Secara bahasa kata kritik berasal dari bahasa yunani : kritike artinya pemisahan; krinoo :
memutuskan, mempertimbangkan, menyatakan pendapat. Kritik sastra adalah cabang ilmu sastra
yang mempelajari (menelaah) karya sastra dengan langsung memberikan pertimbangan baik dan
buruk, kekurangan dan kelebihan, atau bernilai tidaknya sebuah karya sastra.
Pengertian secara terminology, kritik sastra adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk
menilai karya sastra, termasuk karya sastra yang bernilai tinggiatau karya rendahan yang
membutuhkan banyak perbaikan serta memberikan penafsiran secara sistematik.
Kritik sastra merupakan kegiatan ilmiah yang mengikat pembaca (kritikus) pada asas-asas
keilmuan yang ditandai oleh adanya kerangka, teor, konsep, dan metode analisis. Setelah
diperoleh pemahaman menganai kritik sastra, makakritik sastra mempunyai bebrapa fungsi:
Kehadiran kritik sastra akan membuat sastra yang dihasilkan berikutnya menjadi lebih baik
baik dan berbobot karena kritik sastra akan menunjukan kekurangan sekaligus memberikan
perbaikan.
1. Penulis harus secara terbuka mengemukakan dari sisi mana ia menilai karya sastra
tersebut.
H. Jenis-Jenis Kritik
1. Kritik sastra intrinsik, yaitu menganalisis karya sastra berdasarkan unsur intrinsiknya,
sehingga akan diketahui kelemahan dan kelebihan yang ada dalam karya sastra
2. Kritik sastra ekstrinsik, yaitu menganalisis dengan cara menghubungkan karya sastra
dengan penulisnya, pembacanya , atau masyarakatnya. Disamping itu juga melibatkan
faktor ekstinsik lain seperti sejarah, psikologi, relegius, pendidikan dan sebagainya
3. Kritik deduktif , yaitu menganalisis dengan cara berpegang teguh pada sebuah ukuran
yang dipercayainya dan dipergunakan secara konsekuen
4. Kritik Induktif, yaitu menganalisis dengan cara melepaskan semua hukum atau aturan
yang berlaku
5. Kritik impresionik, yaiti menganalisis hasil karya berdasarkan kesan pribadi secara
subyektif terhadap karya sastra
6. Kritik penghakiman , yaitu menganalisis dengan cara berpegang teguh pada ukuran atau
aturan tertentu untuk menentukan apakah sebuah karya sastra baik atau buruk
7. Kritik teknis, yaitu kritik yang dilakukan untuk tujuan tertentu saja
1. Kesusastraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Essay , oleh H.B. Yassin
CONTOH KRITIK
Media Indonesia Selasa, 13 September 2005 RESENSI BukuRagam Kritik Sastra Indonesia
Judul Buku: Mozaik Sastra Indonesia
Oleh: Faiz Manshur
MUNGKIN sebagian orang masih punya pendapat, sastra adalah bidang marginal, terkucil dari
gegap-gempita kesenian panggung dan televisi sekarang ini. Kita hanya menyaksikan eksistensi
sastra pada panggung-panggung mini, atau acara bedah buku, temu penulis dengan pembaca
yang pengunjungnya bisa kita hitung dengan jari.Namun, biar begitu adanya, eksistensi sastra
bukan tidak berguna. Sastra bercita rasa tinggi, akan sangat penting manfaatnya sebagai kontrol
terhadap kesenian (bahkan kebudayaan) hasil produk pasar bebas yang serbainstan, imitatif,
pasaran, dan rendah nilai estetiknya.Tentu, untuk membangun sastra yang berkualitas, kritik
sastra harus ditempatkan pada sentral diskursus. Beragam perspektif harus disiapkan untuk
melihat sesuatu yang tidak pernah kita duga-duga. Hadirnya buku ini tentu penting bagi pembaca
untuk lebih mudah melihat keragaman analisis para pegiat sastra, kritikus dan akademis yang
selama ini serius terlibat dan meneliti perkembangan sastra Indonesia.Melalui proses seleksi
yang cukup serius, sang editor Kinayati Djojosuroto mengemas 21 esai karya dari 21 kritikus
sastra menjadi satu buku berjudul Mozaik Sastra Indonesia.Di dalamnya memuat karya-karya
dua generasi. Generasi tua diwakili Asrul Sani, Arief Budiman, Abdul Hadi WM, dan Wilson
Nadeak. Sedangkan para kritikus sastra muda yang hadir adalah Agus R Sarjono, Agus Noor,
Ahmad Subhanuddin Alwy, Binhad Nurrahmat dan lain-lain. Ada juga tulisan dari para
akademisi seperti Maman S Mahayana, Sunaryo Basuki Ks, Suroso, dan Yusrizal Kw.Tulisan-
tulisan yang terkumpul di dalamnya berasal dari naskah-naskah yang pernah diterbitkan di media
cetak seperti Majalah Horizon, Kompas, Republika, Media Indonesiadan lain-lain.Antologi ini
diklasifikasi menjadi 6 topik. Bab pertama membicarakan tentang sastra dan konteks.
Perbincangan dalam bab ini mengarah pada keterkaitan antara sastra, politik, sosial, dan ideologi.
Artinya, pengarang ingin menyampaikan realitas sosial-politik, religi dan budaya dalam bingkai
sastra. Esai-esai pada bagian ini setidaknya akan menyegarkan dahaga dunia sastra Indonesia
yang selama ini mengalami kekurangan kritik sastra.Bagian kedua, menyoal sastra dan imajinasi,
di mana pembicaraan seputar peranan imajinasi dalam karya sastra ditelaah secara detail dan
mendalam. Bagian ketiga, sastra dan pluralisme, menyoroti kreativitas karya sastra yang selalu
terikat oleh variabel lain yang berdampak pada sukses atau gagalnya sastrawan dalam
mengomunikasikan bahasa. Dijelaskan, sastra tanpa media komunikasi akan mati, pembaca tidak
akan bisa menikmati. Masih serupa dengan perbincangan sastra dan konteks, soal pluralisme,
demokrasi, dan hak asasi manusia cukup banyak dibicarakan dalam bagian ini.Pada bagian
keempat, Mozaik Sastra Indonesia, pembaca akan disuguhi proses kreatif para penulis sastra
dalam menciptakan percikan-percikan ide yang memiliki nilai estetika puisi. Di dalam bab ini,
pembicaraan tentang kesaksian kreatif berpuisi dalam memahami warna lokal sastra, latar sosial,
dan religi dalam karya sastra juga mendapat tempat.Bagian kelima, membahas soal
sastra cyber. Hadirnya teknologi informasi di Indonesia berdampak pada perkembangan sastra
dengan wajah baru dan unik. Sastra cyber merupakan fenomena penting yang tidak mungkin
diabaikan dalam perbincangan sastra Indonesia. Era cyber telah menjadikan komunikasi
antarmanusia lebih cepat. Seiring dengan itu, para sastrawan baru pun bermunculan melalui
internet. Pembicaraan sastra cyber pun makin menarik karena ternyata mempunyai ciri khas yang
berbeda dengan sastra media cetak.
Bagian keenam kita akan diajak bertamasya pada proses kreativitas pengarang. Tema ini selalu
menjadi topik hangat yang selalu dibutuhkan, terutama sastrawan pemula. Dari sini kita akan
melihat tentang suka-duka sastrawan dalam memproduksi ide penulisan.
Seperti yang pernah di katakan oleh Radhar Panca Dahana, Sastra memang semestinya
dikembalikan kepada pembaca, baik secara teoretis maupun praktis. Di tingkat teoretis
penyingkiran pembaca dalam penelaahan sastra, membuat sastra itu sendiri hanya berputar dalam
lingkaran analitik antara para kritikus, ambisi penerbit, atau biografi pengarangnya. (Faiz
Manshur, jurnalis tinggal di Jakarta)