Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH UNDANG-UNDANG & ETIKA

PENYALAHGUNAAN TABLET PPC DAN PEREDARAANNYA SECARA


ILEGAL

APOTEKER A KELOMPOK 2:
Alfi Rohmah Aulia 1720343723
Ani Wijayanti 1720343724
Apridinata 1720343725
Ari Chakti 1720343726
Ari Wahyu 1720343727

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA 2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tablet paracetamol Cafein Carisoprodol atau lebih dikenal dengan sebutan PPC
belakangan hari ini tengah menjadi perbincangan banyak orang. Disisilain banyak media
seperti televisi, radio dan lainnya juga di surat kabar seperti koran dan majalah sedang hangat
memberitakan tentang obet PCC yang dikonsumsi sembarangan oleh remaja dan dijual secara
bebas ke anak sekolah dengan harga Rp25 ribu per 20 biji. Akibatnya diantaranya mereka
kejang-kejang, tidak sadarkan diri dan harus ditangani secara intensif di rumah sakit. Bahkan
akibat obat yang sama, seorang pemuda dilaporkan merasa kepanasan usai mengkonsumsi
PCC dan meloncat ke laut sebelum tenggelam dan tewas, selain itu banyak juga orang
dikabarkan mengalami gangguan psikis karena mengonsumsi obat ilegal yang diduga
mengonsumsi obat bernama PCC. Puluhan remaja berperilaku seperti orang kesurupan usai
mengkonsumsi obat PCC. Mereka berteriak, meronta tak terkendali hingga dibawa ke rumah
sakit jiwa oleh keluarga mereka.

Tablet PPC termasuk ilegal karena mengandung bahan baku Carisoprodol, komposisi
obat yang sejak 2013 dilarang penggunaan dan penyebarannya di Indonesia. ini. Sebelumnya
obat yang berisi zat aktif carisoprodol diberikan izin edar Badan POM, namun banyak
disalahgunakan. Karena itu pada tahun 2013 semua obat yang mengandung carisoprodol
(Camophen, Somadril, Rheumastop, New skelan, Carsipain, Carminofein, Etacarphen,
Cazerol, Bimacarphen, kamomed) dicabut izin edarnya dan tidak boleh lagi beredar di
Indonesia.
Dalam perkembangan lain, kemarin Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat
dan Makanan serta Badan Narkotika Nasional masih terus meneliti obat yang menyebabkan
seperti orang kesurupan usai mengkonsumsi obat PCC. Kabagpenum Divisi Humas Polri
Kombes Pol Martinus Sitompul mengatakan penyebab perilaku aneh itu karena mereka
mengkonsumsi obat PCC (Paracetamol Caffein Carisoprodol) dalam jumlah yang berlebihan.
Padahal PCC tergolong obat keras dan tidak bisa dikonsumsi sembarangan. "Mereka
mengkonsumsi obat ini dengan cara menenggak beberapa butir hingga 5 butir sekaligus, dan
ada yang ditumbuk halus kemudian dicampurkan ke dalam minuman. Seharusnya dengan
menggunakan resep dokter,"
Deputi Pemberantasan BNN Irjen Arman Depari menyebut PCC merupakan
penghilang rasa sakit. Indikasi PCC digunakan untuk pelemas otot. PCC dapat melemaskan
otot sehingga rasa sakit ke saraf dan otak terhambat Bila dikonsumsi dalam takaran normal,
PCC berguna untuk menghilangkan rasa nyeri, membuat rileks, dan juga menimbulkan rasa
kantuk. Dosis sehari itu 1.400 miligram, lebih dari itu akan terjadi keracunan atau intoksikasi.
Carisoprodol juga dapat menimbulkan efek memabukkan. Cara kerja Carisoprodol di dalam
otak mampu membuat rasa senang berlebihan dan rasa nyaman. Efek lainnya adalah kejang,
pingsan, muntah darah, keram perut, dan sakit kepala. Selain itu PCC berlebih bisa kesulitan
mengontrol gerak tubuhnya. Denyut jantung bertambah, tekanan darah menurun, bahkan sulit
mengontrol bola mata. Carisoprodol membuat seseorang berhalusinasi. Dengan begitu bisikan
atau bayangan sesuatu yang seharusnya tak ada seolah menjadi nyata. Gejala psikotik seperti
orang ketakutan, dikejar-kejar, penyalahguna PCC bisa mengalami efek seolah melayang atau
terbang. Penyebabnya, konsumsi PCC mengganggu konsentrasi dan keseimbangan. "Kalau
dibiarkan disalahgunakan, pengguna bisa menjadi ketagihan,"
Tablet PCC yang dikonsumsi korban di kendari merupakan produk ilegal. Tablet PCC
mengandung parasetamol, carisoprodol, dan cafein. Paracetamol dan cafein merupakan bahan
baku obat yang masih digunakan saat ini, sedangkan di Indonesia carisoprodol dijual melalui
merek Somadril. Merujuk SK Menteri Kesehatan tahun 1973, Somadril dikategorikan sebagai
obat keras, sesuai Peraturan Pemerintah 51/1999 tentang Pekerjaan Kefarmasian, hanya dapat
memberikan obat keras ke pasien atas dasar resep dokter. "Untuk menghindari penggunaan
obat ini maka diperlukan keterlibatan seluruh komponen bangsa baik pemerintah, badan usaha
dan masyarakat umum," katanya.
Jadi obat sampel yang masuk ke Kendari adalah tablet PCC yang dijual tanpa kemasan serta
ilegal dan sejumlah cairan. "Kita juga masih periksa kandungannya
A. Kasus
1. VIVA.co.id Kejadian luar biasa terkait tablet bertuliskan PCC (Paracetamol, Caffeine
dan Carisoprodol) di Kendari yang menelan puluhan korban anak-anak dan remaja,
menimbulkan keprihatinan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).

Ketua PP IAI, Drs. Nurul Falah Edia Pariang, Apt mengatakan, tablet tersebut
didapatkan dari lingkungan luar, bukan dari apotek.

Untuk menelusuri kasus yang mengakibatkan pekerja apoteker ditahan, Nurul


melakukan investigasi langsung ke Kendari. Di sana ditemukan sejumlah fakta yang
berbeda dari informasi yang diterima sebelumnya.

Nurul mengatakan, menurut polisi tramadol yang disediakan di apotek yang


dicurigai tersebut memiliki kemasan yang tidak resmi.

"Pada saat itu, begitu polisi menerima tramadol ilegal dalam bungkus plastik
langsung melakukan penahanan karena memang tramadol yang sudah repacking
inilah yang dicari polisi," ujar Nurul di Kantor PP IAI, Jakarta, Senin, 25 September
2017.

Tramadol tersebut merupakan produksi Promed yang sudah ditarik peredarannya karena
deviasi kandungan yang sangat tinggi, sehingga saat ini merupakan obat ilegal.

Ketika diinterogasi polisi, apoteker penanggung jawab apotek tersebut mengakui


kesalahannya.

Kendati demikian, PP IAI akan tetap memberikan bantuan hukum melalui Badan
Advokasi PP IAI untuk memberikan konsultasi kepada pengacara yang
mendampingi apoteker tersebut.

2. VIVA.co.id Peredaran obat PCC sangat meresahkan. Badan Pengawasan Obat dan
Makanan, atau BPOM menyebut bahwa obat ini telah ditarik peredarannya sejak 2013.
Namun, pada kenyataannya obat ini masih ditemukan beredar luas di Kendari, Sulawesi
Tenggara.

Kepala BPOM Kendari Sulawesi Tenggara, Adilah Pababbari mengungkapkan, tablet


PCC tidak tercantum dalam daftar obat G (obat keras), karena tidak ada kemasan dan
merupakan produk obat tanpa izin edar. Selain itu, dibagikan oleh oknum secara
perorangan.

Dalam hal ini, ia menambahkan, dapat diambil kesimpulan peredaran dan penjualan
PCC di Kendari, dilakukan secara tidak terbuka oleh oknum perorangan. Saat ini, pihak
Kepolisian telah menahan pihak oknum yang dijadikan tersangka, untuk menelusuri dari
mana pasokan obat-obatan tersebut.

3. Dikutip dari (www.bbc.com tanggal 15 September 2017)


Setidaknya 76 orang yang terdiri dari enam perempuan dewasa dan sisanya remaja, di
Kendari, Sulawesi Tenggara, dilarikan ke rumah sakit sejak awal pekan ini.
Mereka kejang-kejang setelah diduga mengonsumsi obat bernama PCC. Akibat obat
yang sama, seorang pemuda bernama Riski dilaporkan meloncat ke laut sebelum
tenggelam dan tewas.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Rikwanto menyebut polisi
menangkap lima terduga pengedar obat tersebut di Kendari. Dua dari terduga penyebar
PPC itu berprofesi apoteker.
Dalam perkembangan lain, kemarin Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan
Makanan serta Badan Narkotika Nasional masih terus meneliti obat yang menyebabkan
puluhan orang masuk rumah sakit di Kendari tersebut.
Tidak dijual bebas
Deputi Pemberantasan BNN Irjen Arman Depari menyebut PCC merupakan penghilang
rasa sakit. Obat ini, kata dia, juga biasa dikonsumsi untuk mengobati penyakit jantung.
Arman menuturkan, PCC tidak diperjualbelikan secara bebas. Ia menjelaskan pembelian
obat ini harus disertai resep dokter.
Disalahgunakan
BPOM menyatakan, pemerintah sejak tahun 2014 telah melarang peredaran Somadril.
Alasannya, kata dia, obat itu kerap disalahgunakan untuk kepentingan nonkesehatan.
Berdasarkan catatan Badan Pengendali Penyimpangan Obat di Kementerian Kehakiman
Amerika Serikat, carisoprodol juga kerap disalahgunakan masyarakat negara itu.
Hilang konsentrasi
Ahli kimia farmasi di BNN, Mufti Djusnir, menyatakan carisoprodol yang terkandung
di PCC dapat melemaskan otot sehingga rasa sakit ke saraf dan otak terhambat.
Mufti mengatakan, penyalahguna PCC bisa mengalami efek seolah melayang atau
terbang. Penyebabnya, konsumsi PCC mengganggu konsentrasi dan keseimbangan.
Ribuan pil
Bersamaan dengan penangkapan lima terduga pengedar PCC di Kendari, kepolisian
menyita ribuan pil jenis tramadol dan yang diduga PCC. Tramadol merupakan obat
penghilang rasa sakit yang biasa dikonsumsi pascaoperasi.
Adapun, hingga saat ini, seperti diutarakan Arman Depari, carisoprodol yang
terkandung dalam obat-obat itu tidak masuk daftar narkotik dan psikotropika.
"Menurut literatur, kandungan obat ini sementara bukan narkotik atau flakka (narkotik
berbentuk kristal)," kata Arman.
Puluhan remaja di Kendari berperilaku seperti orang kesurupan usai mengkonsumsi
obat PCC. Mereka berteriak, meronta tak terkendali hingga dibawa ke rumah sakit jiwa
oleh keluarga mereka.
Kabagpenum Divisi Humas Polri Kombes Pol Martinus Sitompul mengatakan penyebab
perilaku aneh itu karena mereka mengkonsumsi obat PCC (Paracetamol Caffein
Carisoprodol) dalam jumlah yang berlebihan. Padahal PCC tergolong obat keras dan
tidak bisa dikonsumsi sembarangan.
"Mereka mengkonsumsi obat ini dengan cara menenggak beberapa butir hingga 5 butir
sekaligus, dan ada yang ditumbuk halus kemudian dicampurkan ke dalam minuman.
Seharusnya dengan menggunakan resep dokter," kata Martinus saat dikonfirmasi
kumparan, Jumat (15/9/2017).

4. VIVA.co.id Kasus penyalahgunaan obat PCC di Kendari, Sulawesi Tenggara,


menyita perhatian banyak kalangan. Menkes RI, Nila Moeloek menekankan bahaya
obat PCC yang ia nyatakan ilegal.
Karisoprodol digolongkan sebagai obat keras. Mengingat dampak penyalahgunaannya
lebih besar daripada efek terapinya, seluruh obat yang mengandung Karisoprodol,
termasuk Somadryl, dibatalkan izin edarnya pada tahun 2013.

(http://www.viva.co.id/gaya-hidup/kesehatan-intim/958263-menkes-pcc-sudah-pasti-
obat-ilegal)

5. VIVA.co.id Kasus di Kendari, terkait adanya korban setelah mengonsumsi produk


tablet yang mencantumkan tulisan PCC, membuat masyarakat resah. Badan Pengawas
Obat dan Makanan mengatakan kandungan di dalam PCC adalah Paracetamol, Cafein,
dan Carisoprodol, di mana carisoprodol sudah tidak diizinkan lagi peredarannya.

Ketua BPOM Penny K. Lukito mengatakan, carisoprodol yang dulu dijual dengan
merek berbeda sudah resmi ditarik sejak tahun 2013. Sejak saat itu, semua produk
carisoprodol yang masih beredar sudah ditarik dari pasar

(http://www.viva.co.id/gaya-hidup/kesehatan-intim/957087-pcc-sudah-ditarik-tapi-
masih-beredar-ini-alasan-bpom)

B. Permasalahan Yang Terkait


1. Penyalahgunaan tablet PCC yang di konsumsi korban di Kendari adalah produk
ilegal.
2. Terdapat dua jenis tablet PCC yang dikonsumsi korban berdasarkan hasil
laboratorium. Pertama mengandung paracetamol, carisoprodol, dan cafein. Kedua
mengandung paracetamol, carisoprodol, cafein dan tramadol.
3. Semua produk yang mengandung carisoprodol dicabut izin edarnya dan tidak
boleh lagi beredar di Indonesia.
4. Peredaran produk ilegal yang ditawarkan oleh pihak tertentu yang tidak resmi.
C. Berdasarkan Peraturan Undang-undang
a. Peredaran PCC

1. UU No 36 Tahun 2009 Pasal 106 ayat (1) Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya
dapat diedarkan setelah mendapat izin edar.
2. Bahwa Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) telah menetapkan Keputusan
Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Rl Nomor HK.04.1.35.06.13.3535
Tahun 2013 tentang Pembatalan lzin Edar Obat yang mengandung Carisoprodol.
3. Bahwa berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
lndonesia Nomor 7 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Obat-obat Tertentu
yang sering disalahgunakan pada pasal 1 ayat 1, bahwa obat-obat yang bekerja di
sistem susunan saraf pusat selain Narkotika dan Psikotropika, yang pada penggunaan
di atas dosis terapi dapat menyebabkan ketergantungan dan perubahan khas pada
aktivitas mental dan perilaku, terdiri atas obat-obat yang mengandung Tramadol,
Triheksifen id il, Klorpromazin, Am itriptilin dan/atau Haloperidol.
4. UU No 36 Tahun 2009 pasal 98 ayat 2 Setiap orang yang tidak memiliki keahlian
dan kewenangan dilarang mengadakan, menyimpan, mengolah, mempromosikan, dan
mengedarkan obat dan bahan yang berkhasiat obat.
5. Bahwa Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 196 Setiap
orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau
alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat
atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat
(3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
6. Bahwa Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 197 "Setiap
orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau
alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 06
ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda
paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah)".

b. Peran Apoteker

7. UU No 36 Tahun 2009
a. Pasal 24
Ayat 1
Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 harus memenuhi ketentuan
kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan
standar prosedur operasional.
Ayat 2
Ketentuan mengenai kode etik dan standar profesi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur oleh organisasi profesi.
b. Pasal 27
Ayat 1
Tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan pelindungan hukum dalam
melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya
c. Pasal 102
Penggunaan sediaan farmasi yang berupa narkotika dan psikotropika hanya
dapat dilakukan berdasarkan resep dokter atau dokter gigi dan dilarang untuk
disalahgunakan.
8. Peraturan Pemerintah No 51 Tahun 2009 Pasal 24 bahwa apoteker dalam melakukan
tugas kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian, apoteker dapat menyerahkan
obat keras, narkotika dan psikotropika kepada masyarakat atas resep dari dokter sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

D. Solusi
1. Perdasarkan UU No 36 Tahun 2009 tentang kesehatan Pasal 137

Ayat (1) Pemerintah berkewajiban menjamin agar remaja dapat memperoleh edukasi,
informasi, dan layanan mengenai kesehatan remaja agar mampu hidup sehat dan
bertanggung jawab.
Ayat (2) Ketentuan mengenai kewajiban Pemerintah dalam menjamin agar remaja
memperoleh edukasi, informasi dan layanan mengenai kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan pertimbangan moral nilai agama
dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan

2. Badan POM terus memantau dan menindaklanjuti pemberitaan ini. Kepala Badan POM
RI mengimbau agar masyarakat selalu berhati-hati mendapatkan dan mengonsumsi
obat. Pastikan membeli obat hanya di sarana resmi seperti Apotek, Puskesmas, dan
Rumah Sakit. Jangan mudah tergiur dengan obat murah yang ditawarkan seseorang atau
pihak tertentu. Pastikan obat tersebut memiliki izin edar Badan POM".
3. Badan POM RI bersama Kepolisian RI dan BNN akan terus menelusuri kasus ini
sampai tuntas guna mengungkap pelaku peredaran obat ilegal tersebut beserta
jaringannya. Badan POM RI berperan aktif dalam melakukan penelusuran, memberikan
bantuan ahli, serta uji laboratorium dalam penanganan kasus tersebut. Tidak hanya di
Kendari, Balai Besar/Balai POM (BB/BPOM) di seluruh Indonesia juga bergerak
serentak mengawasi kemungkinan adanya peredaran tablet PCC atau obat ilegal lainnya
di wilayah masing-masing.
4. Peran Badan POM dalam menerapkan strategi pengawasan obat dan makanan telah
diperkuat dengan adanya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 tahun 2017 tentang
Peningkatan Efektivitas Pengawasan Obat dan Makanan, dimana pada Inpres tersebut
Badan POM dalam meningkatkan efektivitas pengawasan obat dan makanan didukung
oleh 9 ( sembilan) Kementerian dan Pemerintah Daerah dalam hal ini Gubernur, Bupati,
dan Walikota.
5. Perkuatan Badan POM juga didukung adanya Perpres No. 80 Tahun 2017 tentang
Badan Pengawas Obat dan Makanan, dimana Badan POM RI akan memiliki struktur
baru yaitu Deputi Bidang Penindakan yang akan mempertajam aspek penindakan dan
memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan kemanusiaan di bidang obat dan makanan.
6. Agar kasus penyalahgunaan obat tidak berulang, maka harus ada efek jera terkait sanksi
pidana terhadap oknum pelaku kejahatan. Untuk itulah Badan POM RI membutuhkan
payung hukum berupa Undang-Undang Pengawasan Obat.
7. Dihimbau untuk orang tua dan masyarakat agar ikut serta memantau apa yang
dikonsumsi anaknya.

Anda mungkin juga menyukai