Anda di halaman 1dari 28

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


Jl. TerusanArjuna No.6 Kebun Jeruk Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
PERIODE 30 MEI 2 JULI 2016
RS MATA DR. YAP, D.I. YOGYAKARTA

Nama : Tiffany Cindy Claudia Anatasia Paliama Tanda tangan


Nim : 11-2015-323 ......................................
Dr. Pembimbing / Penguji: dr. Rinanto Prabowo, Sp.M, M.Sc
......................................

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. VH
Umur : 27 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan :-
Tanggal pemeriksaan : 02 Februari 1989
Pemeriksa : Tiffany Cindy Claudia Anatasia Paliama
Moderator : dr. Rinanto Prabowo Sp.M, MSc

II. PEMERIKSAAN SUBJEKTIF


Auto anamnesis tanggal : 13 Juni 2016 , jam 13.00 WIB

Keluhan utama
Kedua matas di rasakan kabur sejak 8 bulan yang lalu.

Keluhan tambahan
Pusing seperti migrain
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke RSM Dr. Yap sejak 2 bulan yang lalu dengan keluhan
penglihatan semakin kabur dari 8 bulan yang lalu. Pasien mengeluhkan bahwa
penglihatan semakin kabur dari hari ke hari dan ketika di cek di toko optik
minus dan silinder pada mata pasien semakin bertambah. Pasien juga
merasakan seperti melihat asap pada kedua mata. Pasien juga mengeluhkan
merasa pusing seperti migrain. Pasien pada dua bulan yang lalu akhirnya pergi
ke RSM Mata Dr.Yap dan di diagnosis Glaukoma. Pasien pada 2 bulan yang
lalu pada mata kanan menjalani operasi trabekulotomi. Pasien mengatakan
tidak merasa mual, muntah. Pasien mengatakan pasien memiliki riwayat anemia
dan juga maag. Pasien mengatakan telah menggunakan kacamata sejak masa
sekolah menengah atas dan sekarang penglihatan pasien setelah di operasi pada
mata kanan sedikit membaik walaupun tidak dapat melihat secara jelas
seutuhnya. Pasien tidak merasakan adanya keluhan mata berair dan juga mata
merah. Pada mata kiri pasien di jadwalkan untuk operasi trabekulotomi
keesokan hari nya oleh dokter spesialis mata RSM Dr.Yap.

Riwayat Penyakit Dahulu


Umum
Maag (+), Anemia (+)
Mata
Riwayat pemakaian kacamata (+), rabun jauh dan silindris (+).

Riwayat Penyakit Keluarga


Umum
Diabetes Melitus (-), Hipertensi (-), Asma (-)
Mata
Riwayat pemakaian kacamata (-), rabun jauh/dekat (-).
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Tanda Vital
Tekanan darah : 104/76 mmHg
Nadi : 80x/menit
Respiration rate : 20x/menit
Suhu : 36oC
Kepala : tidak di lakukan
Telinga : tidak di lakukan
Hidung : tidak di lakukan
Tenggorokkan : tidak di lakukan
Thoraks
Jantung : tidak di lakukan
Paru : tidak di lakukan
Abdomen : tidak di lakukan
Ekstremitas : tidak di lakukan

STATUS OPHTHALMOLOGIS

KETERANGAN (OD) (OS)


1. VISUS
Tajam Penglihatan 5/60 2/60
Axis Visus Tidak di lakukan tidak di lakukan
Koreksi 6/9 F2 6/36
Addisi Tidak ada Tidak ada
Distansia Pupil Tidak ada Tidak ada
Kacamata lama Sferis 300 Sferis 300
Silinder 300 Silinder 300

2. KEDUDUKAN BOLA MATA


Eksoftalmus Tidak ada Tidak ada
Enoftalmus Tidak ada Tidak ada
Deviasi Tidak ada Tidak ada
Gerakan Bola Mata Terbatas Baik ke semua arah

3. SUPERSILIA
Warna Hitam, sikatrik (-) Hitam, sikatrik (-)
Simetris Simetris, Distribusi normal Simetris, Distribusi normal

4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR


Edema Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Ada Ada
Ektropion Tidak ada Tidak ada
Entropion Tidak ada Tidak ada
Blefarospasme Tidak ada Tidak ada
Trikiasis Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Punctum Lakrimal Normal Normal
Fisura palpebra Normal Normal
Tes Anel tidak di lakukan tidak di lakukan

5. KONJUNGTIVA TARSALIS SUPERIOR DAN INFERIOR


Hiperemis Tidak ada Tidak Ada
Papil Tidak ada Tidak ada
Folikel Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Hordeolum Tidak ada Tidak ada
Kalazion Tidak ada Tidak ada

6. KONJUNGTIVA BULBI
Sekret Tidak ada Tidak ada
Injeksi konjungtiva Tidak ada Tidak ada
Injeksi siliar Tidak ada Tidak ada
Pendarahan subkonjungtiva Tidak ada Tidak ada
Pterigium Tidak ada Tidak ada
Pinguekula Tidak ada Tidak ada
Nevus Pigmentosus Tidak ada Tidak ada
Kista Dermoid Tidak ada Tidak ada

7. SKLERA
Warna Putih Putih
Ikterik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
8. KORNEA
Kejernihan Jernih Jernih
Permukaan Licin Licin
Ukuran normal Normal
Sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Infiltrat Tidak ada Tidak ada
Keratik Presipitat Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Ulkus Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada
Arkus senilis Tidak ada Tidak ada
Edema Tidak ada Tidak ada
Tes Placido Tidak dilakukan Tidak dilakukan

9. BILIK MATA DEPAN


Kedalaman Dalam Dalam
Kejernihan Jernih Jernih
Hifema Tidak ada Tidak ada
Hipopion Tidak ada Tidak ada
Efek Tyndall Tidak dilakukan Tidak dilakukan

10. IRIS
Warna Coklat kehitaman Coklat Kehitaman
Kripte Baik Baik
Sinekia Tidak ada Tidak ada
Koloboma Tidak ada Tidak ada

11. PUPIL
Letak Di tengah Di tengah
Bentuk Bulat Bulat
Ukuran 3mm 3mm
Reflek cahaya langsung Positif Positif
Reflek cahaya tak langsung Positif Positif
12. LENSA
Kejernihan Jernih Jernih
Letak Di tengah Di tengah
Shadow test Negatif Negatif

13. BADAN KACA


Kejernihan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

14. FUNDUS OKULI


Batas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Ekskavasio Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Rasio arteri : vena Tidak dilakukan Tidak dilakukan
C/D ratio Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Makula lutea Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Eksudat Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Perdarahan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Sikatriks Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Ablasio Tidak dilakukan Tidak dilakukan

15. PALPASI
Nyeri tekan Ada Ada
Massa tumor Tidak ada Tidak ada
Tensi okuli 13 24
Tonometri Schiots Tidak dilakukan Tidak dilakukan

16. KAMPUS VISI


Tes konfrontasi Normal Menyempit
3
IV. ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Gonioskopi: untuk melihat terbuka atau tertutupnya sudut iridokorneal
2. Tonometri: untuk follow up besarnya tekanan bola mata tiap harinya
3. USG biometrik untuk melihat segmen posterior.
V. RESUME
Pasien Nn VH, 27 tahun datang dengan keluhan mata semakin kabur sejak 8
bulan yang lalu. Pasien mengatakan sebelumnya 2 bulan yang lalu Pasien
datang ke RSM Dr.Yap dan di diagnosis menderita Glaukoma dan pasien
menjalani operasi trabeculotomi pada mata kanan dan akan di lanjutkan dengan
operasi yang sama pada keesokan harinya pada mata kiri. Pasien juga
mengatakan dulu pasien sering merasa pusing seperti migrain tapi tidak di
rasakan mual muntah. Pasien mengatakan penglihatan semakin kabur dan
bertambahnya minus dan juga silinder pada kedua mata. Pasien memiliki
riwayat maag dan juga anemia. Ibu pasien juga menderita hal yang sama seperti
pasien.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
OD OS
5/60 Visus 2/60
Sentral Kedudukan Sentral
Jernih, Kornea Jernih
Putih Sklera Putih
Dalam COA Dalam
Coklat kehitaman Iris Coklat kehitaman
Sentral, Refleks cahaya Pupil Sentral, Refleks cahaya
(+) (+)
Jernih Lensa Jernih
normal Kampus Visi menyempit
+ Nyeri Tekan +

VI. DIAGNOSIS KERJA


ODS: Glaukoma primer Sudut Terbuka Juvenile

VII. DIAGNOSIS BANDING


OS: Glaukoma sekunder sudut terbuka
Glaukoma Tensi Normal

VIII. PENATALAKSANAAN
1. Medika mentosa
o Timolol 0,5% 2 gtt ODS 2x1/ hari
2. Non-Medika mentosa
o Edukasi : pasien wajib rutin menggunakan obat, kemudian kontrol
berikutnya ke speisalis mata
o Rujuk ke Spesialis Mata

IX. PROGNOSIS
OD OS
Ad Functionam Dubia Ad Malam Dubia Ad Malam
Ad Sanationam Dubia Ad Malam Dubia Ad Malam
Ad Vitam Dubia Ad Bonam Dubia Ad Bonam
TINJAUAN PUSTAKA
GLAUKOMA SEKUNDER

Pendahuluan
Glaukoma adalah neuropati optik yang disebabkan oleh tekanan intraokular (TIO) yang
(relatif) tinggi, yang ditandai oleh kelainan lapangan pandang yang khas dan atrofi papil
saraf optik. Pada keadaan ini TIO tidak harus selalu (absolut) tinggi, tetapi TIO relatif
tinggi untuk individu tersebut. Misal untuk populasi normal TIO sebesar 18mmHg masih
normal, tetapi pada individu tertentu tekanan sebesar itu sudah dapat menyebabkan
glaukoma yang disebut glaukoma normotensi atau glaukoma tekanan rendah.
Glaukoma disebut sebagai Pencuri Penglihatan sebab pada sebagian besar kasus
glaukoma, gejala sering tidak dirasakan oleh penderita. Pada tahap awal, kerusakan terjadi
pada tepi lapangan pandang sehingga penderita tidak menyadarinya, penderita akan merasa
terganggun jika kerusakan sudah mengenai lapangan pandang sentral dan pada saat itu
penyakit sudah terlanjur parah. Proses kerusakan saraf optik berjalan secara perlahan
sampai akhirnya terjadi kebutaan total. Akhirnya penderita menjadi benar-benar buta.
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan peringkat kedua di Indonesia setelah katarak.
Kebutaan yang terjadi pada glaukoma bersifat menetap, tidak seperti katarak yang bisa
dipulihkan dengan pembedahan. Maka hal yang penting pada terapi glaukoma adalah
deteksi sehingga tidak terjadi kerusakan saraf optik yang semakin parah. Terapi glaukoma
ialah dengan menurunkan TIO ke tingkat aman. Aman disini berarti mencapai TIO yang
tidak lagi merusak saraf optik. Penurunan TIO dapat dilakukan antara lain dengan cara
menurunkan produksi atau menambah pembuangan cairan akuos, atau keduanya. Pada
tekanan yang aman tersebut diharapkan tidak terjadi kerusakan saraf optik lebih lanjut
sehingga kebutaan dapat dicegah.1

Anatomi dan Fisiologi


a. Anatomi
Humor Akuos
Bola mata orang dewasa hampir mendekati bulat, dengan diameter anteroposterior
sekitar 24,5 mm. Bola mata terdiri dari konjungtiva, kapsula tenon, sklera dan episklera,
kornea, uvea, lensa, humor akueus, retina, dan vitreus.2
Gambar 1. Anatomi Mata

Sudut Filtrasi
Sudut filtrasi merupakan bagian yang penting dalam pengaturan cairan bilik mata.
Sudut ini terdapat di dalam limbus kornea. Limbus adalah bagian yang dibatasi oleh garis
yang menghubungkan akhir dari membran Descemet dan membran Bowman. Akhir dari
membran Descemet disebut garis Schwalbe. 2

Gambar 2. Anatomi Iris dan Pupil

Limbus terdiri dari 2 lapisan yaitu epitel dan stroma. Epitelnya 2 kali ketebalan epitel
kornea. Di dalam stromanya terdapat serat-serat saraf dan cabang akhir dari arteri siliaris
anterior. 1
Bagian terpenting dari sudut filtrasi adalah trabekular, yang terdiri dari : 2,3
1. Trabekula korneoskleral
Serabutnya berasal dari lapisan stroma kornea dan menuju ke belakang mengelilingi
kanalis Schlemm untuk berinsersi pada sklera.
2. Trabekula uveal
Serabutnya berasal dari lapisan dalam stroma kornea, menuju ke scleral spur (insersi
dari m.siliaris) dan sebagian ke m.siliaris meridional.
3. Serabut yang berasal dari akhir membran Descemet (garis Schwalbe)
Serabut ini menuju ke jaringan pengikat m.siliaris radialis dan sirkularis.
4. Ligamentum pektinatum rudimenter
Ligamentum ini berasal dari dataran depan iris menuju ke depan trabekula.

Trabekula terdiri dari jaringan kolagen, homogen, elastis dan seluruhnya diliputi
oleh endotel. Keseluruhannya merupakan spons yang tembus pandang, sehingga bila ada
darah di dalam kanalis Schlemm, dapat terlihat dari luar.

Kanalis Schlemm merupakan kapiler yang dimodifikasi, yang mengelilingi kornea.


Dindingnya terdiri dari satu lapisan sel, diameternya 0,5 mm. Pada dinding sebelah dalam,
terdapat lubang-lubang sehingga terdapat hubungan langsung antara trabekula dan kanalis
Schlemm. Dari kanalis Schlemm keluar saluran kolektor, 20-30 buah, yang menuju ke
pleksus vena di dalam jaringan sklera dan episklera dan vena siliaris anterior di badan
siliar. 2
Sudut kamera okuli anterior memiliki peran penting dalam drainase aqueous
humor. Sudut ini dibentuk oleh pangkal iris, bagian depan badan siliaris, taji skleral,
jalinan trabekular dan garis Schwalbe (bagian ujung membrane descement kornea yang
prominen). Lebar sudut ini berbeda pada setiap orang, dan memiliki peranan yang besar
dalam menentukan patomekanisme tipe glaukoma yang berbeda-beda. Struktur sudut ini
dapat dilihat dengan pemeriksaan gonioskopi.3
b. Fisiologi humor akueus (Aqueous Humour)
Aqueous humor adalah suatu cairan jernih yang mengisi kamera anterior dan
posterior mata, diproduksi di korpus siliaris. Volumenya sekitar 250 uL, dengan kecepatan
pembentukan sekitar 1,5-2 uL/menit. Tekanan osmotik sedikit lebih tinggi dari plasma.
Komposisi mirip plasma, kecuali kandungan konsentrasi askorbat, piruvat dan laktat lebih
tinggi dan protein, urea, dan glukosa lebih rendah. Setelah memasuki kamera posterior,
melalui pupil akan masuk ke kamera anterior dan kemudian ke perifer menuju sudut
kamera anterior.1,2
Jalinan/jala trabekular terdiri dari berkas-berkas jaringan kolagen dan elastik yang
dibungkus oleh sel-sel trabekular yang membentuk suatu saringan dengan ukuran pori-pori
semakin mengecil sewaktu mendekati kanalis Schlemm. Kontraksi otot siliaris melalui
insersinya kedalam jalinan trabekula memperbesar ukuran pori-pori di jalinan tersebut
sehingga kecepatan drainase humor juga meningkat. Aliran aqueous humor ke dalam
kanalis Schlemm bergantung pada pembentukan saluran-saluran transeluler siklik di
lapisan endothel. Saluran eferen dari kanalis Schlemm (sekitar 30 sluran pengumpul dan
12 vena akueus) menyalurkan cairan ke dalam sistem vena. Sejumlah kecil Aqueous humor
keluar dari mata antara berkas otot siliaris dan lewat sela-sela sclera (aliran uveosklera).
Resistensi utama terhadap aliran Aqueous humor dari kamera anterior adalah lapisan
endothel saluran Schlemm dan bagian-bagian jalinan trabekular di dekatnya, bukan dari
sistem pengumpul vena. Tetapi tekanan di jaringan vena episklera menentukan besar
minimum tekanan intraokuler yang dicapai oleh terapi medis.2
Sistem aliran drainase aqueous humor, terdiri dari jalinan trabekular, kanal
Schlemm, jembatan pengumpul, vena-vena aqueous dan vena episkleral. Adapun jalinan
trabekular terdiri dari tiga bagian yakni jalinan uveal, korneoskleral, dan jukstakalanikular.
Jalinan uveal merupakan jalinan paling dalam dan meluas dari pangkal iris dan badan
siliaris sampai garis Schwalbe. Jalinan korneoskleral membentuk bagian tengah yang lebar
dan meluas dari taji skleral sampai dinding lateral sulkus skleral. Jalinan jukstakanalikular
membentuk bagian luar, dan terdiri dari lapisan jaringan konektif. Bagian ini merupakan
bagian sempit trabekular yang menghubungkan jalinan korneoskleral dengan kanal
Schlemm. Sebenarnya lapisan endotel luar jalinan jukstakanalikular berisi dinding dalam
kanal Schlemm yang berfungsi mengalirkan aqueous ke luar.3
Kanal Schlemm merupakan suatu saluran yang dilapisi endothel, tampak melingkar
pada sulkus skleral. Sel-sel endotel pada dinding dalam ireguler, berbentuk spindle, dan
terdiri dari vakuol-vakuol besar. Pada dinding bagian luar terdapat sel-sel otot datar datar
dan mempunyai pembukaan saluran pengumpul.3
Saluran pengumpul disebut juga pembuluh aqueous intraskleral, jumlahnya sekitar
25-35, meninggalkan kanal Schlemm pada sudut oblik dan berakhir di vena-vena
episkleral. Vena ini dibagi menjadi dua sistem. Sistem langsung, yakni dimana pembuluh
besar melalui jalur pendek intraskleral dan langsung ke vena episkleral. Sedangkan saluran
pengumpul yang kecil, sebelum ke vena episkleral, terlebih dahulu membentuk pleksus
intraskleral.4
Gambar 3. Sudut Iridokornea

Sistem drainase aqueous humor terdiri dari dua jalur, yakni jalur trabekular
(konvensional) dan jalur uveoskleral. Jalur drainase terbanyak adalah trabekular yakni
sekitar 90% sedangkan melalui jalur uveoskleral hanya sekitar 10%.

Pada jalur trabekular, aliran aqueous akan melalui kamera posterior, kamera
anterior, menuju kanal Schlemm dan berakhir pada vena episkleral. Sedangkan jalur
uveoskleral, aqueous akan masuk ke ruang suprakoroidal dan dialirkan ke vena-vena pada
badan siliaris, koroid dan sclera.3

Gambar 4. Skema sirkulasi humor akuos

Definisi Glaukoma
Glaukoma adalah neuropati optik yang disebabkan oleh tekanan intraokular (TIO) yang
(relatif) tinggi, yang ditandai oleh kelainan lapangan pandang yang khas dan atrofi papil
saraf optik. Pada keadaan ini TIO tidak harus selalu (absolut) tinggi, tetapi TIO relatif
tinggi untuk individu tersebut. Misal untuk populasi normal TIO sebesar 18mmHg masih
normal, tetapi pada individu tertentu tekanan sebesar itu sudah dapat menyebabkan
glaukoma yang disebut glaukoma normotensi atau glaukoma tekanan rendah.1

Klasifikasi galukoma
Berdasarkan etiologi, glaukoma dibagi menjadi :
1. Glaukoma primer
Adalah galukoma yang tidak diketahui pasti penyebabnya atau idiopatik. Terbagi
menjadi :
a. Glaukoma primer sudut terbuka
Glaukoma primer sudut terbuka biasanya bersifat kronik, dan tekanan intra
okularnya bisa saja normal
b. Glaukoma primer sudut tertutup
Glaukoma primer sudut tertutup dapat bersifat akut, subakut, kronik, iris plateu.
2. Glaukoma sekunder
Glaukoma sekunder adalah suatu keadaan yang ditandai dengan peningkatan TIO
(Tekanan Intra Okular) tenpa adanya disfungsi trabekular Meshwork. Mekanisme
peningkatan TIO merupakan penyebab utama glaukoma sekunder. Beberapa jenis
galukoma sekunder adalah :
a. Glauoma karena lensa (lens induced glaucoma)
b. Glaukoma pada uveitis (uveitic glaucoma)
c. Glaukoma pasca trauma (traumatic glaucoma)
d. Glaukoma karena steroid (corticosteroid induced glaucoma)
3. Glaukoma kongenital
4. Glaukoma absolut
Glaukoma stadium terakhir dimana sudah terjadi kebutaan total.

Glaukoma Primer Sudut Terbuka


Glaukoma Primer Sudut terbuka merupakan neuropati optik yang bersifat kronik
dan progresif yang di tandai dengan kerusakan saraf optik dan kelainan pandang yang
khas. Glaukoma primer sudut terbuka merupakan penyakit yang bersifat bilateral. Faktor
resiko pada penyakit mata ini adalah riwayat keluarga yang menderita glaukoma, miopia,
diabetes melitus, penyakit kardiovaskular dan juga oklusi vena retina. Pada glaukoma ini
di katakan primer di sebabkan karena tidak di ketahui penyebab yang jelas, biasanya
bersifat genetik. Pada glaukoma sudut terbuka ini terjadi penyempitan trabekulum
sehingga akuos tidak dapat keluar dari bola mata dengan lancar. Sempitnya celah celah
trabekulum ini di sebabkan oleh matriks interseluler. Biasanya pasien datang ke dokter
dengan kondisi dimana penyakit sudah dalam keadaan lanjut dan lapangan pandang sudah
menyempit Gejala pada awalnya tidak di rasakan dan hanya merasa tidak nyaman dan
pegal di mata. penglihatan pada fase awal tetap jelas akan tetapi selanjutnya lapangan
pandang mulai menyempit. Pemeriksaan mata tampak normal, konjungtiva tidak merah,
kornea jernih, bilik mata depan dalam dan pupil normal. Pada funduskopi menunjukkan
adanya atrofi papil saraf optik dan tekanan intraokular (TIO) yang lebih dari 21 mmHg.
Pada pemeriksaan perimeter di dapatkan kelainan lapang pandang. Sebagian besar pada
glaukoma primer sudut terbuka ini visusnya akan dapat bertahan jika di temukan pada fase
awal dengan terapi adekuat dan teratur.

Epidemiologi
Diperkirakan hampir 45 juta orang menderita glaukoma sudut terbuka di seluruh dunia
pada 2010. Dan pada taun 2020 jumlah ini diperkirakan akan meningkat menjadi 58,5 juta
orang. Hampir separuhnya (47%) dari seluruh populasi tersebu tadalah ras Asia, sedangkan
24% merupakan ras Eropa. Rerata prevalensi diperkirakan 1,96% dari penduduk dunia.
Menurut Riskesdas (2007) prevalensi nasional glaukoma adalah 0,5% dan prevalensi di
Indonesia adalah 4,6 %.

Faktor Resiko
Pada POAG terdapat beberapa faktor resiko, diantaranya;
1. TIO yang tinggi
2. Umur umur 80 tahun keatas 10 kali lebih tinggi dari pada umur 40 tahun
3. Riwayat kelurga
4. Ras
5. Miopia resiko untuk menderita POAG 1,5 3 kali lebih besar dari pada orang
normal
6. Faktor resiko yang lain; gangguan kardiovaskular, diabetes melitus.1

Diagnosis
Diagnosis penyakit ini ditegakkan berdasarkan hasil yang didapat dari anamnesis dan
pemeriksaan ofthamologi.

Anamnesis
Masalah utama dalam mendeteksi glaukoma sudut terbuka primer adalah tidak
adanya gejala sampai stadium akhir. Mulai timbulnya gejala glaukoma primer sudut
terbuka agak lambat yang kadang-kadang tidak disadari oleh penderita sampai akhirnya
berlanjut dengan kebutaan. Sewaktu pasien menyadari ada pengecilan lapangan pandang,
biasanya telah terjadi pencekungan glaukomatosa yang bermakna. Mata tidak merah atau
tidak terdapat keluhan, yang mengakibatkan terdapat gangguan susunan anatomis dan
fungsi tanpa disadari oleh penderita.2
Pada glaukoma sudut terbuka, kerusakan lapangan pandang mata dimulai dari tepi
lapangan pandang dan lambat laun meluas ke bagian tengah. Dengan demikian penglihatan
sentral (fungsi macula) bertahan lama, walaupun penglihatan perifer sudah tidak ada
sehingga penderita tersebut seolah-olah melihat melalui teropong (tunnel vision).
Diduga glaukoma primer sudut terbuka diturunkan secara dominan atau resesif
pada 50% penderita sehingga riwayat keluarga juga penting diketahui dalam menggali
riwayat penyakit.2,7

Pemeriksaan
Pengamatan atau pemeriksaan terhadap pasien dilakukan sejak pasien mulai masuk ke
dalam kamar pemeriksaan dokter. Pemeriksaan dapat dibedakan dalam :
Pengamatan
Dilakukan sejak pasien masuk ruangan, dilihat apakah dibimbing keluarga, atau dengan
memegang satu sisi kepala, dan sebagainya.
Pemeriksaan
Gejala penyakit atau kelainan5

a. Pemeriksaan Fisik Mata


1. Pemeriksaan tajam penglihatan (pemeriksaan visus satu mata)
Pada pemeriksaan tajam penglihatan dipakai kartu baku atau standar, misalnya kartu baca
Snellen yang setiap hurufnya membentuk sudut 5 menit pada jarak tertentu sehingga huruf
pada baris tanda 60, berarti huruf tersebut membentuk sudut 5 menit pada jarak 60 meter;
dan pada baris tanda 30, berarti huruf tersebut membentuk sudut 5 menit pada jarak 30
meter. Huruf pada baris tanda 6 adalah huruf yang membentuk sudut 5 menit pada jarak 6
meter, sehingga huruf ini pada orang normal akan dapat dilihat dengan jelas.

Dengan kartu Snellen ini dapat ditentukan tajam penglihatan atau kemampuan
melihat seseorang, seperti:
Bila tajam penglihatan 6/6 maka berarti ia dapat melihat huruf pada jarak 6 meter, yang
oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 6 meter.
Bila pasien hanya dapat membaca pada huruf baris yang menunjukkan angka 30, berarti
tajam penglihatan pasien adalah 6/30.
Bila pasien hanya dapat membaca huruf pada baris yang menunjukkan angka 50, berarti
tajam penglihatan pasien adalah 6/50.
Bila tajam penglihatan adalah 6/60 berarti ia hanya dapat terlihat pada jarak 6 meter
yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 60 meter.
Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar pada kartu Snellen maka dilakukan uji
hitung jari. Jari dapat dilihat terpisah oleh orang normal pada jarak 60 meter.
Bila pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang diperlihatkan pada
jarak 3 meter, maka dinyatakan tajam 3/60.

Dengan pengujian ini tajam penglihatan hanya dapat dinilai sampai 1/60, yang berarti
hanya dapat menghitung jari pada jarak 1 meter. Dengan uji lambaian tangan, maka dapat
dinyatakan tajam penglihatan pasien yang lebih buruk daripada 1/60.
Orang normal dapat melihat gerakan atau lambaian tangan pada jarak 300 meter. Bila
mata hanya dapat melihat lambaian tangan pada jarak 1 meter, berarti tajam
penglihatannya adalah 1/300. Kadang-kadang mata hanya dapat mengenal adanya sinar
saja dan tidak dapat melihat lambaian tangan. Keadaan ini disebut sebagai tajam
penglihatan 1/-. Orang normal dapat melihat adanya sinar pada jarak tidak berhingga. Bila
penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar maka dikatakan penglihatannya
adalah 0 (nol) atau buta total. Bila seseorang diragukan apakah penglihatannya berkurang
akibat kelainan refraksi, maka dilakukan uji pinhole. Bila dengan pinhole penglihatan lebih
baik, maka berarti ada kelainan refraksi yang masih dapat dikoreksi dengan kacamata.
Bila penglihatan berkurang dengan diletakkannya pinhole di depan mata berarti ada
kelainan organik atau kekeruhan media penglihatan yang mengakibatkan penglihatan
menurun.6

2. Pemeriksaan lapang pandang


Pemeriksaan lapangan pandang secara teratur berperan penting dalam diagnosis dan
tindak lanjut glaukoma. Penurunan lapangan pandang akibat glaukoma itu sendiri tidak.
spesifik karena gangguan ini terjadi akibat defek berkas serat saraf yang dapat dijumpai
pada semua penyakit nervus opticus; namun, pola kelainan lapangan pandang, sifat
progresivitas, dan hubungannya dengan kelainan-kelainan diskus optikus merupakan ciri
khas penyakit ini.2,4 Gangguan lapangan pandang akibat glaukoma terutama mengenai
300 lapangan pandang bagian sentral. Perubahan paling dini adalah semakin nyatanya
bintik buta.
Daerah-daerah penurunan lapangan pandang yang lebih parah di dalam daerah
Bjerrum dikenal sebagai skotoma Seidel. Lapangan pandang perifer ternporal dan 50-100
sentral baru terpengaruh pada stadium lanjut penyakit. Ketajaman penglihatan sentral
bukan merupakan petunjuk perkembangan penyakit yang dapat diandalkan.7
Salah satu cara untuk memeriksa lapangan pandang pada glaukoma dengan baik
adalah dengan perimeter. Alat ini berbentuk setengah bola dengan jari-jari 30 cm, dan pada
pusat parabola ini mata penderita diletakkan untuk diperiksa. Mata berfiksasi pada bagan
sentral parabola perimeter. Obyek digeser perlahan-lahan dari tepi ke arah titik tengah.
Dicari batas-batas pada seluruh lapangan pada saat mana benda mulai terlihat.5
Batas lapang pandangan perifer 90 derajat temporal, 70 derajat inferior, 60 derajat
nasal, dan 50 derajat superior. Dikenal perimetri:
- Perimeter kinetik yang disebutjuga perimeter isoptik dan topografik, dimana
pemeriksaan dilakukan dengan objek digerakkan dari daerah tidak terlihat menjadi
terlihat oleh pasien.
- Perimeter statik atau perimeter profil dan perimeter curve differential threshold, di
mana pemeriksaan dengan tidak menggerak-kan objek akan tetapi dengan menaikkan
intensitas objek sehingga terlihat oleh pasien.5,7

3. Slit-lamp biomikroskopi
Pada pasien dengan dugaan kuat glaukoma, secara umum dapat ditemukan tanda-
tanda berikut;
- Hiperemis siliar karena injeksi limbal dan pembuluh darah konjungtiva.
- Edema kornea dengan vesikel epitelial dan penebalan struma.
- Bilik mata depan dangkai dengan kontak indokorneal perifer
- Flare dan sei akuos dapat diiihat seteiah edem kornea dapat dikurangi.
- Pupil oval vertikal, tetap pada posisi semi-dilatasi dan tidak ada reaksi terhadap cahaya
dan akomodasi.
- Dilatasi pembuluh darah iris.
- Tekanan intraocular sangat meningkat (50-100 mmHg)8

4. Tonometri
Tonometri adalah suatu tindakan untuk melakukan pemeriksaan tekanan intraokular
dengan alat yang disebut tonometer. Ketebalan kornea berpengaruh terhadap keakuratan
pengukuran. Tekanan intraokular mata yang korneanya tebal, akan ditaksir terlalu tinggi
yang korneanya tipis, ditaksir terlalu rendah. Kesulitan ini dapat diatasi dengan tonometer
kontur dinamik Pascal.. Rentang tekanan intraokular normal adalah 10-21 mm Hg.1,5
Pada usia lanjut, rerata tekanan intraokularnya lebih tinggi sehingga batas atasnya
adalah 24 mmHg. Pada glaukoma sudut terbuka primer, 32-50% individu yang terkena
akan mem-perlihatkan tekanan intraokuiar yang normal saat pertama kali diperiksa.
Sebaliknya, peningkatan tekanan intraokular semata tidak selalu diartikan bahwa pasien
mengidap glaukoma sudut terbuka primer; untuk menegakkan diagnosis diperlukan bukh-
bukti lain seperti adanya diskus optikus glaukomatosa atau kelainan lapangan pandang.
Apabila tekanan intraokuiar terus-menerus meninggi sementara diskus optikus dan
lapangan pandang normal (hipertensi okular), pasien dapat diobservasi secara berkala
sebagai tersangka glaukoma.1

Cara mengukur tekanan bola mata tersebut dikenal ada 4 macam, antara lain
yaitu:
a. Tonometer digital
Dasar pemeriksaannya adalah dengan merasakan reaksi lenturan bola mata bola
(balotement) dilakukan penekanan bergantian dengan kedua jari tangan. Tekanan bola
mata dengan cara digital dinyatakan dengan tanda 1, N+2, N+3, dan sebaliknya N -1
dan seterusnya. Dengan cara ini pemeriksaan adalah sangat subjektif dan memerlu-an
pengalaman yang banyak, sehingga kurang dapat dipercaya.5
b. Tonometer Schiotz
Tonometer Schiotz merupakan alat yang praktis sederhana. Pengukuran tekanan
bola mata dinilai secara tidak langsung yaitu dengan teknik melihat daya tekan alat pada
komea. Bila suatu beban tertentu memberikan kecekungan pada komea maka akan
terlihat perubahan pada skala schiotz. Makin rendah tekanan bola maata makin mudah
bola mata ditekan, yahg.pada skala akan terlihat angka skala yang lebih besar. Hal ini
juga berlaku sebaliknya.5
c. Tonometer aplanasi goldman
Alat ini mengukur tekanan bola mata dengan memberikan tekanan yang akan
membuat rata permukaan kornea dalam ukuran tertentu dan kecil. Alat ini sangat baik
karena membuat sedikit sekali perubahan pada permukaan kornea atau bungkus bola
mata. Alat ini merupakan alat yang paling sering digunakan.5,8
d. Tonografi
Dengan tonografi diukur derajat penurunan tekanan bola mata bila diberikan
tekanan dengan tonometer indentasi (seperti schiotz). Alat ini jarang digunakan dan
dipergunakan hanya untuk kasus glaukoma yang ragu-ragu.2

5. Gonioskopi
Sudut bilik mata depan dibentuk oleh pertemuan kornea perifer dengan iris, yang di
antaranya terdapat anyaman trabekular. Konfigurasi .sudut ini yakni lebar (terbuka),
sempit, atau tertutup memberi dampak penting pada aliran keluar aqueous humor. sudut
bilik mata depan sebaiknya ditentukan dengan gonioskopi, yang memungkinkan visualisasi
langsung struktur-struktur sudut. Apabila keseluruhan anyaman trabekular, taji sklera, dan
processus iris dapat terlihat, sudut dinyatakan terbuka. Apabila hanya garis Schwalbe atau
sebagian kecil dari anyaman trabekular yang dapat terlihat, sudut dinyatakan sempit.
Apabila garis Schwalbe tidak terlihat, sudut dinyatakan tertutup.1
Hal yang tidak kalah penting yaitu melakukan pemeriksaan mata kontra-lateral, yang
biasanya ditemukan gambaran sudut tertutup laten. Dimana mata yang mengalami
glaukoma akut menunjukkan adanya kontak perifer irido-korneal komplit.8
Mata miopia yang besar memiliki sudut lebar, dan mata hiperopia kecil memiliki
sudut sempit. Pembesaran lensa seiring dengan usia mempersempit sudut ini dan berperan
pada beberapa kasus glaukoma sudut tertutup.1
Pemeriksaan ini dilakukan dengan meletakkan lensa sudut (gonio-lens) di dataran
depan kornea setelah diberikan lokal anestetikum. Lensa ini dapat dipergunakan untuk
melihat sekeliling sudut bilik mata dengan memutarnya 360 derajat.5

6. Penilaian Diskus Optikus


Diskus optikus normal memiliki cekungan di bagian tengahnya (depresi sentral) cawan
fisiologik yang ukurannya tergantung pada jumlah relatif serat penyusun nervus opticus
terhadap ukuran lubang sklera yang harus dilewati oleh serat-serat tersebut.
Atrofi optikus akibat glaukoma menimbulkan kelainan-kelainan diskus khas yang
terutama ditandai oleh berkurangnya substansi diskus yang terdeteksi sebagai pembesaran
cawan diskus optikus, disertai dengan pemucatan diskus di daerah cawan. Bentuk-bentuk
lain atrofi optikus menyebabkan pemucatan luas tanpa peningkatan pencekungan diskus
optikus.
Pada glaukoma, mungkin terdapat pembesaran konsentrik cawan optik atau
pencekungan (cupping) superior dan inferior dan disertai pembentukan takik (notching)
fokal di tepi diskus optikus.5
Kelainan optik-disk dapat dievaluasi dengan menggunakan oftaimoskop direk, slit-
lamp biomikroskopi yang menggunakan lensa +90 Dioptri, Hruby lens, atau lensa kontak
Goldmann dan oftaimoskop indirek. Gambaran fundus pada glaukoma akut sering
ditemukan optic disk edema dan hiperemis.8

Uji Lain Pada Glaukoma


1. Uji Kopi
Penderita meminum 1-2 mangkok kopi pekat, bila tekanan bolt mata naik 15-20
mmHg sesudah minum 20-40 menit menunjukkan adanya glaukoma.5

2. Uji Minum Air


Minum air banyak akan mengakibatkan turunnya tekanan osmotlk sehingga air
akan banyak masuk ke dalam bola mata, yang akan menaikkan tekanan bola mata.
Sebelum makan pagi tekanan bola mata diukur dan kemudian pasien disuruh minum
dengan cepat 1 liter air. Tekanan bola mata di ukur setiap 15 menit. Bila tekanan bola mata
naik 8-15 mmHg dalam waktu 45 menit pertama menunjukkan pasien menderita
glaukoma, Biasanya bersamaan dengan naiknya tekanan bola mata akan terjadi
pengurangan outflow of facility.5

3. Uji Steroid (merupakan uji untuk glaukoma herediter)


Pada pasien yang dicurigai adanya glaukoma terutama dengan riwayat glaukoma
simpleks pada keluarga, diteteskan betametason atau (deksametason 0.1% 3-4 kali sehari.
Tekanan bola mata diperiksa setiap minggu. Pada pasien berbakat glaukoma maka tekanan
bola mata akan naik setelah 2 minggu.5

4. Uji Variasi Diurnal


Pemeriksaan ini dilakukan karena diketahui tekanan bola mata bersifat intermiten
atau bervariasi dari waktu ke waktu. Perubahan tekanan ini akan lebih jelas pada mata
dengan gangguan outflow of facility. Tekanan bola mata dapat normal pada waktu
dilakukan pemeriksaan sedang penderita saat itu menderita glaukoma. Pemeriksaan
dilakukan untuk mengetahui apakah tekanan bola mata penderita meninggi pada satu saat
dalam satu hari yang menimbulkan gejala glaukomanya.
Pemeriksaan dengan melakukan tonometri setiap 2-3 jam sehari penuh, selama 3
hari. Biasanya pasien dirawat. Nilai variasi harian pada mata normal adalah antara 2-3
mmHg, sedang pada mata glaukoma sudut terbuka variasi dapat mencapai 15- 20 mmHg.
Perubahan 4-5 mmHg sudah dicurigai keadaan patologik.
Biasanya tekanan bola mata naik di pagi hari. Bila terdapat perbedaan antara kedua
mata akan menambah kecurigaan. Turunnya tekanan bola mata waktu pagi hari dapat
disebabkan kontraksi otot dan akomodasi. Tekanan bola mata terendah biasanya pada
malam hari.5

5. Uji Kamar Gelap


Bila pasien dengan sudut tertutup berada di kamar gelap atau terdapat midriasis pada
pupilnya maka akan terjadi penutupan sudut bilik mata. Pada uji ini di lakukan pengukuran
tekanan bola mata dan kemudian pasien dimasukkan ke dalam kamar gelap dan duduk
dengan kepala terletak dengan muka menghadap meja selama 60-90 menit. Pada akhir 90
menit tekanan bola mata diukur. 55% pasien glaukoma sudut sempit akan menunjukkan
hasil yang positif atau naik tekanan bola mata setelah masuk kamar gelap 8 mmHg. Pada
saat pemeriksaan ini pasien tidak boleh tidur, pada akhir pemeriksaan dilakukan
pemeriksaan ulang keadaan sudut bilik mata atau gonioskopi. 5

b. Pemeriksaan Penunjang
1. Ultrasonografi
Ultrasonografi digunakan secara luas dalam bidang oftalmologi untuk menyediakan
informasi tentang vitreous, retina, dan lapisan posterior mata, terutama bila tidak dapat
divisualisasi dengan jelas (jika, sebagai contoh, terdapat katarak padat atau pendarahan
vitreous). 7
2. Keratometri
Bentuk kornea (radius kelengkungan) dapat diukur dari bayangan target yang
direfleksikan dari permukaannya. Hal ini penting dalam penilaian lensa kontak,
pembedahan refraktif, dan perhitungan kekuatan implan lensa artifisial pada pembedahan
katarak. Teknik fotokeratometri memungkinkan dilakukannya pemetaan kontur kornea
yang sangat akurat. 7

3. Teknik Pencitraan Radiologi


CT scan dan MRI telah banyak menggantikan rontgen tengkorak dan orbita dalam
pencitraan orbita dan jalur visual. Teknik diagnostik terbaru telah meningkatkan diagnosis
penyakit orbita (misal meningioma selubung saraf optik) dan lesi jalur visual seperti tumor
hipofisis. Teknik-teknik tersebut juga telah menjadi pemeriksaan lini pertama pada trauma
orbita.7

4. Teknik Pencitraan Digital dan Pemindaian (Scan) Laser


Teknik baru pencitraan retina sedang dikembangkan untuk memperbaiki kualitas gambar
retina dan lempeng optik dan untuk mendapatkan penilaian kuantitatif beberapa hal seperti
area lempeng optik dan mangkuk optik .Teknik-teknik ini akan membantu penilaian pasien
dengan penyakit kronis seperti glaukoma dan diabetes di mana tatalaksana membutuhkan
penilaian perubahan pada lempeng maupun retina yang akurat.7

Etiologi
Glaukoma terjadi apabila terdapat ketidakseimbangan antara pembentukan dan
pengaliran humor akueus. Pada sebagian besar kasus, tidak terdapat penyakit mata lain
(glaukoma primer). Sedangkan pada kasus lainnya, peningkatan tekanan intraokular,
terjadi sebagai manifestasi penyakit mata lain (glaukoma sekunder).3,5

Patofisiologi
Glaukoma merupakan sekelompok penyakit kerusakan saraf optik (neuropati optik) yang
biasanya disebabkan oleh efek peningkatan tekanan okular pada papil saraf optik. Iskemia
tersendiri pada papil saraf optik juga penting. Hilangnya akson menyebabkan defek
lapangan pandang dan hilangnya ketajaman penglihatan jika lapangan pandang sentral
terkena.1,2,10
Ada dua teori utama mengenai mekanisme kerusakan serabut saraf oleh
peningkatan tekanan intraokular yaitu teori mekanik dan teori vaskular : 7,9
Peningkatan tekanan intraokular menyebabkan kerusakan mekanik pada akson
saraf optik dan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian dalam retina, iris dan
korpus siliar juga menjadi atrofi, dan prosesus siliaris memperlihatkan degenerasi
hialin sehingga terjadi penurunan penglihatan.
Peningkatan tekanan intraokular menyebabkan iskemia akson saraf akibat
berkurangnya aliran darah pada papil saraf optik. Diskus optikus menjadi atrofi
disertai pembesaran cekungan optikus.

Gambaran patologik utama pada glaukoma sudut terbuka primer adalah proses
degeneratif di jaringan trabekular berupa penebalan lamella trabekula yang mengurangi
ukuran pori dan berkurangnya jumlah sel trabekula pembatas. Juga termasuk pengendapan
bahan ekstrasel di dalam jalinan dan di bawah lapisan endotel kanalis Schlemm. Hal ini
berbeda dengan proses penuaan normal. Akibatnya adalah penurunan drainase humor
akueous yang menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler.2,7
Tekanan intraokuler yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf optik yang
merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola mata. Bagian tepi papil saraf
optik relatif lebih kuat daripada bagian tengah sehingga terjadi cekungan pada papil saraf
optik. 5

Manifestasi Klinis
Gejalanya tidak ada atau sangat ringam, biasanya keluhannya hanya rasa tidak
nyaman atau pegal di mata: penglihatan tetap jelas pada fase awal; karena penglihatan
sentral belum terlibat. Selanjutnya lapangan pandang mulai menyempit. Gejala lain adalah
kesulitan berjalan, misalnya sering tersandung kalau naik-turun tangga atau tidak tahu
benda disampingnya karena hilangnya lapang pandang perifer.
Pemeriksaan pada mata didapatkan mata tampak normal, konjungtiva tidak merah,
kornea jernih, bilik mata depan dalam, dan pupil normal. funduskopi menunjukan atrofi
papil saraf optik (C/D 0,6). Semakin luas lekukan (semakin besar rasio C/D), menandakan
atrofi semakin parah. Dapat ditemukan tanda-tanda papil glaukomatosa yang lain yaitu
lamina kribosa nampak jelas, atrofi retina peripapil, gambaran bayonet, nasalisasi
pembuluh darah dan penipisan bingkai saraf optik. Tekanan intraokular lebih dari 21
mmHg.
Pada pemeriksaan neurooftalmologis menggunakan menggunakan perimeter
menunjukkan adanya kelainan lapang pandang dan atau skotoma yang khas yaitu skotoma
di daerah Bjerrum, defek arkuata, nasal step dan pinhole vision pada fase akhir.1

Penatalaksanaan
1. Penanganan Non Bedah
Pengobatan non bedah menggunakan obat-obatan yang berfungsi menurunkan produksi
maupun sekresi dari humor akueous.2,5,7,9,10
Obat-obatan topikal

Supresi pembentukan humor akueous


Penghambat beta adrenergik adalah obat yang paling luas digunakan.
Dapat digunakan tersendiri atau dikombinasi dengan obat lain. Preparat yang tersedia
antara lain Timolol maleat 0,25% dan 0,5%, betaksolol 0,25% dan 0,5%, levobunolol
0,25% dan 0,5% dan metipranol 0,3%.
Apraklonidin (larutan 0,5% tiga kali sehari dan 1% sebelum dan sesudah terapi laser)
adalah suatu agonis alfa adrenergik yang baru berfungsi menurunkan produksi humor
akueous tanpa efek pada aliran keluar. Obat ini tidak sesuai untuk terapi jangka panjang
karena bersifat takifilaksis (hilangnya efek terapi dengan berjalannya waktu) dan tingginya
reaksi alergi. Epinefrin dan dipiferon juga memiliki efek yang serupa.
Dorzolamid hydrochloride larutan 2% dan brinzolamide 1% (dua atau tiga kali
sehari adalah penghambat anhidrase topical yang terutama efektif bila diberikan sebagai
tambahan, walaupun tidak seefektif penghambat anhidrase karbonat sistemik. Dorzolamide
juga tersedia berasama timolol dalam larutan yang sama.

Fasilitasi aliran keluar humor akueous


Analog prostaglandin berupa larutan bimastoprost 0,003%, latanoprost 0,005% dan
travoprost 0,004% masing-masing sekali setiap malam dan larutan unoprostone 0,15% dua
kali sehari yang berfungsi untuk meningkatkan aliran keluar humor akueous melaului
uveosklera. Semua analaog prostaglandin dapat menimbulkan hyperemia konjungtiva,
hiperpigmentasi kulit periorbita, pertumbuhan bola mata dan penggelapan iris yang
permanen. Obat parasimpatomimetik seperti pilocarpin meningkatkan aliran keluar humor
akueous dengan bekerja pada anyaman trabekular melalui kontraksi otot siliaris. Obat ini
diberikan dalam bentuk larutan 0,5-6% yang diteteskan hingga empat kali sehari atau
bentuk gel 4% yang diberikan sebelum tidur. Obat-obat parasimpatomimetik menimbulkan
miosis disertai penglihatan suram.

Obat-obatan sistemik

Inhibitor karbonat anhidrase sistemik asetozolamid digunakan apabila terapi topikal


tidak memberikan hasil memuaskan. Obat ini mampu menekan pembentukan humor
akueous sebesar 40-60%. Asetozolamid dapat diberikan peroral dalam dosis 125-250 mg
sampai empat kali sehari atau sebagai Diamox sequels 500 mg sekali atau dua kali sehari,
dapat diberikan secara intravena (500 mg). Penghambat anhidrase karbonat menimbulkan
efek samping sistemik mayor yang membatasi keguanaannya untuk terapi jangka panjang.

2. Penanganan Bedah dan Laser


Indikasi penanganan bedah pada pasien glaukoma sudut terbuka primer adalah
yaitu terapi obat-obatan tidak adekuat seperti reaksi alergi, penurunan penglihatan akibat
penyempitan pupil, nyeri, spasme siliaris dan ptosis. Penanganan bedah meliputi: 2,9,10
Trabekuloplasti laser

Trabekuloplasti laser digunakan dalam terapi awal glaukoma sudut terbuka primer.
Jenis tindakan ini yaitu penggunaan laser untuk menimbulkan luka bakar melalui suatu
geniolensa ke jalinan trabekular sehingga dapat mempermudah aliran keluar humor
akueous karena efek luka bakar tersebut. Teknik ini dapat menurunkan tekanan okular 6-8
mmHg selama dua tahun.

Trabekulektomi

Trabekulektomi adalah prosedur yang paling sering digunakan untuk memintas


saluran-saluran drainase normal sehingga terbentuk akses langsung humor akueous dari
bilik mata depan ke jaringan subkonjungtiva dan orbita.
Walaupun sulit untuk menentukan target tekanan intraocular, beberapa panduan
menyebutkan kontrol TIO sebagai berikut:
Pasien dengan kerusakan dini diskus optikus dan defek lapangan pandang atau di
bawah fiksasi sentral, TIO harus di bawah 18mmHg.
Pasien dengan kerusakan moderat diskus optikus (CDR > 0,8) terdapat skotoma
arkuata superior dan inferior defek lapanan pandang, harus dipertahankan TIO di
bawah 15 mmHg.
Pasien dengan kerusakan dikus optikus lanjut (CDR > 0,9) dan defek lapangan
pandang yang meluas, harus dipertahankan TIO di bawah 12 mmHg.

Komplikasi
Kontrol tekanan intraokular yang jelek akan menyebabkan semakin rusaknya nervus optik
dan semakin menurunnya visus sampai terjadi kebutaan.9

Prognosis
Apabila terdeteksi dini, sebagian besar pasien glaukoma dapat ditangani dengan
baik secara medis. Tanpa pengobatan, glaukoma sudut terbuka dapat berkembang secara
perlahan sehingga akhirnya menimbulkan kebutaan total. Apabila obat tetes antiglaukoma
dapat mengontrol tekanan intaokular pada mata yang belum mengalami kerusakan
glaumatosa luas, prognosis akan baik (walaupun penurunan lapangan pandang dapat terus
berlanjut).2,9

Kesimpulan
Glaukoma adalah suatu neuropati optik kronik didapat yang ditandai oleh
pencekungan (cupping) diskus optikus, pengecilan lapangan pandang; biasanya disertai
peningkatan tekanan intraokuler. Glaukoma primer sudut terbuka merupakan bentuk yang
tersering, bersifat kronik dan bersifat progressive. Etiologi glaucoma primer sudut terbuka
antaranya kerusakan fungsi trabekula dan peningkatan tekanan intra okuler. Beberapa
faktor resiko glaucoma primer sudut terbuka adalah umur lebih dari 40 tahun, peningkatan
tekanan intraokuler, keturunan Amerika-Afrika, riwayat trauma ocular, penggunaan
kortikosteroid topikal, sistemik ataupun endogen, myopia, diabetes mellitus, penyakit
vascular karotis, anemia, riwayat hipertensi sistemik dan insufisiensi vascular.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi.


Tatalaksana pada POAG meliputi non-bedah dan bedah. Komplikasi glaukoma primer
sudut terbuka adalah kerusakan saraf mata dan bisa menyebabkan kebutaan. Glaukoma
primer sudut terbuka merupakan penyakit kronis yang tidak dapat diobati dan hanya dapat
diperlambat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Suharjo SU, Sundari S, Sasongko MB. Kelainan Palpebra, Konjungtiva, Kornea,


Sklera dan Sistem Lakrimal. Dalam Suhardjo SU, Hartono. Ilmu Kesehatan Mata.
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. 2012. h.111-43.
2. Vaughan, Daniel G, MD, Asbury, Taylor, MD, dan Riordan-Eva, Paul, FRCS,
FRCOphth. Editor; Diana Susanto. Oftalmologi Umum. EGC. Jakarta. 2009. hal; 12
dan 212-229.
3. Khurana, A.K. Comprehensive Opthalmology. 4th edition. New Age International (P)
limited. New Delhi. 2007. Hal 205-208
4. Barbara C, Marsh, Louis B, Cantor. The speath Gonioscopic Grading System. Last
updated june 2005. Available from :
http://www.glaucomatoday.com/art/0505/clinstrat.pdf.
5. Ilyas HS. Pemeriksaan Anatomi dan Fisiologi Mata serta Kelainan pada Pemeriksaan
Mata.. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009. h.47-51
6. Ilyas HS. Tajam Penglihatan dan Kelainan Refraksi Penglihatan Warna. Ilmu Penyakit
Mata. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009. h.65-70
7. James B, Chew C, Bron A. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Lecture Notes:
Oftalmologi. Edisi 9. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2005. h.18; 30-3
8. Amra AA. Penatalaksanaan Glaukoma Akut. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara; 2007.
9. Kooner KS. Primary Open Angle Glaucoma. In : Clinical Pathway of Glaucoma.
NewYork : Thieme; 2000.
10. Morrison JC, Pollack IP. Primary Open Angle Glaucoma. In : Glaucoma Science and
Practice. NewYork : Thieme; 2003.

Anda mungkin juga menyukai