Anda di halaman 1dari 5

1.

Pengertian Anggaran
Menurut Munandar (2001), Anggaran adalah suatu rencana yang disusun secara
sistematis yang meliputi seluruh kegiatan perusahaan, yang dinyatakan dalam unit atau
kesatuan moneter yang berlaku untuk jangka waktu yang akan datang.
Menurut Welsch (2000), anggaran diartikan sebagai istilah perencanaan untuk
pengendalian laba menyeluruh dapat didefinisikan sebagai suatu anggaran sistematis dan
formal untuk perencanaan , pengkoordimasian dan pengendalian tanggung jawab
manajemen.
Menurut M. Munandar (2007), Anggaran merupakan rencana yang disusun
secara sistematis, yang meliputi seluruh kegiatan yang dinyatakan dalam kesatuan
(moneter) dan berlaku untuk jangka waktu dimasa akan datang.
Dapat disimpulkan bahwa, Anggaran merupakan rencana kerja secara sistematis
yang dinilai dengan uang yang dibuat dalam bentuk angka-angka serta disusun dalam
suatu atau beberapa periode tertentu yang dipakai sebagai alat perencanaan,
pengkoordinasian yang terpadu dan pengendalian tanggung jawab manajemen melalui
proses tertentu.

KEUNTUNGAN ANGGARAN
- Mempercepat dan mengefesiensikan pencapaian tugas
- Mengurangi tugas-tugas rutin operasional pimpinan sehingga ia lebih terfokus kepada
hal-hal yang bersifat jangka panjang dari stategis.
- Meningkatkan daya kopetensi, motivasi, dan menimbulkan proses penilaian yang
lebih objektif.
- Dapat menilai kemajuan kerja (progress) pencapaian tujuan.
- Dapat mengetahui lebih dini setiap penyimpangan dari tujuan.
- Dapat membedakan antara yang efisien dan yang tidak efisien.
- Mengurangi hal-hal yang bersifat kabur, ambivalen, atau ambigius.
- Dapat memantapkan pelaksanaan manajemen, pengawasan, akuntansi secara lebih
baik.
- Dapat mengarahkan kegiatan kebidang yang lebih menguntungkan.
- Dapat menilai prestasi karyawan atau bagian yang lebih objektif.

KEKURANGAN ANGGARAN
- Anggaran hanya merupakan rencana, dan rencana tersebut baru berhasil bila
dilaksanakan sungguh-sungguh.
- Anggaran hanya alat yang dipakai untuk membantu manajer dalam melaksanakan
tugasnya, bukan menggantikannya.
- Kondisi yang terjadi tidak selalu sama dengan yang diramalkan, karena itu anggaran
perlu memiliki sifat yang luwes.
- Anggaran harus disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi.

DASAR HUKUM ANGGARAN


- Pemerintah Pusat (APBN) : UU No. 17 tahun 2003
- Pemerintah Daerah (APBD) : UU No.17 Thn 2003, UU No.32 & 33 Thn 2004,
PP No.58 Thn 2005, PERMENDAGRI No.13 Thn 2006, PERMENDAGRI No.59
Thn 2007.
2. Pengertian politik
Aristoteles, Politik adalah usaha yang ditempuh warga Negara untuk
mewujudkan kebaikan bersama.
Andrew Heywood, Politik adalah kegiatan suatu bangsa yang bertujuan untuk
membuat, mempertahankan, dan mengamandemen peraturan-peraturan umum yang
mengatur kehidupannya, yang berarti tidak dapat terlepas dari gejala konflik dan
kerjasama.
Ramlan Surbakti, Politik adalah proses interaksi antara pemerintah dan
masyarakat untuk menentukan kebaikan bersama bagi masyarakat yang tinggal dalam
suatu wilayah tertentu.
Dapat disimpulkan bahwa, Politik adalah suatu proses usaha/ kerjasama yang
dilakukan antara masyarakat dan pemerintah dalam mewujudkan kebaikan bersama

3. Pengertian Politik Anggaran


Menurut Noer Fauzi & R. Yando Zakaria, politik anggaran adalah penetapan
berbagai kebijakan tentang proses anggaran yang mencakupi berbagai pertanyaan
bagaimana pemerintah membiayai kesehatannya; bagaimana uang public disapatkan,
dikelola dan didistribusikan; siapa yang diuntungkan dan dirugikan; peluang-peluang apa
saja yang tersedia baik untuk penyimpanan negative maupun untuk meningkatkan
pelayanan public.
Politik Anggaran adalah proses saling mempengaruhi di antara berbagai pihak
tang berkepentingan dalam menentukan skal prioritas pembangunan akibat terbatasnya
sumber dana public yang tersedia.

4. Proses penganggaran di Indonesia (APBN)


Pengertian APBN
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Setiap tahun
pemerintah menghimpun dan membelanjakan dana melalui Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara atau APBN. Istilah APBN yang dipakai di Indonesia secara formal
mengacu pada anggaran pendapatan dan belanja negara yang dikelola pemerintah
pusat.
Oleh karena mengacu pada anggaran yang dikelola pemerintah pusat, maka Anggaran
Pendapatan dan Belanja Pemerintah Daerah (APBD) dan BUMN tidak termasuk.
Sesuai dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, APBN harus diwujudkan dalam
bentuk undang-undang, dalam hal ini presiden berkewajiban menyusun dan
mengajukan Rancangan APBN (RAPBN) kepada DPR.
Oleh karena itu, proses penyusunan anggaran negara merupakan rangkaian aktivitas
yang melibatkan banyak pihak, termasuk semua departemen dan lembaga, dan DPR.
Peran aktif DPR dalam proses penyusunan APBN dalam beberapa tahun terakhir ini,
telah menjadikan proses penyusunan APBN menjadi lebih demokratis, transparan,
obyektif, dan lebih dapat dipertanggungjawabkan. Semua penerimaan yang menjadi
hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban negara dalam tahun anggaran yang
bersangkutan harus dimasukkan dalam APBN
Landasan hukum
UUD 1945 Pasal 23
UU Nomor 17 Tahun 2003
Fungsi APBN
Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa APBN menjadi dasar untuk melaksanakan
pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.
Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa APBN menjadi pedoman bagi
manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa APBN menjadi pedoman untuk
menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan ketentuan
yang telah ditetapkan.
Fungsi alokasi mengandung arti bahwa APBN harus diarahkan untuk menciptakan
lapangan kerja/mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta
meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.
Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan APBN harus memperhatikan
rasa keadilan dan kepatutan.
Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa APBN menjadi alat untuk memelihara
dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian negara
Penyusunan dan penetapan APBN
Pemerintah Pusat menyampaikan pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka
ekonomi makro tahun anggaran berikutnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat
selambat-lambatnya pertengahan bulan Mei tahun berjalan.
Pemerintah Pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat membahas kerangka ekonomi
makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal yang diajukan oleh Pemerintah Pusat
dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN tahun anggaran berikutnya.
Berdasarkan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal,
Pemerintah Pusat bersama Dewan Perwakilan Rakyat membahas kebijakan umum
dan prioritas anggaran untuk dijadikan acuan bagi setiap kementerian
negara/lembaga dalam penyusunan usulan anggaran.
Dalam rangka penyusunan rancangan APBN, menteri/ pimpinan lembaga selaku
pengguna anggaran/pengguna barang menyusun rencana kerja dan anggaran
kementerian negara/lembaga tahun berikutnya.
Rencana kerja dan anggaran disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai,
disertai dengan prakiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran
yang sedang disusun yang diatur dengan Peraturan Pemerintah..
Rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk
dibahas dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN.
Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada Menteri
Keuangan sebagai bahan penyusunan rancangan undang-undang tentang APBN
tahun berikutnya.
Pemerintah Pusat mengajukan Rancangan Undang-undang tentang APBN, disertai
nota keuangan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada Dewan Perwakilan
Rakyat pada bulan Agustus tahun sebelumnya.
Pembahasan Rancangan Undang-undang tentang APBN dilakukan sesuai dengan
undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat.
Dewan Perwakilan Rakyat dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan
jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan Undang-undang tentang
APBN.
Pengambilan keputusan oleh Dewan Perwakilan Rakyat mengenai Rancangan
Undang-undang tentang APBN dilakukan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan
sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
APBN yang disetujui oleh DPR terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi,
program, kegiatan, dan jenis belanja.
Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui Rancangan Undang-undang
maka Pemerintah Pusat dapat melakukan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar
angka APBN tahun anggaran sebelumnya.

5. Politik Dalam Proses Penganggaran


Politik Anggaran dapat dimaknai sebagai proses pengalokasian anggaran
berdasarkan kemauan dan proses politik, baik dilakukan oleh perorangan maupun
kelompok. Tidak dapat dihindari bahwa penggunaan dana publik akan ditentukan
kepentingan politik. Irene S. Rubin dalam The Politics of Public Budgeting (2000)
mengatakan, dalam penentuan besaran maupun alokasi dana untuk rakyat senantiasa ada
kepentingan politik yang diakomodasi oleh pejabat. Bahwa alokasi anggaran acap juga
mencerminkan kepentingan perumus kebijakan terkait dengan konstituennya.
Dalam upaya mewujudkan wajah anggaran untuk kepentingan tertentu, prosesnya
bisa pragmatis atau ideologis. Tapi, sangatlah tidak mungkin untuk menyusun anggaran
100% ideologis, karena bagaimanapun akan terdapat berbagai kepentingan politik baik
yang sifatnya pribadi, kelompok, golongan bahkan partai politik dibelakang semua
anggaran atau program yang disusun. Bisa saja anggaran terlihat ideologis karena konkret
dan berpihak pada rakyat, namun dapat dipastikan akan tetap ada kepentingan politik
tertentu dari kekuasaan yang menyusunnya walaupun terlihat samar.
Menurut UUD 1945 pasal 23 menjelaskan bahwa
"Cara menetapkan anggaran pendapatan dan belanja adalah suatu ukuran bagi sifat
pemerintahan Negara. Dalam Negara yang berdasar fasisme, anggaran itu ditetapkan
semata-mata oleh Pemerintah. Tetapi dalam Negara demokrasi atau dalam Negara yang
berdasarkan kedaulatan rakyat, seperti Republik Indonesia anggaran pendapatan dan
belanja itu ditetapkan dengan Undang-undang. Artinya dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat. Betapa caranya Rakyat - sebagai bangsa - akan hidup dan dari
mana didapatnya belanja buat hidup, harus ditetapkan oleh Rakyat itu sendiri, dengan
perantaraan Dewan Perwakilannya. Rakyat menentukan nasibnya sendiri, karena itu
juga cara hidupnya."
6. Nilai-nilai dalam Perumusan Kebijakan Publik
Konsep kebijakan yang diajukan oleh aktor, merupakan fungsi dari sikap dan
perilaku, sementara sikap dan perilaku merupakan fungsi dari kepentingan dan nilai yang
dipegangnya (Samodra Wibawa, 2010). Nilai-nilai yang mempengaruhi aktor dalam
perumusan kebijakan publik, sebagai berikut :
a) Nilai-nilai politik, yaitu keputusan dibuat atas dasar kepentingan politik dari parpol
atau kelompok kepentingan tertentu. Realitas politik dalam pembuatan kebijakan
publik tidak boleh dilepaskan dari fokus kajiannya, sebab apabila kebijakan publik
melepaskan kenyataan politik, maka kebijakan publik yang dihasilkan akan miskin
aspek lapangannya. Kebijakan publik itu sendiri tidak pernah steril dari aspek politik.
Proses formulasi kebijakan dipahami sebagai sebuah proses pengambilan keputusan
yang sangat ditentukan oleh faktor kekuasaan, dimana sumber kekuasaan itu berasal
dari strata sosial, birokrasi, akademisi, profesionalisme, kekuatan modal, dan
sebagainya.
b) Nilai-nilai Organisasi, dalam hal ini keputusan-keputusan dibuat atas nilai-nilai yang
dianut organisasi, seperti balas jasa (rewards) dan sanksi yang dapat mempengaruhi
anggota organisasi untuk menerima dan melaksanakannya. Pada tataran ini, tindakan
yang dilakukan oleh para stakeholders lebih dipengaruhi serta dimotivasi oleh
kepentingan dan perilaku kelompok, sehingga pada gilirannya produk-produk
kebijakan yang dihasilkan mengakomodir kepentingan organisasi ketimbang
kepentingan publik secara keseluruhan.
c) Nilai-nilai pribadi, yaitu sering kali keputusan dibuat atas dasar nilai- nilai pribadi
yang dibuat oleh pribadi pembuat keputusan untuk mempertahankan statusquo,
reputasi, kekayaan, dan sebagainya. Proses formulasi kebijakan dalam kontek ini lebih
dipahami sebagai suatu proses yang terfokus pada aspek emosional manusia,
personalitas, motivasi dan hubungan interpersonal.
d) Nilai-nilai Kebijakan, dalam hal ini keputusan dibuat atas dasar persepsi pembuat
kebijakan, yang secara moral dapat dipertanggungjawabkan. Termasuk dalam kategori
ini adalah nilai moral, keadilan, kemerdekaan, kebebasan, kebersamaan, dan lainnya.
Pandangan ini melihat bagaimana pembuat kebijakan sebagai personal mampu
merespon stimulasi dari lingkungannya. Artinya disini akan banyak terlihat bagaimana
seorang pembuat kebijakan mengenali masalah, bagaimana mereka menggunakan info
yang mereka miliki, bagaimana mereka menentukan pilihan dari berbagai alternatif
yang ada, bagaimana mereka mempersepsikan realitas yang ditemui, bagaimana info
diproses dan bagaimana info dikomunikasikan dalam organisasi.
e) Nilai Ideologi, dimana nilai ideologi seperti misalnya nasionalisme dapat menjadi
landasan pembuatan kebijakan, baik kebijakan dalam negeri maupun luar negeri.
Selain itu nilai-nilai ideology juga merupakan sarana melegitimasi kebijakan yang
dilakukan

Anda mungkin juga menyukai