Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP PENYAKIT PARU

OBSTRUKSI KRONIK ( PPOK )

Oleh

Ni Putu Dian Yuniantari

PO7120012058

3.2 Reguler

KEMENTRIAN KESEHATAN R.I.


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
DENPASAR
2015
LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP PENYAKIT PARU
OBSTRUKSI KRONIK ( PPOK )

A. Pengertian
Penyakit paru obstruksi kronik adalah klasifikasi luas dari gangguan yang
mencakup bronkitis kronik, bronkiektasis, emfisema dan asma, yang merupakan
kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran
masuk dan keluar udara paru-paru. ( Brunner & Suddarth )
Penyakit paru obstruksi kronik adalah suatu penyakit yang menimbulkan
obstruksi saluran napas, termasuk didalamnya ialah asma, bronkitis kronis dan
emfisema pulmonum.
Penyakit paru obstruksi kronik adalah kelainan paru yang ditandai dengan
gangguan fungsi paru berupa memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh
adanya penyempitan saluran napas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam
masa observasi beberapa waktu.
Penyakit paru-paru obstruksi menahun merupakan suatu istilah yang digunakan
untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi
utamanya.

B. Etiologi
Etiologi penyakit ini belum diketahui. Penyakit ini dikaitkan dengan factor-
faktor risiko yang terdapat pada penderita antara lain:

1. Merokok
2. Polusi udara
3. Infeksi paru-paru berulang
4. Umur (semakin tua semakin berisiko)
5. Jenis kelamin
6. Ras
7. Pemajanan tempat kerja ( batu bara, kapas, padi-padian)

C. Epidemiologi
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) sangat kurang dikenal di masyarakat.
Di Amerika Serikat pada tahun 1991 diperkirakan terdapat 14 juta orang menderita
PPOK, meningkat 41,5% dibandingkan tahun 1982, sedangkan mortalitas menduduki
peringkat IV penyebab terbanyak yaitu 18,6 per 100.000 penduduk pada tahun 1991
dan angka kematian ini meningkat 32,9% dari tahun 1979 sampai 1991. WHO
menyebutkan PPOK merupakan penyebab kematian keempat didunia yaitu akan
menyebabkan kematian pada 2,75 juta orang atau setara dengan 4,8%. Selain itu
WHO juga menyebutkan bahwa sekitar 80 juta orang akan menderita PPOK dan 3
juta meninggal karena PPOK pada tahun 2005.
Data Badan Kesehatan Dunia (WHO), menunjukkan bahwa pada tahun 1990
PPOK menempati urutan ke-6 sebagai penyebab utama kematian di dunia, sedangkan
pada tahun 2002 telah menempati urutan ke-3 setelah penyakit kardiovaskuler dan
kanker (WHO,2002). Hasil survei penyakit tidak menular oleh Direktorat Jenderal
PPM & PL di 5 rumah sakit propinsi di Indonesia (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa
Timur, Lampung, dan Sumatera Selatan) pada tahun 2004, menunjukkan PPOK
menempati urutan pertama penyumbang angka kesakaitan (35%), diikuti asma
bronkial bronkial (33%), kanker paru (30%) dan lainnya (2%) (Depkes RI, 2004).

D. Patofisiologi/Pathway
PPOK dapat terjadi oleh karena terjadinya obstruksi jalan nafas yang
berlangsung bertahun-tahun. Salah satu penyakit yang dapat memicu terjadinya
PPOK ini adalah Asma. Hipersensitif yang terjadi karena bahan-bahan alergen
menyebabkan terjadinya penyempitan bronkus ataupun bronkiolus akibat
bronkospasme, edema mukosa ataupun hipersekresi mukus yang kental. Karena
perubahan anatomis tersebut menyebabkan kesulitan saat melakukan ekspirasi dan
menghasilkan suara mengi. Apabila asma ini terus berlangsung lama, semakin
menyempitnya bronkus atau bronkiolus selama bertahun-tahun dapat menyebabkan
PPOK terjadi.
Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah
oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh. Konsumsi
oksigen sangat erat hubungannya dengan arus darah ke paru-paru. Berkurangnya
fungsi paru-paru juga disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti
fungsi ventilasi paru.
Faktor-faktor risiko tersebut diatas seperti rokok dan polusi udara menyebabkan
perbesaran kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel goblet akan meningkat
jumlahnya, serta fungsi silia menurun menyebabkan terjadinya peningkatan produksi
lendir yang dihasilkan, akan mendatangkan proses inflamasi bronkus dan juga
menimbulkan kerusakan pada dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari kerusakan
akan terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus terminalis), yang mengalami
penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli
pada saat inspirasi, pada saat ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah
penumpukan udara (air trapping). Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan
sesak napas dengan segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan
menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi.
Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan
mengalami gangguan (Brannon, et al, 1993).
PATHWAY
Pencetus Rokok dan Polusi
Asma, Bronkitis, emfisema

Inflamasi
PPOK

Sputum meningkat
Perubahan anatomis
parenkim paru Batuk

Perbesaran Alveoli Bersihan Jalan Nafas tdk


Efektif

Hipertiroid kelenjar mukosa


Inflamasi
Penyempitan salurran udara
Leukosit meningkat

Ekspansi paru Gg. Pertukaran Gas Imun menurun


menurun
Kuman patogen &
endogen difagosit
Suplay O2 tida adekuat Frekuensi pernafasan makrofag
cepat
Hipoksia Anoreksia
Kontraksi otot pernafasan
Penggunaan energi untuk
Sesak
pernafasan meningkat Gg, Nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh
Pola Nafas Tidak
Efektif Intoleransi Aktifitas
E. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok :
1. Mempunyai gambaran klinik dominan kearah bronchitis kronis (blue bloater).
2. Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers).
Tanda dan gejalanya adalah sebagi berikut :
1. Kelemahan badan
2. Batuk
3. Sesak napas
4. Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi
5. Mengi atau wheezing
6. Ekspirasi yang memanjang
7. Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut.
8. Penggunaan otot bantu pernapasan
9. Suara napas melemah
10. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal
11. Edema kaki, asites dan jari tabuh.

F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan radiologis
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
a. Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel,
keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus
yang menebal.
b. Corak paru yang bertambah
Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
1) Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan bula.
Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink puffer.
2) Corakan paru yang bertambah.

2. Pemeriksaan faal paru


Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang
bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1,
KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal
expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau
normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini
perubahan hanya pada saluran napas kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas
difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.

3. Analisis gas darah


Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis,
terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang
kronik merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia.
Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus
bekerja lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.

4. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat
kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III, dan
aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari
satu. Sering terdapat RBBB inkomplet.

5. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.

6. Laboratorium darah lengkap


G. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:

1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase


akut, tetapi juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi
lebih awal.

Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:

1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok,


menghindari polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba
tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman
penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.
4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan
kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih
controversial.
5. Pengobatan simtomatik.
6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan
aliran lambat 1 2 liter/menit.
8. Tindakan rehabilitasi yang meliputi:

a. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.


b. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan
yang paling efektif.
c. Latihan dengan beban olahraga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan
kesegaran jasmani.
d. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat
kembali mengerjakan pekerjaan semula.
e. Pengelolaan psikosial, terutama ditujukan untuk penyesuaian diri penderita
dengan penyakit yang dideritanya.
TEORI DASAR ASKEP PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT PPOK

I. Pengkajian
Secara umum pengkajian dimulai dengan mengumpulkan data tentang:
1. Biodata Pasien
Biodata pasien setidaknya berisi tentang nama, umur, jenis kelamin,
pekerjaan, dan pendidikan. Umur pasien dapat menunjukkan tahap
perkembangan pasien baik secara fisik maupun psikologis. Jenis kelamin dan
pekerjaan perlu dikaji untuk mengetahui hubungan dan pengaruhnya terhadap
terjadinya masalah atau penyakit, dan tingkat pendidikan dapat berpengaruh
terhadap pengetahuan klien tentang masalah atau penyakitnya.

2. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan yang dikaji meliputi data saat ini dan masalah yang lalu.
Perawat mengkaji klien atau keluarga dan berfokus kepada manifestasi klinik
dari keluhan utama, kejadian yang membuat kondisi sekarang ini, riwayat
kesehatan masa lalu, dan riwayat kesehatan keluarga.
a. Keluhan Utama
Keluhan utama akan menentukan prioritas intervensi dan mengkaji
pengetahuan klien tentang kondidinya saat ini. Keluhan utama yang biasa
muncul pada klien PPOK adalah sesak nafas yang sudah berlangsung lasa
sampai bertahun-tahun , dan semakin berat setelah beraktivitas . keluhan
lainnya adalah batuk, dahak berwarna hijau,, sesak semakin bertambah, dan
badan lemah.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien dengan serangan PPOK dating mencari pertolongan terutama dengan
keluhan sesak nafas, kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain seperti
wheezing, penggunaan otot bantu pernafasan, terjadi penumpukan lender, dan
sekresi yang sangat banyak sehingga menyumbat jalan nafas.
c. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pada PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan interaksi
genetic dengan lingkungan. Misalnya pada orang yang sering merokok, polusi
udara dan paparan di tempat kerja.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan sosial pasien penyakit paru-paru
sekurang-kurangnya ada 3 hal, yaitu:
1) Penyakit infeksi tertentu khususnya tuberkolosis ditularkan melalui satu
orang ke orang lainnya. Manfaat menanyakan riwayat kontak dengan orang
terinfeksi akan dapat diketahui sumber penularannya.
2) Kelainan alergi, seperti asma bronchial, menunjukkan suatu predisposisi
keturunan tertentu. Selain itu serangan asma mungkin dicetuskan oleh
konflik keluarga atau orang terdekat.
3) Pasien bronchitis kronis mungkin bermukim di daerah yang tingkat polusi
udaranya tinggi. Namun polusi udara tidak menimbulkan bronchitis kronis,
melainkan hanya memperburuk penyakit tersebut.

3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik focus pada PPOK
a. Inspeksi
Pada klien denga PPOK, terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi
pernapasan, serta penggunaan otot bantu nafas (sternokleidomastoid). Pada saat
inspeksi, biasanya dapat terlihat klien mempunyai batuk dada barrel chest
akibat udara yang terperangkap, penipisan massa otot, bernafas dengan bibir
yang dirapatkan, dan pernapasan abnormal yang tidak efektif. Pada tahap lanjut,
dispnea terjadi pada saat beraktifitas, bahkan pada beraktivitas kehidupan
sehari-hari seperti makan dan mandi. Pengkajian produk produktif dengan
sputum parulen mengindikasikan adanya tanda pertama infeksi
pernafasan.
b. Palpasi
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya menurun.
c. Perkusi
Pada perkusi, didapatkan suara normal sampai hipersonor, sedangkan
diafragma mendatar/menurun.
d. Auskultasi
Sering didapatkan adanya suara nafas ronkhi dan wheezing sesuai tingkat
keparahan obstruktif pada bronkhiolus (Muttaqin. 2008)

Data Bio-psiko-sosial-spiritual menurut Virginia Henderson


1. Bernafas
Pola nafas cepat, sesak (+), RR > 20x/mnt, takipnea, pernafasan cepat dan
dangkal
2. Makan dan minum
Makan dan minum biasanya berkurang dari normal, misalnya: dulu makan 1 porsi
setiap kali makan, namun setelah mengalami PPOK makan dan minim bisa
porsi
3. Eleminasi
BAB sukar dengan konsistensi agak padat / mengalami melena, BAK sedikit dari
normal
4. Gerak dan aktivitas
Susah dan jarang beraktivitas, sebab ketika bergerak akan merasa semakin sesak
5. Istirahat tidur
Sulit untuk tidur nyenyak karena merasa sesak dan sulit bernafas
6. Kebersihan diri
Biasanya pasien yang mengalami PPOK jarang menjaga kebersihan dirinya,
sesabab enggan untuk bergerak karena akan merasa sesak

7. Pengaturan suhu tubuh


Biasanya pasien yang mengalami PPOK suhu tubuhnya normal ( 36-36,5 C )
8. Rasa nyaman
Biasanya pasien yang mengalami PPOK merasakan nyeri pada daerah dada
9. Rasa aman
Biasanya pasien yang mengalami PPOK merasakan cemas karena memikirkan
penyakit yang dialami
10. Sosialisasi dan komunikasi
Jarang untuk berkominikasi karena akan menambah rasa sesak
11. Prestasi dan produktivitas
Kebanyakan tidah mengetahui penyebab dan cara menangani PPOK
12. Ibadah
Sering berdoa karena ingin cepat sembuh
13. Rekreasi
Tidak ingin melakukan aktivitas atau tidak ingin pergi dari tempat tidur
14. Pengetahuan/ belajar
Ingin mengetahui cara-cara mengatasi sesak yang dialami

II. Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan utama pasien mencakup berikut ini:

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi


2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,
peningkatan produksi sputum/lendir, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya
tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus,
bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
4. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat
peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, hipoksemia dan pola
pernafasan tidak efektif
6. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurang sosialisasi, ansietas,
depresi, tingkat aktivitas rendah dan ketidakmampuan untuk bekerja.
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak
mengetahui sumber informasi perawatan diri yang akan dilakukan di rumah
III. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1 Gangguan Setelah diberikan 1. Berikan bronkodilator sesuai dgn yg 1. Bronkodilator mendilatasi jalan nafas
pertukaran gas askep diharapkan diharuskan : dan membantu melawan edema
berhubungan pertukaran gas a. Dapat diberikan peroral, mukosa bronchial dan spasme
dengan pasien lancar intravena, rectal/inhalasi muscular. Karena efek samping bisa
ketidaksamaan dengan outcome: b. Berikan bronkodilator terjadi pada tindakan ini, dosis obat
ventilasi perfusi - Nafas Cuping oral/intavena pd waktu yg disesuaikan dengan cermat utk setiap
hidung (-) berselingan dgn tindakan pasien sesuai dengan toleransi dan
- Pernafasan nebulizer, inhaler dosis terukur respon klinisnya.
normal 16- atau IPPB untuk
20x/mnt memperpanjang keefektifan
obat
c. Observasi efek samping,
takikardi, disritmia, eksitasi
system saraf pusat, mual dan
muntah.

2. Evaluasi efektivitas tindakan 2. Mengkombinasikan medikasi dengan


nebulizer, inhaler dosis terukur, atau aerosolized bronkodolator nebulisasi
IPPB. biasanya digunakan untuk
mengembalikan bronkokontriksi
a. Kaji penurunan sesak nafas,
penurunan mengi atau krekles,
kelonggaran sekresi, penurunan
ansietas
b. Pastikan bahwa tindakan
diberikan sebelum makan untuk
menghindari mual dan untuk
mengurangi keletihan yang
menyertai aktivitas makan

3. Instruksikan dan berikan dorongan 3. Pemberian tindakan yang tidak tepat


pada pasien pada pernafasan akan mengurangi keefektifannya.
diafragmatik dan batuk yang efektif Aerolisasi memudahkan klirens
bronchial, membantu mengendalikan
proses inflamasi dan memperbaiki
fungsi ventilasi

4. Berikan oksigen dengan metode yang 4. Teknik ini memperbaiki ventilasi


diharuskan : dengan membuka jalan nafas dan
a. Jelaskan pentingnya tindakan ini membersihkan jalan nafas dari
pada pasien sputum. Pertukaran gas diperbaiki
b. Evaluasi efektivitas, amati tanda-
tanda hipoksia, ingatkan dokter 5. Oksigen akan memperbaiki
jika timbul gelisah, ansietas, hipoksemia. Diperlukan observasi yg
somnolen, sianosis atau takikardi cermat terhadap aliran atau presentase
c. Analisa gas darah arteri dan yg diberikan dan efeknya pada pasien.
bandingkan dengan nilai-nila Jika pasien menglami retensi CO2
dasar . kronis, maka hipoksia dirangsang
d. Lakukan oksimetri nadi untuk untuk bernafas. Kelebihan O2 dapat
memantau saturasi oksigen menekan dorongan hipoksik dan dapat
e. Jelaskan bahwa tidak merokok terjadi kematian.
dianjurkan pada pasien atau
pegunjung ketika oksigen
digunakan
2 Bersihan jalan Setelah diberikan 1. Berikan pasien 6 sampai 8 gelas 1. Hidrasi sistemik menjaga sekresi tetap
napas tidak askep diharapkan cairan/hari kecuali terdapat kor lembab dan memudahkan untuk
efektif pencapaian pulmonal pengeluaran. Cairan harus diberikn
berhubungan kebersihan jalan kewaspadaan jika terdapat gagal
dengan nafas dgn jantung sebelah kanan
bronkokontriksi, outcome :
peningkatan - Frekwensi 2. Ajarkan dan berikan
dorongan 2. Teknik ini akan membantu
produksi nafas 16- penggunaan teknik pernafasan memperbaiki ventilasi dan untuk
menghasilkan sekresi tanpa
sputum/lendir, 20x/mnt diafragmatik untuk batuk
menyebabkan sesak nafas dan
batuk tidak - Bunyi nafas keletihan
efektif, normal 3. Bantu dalam memberikan tindakan 3. Tindakan ini menambahkan air
kelelahan/berkura - Sputum keluar nebulizer, inhaler dosis terukur kedalam percabangan bronchial dan pd
ngnya tenaga dan dengan lancar sputum menurunkan kekentalannya
infeksi sehungga mempermudah evakuasi
bronkopulmonal sekresi

4. Berikan antibiotic sesuai yg 4. Antibiotik mungkin diresepkn untuk


diharuskan mencegah atau mengatasi infeksi
3 Pola napas tidak Setelah diberikan 1. Ajarkan pasien pernafasan 1. Membantu pasien memperpanjang
efektif askep diharapkan diafragmatik dan pernafasan bibir waktu ekspirasi. Dengan teknik ini
berhubungan perbaikan dalam dirapatkan pasien akan berbafas lebih efektif dan
dengan napas pola pernafasan efisien
pendek, mucus, dengan outcome:
bronkokontriksi - Pernafasan px 2. Berikan dorongan untuk menyelingi 2. Memberikan jeda aktivitas akan
dan iritan jalan teratur aktivitas dengan istirahat memungkinkan pasien melakukan
napas. - Px bernafas aktivitas tanpa distress berlebih
dengan normal
3. Berikan dorongan penggunaan 3. Menguatkan dan mengkondisikan
pelatihan otot-otot pernafasan jika otot-otot pernafasan
diharuskan
4 Kurang Setelah diberikan 1. Ajarkan px untuk 1. Akan memungkinkan pasien untuk
perawatan diri askep diharapkan mengkoordinasikan pernafasan lebih aktif dan untuk menghindari
berhubungan kemandirian diafragmatik dengan aktivitas keletihan yg berlebih
dengan keletihan dalam aktivitas
sekunder akibat perawatan diri 2. Berikan dorongan pd px untuk 2. Sejalan dengan teratasinya kondisi
peningkatan dgn outcome: mandi, berpakaian berjalan sendiri pasien akan mampu melakukan lebih
upaya pernapasan - Px dapat banyak namun memerlukan dorongan
dan insufisiensi merawat untuk menghindari ketergantungan
ventilasi dan dirinya sendiri
oksigenasi.
5 Intoleransi Setelah diberikan 1. Dukung pasien menegakkan regimen 1. Otot yang mengalami kontaminasi
aktivitas askep diharapkan latihan teratur, berjalan atau latihan membutuhkan lebih banyak O2 dan
berhubungan perbaikan dalam lainnya yang sesuai memperbaiki beban tambahan pada
dengan keletihan, toleran aktivitas paru-paru. Mulai latihan yg teratur,
hipoksemia dan dgn outcome: bertahap, kelompok otot ini menjadi
pola pernafasan - Px dapat lebih terkondisi dan pasien dapat
tidak efektif melakukan melakukan lebih banyak tanpa
aktivitas dgn mengalami nafas pendek.
mandiri
6 Koping individu Setelah diberikan 1. Mengadopsi sikap yg penuh harapan 1. Suatu perasaan harapan akan
tidak efektif askep diharapkan dan memberikan semangat yg memberikan pasien sesuatu yang dapat
berhubungan pencapaian dutujukan pada pasien dikerjakan
dengan kurang tingkat koping 2. Dorong aktivitas sampai tingkat 2. Aktivitas mengurangi ketegangan dan
sosialisasi, yang optimal, toleransi gejala mengurangi tingkat dispnea sejalan
ansietas, depresi, dgn outcome: dgn pasien menjadi terkondisi
tingkat aktivitas - Px tidak merasa 3. Relaksasi mengurangi stress dan
rendah dan stress lagi 3. Ajarkan teknik relaksasi ansietas dan membantu untuk
ketidakmampuan memikirkan mengatasi ketidakmamuannya
untuk bekerja. penyakitnya
7 Kurang Setelah diberikan 1. Bantu pasien mengerti tentang tujuan 1. Pasien harus mengetahui bahwa ada
pengetahuan askep diharapkan jangka pendek dan jangka panjang metode dan rencana dimana ia
berhubungan kepatuhan memberikan peran yg besar. Pasien
dengan dengan program harus mengetahui apa yg diperkirakan.
kurangnya terapeutik dan Mengajarkan pasien akan kondisinya
informasi, tidak perawatan di merupakan hal yg penting untuk
mengetahui rumah, dgn meningkatkan kondisinya.
sumber informasi outcome :
perawatan diri - Px dan
yang akan keluarga bisa
dilakukan di mempertahankan
rumah dan
meningkatkan
derajat kesehatan
px di rumah
IV. EVALUASI
Evaluasi disesuaikan dengan tujuan dan outcome yang telah dibuat dalam intervensi keperawatan
Daftar Pustaka

Brunner & Suddarth.2002. Keperawatan Medikal Bedah Volume 1. Jakarta. Penerbit


Buku Kedokteran

Doenges, Marilynn E. (1999) Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Pasien, alih bahasa: I Made Kariasa, Ni
Made Sumarwati, edisi 3, Jakarta: EGC

Fanni, Noorman. 2012. Asuhan Keperawatan Pada PPOK. Available on :


http://noormanfanni.blogspot.com/2012/01/asuhan-keperawatan-pada-
ppok.html. Opened at 18 November 2013 ( 15.15 Wita )

Kusuma, Hardi dkk. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis dan NANDA NIC-NOC.Yogyakarta.Mediaaction

Lynda, Juall. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta. Penerbit Buku
Kedokteran

NANDA. 2012-2014. Diagnosa Keperawatan. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran

Purmawansyah. 2013. Asuhan Keperawatan Dengan PPOK. Available on:


http://purmawansyah.blogspot.com/2013/05/askep-ppok.html. Opened at 18
November 2013 ( 15.00 Wita )

Anda mungkin juga menyukai