Anda di halaman 1dari 12

Kuretase

MARET 7, 2013SOOYUUHEE TINDAKAN RUJUKAN TINGGALKAN KOMENTAR

1. Pengertian Kuratase
Kuratase adalah cara membersihkan hasil konsepsi memakai alat kuratase
(sendok kerokan). Sebelum melakukan kuratase, penolong harus melakukan
pemeriksaan dalam untuk menentukan letak uterus, keadaan serviks dan besarnya
uterus gunanya untuk mencegah terjadinya bahaya kecelakaan misalnya perforasi
(Harnawatiaj, 2008).
2.Tujuan Kuratase
1. Kuret sebagai diagnostik suatu penyakit rahim
Yaitu mengambil sedikit jaringan lapis lendir rahim, sehingga dapat diketahui
penyebab dari perdarahan abnormal yang terjadi misalnya perdarahan pervaginam
yang tidak teratur, perdarahan hebat, kecurigaan akan kanker endometriosis atau
kanker rahim, pemeriksaan kesuburan/ infertilitas.
2. Kuret sebagai terapi
Yaitu bertujuan menghentikan perdarahan yang terjadi pada keguguran
kehamilan dengan cara mengeluarkan hasil kehamilan yang telah gagal berkembang,
menghentikan perdarahan akibat mioma dan polip dengan cara mengambil mioma dan
polip dari dalam rongga rahim, menghentikan perdarahan akibat gangguan hormon
dengan cara mengeluarkan lapisan dalam rahim misalnya kasus keguguran,
tertinggalnya sisa jaringan plasenta, atau sisa jaringan janin di dalam rahim setelah
proses persalinan, hamil anggur, menghilangkan polip rahim (Damayanti, 2008).

3. Indikasi Kuretase
.1 Abortus Inkomplit
Pengertian
Abortus Inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada
kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
Pada pemeriksaan vaginal, kanalis servikalis terbuka dan jaringan dapat
diraba dalam kavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari ostium
uteri eksternum. Perdarahan pada abortus inkomplit dapat banyak sekali,
sehingga menyebabkan syok dan perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa
hasil konsepsi dikeluarkan. Dalam penanganannya, apabila abortus inkomplit
disertai syok karena perdarahan, segera harus diberikan infus cairan Nacl
fisiologik atau cairan ringer yang disusul dengan transfusi. Setelah syok
diatasi, dilakukan kerokan (kuratase). Pasca tindakan disuntikkan
intramuskulus ergometrin untuk mempertahankan kontraksi uterus
(Prawirohardjo, 2007).
Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada
kehamilan sebelum usia 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam
uterus (Suseno, 2009).
Abortus inkompletus adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar
dari kavum uteri dan masih ada yang tertinggal. Batasan ini juga masih
terpancang pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin
kurang dari 500 gram (Prawirorahardjo, 2009).
Etiologi
Penyebab keguguran sebagian besar tidak diketahui secara pasti, tetapi terdapat
beberapa sebab antara lain :
a. Faktor pertumbuhan hasil konsepsi
Kelainan kromosom
Lingkungan endometrium
Gizi ibu kurang
Radiasi
Kelainan plasenta
b. Penyakit ibu
Penyakit secara langsung mempengaruhi pertumbuhan janin dalam
kandungan melalui plasenta yaitu penyakit infeksi seprti pneumonia, tifus
abdominalis, malaria, sypilis, toxin, bakteri, virus, atau plasmodium
sehingga menyebabkan kematian janin dan terjadi abortus
c. Kelainan traktus genitalis
Retroversion uteri, mioma uteri, atau kelainan bawaan uterus dapat
menyebabkan abortus (Wiknjosastro. H, 2007).
Diagnosa
Anamnesis : perdarahan dari jalan lahir (biasanya banyak),
sehingga menyebabkan syok dan perdarahan tidak akan
berhenti sebelum sisa hasil konsepsi dikeluarkan.
Penanganan
1) Jika perdarahan bersifat ringan sampai sedang dan kehamilan kurang
dari 16 minggu, gunakan jari atau forsep cincin untuk mengeluarkan
hasil konsepsi yang menonjol keluar dari serviks.
2) Jika perdarahan bersifat berat dan kehamilan kurang dari 16 minggu,
evakuasi uterus dengan kuratase
3) Jika kehamilan lebih dari 16 minggu infuskan oksitosin 40 Unit dalam
1L cairan iv dengan kecepatan 40 tetes permenit sampai hasil konsepsi
keluar, berikan misoprostol 200 g melalui vagina setiap 4 jam sampai
hasil konsepsi keluar, evakuasi hasil sisa konsepsi dari uterus dengan
kuratase (yulianti, 2005).
2. Kehamilan Mola
1. Pengertian
Kehamilan mola dicirikan dengan poliferasi abnormal vilus korion (yulianti, 2005).
Mola Hidatidosa adalah gumpalan atau tumor dalam rahim yang terjadi karena
degenerasi atau gangguan perkembangan sel telur yang telah dibuahi (Suseno,
2009).
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana
tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan
hidropik. Yaitu berupa gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi
cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa milimeter sampai satu
atau dua sentimeter (Prawirohardjo, 2007).
2. Etiologi
Sejauh ini penyebabnya masih belum diketahui. Diperkirakan bahwa faktor-
faktor seperti gangguan pada telur, kekurangan gizi pada ibu hamil, dan
kelainan rahim berhubungan dengan peningkatan angka kejadian mola.
Wanita dengan usia dibawah 20 tahun atau diatas 40 tahun juga berada dalam
risiko tinggi. Mengkonsumsi makanan rendah protein, asam folat, dan karoten
juga meningkatkan risiko terjadinya mola (Abdul, 2012).
3. Diagnosa
Adanya mola hidatidosa harus dicurigai bila ada wanita dengan
amenore, perdarahan pervaginam, uterus yang lebih besar dari tuanya
kehamilan dan untuk diagnosis pasti dilakukan pemeriksaan kadar HCG
dalam darah, urin maupun bioasay, atau dengan USG (Prawirohardjo, 2007).
4. Penanganan
1) Perbaikan keadaan umum
2) Vakum kuretase, tindakan kuretase cukup dilakukan sekali saja asal
bersih, kuret kedua hanya dilakukan bila ada indikasi (Prawirohardjo,
2007).
3. Blighted Ovum
1. Pengertian
Blighted Ova adalah buah kehamilan yang dengan pemeriksaan USG
tampak gestasional sac saja, tanpa adanya fetal pole, kantong amnion tampak
telah tidak teratur (Maimunah, 2002).
Blighted Ovum (kehamilan unembrionik) adalah kehamilan
patologik, dimana mudigah tidak terbentuk sejak awal. Disamping mudigah,
kantong kuning telur juga ikut tidak terbentuk. Blighted ovum harus
dibedakan dari kehamilan muda yang normal, dimana mudigah masih terlalu
kecil untuk dapat dideteksi dengan alat USG (biasanya kehamilan 5-6
minggu) (Prawirohardjo, 2007).
.2. Etiologi
Kehamilan yang berkembang dengan tidak sempurna ini disebabkan
oleh kelainan gen dan kromosom pada ovum (sel telur), sperma, atau
keduanya. Kelainan ini biasa diturunkan dari bapak atau ibu penderita.
Rendahnya kualitas sel telur dan sperma juga berperan. Bisa juga sel telur dan
sperma normal, namun saat terjadi proses pembelahan kromosom terjadi
kelainan berupa translokasi (saling bertukarnya bagian kromosom yang non-
homolog atau tak sejenis). Penyebab lainnya multifaktor, meliputi: infeksi
karena campak Jerman (rubella), cytomegalovirus, herpes simpleks, virus
toxoplasma, bakteri Listeria monocytogenes, penyakit kencing manis
(diabetes mellitus) yang tak terkendali, dan kelainan imunologi (Dito, 2012)
3. Diagnosa
Diagnosis blighted ova dapat ditegakkan bila pada kantong gestasi
yang berdiameter sedikitnya 30 mm (penulis lain memakai ukuran 25 mm),
tidak dijumpai adanya struktur mudigah atau kantong kuning telur
(Prawirohardjo, 2007).
.4. Penanganan
Jika telah didiagnosis blighted ovum, maka tindakan selanjutnya
adalah mengeluarkan hasil konsepsi dari rahim (kuretase). Hasil kuretase
akan dianalisa untuk memastikan apa penyebab blighted ovum lalu mengatasi
penyebabnya. Jika karena infeksi maka dapat diobati sehingga kejadian ini
tidak berulang. Jika penyebabnya antibodi maka dapat dilakukan program
imunoterapi sehingga kelak dapat hamil sungguhan (Intan, 2008).
4. Misssed Abortion
1. Pengertian
Retensi janin mati (Missed Abortion) adalah perdarahan pada
kehamilan muda disertai dengan retensi hasil konsepsi yang telah mati hingga
8 minggu atau lebih (Prawiroharjo, 2009).
Missed Abortion adalah kehilangan kehamilan dimana produk-produk
konsepsi tidak keluar dari tubuh (Suseno, 2009).
Missed Abortion (keguguran tertunda) adalah keadaan ketika janin
telah mati sebelum minggu ke 22, tetapi tertahan didalam rahim selama 2
bulan atau lebih (Maimunah, 2002).
2. Etiologi
Etiologi missed abortion tidak diketahui, tetapi diduga pengaruh hormon
progesteron (Estiningtyas, 2009)
3. Diagnosa
Diagnosa missed abortion secara USG dapat ditegakkan bila dijumpai
mudigah dengan jarak kepala-bokong 10 mm atau lebih yang tidak
menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Ukuran uterus lebih kecil dari usia
kehamilan, bentuk kantong gestasi dan mudigah tidak utuh lagi dan cairan
ketuban biasanya tinggal sedikit (Prawirohardjo, 2007).
.4. Penanganan
Pengeluaran hasil konsepsi pada missed abortion merupakan satu
tindakan yang tidak lepas dari bahaya karena plasenta dapat melekat erat pada
dinding uterus dan kadang-kadang terdapat hipofibrinogenemia. Apabila
diputuskan untuk mengeluarkan hasil konsepsi itu, pada uterus yang besarnya
tidak melebihi 12 minggu sebaiknya dilakukan pembukaan serviks uteri
dengan memasukkan laminaria selama kira-kira 12 jam dalam kanalis
servikalis yang kemudian dapat diperbesar dengan busi hegar sampai cunam
ovum atau jari dapat masuk kedalam kavum uteri. Dengan demikian, hasil
konsepsi dapat dikeluarkan lebih mudah serta aman, dan sisa-sisanya
kemudian dibersihkan dengan kuret tajam (Prawirohardjo, 2007).
5. Sisa Plasenta
1. Pengertian
Perdarahan postpartum dini dapat terjadi sebagai akibat tertinggalnya
sisa plasenta atau selaput janin. Bila hal tersebut terjadi, harus dikeluarkan
secara manual atau dikuret, disusul dengan pemberian obat-obatan
oksitoksika intravena (Prawirohardjo, 2009).
Sisa plasenta dalam nifas menyebabkan perdarahan dan infeksi.
Perdarahan yang banyak dalam nifas hampir selalu disebabkan oleh sisa
plasenta. Dengan perlindungan antibiotik, sisa plasenta dikeluarkan secara
digital atau dengan kuret besar. Jika ada demam ditunggu dulu sampai suhu
turun dengan pemberian antibiotik dan 3-4 hari kemudian rahim dibersihkan,
tetapi bila ada perdarahan banyak, rahim segera dibersihkan walaupun ada
demam (sastrawinata, 2005).
Sisa plasenta merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus
yang dapat menimbulkan perdarahan postpartum primer atau perdarahn
postpartum sekunder. Perdarahan postpartum dini dapat terjadi sebagai akibat
tertinggalnya sisa plasenta atau selaput janin. Bila hal tersebut terjadi, harus
dikeluarkan secara manual atau dikuretase disusul dengan pemberian obat-
obat uterotonika intravena (Sujiatini, 2011).
2. Diagnosa
Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes, dengan
pemeriksaan dalam dilakukan eksplorasi vagina, uterus dan pemeriksaan
inspekulo dengan cara ini dapat ditentukan adanya robekan dari serviks,
vagina, hematoma dan adanya sisa-sisa plasenta (Sujiatini, 2011).
3. Penanganan
Tindakan penanganan meliputi pemasangan infus profilaksis,
pemberian antibiotik adekuat, pemberian uterotonik (oksitosin atau
metergin), dan tindakan definitif dengan kuratase dan dilakukan pemeriksaan
patologi-anatomik (PA) (Manuaba, 2008
Prosedur Kuretase
Persiapan Pasien Sebelum Kuretase
1. Puasa
Saat akan menjalani kuretase, biasanya ibu harus mempersiapkan
dirinya. Misal, berpuasa 4-6 jam sebelumnya. Tujuannya supaya perut dalam
keadaan kosong sehingga kuret bisa dilakukan dengan maksimal.
.2. Persiapan Psikologis
Setiap ibu memiliki pengalaman berbeda dalam menjalani kuret. Ada
yang bilang kuret sangat menyakitkan sehingga ia kapok untuk
mengalaminya lagi. Tetapi ada pula yang biasa-biasa saja. Sebenarnya,
seperti halnya persalinan normal, sakit tidaknya kuret sangat individual.
Sebab, segi psikis sangat berperan dalam menentukan hal ini. Bila ibu sudah
ketakutan bahkan syok lebih dulu sebelum kuret, maka munculnya rasa sakit
sangat mungkin terjadi. Sebab rasa takut akan menambah kuat rasa sakit. Bila
ketakutannya begitu luar biasa, maka obat bius yang diberikan bisa tidak
mempan karena secara psikis rasa takutnya sudah bekerja lebih dahulu.
Sebaliknya, bila saat akan dilakukan kuret ibu bisa tenang dan bisa
mengatasi rasa takut, biasanya rasa sakit bisa teratasi dengan baik. Meskipun
obat bius yang diberikan kecil sudah bisa bekerja dengan baik. Untuk itu
sebaiknya sebelum menjalani kuret ibu harus mempersiapkan psikisnya
dahulu supaya kuret dapat berjalan dengan baik. Persiapan psikis bisa dengan
berusaha menenangkan diri untuk mengatasi rasa takut, pahami bahwa kuret
adalah jalan yang terbaik untuk mengatasi masalah yang ada. Sangat baik bila
ibu meminta bantuan kepada orang terdekat seperti suami, orangtua, sahabat,
dan lainnya.
3. Minta Penjelasan Dokter
Hal lain yang perlu dilakukan adalah meminta penjelasan kepada
dokter secara lengkap, mulai apa itu kuret, alasan kenapa harus dikuret,
persiapan yang harus dilakukan, hingga masalah atau risiko yang mungkin
timbul. Jangan takut memintanya karena dokter wajib menjelaskan segala
sesuatu tentang kuret. Dengan penjelasan lengkap diharapkan dapat membuat
ibu lebih memahami dan bisa lebih tenang dalam pelaksanaan kuret (Fajar,
2007).

Persiapan Tenaga Kesehatan Sebelum Kuretase


Melakukan USG terlebih dahulu, mengukur tekanan darah pasien, dan
melakukan pemeriksaan Hb, menghitung pernapasan, mengatasi perdarahan, dan
memastikan pasien dalam kondisi sehat dan fit (Damayanti, 2008).

Persiapan Alat
. Alat tenun,
1) Baju operasi
2) Laken
3) Doek kecil,
. Alat kuretase
1) Spekulum dua buah (Spekullum cocor bebek (1) dan SIM/L (2) ukuran
S/M/L)
2) Sonde penduga uterus
a. Untuk mengukur kedalaman rahim
b. Untuk mengetahui lebarnya lubang vagina
3) Cunam muzeus atau cunam porsio
4) Berbagai ukuran busi (dilatator) Hegar
5) Bermacam-macam ukuran sendok kerokan (kuret 1 set)
6) Cunam tampon satu buah
7) Kain steril dan handscoon 2 pasang
8) Tenakulum 1 buah
9) kom
10) Lampu sorot
11) Larutan antiseptik
12) Tensimeter, stetoskop, sarung tangan DTT
13) Set infus, aboket, cairan infus
14) Kateter karet 1 buah
15) Spuit 3 cc dan 5 cc
16) Oksigen dan regulator (Yara, 2011).
Saat Kuretase
Sebelum dilakukan kuretase, biasanya pasien akan diberikan obat anestesi
(dibius) secara total dengan jangka waktu singkat, sekitar 2-3 jam. Setelah pasien
terbius, barulah proses kuretase dilakukan.Ketika melakukan kuret, ada 2 pilihan alat
bantu bagi dokter. Pertama, sendok kuret dan kanula/selang. Sendok kuret biasanya
dipilih oleh dokter untuk mengeluarkan janin yang usianya lebih dari 8 minggu karena
pembersihannya bisa lebih maksimal. Sedangkan sendok kanula lebih dipilih untuk
mengeluarkan janin yang berusia di bawah 8 minggu, sisa plasenta, atau kasus
endometrium.
Alat kuretase baik sendok maupun selang dimasukkan ke dalam rahim lewat
vagina. Bila menggunakan sendok, dinding rahim akan dikerok dengan cara melingkar
searah jarum jam sampai bersih. Langkah ini harus dilakukan dengan saksama supaya
tak ada sisa jaringan yang tertinggal. Bila sudah berbunyi krok-krok (beradunya
sendok kuret dengan otot rahim) menunjukkan kuret hampir selesai. Sedikit berbeda
dengan selang, bukan dikerok melainkan disedot secara melingkar searah jarum jam.
Umumnya kuret memakan waktu sekitar 10-15 menit (Fajar, 2007).

Teknik Kuretase
Tentukan Letak Rahim
Yaitu dengan melakukan pemeriksaan dalam. Alat alat yang dipakai
umumnya terbuat dari metal dan biasanya melengkung karena itu memasukkan alat
alat ini harus disesuaikan dengan letak rahim. Gunanya supaya jangan terjadi salah
arah (fase route) dan perforasi.
Penduga Rahim (sondage)
Masukkan penduga rahim sesuai dengan letak rahim dan tentukan panjang
ataudalamnya penduga rahim. Caranya adalah, setelah ujung penduga rahim
membentur fundus uteri, telunjuk tangan kanan diletakkan atau dipindahkan pada
portio dan tariklah sonde keluar, lalu baca berapa cm dalamnya rahim.
. Dilatasi dan Kuretase
Setelah pasien ditidurkan dalam letak litotomi dan dipersiapkan sebagaimana
mestinya, dilakukan pemeriksaan bimanual untuk sekali lagi menentukan besar dan
letaknya uterus serta ada atau tidaknya kelainan disamping uterus.
Sesudah premedikasi diberikan, infus glukosa 5 % intravena dengan 10 satuan
oksitosin dipasang dan diteteskan perlahan-lahan untuk menimbulkan kontraksi
dinding uterus dan mengecilkan bahaya perforasi. Kemudian anastesi umum, misalnya
dengan penthotal sodium, diberikan. Setelah spekulum vagina dipasang, satu atau dua
serviks menjepit dinding depan porsio uteri. Spekulum depan diangkat dan spekulum
belakang dipegang oleh seorang pembantu. Cunam dipegang dengan tangan kiri si
penolong untuk mengadakan fiksasi pada serviks uteri dan untuk dapat mengatur
kekuatan untuk dapat memasukkan busi Hegar melalui ostium uteri internum. Sonde
uterus dimasukkan dengan hati-hati untuk mengetahui letak dan panjangnya kavum
uteri. Sesudah itu dilakukan dilatasi kanalis servikalis dengan busi hegar dari nomer
kecil hingga yang secukupnya, tetapi tidak lebih dari busi nomer 12 pada seorang
multipara. Panjang busi yang dimasukkan tidak boleh melebihi panjang sonde uterus
yang dapat masuk sebelumnya. Dilatasi pada seorang primigravida lebih sulit dan
mengandung lebih besar terjadinya luka pada serviks uteri, sehingga lebih baik
dilakukan pada kehamilan yang lebih muda dan diadakan dilatasi yang sekecil-
kecilnya.
Pada kehamilan sampai 6 atau 7 minggu pengeluaran isi rahim dapat dilakukan
dengan kuret tajam. Harus diusahakan agar seluruh kavum uteri dikerok, agar ovum
kecil tidak terlewat, kerokan dilakukan secara sistematis menurut puteran jarum jam.
Apabila kehamilan melebihi 6-7 minggu, digunakan kuret tumpul sebesar yang
dapat dimasukkan. Setelah hasil konsepsi untuk sebagian besar lepas dari dinding
uterus, maka hasil tersebut dapat dikeluarkan sebanyak mungkin dengan cunam
abortus, kemudian dilakukan kerokan hati-hati dengan kuret tajam yang cukup besar.
Apabila perlu, dimasukkan tampon kedalam kavum uteri dan vagina, yang harus
dikeluarkan esok harinya.
. Dilatasi dengan dua tahap
Pada seorang primigravida, atau pada seorang multipara yang memerlukan
pembukaan kanalis servikalis yang lebih besar (misalnya untuk mengeluarkan mola
hidatidosa) dapat dilakukan dilatasi dalam dua tahap. Dimasukkan dahulu ganggang
laminaria dengan diameter 2-5 mm dalam kanalis servikalis dengan ujung atasnya
masuk sedikit kedalam kavum uteri dan ujung bawahnya masih di vagina, kemudian
dimasukkan tampon kasa kedalam vagina.
Ganggang laminaria memiliki kemampuan untuk mengabsorpsi air, sehingga
diameternya bertambah dan mengadakan pembukaan dengan perlahan-lahan pada
kanalis servikalis. Sesudah 12 jam ganggang dikeluarkan dan pembukaan dapat
dibesarkan dengan busi hegar, bahaya pemakaian ganggang laminaria adalah infeki
dan perdarahan mendadak.
Kuretase dengan cara penyedotan (suction curettage)
Dalam tahun-tahun terakhir cara ini lebih banyak digunakan oleh karena
perdarahan tidak seberapa banyak dan bahaya perforasi lebih kecil.
Setelah diadakan persiapan seperlunya dan letak serta besarnya uterus
ditentukan dengan pemeriksaan bimanual, bibir depan serviks dipegang dengan cunam
serviks, dan sonde uterus dimasukkan untuk mengetahui panjang dan jalannya kavum
uteri. Anastesi umum dengan penthotal sodium, atau anastesia paracervikal block
dilakukan dan 5 satuan oksitosin disuntikkan pada korpus uteri dibawah kandung
kencing dekat pada perbatasannya pada serviks. Sesudah itu, jika perlu diadakan
dilatasi pada serviks agar dapat memasukkan kuret penyedot yang besarnya didasarkan
pada tuanya kehamilan (diametr antara 6 dan 11 mm). Alat tersebut dimasukkan
sampai setengah panjangnya kavum uteri dan kemudian ujung luar dipasang pada alat
pengisap (aspirator).
Penyedotan dilakukan dengan tekanan negatif antara 40-80 cm dan kuret
digerakkan naik turun sambil memutar porosnya perlahan-lahan. Pada kehamilan
kurang dari 10 minggu abortus dapat diselesaikan dalam 3-4 menit. Pada kehamilan
yang lebih tua, kantong amnion dibuka dahulu dengan kuret dan cairan serta isi lainnya
diisap keluar. Apabila masih ada yang tertinggal, sisa itu dikeluarkan dengan kuret
biasa (Prawirohardjo, 2007).

Cunam Abortus
Pada abortus inisipiens, dimana sudah kelihatan jaringan, pakailah cunam
abortus untuk mengeluarkannya yang biasanya diikuti oleh jaringan lainnya. Dengan
demikian sendok kuret hanya dipakai untuk membersihkan sisa sisa yang
ketinggalan saja.
Perhatian : Memegang, mamasukkan dan menarik alat alat haruslah hati
hati. Lakukanlah dengan lembut sesuai dengan arah dan letak rahim (Harnawatiaj,
2008).
Komplikasi dilakukannya tindakan kuratase
Perforasi
Dalam melakukan dilatasi dan kerokan harus diingat bahwa selalu ada
kemungkinan terjadinya perforasi dinding uterus yang dapat menjurus ke rongga
peritoneum, ke ligatum latum, atau ke kandung kencing. Oleh sebab itu letak uterus
harus ditetapkan terlebih dahulu dengan seksama pada awal tindakan, dan pada dilatasi
serviks jangan digunakan tekanan yang berlebihan. Pada kerokan kuret dimasukkan
dengan hati-hati, akan tetapi penarikan kuret keluar dapat dilakukan dengan tekanan
yang lebih besar.
Bahaya perforasi adalah perdarahan dan peritonitis. Apabila terjadi perforasi
atau diduga terjadi peristiwa itu, penderita harus diawasi dengan seksama dengan
mengamati keadaan umum, nadi, tekanan darah, kenaikan suhu, turunnya hemoglobin
dan keadaan perut bawah. Jika keadaan meragukan atau ada tanda-tanda bahaya,
sebaiknya dilakukan laparatomi percobaan dengan segera.
Luka Pada serviks uteri
Apabila jaringan serviks keras dan dilatasi dipaksakan maka dapat timbul
robekan pada serviks dan perlu dijahit. Apabila terjadi luka pada ostium uteri internum,
maka akibat yang segera timbul adalah perdarahan yang memerlukan pemasangan
tampon pada serviks dan vagina. Akibat jangka panjang ialah kemungkinan
tibulnya incompetent cervix.
Perlekatan dalam kavum uteri
Melakukan kerokan secara sempurna memerlukan pengalaman. Sisa-sisa
hasil konsepsi harus dikeluarkan, tetapi jaringan miometrium jangan sampai terkerok,
karena hal itu dapat menyebabkan terjadinya perlekatan dinding kavum uteri di
beberapa tempat. Sebaiknya kerokan dihentikan pada suatu tempat apabila ditempat
tersebut dirasakan bahwa jaringan tidak begitu lembut lagi.
2.8.4. Perdarahan
Kerokan pada kehamilan agak tua atau pada mola hidatidosa ada bahaya
perdarahan. Oleh sebab itu, jika perlu hendaknya diselenggarakan transfusi darah dan
sesudah kerokan selesai dimasukkan tampon kassa kedalam uterus dan vagina
(Prawirohardjo, 2007).

https://seohwanheefls.wordpress.com/2013/03/07/kuretase/ diakses tgl 15 okt pukul 23:30 WIB

Anda mungkin juga menyukai