan asam basa, dan faktor
penyebab dehidrasi yang terjadi didalam jantung manusia.

Struktur Makro Ginjal

Pembahasan ini merupakan pembahasan tentang sistem urinaria. Sistem urinaria


terdiri dari dua ginjal yang memproduksi urin, dua ureter yang membawa urin ke dalam
sebuah kandung kemih untuk penampungan sementara, dan uretra yang mengalirkan urin ke
luar tubuh melalui orifisium uretra eksterna. Namun organ terkait yang berhubungan dengan
skenario ini adalah ginjal.

Gambar 1. ginjal
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat sepasang (masing-
masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya retroperitoneal. Ginjal kanan
terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan
adanya hati yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah tepi atas iga 11
(vertebra T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12.
Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari
krista iliaka) sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3. Dari
batas-batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya lebih rendah dibandingkan
ginjal kiri.1
Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:
Korteks adalah bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari korpus
renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsula Bowman), tubulus kontortus proksimal dan
tubulus kontortus distalis.
Medula terdiri dari 9-14 massa-massa triangular yang disebut pyiramid. Di dalamnya
terdiri dari tubulus rektus, lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent).

2
Columna renalis adalah bagian korteks di antara pyramid ginjal
Processus renalis adalah bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah korteks
Hilus renalis adalah suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut saraf atau
duktus memasuki/meninggalkan ginjal.
Papilla renalis adalah bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul dan
calix minor.
Kaliks minor merupakan percabangan dari calix major.
Kaliks major merupakan percabangan dari pelvis renalis.
Pelvis renalis adalah bagian yang menghubungkan antara calix major dan ureter.
Ureter adalah saluran yang membawa urin menuju vesika urinaria.

Ginjal terbagi-bagi lagi menjadi lobus ginjal. Setiap lobus terdiri dari satu piramida ginjal,
kolumna yang saling berdekatan. Dan jaringan korteks yang melapisinya.

Gambar 2. Unit nefron


Unit fungsional ginjal disebut nefron. Satu ginjal mengandung satu sampai empat juta
nefron yang merupakan unit pembentuk urin. Setiap nefron memiliki satu komponen vaskular
(kapilar) dan satu komponen tubular.2
Struktur nefron terdiri dari:2
1. Glomerulus adalah gulungan kapilar yang dikelilingi kapsula epitel berdinding ganda
yang disebut kapsula Bowman. Glomerulus dan kapsula Bowman bersama-sama
membentuk korpuskel ginjal.

3
a) Lapisan viseral kapsula Bowman adalah lapisan internal epitelium. Sel-sel
lapisan viseral dimodifikasi menjadi podosit (sel seperti kaki), yaitu sel-sel
epitel khusus disekitar kapiler glomerular.
b) Lapisan parietal kapsula Bowman membentuk tepi terluar korpuskel ginjal.
Pada kutub vaskular korpuskel ginjal, arteriol eferen keluar dari glomerulus.
Sedangkan pada kutub urinarius korpuskel ginjal, glomerulus memfiltrasi
aliran yang masuk ke tubulus kontortus proksimal.
2. Tubulus kontortus proksimal panjangnya mencapai 15mm dan sangat berliku. Pada
permukaan yang menghadap lumen tubulus ini terdapat sel-sel epitelia kuboid yang
kaya akan mikrovilus (brush border) dan memperluas area permukaan lumen.
3. Ansa henle. Tubulus kontortus proksimal mengarah ke tungkai desenden ansa henle
yang masuk ke dalam medula, membentuk lengkungan jepit yang tajam(lekukan), dan
membalik ke atas membentuk tungkai asenden ansa henle.
a) Nefron korteks terletak di bagian terluar korteks. Nefron ini memiliki lekukan
pendek yang memanjang ke sepertiga bagian atas medula.
b) Nefron jugstamedular terletak di dekat medula. Nefron ini memiliki lekukan
panjang yang menjulur ke dalam piramida medula.
4. Tubulus kontortus distal juga sangat berliku, panjangnya sekitar 5mm dan membentuk
segmen terakhir nefron.
a) Disepanjang jalurnya, tubulus ini bersentuhan dengan dinding arteriol aferen.
Bagian tubulus yang bersentuhan dengan arteriol mengandung sel-sel
termodifikasi yang disebut makula densa. Makula densa berfungsi sebagai
suatu kemoreseptor dan distimulasi oleh penurunan ion natrium.
b) Dinding arteriol aferen yang bersebelahan dengan makula densa mengandung
sel-sel otot polos termodifikasi yang disebut sel jukstaglomerular. Sel ini
distimulasi melalui penurunan tekanan darah yang memproduksi renin.
c) Makula densa, sel jukstaglomerular dan sel mesangium saling bekerja sama
untuk membentuk aparatus jukstaglomerular yang penting dalam pengaturan
tekanan darah.
5. Tubulus dan duktus pengumpul. Karena setiap tubulus pengumpul berdesenden di
korteks, maka tubulus tersebut akan mengalir ke sejumlah tubulus kontortus distal.
Tubulus pengumpul membentuk duktus pengumpul besar yang lurus. Duktus
pengumpul membentuk tuba yang lebih besar yang mengalirkan urin ke dalam kaliks

4
minor, kaliks minor bermuara ke dalam pelvis ginjal melalui kaliks mayor. Dari pelvis
ginjal, urin dialirkan ke ureter yang mengarah ke kandung kemih.

Struktur Mikro Ginjal

Ginjal dibagi atas daerah luar, yaitu korteks dan daerah dalam, yaitu medula. Korteks ditutupi
simpai jaringan ikat dan jaringan ikuat perirenal, dan jaringan lemak.3

Gambar 3. Korteks dan Piramid tampak menyeluruh.


Di dalam korteks terdapat tubuli kontortus, glomeruli, tubuli lurus, dan berkas medula.
Korteks juga mengandung korpuskulum renal (Bowman dan glomeruli), tubuli kontortus
proksimal dan distal nefron di dekatnya, arteri interlobular dan vena lobular, berkas medular
mengandung bagian-bagian lurus nefron dan duktus koligens. Berkas medula tidak meluas ke
dalam kapsula ginjal karena ada zona sempit tubuli kontorti.3
Medula dibentuk oleh sejumlah piramid renal. Dasar setiap piramid menghadap korteks dan
apeksnya mengarah ke dalam. Apeks piramid renal membentuk papila yang terjulur ke dalam

5
kaliks minor. Medula juga mengandung ansa Henle dan duktus koligentes. Duktus koligentes
bergabung di medula membentuk duktus papilaris yang besar.3
Papila biasanya ditutupi epitel selapis silindris. Saat epitel ini berlanjut ke dinding luar kaliks,
epitel ini menjadi epitel transisional. Di bawah epitel, terdapat selapis tipis jaringan ikat dan
otot polos yang kemudian menyatu dengan jaringan ikat sinus renalis.3
Lapisan viseral kapsula glomerular terdiri atas sel epitel yang dimodifikasi, disebut podosit.
Sel-sel ini mengikuti kontur glomerulus dengan rapat dan membungkus kapiler-kapilernya.
Di kutub (polus) vaskular, epitel viseral membalik membentuk lapisan parietal kapsula
glomerular. Ruang di antara lapisan viseral dan parietal adalah rongga kapsula yang akan
menjadi lumen tubulus kontortus proksimal di polus urinarius. Di polus urinarius, epitel
gepeng lapisan parietal berubah menjadi epitel kuboid tubulus kontortus proksimal.3
Segmen lurus tubuli proksimal serupa dengan tubulus kontortus proksimal dan segmen lurus
tubuli distal yang serupa dengan tubulus kontortus distal. Duktus koligentes dapat dikenali
karena sel-selnya kuboid pucat dan membran basalnya yang jelas terlihat. Medula hanya
mengandung bagian-bagian lurus tubuli dan segmen tipis ansa Henle. Di bagian luar medula
terlihat segmen tipis ansa Henle yang dilapisi epitel gepeng, segmen lurus tubuli distal, dan
duktus koligentes.3
Korpuskulum renal menampakkan kapiler glomerular, epitel parietal dan viseral kapsula
Bowman, dan ruang kapsular. Brush border yang tampak jelas dan sel asidofilik membedakan
tubuli kontortus proksimal dengan tubuli kontortus distal yang selnya lebih kecil dan pucat
tanpa brush border. Sel-sel tubulus koligens berbentuk kuboid, dengan batas sel jelas dan
sitoplasma pucat bening. Membran basal yang jelas mengelilingi tubuli ini.3
Papila ginjal mengandung bagian-bagian terminal duktus koligens, yaitu duktus papilaris.
Duktus ini berdiameter besar dengan lumen lebar dan dilapisi sel silindris tinggi dan terpulas
pucat. Di sini juga terdapat potongan segmen tipis ansa Henle dan segmen lurus tubuli
kontortus distal. Jaringan ikat lebih banyak di daerah ini dan duktus koligens tidak begitu
berhimpitan.3

6
Perdarahan Ginjal

Gambar 4. Perdarahan ginjal

Arteri yang mendarahi ginjal adalah arteri renalis. Arteri renalis berasal dari aorta
setinggi vertebra lumbalis II. Masing-masing arteria renalis biasanya bercabang menjadi lima
arteriae segmentales yang masuk ke dalam hilum renalis. Arteriae ini mendarahi segmen-
segmen atau area renalis yang berbeda. Arteriae lobares berasal dari arteria segmentalis,
masing-masing satu buah untuk satu pyramid renalis. Sebelum masuk substansia renalis,
setiap arteria lobaris mempercabangkan dua atau tiga arteriae interlobares. Arteriae
interlobares berjalan menuju cortex di antara pyramides renales. Pada perbatasan cortex dan
medula renalis, arteriae interlobares bercabang menjadi arteriae arcuate yang melengkung di
atas basis pyramides renales. Arteriae arcuatae mempercabangkan sejumlah arteriae
interlobulares yang berjalan ke atas di dalam cortex. Arteriolae aferen glomerulus merupakan
cabang arteriae interlobulares. Vena renalis keluar dari hilum renale di depan arteria renalis
dan mengalirkan darah ke vena cava inferior.4
Serabut-serabut aferen ren berjalan melalui plexus renalis masuk ke medulla spinalis
melalui nervi thoracici. Aliran limfenya adalah nodi aortici laterales di sekitar pangkal arteria
renalis.4

7
Fungsi Ginjal
Ginjal melakukan fungsi-fungsi spesifik berikut, yang sebagian besar membantu
mempertahankan stabilitas lingkungan cairan interstisial.5
1. Mempertahankan keseimbangan H2O di tubuh.
2. Mempertahankan osmolaritas cairan tubuh yang sesuai, terutama melalui regulasi
keseimbangan H2O. Fungsi ini pentung untuk mencegah fluks-fluks osmotik masuk
atau keluar sel, yang masing-masing dapat menyebabkan pembengkakan atau
penciutan sel yang merugikan.
3. Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion cairan ekstraseluler, termasuk
natrium (Na+), klorida (Cl-), kalium (K+), kalsium (Ca2+), ion hidrogen (H+),
bikarbonat (HCO3-), fosfat (PO43-), sulfat (SO42-), dan magnesium (Mg2+). Bahkan
fluktuasi kecil konsentrasi sebagian elektrolit ini dalam cairan ekstraseluler dapat
berpengaruh besar,
4. Mempertahankan volume plasma yang tepat, yang penting dalam pengaturan jangka
panjang tekanan darah arteri. Fungsi ini dilaksanakan melalui peran regulatorik ginjal
dalam keseimbangan garam dan H2O.
5. Membantu mempertahankan keseimbangan asam-basa tubuh yang tepat dengan
menyesuaikan pengeluaran H+ dan HCO3- di urin.
6. Mengeluarkan produk-produk akhir metabolisme tubuh, misalnya urea, asam urat, dan
kreatinin. Jika dibiarkan menumpuk maka bahan-bahan sisa ini menjadi racunm
terutama bagi otak.
7. Mengeluarkan banyak senyawa asing, misalnya obat aditif makanan, pestisida, dan
bahan eksogen non-nutritif lain yang masuk ke tubuh.
8. Menghasilkan eritropoetrinm suatu hormon yang merangsang produksi sel darah
merah.
9. Menghasilkan renin, suatu hormon enzim yang memicu suatu reaksi berantai yang
penting dalam penghematan garam oleh ginjal.
10. Mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya.

Mekanisme Kerja Ren


Ren melakukan berbagai fungsi yang ditujukkan untuk mempertahankan homeostatis.
Sel-sel pada organisme multisel kompleks mampu berfungsi dan bertahan hidup hanya dalam
suatu lingkungan cairan. Lingkungan cairan internal adalah cairan ekstrasel (CES) yang
membasuh semua sel di dalam tubuh dan harus dipertahankan secara homeostatis. Pada
tubuh, pertukaran antara sel dan CES dapat mengubah komposisi lingkungan cairan internal

8
yang kecil dan pribadi ini apabila tidak terdapat mekanisme untuk mempertahankan
stabilitasnya. Secara garis besar, makhluk hidup di darat dapat bertahan hidup karena adanya
ren, organ yang bersama dengan masukan hormonal dan saraf yang mengatur fungsinya,
terutama berperan dalam mempertahankan stabilitas volume dan komposisi elektrolit CES.
Dengan menyesuaikan jumlah air dan berbagai konstituen plasma yang akan disimpan di
dalam tubuh atau dikeluarkan melalui urin, ren mampu mempertahankan keseimbangan air
dan elektrolit di dalam rentang yang sangat sempit yang cocok bagi kehidupan, walaupun
pemasukan dan pengeluaran konstituen-konstituen tersebut melalui jalan lain sangat
bervariasi.
Jika terdapat kelebihan air atau elektrolit tertentu di CES, misalnya garam NaCl, ren
dapat mengeleminasi kelebihan tersebut dalam urin. Jika terjadi kekurangan ren sebenarnya
tidak dapat memberi tambahan konstituen yang kurang tersebut, tetapi dapat membatasi
kehilangan zat tersebut melalui urin, sehingga dapat menyimpan sampai lebih banyak zat
tersebut di dapat dari makanan. Dengan demikian, ren dapat lebih efisien melakukan
kompensasi untuk kelebihan daripada kekurangan, kenyataannya pada beberapa keadaan ren
tidak dapat secara total menghentikan pengeluaran suatu bahan penting melalui urin,
walaupun tubuh sedang kekurangan bahan tersebut.
Selain berperan penting dalam mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit, ren juga
merupakan jalan penting untuk mengeluarkan berbagai zat sisa metabolik yang toksik dan
senyawa-senyawa asing dari tubuh. Zat-zat sisa ini tidak dapat dikeluarkan dalam bentuk
padat, mereka harus dieksresikan dalam bentuk larutan, sehingga ren harus menghasilkan
minimal 500 ml urin berisi zat sisa per harinya. Karena H2O yang dikeluarkan di urin berasal
dari plasma darah, seseorang yang tidak mendapat H2O sedikitpun tetap diharuskan
menghasilkan urin sampai meninggal akibat deplesi volume plasma ke tingkat fatal, karena
H2O akan turut dibuang menyertai pengeluaran zat-zat sisa.
Ren juga dapat melakukan penyesuaian dalam melakukan pengeluaran konstituen-
konstituen CES ini melalui urin untuk mengkompensasi pengeluaran abnormal, misalnya
melalui keringat berlebihan, muntah, diare, atau pendarahan. Dengan demikian, komposisi
urin sangat bervariasi karena ren melakukan penyesuaian terhadap perubahan pemasukan
atau pengeluaran berbagai bahan batas sempit yang cocok untuk kehidupan.4

Keseimbangan Asam Basa


Ginjal mengatur keseimbangan asam basa dengan mengekresikan urin yang asam atau
basa. Pengeluaran urin asam akan mengurangi jumlah asam dalam cairan ekstra sel atau CES,
sedangkan urin basa berarti menghilangkan basa dari CES. Keseluruhan mekanisme eksresi
urin asam atau basa oleh ginjal adalah sebagai berikut; sejumlah besar HCO3- difiltrasi secara
terus menerus ke dalam tubulus, dan bila HCO3- ini dieksresikan kedalam urin, keadaan ini
menghilangkan basa dari dalam darah. Sejumlah besar H+ juga disekresikan kedalam lumen
tubulus oleh sel epitel tubulus sehingga menghilangkan asam dari darah. Bila lebih banyak
H+ daripada HCO3- yang difiltrasi, akan terjadi kehilangan asam dari cairan ekstrasel,
sebaliknya akan terjadi kehilanan basa.5,7
Bila terdapat pengurangan konstentrasi H+ cairan ekstrasel (alkalosis), ginjal gagal
dalam mereabsoprsi semua bikarbonat yang difiltrasi, sehingga meningkatkan eksresi

9
bikarbonat. Karena HCO3- normalnya mendapat hydrogen dari cairan ekstrasel, kehilangan
bikarbonar ini sama saja dengan penambahan satu ion hydrogen ke dalam CES. Oleh karena
itu pada alkalosis, pengeluaran HCO3- akan meningkatkan konsentrasi H+ dan cairan ekstrasel
kembali menjadi normal.
Pada asidosis, ginjal tidak mengeksresikan bikarbonat ke dalam urin tetapi
mereabsopsi semua bikarbonat yang difltrasi dan menghasilkan bikarbonat baru, yang
ditambahkan kembali ke dalam cairan ekstrasel. Hal ini mengurangi konsentrasi H+ dan
cairan ekstrasel menjadi normal. Jadi, ginjal mengatur konsentrasi H+ cairan ekstrasel melalui
sekresi ion hydrogen, reabsorpsi bikarbonat yang difiltrasi, dan produksi bikarbonat yang
baru, dan semua proses tersebut dicapai melalui mekanisme yang sama.5,7

Faktor Penyebab Dehidrasi


Dehidrasi adalah gangguan dalam keseimbangan cairan atau air pada tubuh. Hal ini
terjadi karena pengeluaran air lebih banyak daripada pemasukan (misalnya minum).
Gangguan kehilangan cairan tubuh ini disertai dengan gangguan keseimbangan zat elektrolit
tubuh. Penyebab dehidrasi antara lain kekurangan zat Na, H2O, muntah, diare, obat diuretic,
serta kurangnya asupan cairan.7
Dehidrasi terbagi dalam tiga jenis berdasarkan penurunan berat badan, yaitu dehidrasi
ringan (jika penurunan cairan tubuh 5 persen dari berat badan), dehidrasi sedang (jika
penurunan cairan tubuh antara 5-10 persen dari berat badan), dan dehidrasi berat (jika
penurunan cairan tubuh lebih dari 10 persen dari berat badan). Ciri-ciri dehidrasi ringan-
sedang adalah mulut kering dan lengket, mengantuk/lelah, haus, urin sedikit, airmata
kurang/kering dan otot lemah, dan sakit kepala/pusing/silau melihat sinar. Sedangkan ciri-ciri
dehidrasi berat adalah haus berat, sangat mengantuk dan kebingungan, tidak berkeringat, urin
sedikit berwarna kuning gelap/tidak ada urin, mata cekung, menggigil, kulit kering dan
elastisitas hilang, tekanan darah rendah, nadi cepat, panas serta kesadaran menurun.7

Kesimpulan
Ginjal merupakan organ yang sangat penting dalam pengaturan homeostasis tubuh.
Ginjal merupakan bagian dari sistem urinaria. Ginjal memiliki nefron yang merupakan unit
fungisional ginjal yang terdiri dari, glomerulus, kapsula bowman, dan tubulus-tubulus.
Keseimbangan asam basa sangat mempengaruhi dalam hasil kerja ginjal didalam tubuh
manusia.

10
Daftar Pustaka
1. Drake R, Vogl A, Mitchell A. Grays dasar-dasar anatomi. Singapura: Elseiver; 2014.
h. 190-3.
2. Snell RS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi ke-6. Jakarta: EGC;
2006. h. 250-4.
3. Sloane E. Anatomi dan fisiologi pemula. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2004.h. 318-21.
4. Sherwood L.Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2013. h.
553-80.
5. Watson R. Anatomi dan fisiologi. Edisi ke-10. Jakarta: EGC; 2002. h. 390.
6. Eroschenko VP. Atlas histologi di Fiore. Edisi ke-9. Jakarta: EGC; 2003. h. 248-54.
7. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC; 2009. h. 459-61.

11

Anda mungkin juga menyukai