Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Terkadang kesulitan transisi antara kala satu dan dua persalinan biasanya merupakan
indikator perubahan dan penyesuaian kembali yang dibuat secara fisik dan emosional,
agar persalinan berlanjut secara sukses. Perubahan perilaku dan sikap fisik wanita
memberikan petunjuk visual dan auditori kepada bidan, yang mencirikan akhir kala satu
persalinan dan awal kala dua. Selama waktu ini, hormone stress yang berhubungan
dengan persalinan berada di puncaknya, menunjukkan respons fisiologis yang
menyenangkan terhadap persalinan.

Kala II persalinan merupakan bagian dari tahap persalinan. Untuk mencapai


persalinan yang aman, bidan perlu melakukan penatalaksanaan fisiologis kala II
persalinan normal dan mendeteksi dini kelainan dan penyulit serta menangani penyulit
persalinan.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa definisi pengkajian kala II pada persalinan?
2. Apa saja pengkajian yang timbul di kala II pada persalinan?
3. Bagaimana kontraksi dan dorongan otot-otot dinding uterus?
4. Bagaimana tanda visual, auditori dan fisik pada pengkajian kala II?
5. Bagaimana status aktivitas pasien pada kala II?
6. Bagaimana status nyeri/psikis/pemberi layanan?
7. Apa saja persiapan kelahiran pada bayi?
8. Bagaimana penentuan posisi ibu untuk melahirkan pada kala II?
9. Bagaimana menyokong kelahiran bayi pada persalinan kala II?
10. Bagaimana pemantauan ibu pada persalinan kala II?
11. Bagaimana tentang pemantauan janin pada persalinan kala II?
12. Bagaimana mendeteksi komplikasi, penyulit, serta cara mengatasinya pada persalinan
kala II?
13. Bagaimana Asuhan Keperawatan pengkajian kala II pada persalinan?

1
1.3 TUJUAN
1. Memahami definisi kala II persalinan
2. Memahami pengkajian yang timbul pada pengkajian kala II
3. Memahami kontraksi dan dorongan otot-otot dinding uterus
4. Memahami tanda visual, auditori dan fisik pada persalinan kala II
5. Memahami status aktivitas pasien pada persalinan kala II
6. Memahami status nyeri/psikis/pemberi layanan
7. Memahami persiapan kelahiran pada bayi melalui persalinan kala II
8. Memahami penentuan posisi ibu untuk melahirkan
9. Memahami tentang hal menyokong kelahiran bayi
10. Memahami tentang pemantauan ibu pada persalinan kala II
11. Memahami tentang pemantauan janin pada persalinan kala II
12. Memahami tau mendeteksi komplikasi, penyulit, serta cara mengatasinya
13. Memahami Asuhan Keperawatan pengkajian kala II

1.4 MANFAAT
1. Bagi mahasiswa
Menyelesaikan tugas mata kuliah Sistem Reproduksi
Memahami konsep medis dan konsep Asuhan Keperawatan pengkajian kala II
2. Bagi Pembaca
Memahami konsep medis dan konsep Asuhan Keperawatan pengkajian kala II

2
BAB II

KONSEP MEDIS
PENGKAJIAN KALA II

2.1 Tahap Kedua Persalinan

Tahap kedua persalinan adalah tahap dimana janin dilahirkan. Tahap ini
dimulai dari dilatasi serviks lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Telah
dijelaskan bahwa tahap ini terdiri dari dua atau tiga fase. Fase-fase ini ditandai dengan
perilaku verbal dan non-verbal ibu, kondisi aktivitas uterus, keinginan untuk
mengedan, dan penurunan janin. Fase pertama dimulai ketika wanita menyatakan
bahwa ia ingin mengedan, biasanya pada puncak kontraksi. Wanita mungkin
mengeluhkan peningkatan nyeri, tetapi di antara waktu kontraksi ia tenang dan
seringkali memejamkan matanya. Pada fase kedua, wanita semakin ingin mengedan
dan seringkali mengubah posisi untuk mencari posisi mengedan yang lebih nyaman.
Usaha mengedan menjadi lebih ritmik. Wanita seringkali memebri tahu saat awal
kontraksi dan semakin bersuara sewaktu mengedan. Pada fase ketiga, bagian
presentasi sudah berada di perineum dan usaha mengedan menjadi paling efektif
untuk melahirkan. Wanita akan lebih banyak mengungkapkan nyeri yang dirasakan
secara verbal bertindak di luar kendali. Wanita perlu di dorong untuk memperhatikan
tubuhnya seiring ia masuk ke tahap kedua persalinan. (Bobak,2012:331)

2.2 Pengkajian
Tanda obyektif yang pasti bahwa tahap kedua persalinan telah dimulai adalah
melalui pemeriksaan dalam, yakni pemeriksaan tidak dapat lagi meraba serviks.
Tanda-tanda lain yang menunjukan tahap kedua telah dimulai adalah sebagai berikut:
1. Muncul keringat tiba-tiba di bibir atas
2. Muntah
3. Aliran darah (show) meningkat
4. Ekstremitas gemetar
5. Semakin gelisah, ada pernyataan Saya tidak tahan lagi
6. Usaha mengedan yan involunter

3
Tanda-tanda ini seringkali muncul pada saat serviks berdilatasi lengkap. Indikator
lain untuk menkaji kemajuan setiap fase tahap kedua dapat di temukan pada :

Kriteria Fase 1 Fase 2 Fase 3


Kontraksi Periode tentang Sangat kuat sekali Luar biasa kuat
Kekuatan fisiologis untuk semua Ekspulsif
(intensitas) kriteria
Frekuensi 2 sampai 3 menit 2 sampai 2 menit 1 sampai 2 menit
Penurunan Meningkat dan refleks Cepat
ferguson menjadi
aktif
Stasiun 0 Sampai +2 +2 Sampai +4 +4 sampai lahir
Show: warna Aliran darah merah Kepala janin terlihat
dan jumlah tua meningkat pada introitus:aliran
bermakna darah menyertai
keluarnya kepala
Vokalisasi Tenang kuatir tentang Suara keras atau Terus bersuara keras
kemajuan menghebuskan nafas dan menghebuskan
dengan bersuara; nafas dengan bersuara;
memberi tahu saat mungkin menjerit atau
kontraksi muncul memaki-maki
Perilaku ibu Merasa lega setelah Merasa sangat ingin Menyatakan bahwa
melalui masa transisi mengedan rasa nyeri saat luar
ke tahap ke dua Mengubah pola biasa
Meeras letih dan peranafasan menahan Menyatakan perasaan
mengantuk nafas empat sampai tidak berdaya
Merasa telah lima detik dengan Menunjukan penurunan
menyelesaikan sesuatu bernafas secara teratur kemapuan untuk
dan optimis, karena di antaranya, lima mendengar dan
bagian tersulit telah sampai tujuh kali berkonsentrasi dalam
selesai setiap kontraksi semua hal, kecuali
Merasa dapat Mengelurkan suara dalam melahirkan
mengendalikan diri yang keras dan Menggambarkan
menghembuskan adanya lingkaran

4
nafas dengan bersuara api
Sering mengubah Seringkali menunjukan
posisi kegembiraan luar biasa
dengan keluarnya
kepala
Catatan:

Refleks Ferguson. Tekanan begian presentasi pada reseptor regangan dasar panggul
merangsang pelepasan oksitosin dari hipofisis posterior yang mengakibatkan
kontraksi uterus semakin kuat
Lingkaran api. Perasaan terbakar karena nyeri akut regangan vanina dan munculnya
kepala. (Bobak,2012:332)
Pengakajian dilakukan terus menerus selam tahap kedua persalinan. Protokol rumah
sakit memberi pedoman tipe dan waktu pengkajian. (Bobak,2012:331)

2.3 Kontraksi Dan Dorongan Otot-Otot Dinding Uterus

Pada kala II, kontraksi uteris menjadi kuatan lebih cepat yaitu setiap 2 menit
sekali dengan durasi >40 detik, dan intensitas semakin lama semakin kuat. Karena
biasanya pada tahap ini kepala janin sudah masuk dalam ruang panggul, maka pada
his dirasakan adanya tekanan pada otot-otot dasar panggul yang secara refleks
menimbulkan rasa ingin menelan. Pasien merasakan adanya tekanan pada rektum dan
merasa seperti ingin BAB.

1. Uterus
Saat ada his, uterus teraba sangat keras karena seljuruh ototnya berkontraksi.
Proses ini akan efektif hanya jika his bersifat fundal dominan, yaitu kontraksi
didominasi oleh otot fundus yang menarik otot bawah rahim ke atas sehingga
akan menyebabkan pembukaan serviks dan dorongan janin ke bawah secara
alami.
2. Serviks
Pada kala II, serviks sudah menipis dan dilatasi maksimal. Saat dilakukan
pemeriksaan dalam, porsio sudah tak raba dengan pembukaan 10cm.
3. Pergeseran organ dasar panggul

5
Tekanan pada otot dasar panggul oleh kepala janin akan menyebabkan pasien
ingin meneran, serta diikuti dengan perineum yang menonjol dan menjadi lebar
lebar dengan anus membuka. Labia mulai membuka dan tak lama kemudian
kepala janin tampak pada vulva saat ada his.
4. Ekspulsi janin.
Bila dasar panggul sudah lebih berelaksasi, kepala janin sudah tidak masuk lagi
diluar his. Dengan his serta kekuatan meneran maksimal, kepala janin dilahirkan
dengan suboksiput dibawah simfisis, kemudian dahi, muka dan dagu melewati
perineum. Setelah istirahat sebentar, his mulai lagi untuk mengeluarkan badan
dan anggota tubuh bayi. Pada primighravida, kala II berlangsung kira-kira satu
setengah jam sedangkann pada multigravida setengah jam.
5. Tekanan darah
Tekanan darah dapat meningkat lagi 15-25 mmHg selama kala II persalinan.
Upaya meneran juga akan memengaruhi tekanan darah, dapat meningkat dan
kemudian menurun kemudian akhirnya kembali lagi sedikit diatas normal. Rata-
rata normal peningkatan tekanan darah selama kala II adalah 10mmHg.
6. Metabolisme
Peningkatan metabolisme terus berlanjut hingga kala II persalinan. Upaya
meneran menambah aktivitas otot-otot rangka sehingga meningkatkan
metabolisme.
7. Denyut nadi
Frekuensi denyut nadi bervariasi tiap kali pasien meneran. Secara keseluruhan
frekuensi nadi meningkat selama kala II disertai takikardi yang nyata ketika
mencapai puncak menjelang kelahiran bayi.
8. Suhu
Peningkatan suhu tertinggi terjadi pada saat proses persalinan dan segera
setelahnya, peningkatan suhu normal adalah 0,5-1C.
9. Pernapasan
Pernapasan sama seperti pada kala I persalinan.
10. Perubahan gastrointestinal
Penurunan motilitas lambung dan absorbsi yang hebat berlanjut sampai pada kala
II. Biasanya mual dan muntah pada saat transisi akan mereda selama kala II
persalinan, tetapi bisa terus ada pada beberapa pasien. Bila terjadi muntah,
normalnya hanya sesekali. Muntah yang konstan dan menetap selama persalinan
6
merupakan hal yang abnormal dan mungkin merupakan indikasi dari komplikasi
obstetrik, seperti ruptur uterus, atau toksemia.
11. Perubahan ginjal
Perubahan pada organ ini sama seperti pada kala I persalinan.
12. Perubahan hematologi
Perubahan pada sistem hematologi sama dengan pada kala I persalinan.
(Ari,2010:101-103)

2.4 Tanda visual, auditori, dan fisik


Wanita dapat:
Mengalami kontraksi yang datang hampir secara beriringan, merasa lebih
intens dan nyeri (karena pengaruh reseptor regangan dan efek oksitosin).
(Medforth, 2011: 230)
Merasa sensasi ingin mengejan, meskipun serviks tidak cukup terdilatasi secara
penuh tidak ada rasional untuk mencegah wanita mengejan jika mereka
menginginkannya. (Medforth, 2011: 230)
Istirahat atau tertidur selama beberapa periode, terkadang wanita memasuki
fase mengantuk, saat kontraksi lebih lemah dan lebih jarang terjadi. (Medforth,
2011: 230)
Tampak berada pada kondisi seperti tidak sadar; jauh dan menarik diri dari
pemberi perawatan dan kesulitan dalam berkonsentrasi, focus terutama pada
melahirkan. (Medforth, 2011: 231)

Hal itu diduga sebagai akibat dari pelepasan beta-endorfin maternal selama
persalinan, yang memuncak saat lahir. Pada persalinan yang bebas dari obat dan
tanpa intervensionis, wanita (keterikatan) awal ibu dan bayi setelah melahirkan.
Wanita dapat (Medforth, 2011: 231):

Kehilangan control atau merasa tidak mampu melakukan koping.


Secara kuat mengungkapkan kebutuhan mereka dengan:
Pernyataan distres seperti berikan saya epidural, saya akan pulang ke rumah.
Keluarkan bayi ini!
Bersumpah dan menggunakan bahasa yang tidak biasa.
Berteriak dan merintih.

7
Merasa aneh, bergetar, dan gemetar.
Merasa mual dan muntah.
Mengalami rasa panas dan dingin yang ekstrem.
Mengekspresikan bahasa tubuh yang menunjukkan keletihan dan iritabilitas;
sering kali wanita melengkungkan jari kaki mereka selama kontraksi. (Medforth,
2011: 231-232)

2.4.1 Fase laten: Fisiologi

Pengenalan anatomis tentang kala dua persalinan adalah dilatasi serviks telah
lengkap, tetapi ini tidak selalu bersamaan dengan kontraksi ekspulsif.

Kontraksi dapat mereda selama periode 10-12 menit, atau sampai dengan 2
jam, wanita biasanya mengambil kesempatan ini untuk tidur atau tidur-
tiduran. Fase ini sering kali disebut fase istirahat dan bersyukur. (Medforth,
2011: 231)
Kontraksi dan desakan untuk mengejan mungkin tidak ada atau lemah.
(Medforth, 2011: 231)
Setelah bagian presentasi janin melewati dinding serviks, beberapa
penyesuaian akibat penurunan volume mungkin dibutuhkan. Keadaan ini
mengharuskan serabut otot segmen atau uterus memendek dan kemudian
menebal; hanya jika kekenduran telah teratasi maka kemajuan persalinan
dapat dibuat menjadi kontaksi ekspulsif dan bagian presentasi janin dapat
turun ke jalan lahir. (Medforth, 2011: 231)
Reseptor ragang di vagina, rectum dan perineum menunjukkan perubahan
pada volume, ketegangan dan tonus, kemungkinan turut menyebabkan
kompleksitas gejala yang dialami di tahap transisi (Medforth, 2011: 231)
Penurunan pasif harus dibiarkan sampai kepala janin terlihat. (Medforth,
2011: 232)

Terdapat sedikit bukti yang menyatakan bahwa mengejan aktif di fase laten
kala dua memberikan manfaat lebih dari sekedar melelahkan dan
melemahkan ibu. (Medforth, 2011: 232)

8
2.4.2 Tanda fisik dan auditori awal di kala dua aktif
Jika ketuban utuh, ketuban tersebut umumnya akan pacah saat dilatasi telah
lengkap.
Wanita memiliki sensas ingin buang air besar selama kontraksi.
Kehilangan cairan berwarna merah terang dapat terlihat dari vagina.
Wanita menunjukkan kekuatan dan kesenangan lebih baru, serta
kemampuan untuk mengatasi kontranksinya.
Garis ungu dapat terlihat, memanjang dari anus ke bagian belakang
bokong. Tanda ini tidak ditemukan pada semua wanita, mungkin
disebabkan oleh obesitas atau posisi duduk tegak.
Wanita dapat merintih di puncak kontraksi dan menunjukkan kongesti
pada wajahnya selama ia melakukan upaya mengejan.

2.4.3 Tanda kemajuan kala dua


Area vulva dan perineum menonjol dan terbuka (menganga).
Anus menonjol dan kemudian mendatar. Wanita mungkin buang air besar
selama kontraksi. (Medforth, 2011: 232)

2.4.4 Fase aktif: fisiologi

Desakan untuk mengejan memunkinkan bagian presentasi janin turun untuk


menekan jaringan di dasar panggul.

Sekitar 1 cm di atas spina iskiadika, tekanan dari bagian presentasi janin


menstimulasi reseptor saraf di dasar panggul (reflex Ferguson) dan ibu
mengalami desakan yang tidak dapat terkntrol untuk mengejan.

2.5 Status aktivitas

Dengan mempertahanka ibu bersalin dalam posisi rekumben selama kala dua
adalah tradisi medis dan penggunaan intervensi yang menghambat gerakan (mis,
pemantauan janin elektronik). Berdasarkan sejarah, ibu lintas-budaya dianjurkan
untuk tetap tegak dan bergerak aktif kira-kira selama persalinan kala satu dan dua.

9
Manuskrip dan cetakan terdahulu mendokumentasikan penggunaan posisi berdiri atau
jongkok untuk kelahiran dan penggunaan kursi atau pot kelahiran. Penggunaan posisi
rekumben untuk kelahiran dianjurkan oleh dokter semata-mata untuk kenyamanan
mereka sendiri dan untuk kemudahan pengguanaan alat bantu kelahiran. Penolong
kelahiran orang Eropa makin banyak menggunakan posisi miring kiri untuk
persalinan kala dua; dokter Amerika makin menggunakan posisi litotomi. Ibu yang
ditolong oleh perawat-bidan di Amerika Serikat paling sering mendorong dan
menolong kelahiran, baik dalam posisi duduk maupun miring. Ini adalah posisi yang
paling sering dipilih ibu bila ada pada pilihan tertentu tentang pemilihan posisi
kelahiran mereka.

Efek posisi maternal selama kala dua pada baik kesejahteraan ibu dan janin
telah didokumentasikan dengan baik dalam literature. Bila ibu dalam posisi tegak,
aksis longitudinal jalan lahir mengencang karena fundus bergeser ke anterior.
Pergeseran kesejajaran uterus ini memudahkan pasase kepala janin ke dalam pintu
atas panggul dan pelvis tengah. Pada posisi tegak pelvis berada pada sudut 90 sampai
120 derajat terhadap aksis spina, selanjutnya menempatkan kepala janin pada posisi
lebih baik untuk penurunan. Ini kebalikan dengan sudut 30 derajat yang ditemukan
ketika ibu pada posisi terlentang.

Posisi tergak mengakibatkan peningkatan diameter pintu atas panggul dan


pintu bawah panggul. Pelunakan akibat progesterone pada sendi pelvis terfiksasi dan
efek pembebanan berat badan pada sendi sakroiliaka posterior menimbulkan
pelebasan sendi dan pergeseran sacrum bawah. Ini mengakibatkan peningkatan
diameter intertuberosa. Keuntungan lain posisi tegak pada persalinan kala dua
meliputi penurunan nyeri pada kontraksi, bahkan pada peningkatan dorongan selama
upaya mengejan, dan penurunan pengguanaan analgesia dan anastesia.

Telah diperkirakan bahwa posisi jongkok dapat memperbesar diameter pintu


atas panggul kira-kira 25% sampai 28%. Jongkok mendorong paha melawan dinding
abdomen, yang dapat meningkatkan upaya mengejan dan memudahkan penurunan
janin. Jongkok juga menyebabkan peregangan atau pemisahan simfisis pubis, yang
meningkatkan dimensi pintu bawah panggul anterior. Namun, ibu orang Amerika
jarang menggunakan jongkok dalam aktivitas harian mereka, mungkin tidak
mempunyai kekuatan dan fleksibilitas pada tungkai bawah untuk jongkok lama

10
selama kala dua. Berlutut lebih menguntungkan bila jongkok tidak ditoleransi.
Pengguanaan kursi melahirkan memungkinkan dukungan lebih besar dan relaksasi
antara kontraksi dan mempertahankan posisi serupauntuk jongkok sebenarnya.
Penelitian tentang penggunaan kursi dan pot melahirkan telah dilaporkan adanya
temuan konflik dalam insiden atau derajat edema, trauma perineal, dan kehilangan
darah maternal. Masalah metodologis, termasuk pengelompokkan kursi dan pot
bersama, ukuran sampel kecil, dan kurangnya jumlah waktu yang menggunakan
dukungan untuk menginterprestasi kesulitan temuan. Shermer dan raines (1997)
menunjukkan bahwa tekanan kontinu pada bokong bawah untuk periode waktu
tambahan dapat mengakibatkan kongesti vena dan edema dependen. Ini dapat dicegah
dengan. Memberi perubahan posisi sering ketika ibu bersalin mengguanakan pot
melahirkan, kursi melahirkan atau toilet selama kala dua.

Posisi tegak juga menguntungkan bagi janin. Peningkatan saturasi oksigen


janin selama persalinan, peningkatan pH janin/neonatal dan kadar po2, dan penurunan
kadar CO2 janin/neonatal telah dikaitkan dengan neonatal yang ibunya melahirkan
dalam posisi tegak. (Walsh,2007:323-324)

2.6 Status Nyeri/ psikis/ pemberi pelayanan

Bidan terus mengkaji kemampuan koping ibu selama persalinan kala dua.
Beberapa ibu mengeluh bahwa bila mampu mengejan terasa lega. Tetapi ibu lain
mungkin sangat berat karena intensitas sensasi yang dirasakan. Perawatan emosiaonal
dan fisik pendukung penting untung kelangsungan kesejahteraan ibu dan janinnya.
Upaya ekspulsif adalah kerja keras. Ibu mungkin berkeringat dan akan merasa
nyaman bila dikompres dingin pada wajah dan lehernya. Perubahan posisi sering
membantu mencegah kram otot atau ketidak nyamanan lain karena posisi. Beberapa
ibu mengalami kram tungkai yang dapat hilang dengan meluruskan tungkai dan
memberi pijatan dan dorsifleksi kaki. Pendekatan non farmakologis yang
menggunakan stimulasi pada kulit dan otot membantu dalam menurunkan persepsi
nyeri, paling mungkin karena teori gate control peredaran nyeri.

Individu pendukung yang professional dapat meningkatkan perasaan sejahtera


ibu dengan memperhatikan lingkungan tenang, bersikap tenang terhadapnya. Di
antara kontraksi, bidan, perawat, atau dukun harus mendukung ibu bersalin dalam
cara yang tenang dan positif. Upaya harus dibuat untuk mempertahankan privasi dan

11
kerapihan. Tindakan sederhana seperti mempertahankan ruang persalinan berbau
sedap, membatasi keluar-masuk staf lain, dan mempertahankan peutup are vagina
yang efektif memberikan rasa dihargai pada ibu.
Penolong kelahiran harus terus mengkaji sistem pendukung ibu dan
mengintervensi bila tepat. Bila persalinan lama, individu pendukung utama mungkin
perlu keluar untuk mendapatkan sesuatu untuk makan atau minum, atau untuk
menyiapkan diri secara emosional terhadap kelahiran. Staf professional dapat
membimbing individu pendukung dalam cara yang memudahkan kala dua normal.
Anjurkan untuk mengubah posisi, masase atau pijatan, dan tindakan kenyamanan
seperti kompres dan cairan oral dapat memudahkan efektivitas pasangan atau teman
sebagai pendukung lain. Kadang keluarga dan teman sangat terbuai tentang akan
datangnya bayi sehingga suara dan aktivitas mereka mengalihkan ibu. Staf
professional harus membimbing mereka dalam mempertahankan cara yang tenang dan
lingkungan yang mendukung sehingga ibu sebagai pusat perhatian. (Walsh,2007:325)

2.7 Menyiapkan kelahiran

Penolong kelahiran yang efektif mulai menyiapkan kelahiran pada awal


persalinan. Peertimbangan tentang riwayat obstetric ibu dan kemajuan persalinan ini
mengarahkan pengkajian bidan tentang waktu kelahiran yang dihadapi. Pada ibu
primigravida, bahan yang diperlukan untuk melahirkan biasanya dapat disiapkan
selama kala dua ketika kala ini menjadi jelas karena janin telah turun ke dasar pelvis.
Pada ibu multipara, bidan dapat mengenali bahwa bahan ini perlu disusun selama
akhir kala pertama bila diperkirakan kala dua cepat berlangsung.

Salah satiu staf professional harus bertanggung jawab untuk memeriksa


peralatan emergensi, termasuk alat pemberian oksigen dan alat pengisapan. Medikasi
untuk emergensi maternal atau janin harus siap harus siap tersedia, termasuk sistem
pemberian intravena ketika infus intravena belum digunakan selama persalinan.
Institusi memiliki variasi peralatan untuk melahirkan, tetapi semua tempat
menyediakan alat minimal berikut:

Gown pelindung, masker, pelindung mata, dan sarung tangan untuk kewaspadaan
standar. (kelahiran adalah risiko tinggi pemajanan pada cairan tubuh dan
perlindungan terhadap pemajanan pada staf professional sangat penting)

12
Duk steril untuk alas bayi atau alas tempat alat (kelahiran itu sendiri bukan
prosedur steril namun, pemeriksaan internal terhadap ibu bersalin dan tindakan
bedah laserasi atau episiotomy harus dilakukan dalam kondisi steril untuk
menurunkan risiko infeksi)
Dua klem untuk pengklem tali pusat
Dua pasang gunting
Pemegang jarum
Satu pasang korentang
Dua batang spons
Baskom plasenta
Kasa 4x4
Klem untuk tali pusat
Kateter pengisap dan/ atau spuit berbalon. (Walsh,2007:325)

2.8 Menentukan posisi ibu untuk melahirkan

Kebanyakn penolong kelahiran di Amerika telah di ajarkan untuk


menggunakan posisi semi fowler atau litotomi untuk melahirkan. Meskipun posisi ini
mungki paling menguntungkan untuk penolong kelahiran, posisi ini bukan paling baik
untuk ibu atau bayinya. Kedua posisi mengakibatkan tekanan pada vena kava inferior,
sehingga menyebabkan hipertensi telentang, menurunkan perfusi plasenta, dan
hipoksia janin. Efek ini dapat diperbaiki dengan penggunaan sanggurdi penyokong
dibawah satu panggul, yang mengakibatkan perubahan posisi uterus gravid.

Bidan dan ibu bersalin telah lama mengetahui manfaat posisi alternative untuk
melahirkan posisi yang dapat memudahkan melahirkan bayi melalui efek gravitasi
meliputi berdiri, jongkok, posisi anjing berdiri, dan duduk tegak pada kursi atau
tempat tidur melahirkan. Posisi yang meningkatkan peregangan perineum dan
menurunkan trauma perineal meliputi posisi lateral kiri dan all-fours. Posisi miring
kiri dan all-fours juga memberi manipulasi lebih besar terhadap bahu ketika
mengantisipasi bayi besar atau terjebak. (Walsh,2007:325)

13
Macam-macam Posisi Meneran dan Keuntungannya
Posisi meneran Keuntungan Gambar
Jongkok Memaksimalkan
sudut dalam
lengkungan carus
yang memungkinkan
bahu turun ke
panggul dan bukan
terhalang (macet)
diatas simfisis pubis

Setengah duduk Membantu dalam


penurunan janin
dengan kerja
gravitasi,
menurunkan janin
ke panggul, dan
terus ke dasar
panggul.
Lebih mudah bagi
bidan untuk
membimbing
kelahiran kepala
bayi dan
mengamati/
mensupport
perineum.

14
Berdiri Pasien bisa lebih
mudah
mengosongkan
kandung
kemihnya dan
kandung kemih
yang kosong akan
memudahkan
penurunan kepala.
Memperbesar
ukuran panggul,
menambah 28%
ruang outletnya.

Merangkak Membantu
kesehatan janin
dalam penurunan
lebih dalam ke
panggul.
Baik untuk
persalinan dengan
punggung yang
sakit.
Membantu janin
dalam melakukan
rotasi.
Peregangan
minimal pada
perineum.

15
Miring ke kiri Oksigenasi janin
maksimal karena
dengan miring kiri
sirkulasi darah ibu
ke janin lancar.
Memberi rasa
santai bagi ibu
yang letih.
Mencegah
terjadinya laserasi.

(Sulistyawati,2010:104-105)

2.9 Menyokong kelahiran bayi


Ketika tampak kelahiran akan datang, staf professional bersiap untuk
membantu kelahiran bayi. Setelah mengguanakan kacamata pelindung, bidan, atau
dokter mencuci tangan dan lengan bawah, mengenakan gown dan sarung tangan
steril, dan menyusun peralatan yang diperlukan untuk melahirkan. Meja kecil atau
nampan dapat digunakan untuk peralatan, atau duk atau handuk steril sebagai alas
peralatan dapat ditempatkan di atas tempat tidur. Asisten kelahiran harus
membersihakan area perineal untuk menghilangkan bercak darah (bloody show) dan
cairan lain.
Teknik yang digunakan untuk membantu melahirkan bayi hanya dapat
dipelajari dengan mentoring dari praktisi berpengalaman dan pengalaman.
Penempatan dan waktu penempatan tangan bervariasi diantara bidan dan dokter,
tetapi banyak prinsip mengarahkan proses keamanan dan kepuasan pengalaman
kelahiran.
Mungkin prinsip paling penting adalah control yang baik terhadap kepala
janin. Ekstensi yang terlalu dini pada kepala janin dikaitkan dengan laserasi perineum
dan struktur anterior vulva. Praktisi harus melatih ibu untuk melahirkan kepala bayi
dengan perlahan sehingga perineum dapat meregang sesuai kebutuhan. Tekanan balik
terhadap kepala janin, dengan mengguanakan tangan nondominan, dapat mencegah
ekstensi premature. Faktor-faktor yang dikaitkan dengan perlindungan perineum
meliputi posisi maternal bukan litotomi atau semifowler, bimbingan verbal terhadap

16
ibu, tekanan balik pada kepala janin untuk mempertahankan fleksi, penggunaan
kompres hangat, dan pandangan praktisi tentang tidak diinginkan episiotomy.
Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan masase perineal selama trisemester ketiga
dapat menurunkan perlunya episiotomy dan kejadian laserasi, terutama pada ibu usia
30 tahun atau lebih. Ketika kepala janin muncul (crowning), ibu biasanya mengalami
sensasi terbakar, dan banyak ibu menangis pada mengejan terakhir. Penolong
kelahiran yang efektif melatih ibu untuk mempertahankan upaya ekspulsif akhir tetapi
tidak menunjukkan rasa bahwa ia berperilaku buruk atau tidak tepat. Selama kontraksi
terakhir, praktisi menentukan apakah episiotomy diperlukan.
Episiotomy insisi bedah perineum untuk memperbesar pintu bawah panggul,
diperkenalkan sebagai intervensi obstetric pada akhir tahun 1800-an dan dipopulerkan
oleh teori DeLee yang penggunaannya akan melindungi perineum dari laserasi hebat.
Ahli obstetric juga telah menganjukan bahwa penggunaan episiotomy memperbaiki
fungsi seksual masa depan dan mengurangi inkontinesia urine dan fekal. Riset
menunjukkan sebaliknya. Episiotomy dikaitkan dengan peningkatan laserasi kala tiga
dan empat dan peningkatan nyeri pascapartum ketika dibandingkan dengan laserasi
spontan klien dan rekan, menggunakan pengumpulan data dalam percobaan secara
acak, menemukan bahwa fungsi seksual 3 bulan setelah melahirkan lebih positif pada
ibu dengan perineum utuh atau laserasi spontan. Mereka juga menemukan bahwa
masalah urinarius dan defekasi serupa pada semua kelompok, yang menunjukkan
tidak ada nilai protektif dari episiotomy. Dalam tinjauan literature menyimpulkan
bahwa tidak ada bukti yang reliable bahwa penggunaan rutin episiotomy mempunyai
efek menguntungkan; sebaliknya terdapat bukti yang jelas bahwa episiotomy dapat
membahayakan, seperti perlunya perbaikan bedah lebih besar serta kapabilitas seksual
masa depan lebih buruk.
Meskipun tidak ada indikasi maternal untuk episiotomy, tetapi ada indikasi
janin untuk prosedur ini. Karena episiotomy tidak memperpendek persalinan kala dua,
episiotomy mungkin diindikasikan pada kasus gangguan janin. Penggunaan
episiotomy dapat memperpendek kala dua dengan berbagai kontraksi, yang mungkin
suatu periode waktu bermakna untuk bayi yang memerlukan resusitasi. Bila
episiotomy diperlukan, anastesi local harus diinfiltrasikan pada tempat insisi.
Penggunaan handuk steril untuk melindungi kontaminasi dari anus, praktisi
dapat menggunakan tangan dominan untuk melindungi perineum. Tekanan ringan di
atas perineum memungkinkan praktisi merasakan intensitas upaya ekspulsif dan
17
kecepatan penurunan dan kelahiran. Tangan dominan dapat juga digunakan
membantu melicinkan perineum yang distensi terhadap wajah bayi atau oksiput.
Ketika kepala dilahirkan, praktisi menyisipkan jari atau jari-jari sepanjang sisi
leher janin untuk menetukan apakah ada lilitan tali pusat. Lilitan tali pusat yang
kendur dapat dengan mudah dilepaskan dari kepala bayi atau lebih dilonggarkan
sehingga badan dapat dilahirkan melalui lingkarannya. Lilitan tali pusat ketat
mungkin mungkin memerlukan pengkleman dan pemotongan sebelum melahirkan
bahu. Wajah bayi dapat diusapkan dengan kasa untuk menghilangkan kelebihan
mucus. Penghisapan orofaring dan nasofaring pada adanya cairan berwarna-
mekonium sebelum melahirkan bahu telah menunjukkan penurunan insiden inhalasi
cairan berwarna-mekonium dibawah pita suara.
Ketika restitusi dan rotasi eksternal terjadi, penolong kelahiran memberi aba-
aba ibu untuk melahirkan bahu dan badan bayi. Tekanan posterior perlahan pada
kepala bayi mengarahkan bahu anterior dibawah pubis. Bila lipatan aksila anterior
terlihat, tekanan digeser secara anterior untuk melahirkan bahu posterior. Banyak ibu
secara insting merasakan bayi mereka dan penolong kelahiran dapat membantu ibu
meraih dan menyokong bayi selama bayi mengalami transisi ke kehidupan
ekstrauterin yang sehat. Bayi sehat mungkin tidak segera menangis tetapi diam
dengan tenang di dada ibu sambil memulai pernapasan dan mulai memerah muda.
Ketika ibu dan bayi sehat tanpa ada masalah yang memerlukan intervensi, saat
ini tepat untuk memberi orang tua waktu untuk mengagumi mujizat tentang kelahiran.
Kelahiran biasanya suatu keajaiban yang menggembirakan, dan orang tua serta
anggota keluarga menyambut bayi baru dengan cara budaya mereka. Serupa dengan
proses melahirkan lainnya, bidan atau dokter harus menyadari harapan budaya untuk
mendukung keyakinan dan harapan orang tua. Partisipasi dalam kelahiran bayi adalah
suatu kehormatan. Bidan atau dokter yang memberi perhatian dan menghargai akan
bimbingan orang tua melewati waktu yang sangat intim ini dengan cara memfasilitasi
mereka merasakan control, kemanan, dan kesiapan terhadap peran menjadi orang tua.
(Walsh,2007:325-331)

18
2.10 Pemantauan Ibu
1. Kontraksi
His atau kontraksi harus selalu dipantau selama kala II persalinan karena selain
dorongan meneran pasien, kontraksi uterus merupakan kunci dari proses
persalinan.
Beberapa kriteria dalam pemantauan kontraksi terus pada kala II.
a. Frekuensi lebih dari 3 kali dalam 10 menit.
b. Intensitas Kontraksi kuat.
c. Durasi lebih dari 40 detik.
2. Tanda tanda kala II.
Bidan harus dapat mengindentifikasi keadaan pasien mengenai tanda tanda yang
khas dari kala II sebagai patokan untuk melaksanakan asuhan persalinan kala II
yang tepat.
Kepastian dari diagonisis persalinan kala II sangat menentukan proses persalinan
kala II itu sendiri.
Beberapa kriteria pasien sudah dalam persalinan kala II .
a. Merasa ingin meneran dan biasanya sudah tidak menahannya.
b. Perineum menonjol.
c. Merasa seperti ingin buang air besar.
d. Lubang vagina dan sftigter ani membuka.
e. Jumlah pengeluaran air ketuban meningkat ( jika ketuban sudah pecah)

3. Tanda vital
Pemeriksaan tanda vital pada pasien sangat perlu dengan frekuensi
pemeriksaan yang meningkat jika dibandingkan pada kala I persalinan. Tujuan
dari pemeriksaan ini adalah untuk mendeteksi kemungkinan adanya penyulit
persalinan. Tekanan darah diperiksa setiap 15 menit dengan waktu pemeriksaan
diantara dua kontraksi. Hasil yang didapat adalah adanya kenaikan sistole
10mmHg diatas rata-rata dan nilai ini normal. Tanda vital lain seperti suhu, nadi,
pernapasan diperiksa setiap jam.
4. Kandung kemih
Pemantauan kandung kemih selama kala II persalinan merupakan lanjutan
dari pemantauan pada kala I persalinan. Selama kala I bidan harus berusaha
19
sedapat mungkin agar pasien dapat berkemih secara alamiah. Namun jika
ditemukan adanya distensi pada kandung kemih, bidan perlu mempertimbangkan
untuk melakukan pemasangan kateter.
Beberapa pertimbangan bidan untuk melakukan kateter pada pasien kala II.
a. Ketidaknyamanan bagi pasien
Selama tindakan pemasangan kateter, pasien pasti akan merasakan
ketidaknyamanan yang mungkin akan dapat mempengaruhi semangatnya
dalam meneran, namun jika kandung kemih memang benar-benar dalam
keadaan distensi dan kemungkinan akan mengganggu proses kelahiran janin
maka bidan harus mengambil keputusan yang tepat dengan pemberian info
yang tepat kepada pasien dan keluarga.
b. Apakah kandung kemih memang perlu untuk dikosongkan.
Sebelum mengosongkan kandung kemih, lakukan pengkajian dengan kriteria
sebagai berikut.
1) Apakah kandungan kemih distensi?
2) Apakah pasien sudah berkemih dalam 2 jam terakhir ?
3) Kapan dan jelas intake cairan apakah yang masuk sejak terakhir berkemih?
c. Peningkatan risiko infeksi Kandung kemih akibat tindakan pemasangan
kateter
d. Apakah bidan mengantisipasi komplikasi yang mungkin terjadi, misalnya
perdarahan segera setelah lahir atau distosia bahu. Penatalaksanaan kedua
komplikasi tersebut adalah agar pasien benar-benar memiliki kandung kemih
yang kosong sehingga waktu tidak terbuang percuma untuk mengosongkan
kandung kemih jika pertolongan terhadap penyulit memang benar-benar di
lakukan.
5. Hidrasi.
Pemberian hidrasi pada kala II didasarkan pada perubahan fisiologi pada pasien
kala II yang mengalami peningkatan suhu sehingga akan mengeluarkan lebih
banyak keringat. Keadaan ini semakin bertambah jika ruangan tidak dilengkapi
dengan pendingin ruangan.kondisi kekurangan cairan akibat berkeringat semakin
meningkat pada primigravida karena lama kala II lebih panjang dari pada
multigravida.Tindakan hidrasi dalam kondisi ini menjadi sangat vital jika keadaan
pasien perlu mendapatkan suplai energi berupa minuman yang manis.

20
6. Kemajuan persalinan dan upaya meneran.
Kriteria kemajuan persalinan hasil dari upaya mendorong pasien yang efektif
adalah sebagai berikut.
a. Penonjolan perineum.
b. Pembukaan anus.
c. Mekanisme persalinan.
d. Pada tahap selanjutnya semakin terlihatnya bagian terbawah janin di jalan
lahir.

Upaya meneran pasien di pantau ke efektifannya secara terus menerus dengan


menggunakan indikator kemajuan persalinan di atas.Bimbingan cara meneran
yang sudah di ajarkan oleh bidan pada waktu-waktu sebelumnya bisa jadi tidak
dapat di laksanakan oleh pasien karena berbagai hal.

Dalam kondisi ini bidan sebaiknya jangan menyalahkan apa yang dilakukan oleh
pasien karena hal ini akan mempengaruhi kondisi psikologis dan semangat pasien.
Untuk mengoreksinya, bidan cukup memberikan instuksi yng sederhana namun
mudah untuk diikuti oleh pasien. Menunjukkan kemajuan persalinan berupa
semakin terlihatnya kepala janin setiap kali pasien berhasil melakukan dorongan
yang efektif dengan menggunakan cermin akan sangat membantu meningkatkan
semangat pasien.

7. Integritas perineum
Dalam memantau perineum, bidan mengidentifikasi elastisitas perineum beserta
kondisi pasien serta TBJ (taksiran berat janin) untuk membuat keputusan
dilakukannya episiotomi.
8. Kebutuhan dan jenis episiotomi
Indikasi utama untuk melakukan episiotomi adalah adanya gawat janin,
diharapkan dengan memperluas jalan lahir akan dapat mempercepat proses
kelahiran sehingga tindakan resusitasi pada bayi dapat segera dilakukan.
Beberapa pertimbangn mengenai keputusan melakukan episiotomi adalah sebagai
berikut.
a. Keyakinan bidan mengenai, apakah lebih baik dilakukan episiotomi atau
membiarkan perineum robek jika kelahiran dengan perineum utuh tidak
memungkinkan.

21
b. Kebutuhan terhadap ruang untuk melakukan intervensi dan manipulasi yang
diperlukan, pertimbangan ini terjadi pada kasus malpresentasi dan malposisi
janin.
c. Ukuran bayi dipertimbangkan untuk dilakukan episiotomi; biasanya
episiotomi dilakukan jika bayi premature, TBJ kecil, atau pada TBJ > 4000
gram.
d. Pengendalian diri pasien. Jika pasien dapat mengendalikan diri dengan baik
dengan baik dan dapat melaksanakan instruksi bidan mengenai teknik
meneran yang benar, bidan dapat mempertimbangkan untuk tidak melakukan
episiotomi. Namun jika pasien sudah menunjukkan ketidakmampuannya untuk
mengendalikan diri sejak dari awal persalinan, maka sebaiknya bidan sudah
merencanakan untuk melakukan episiotomi.

2.11 Pemantauan Janin

1. Saat bayi belum lahir


a. Frekuensi denyut jantung janin
Aspek yang dipantau pada janin sebelum lahir adalah frekuensi denyut jantung
janin, karena inilah satu-satunya indikator yang menunjukkan kesejahteraan
janin dalam uterus. Denyut jantung janin diperiksa setiap 30 menit dan
hasilnya dituliskan dalam patograf.
b. Bagian terendah janin
Bidan sangat perlu untuk melakukan pemantauan terhadap bagian terendah
janin, hal ini berkaitan dengan posisi ubun-ubun kecil jika janin dengan
presentasi kepala, letak muka atau ubun-ubun besar yang mengindikasika
kemungkinan akan ada kesulian dalam proses kelahiran kepala.
Pemantauan molase harus dilakukan untuk menilai apakah proses
penyesuaian kepala janin dengan jalan lahir berlangsung baik.
c. Penurunan bagian terendah janin.
Pemantauan ini berkaitan dengan proses kemajuan persalinan mulai dari
penurunan sampai dengan lahirnya kepala. Penurunan kepala yang lambat
disertai dengan frekuensi denyut jantung janin abnormal yang
mengindikasikan adanya lilitan tali pusat (jika kondisi ini belum teridentifikasi
melalui pemeriksaan USG pada kunjungan kehamilan).
22
2. Saat bayi sudah lahir
a. Penilain sekilas sesaat setalah bayi lahir.
Sesaat setelah bayi lahir bidan melakukan penilaian sekilas untuk menilai
kesejahteraan bayi secara umum. Aspek yang dinilai adalah warna kulit dan
tangis bayi, jika warna kulit adalah kemerahan dan bayi dapat menangis
spontan maka ini sudah cukup untuk dijadikan data awal bahwa dalam kondisi
baik.
b. Menit pertama kelahiran
Pertemuan SAREC di Swedia tahun 1985 menganjurkan penggunaan
parameter penilaian bayi baru lahir dengan cara sederhana yang disebut nilai
SIGTUNA (SIGTUNA SCORE), sesuai dengan nama tempat terjadinya
konsensus. Penilaian cara ini digunakan terutama untuk tingkat pelayanan
kesehatan dasar karena hanya menilai dua parameter yang penting namun
cukup mewakili indikator kesejahteraan bayi baru lahir.
Sesaat setelah bayi bidan memantau 2 tanda vital bayi sesuai dengan
SIGTUNA skor yaitu upaya bayi untuk bernafas dan frekuensi (dihitung
selama 6 detik, hasil dikalikan 10 sama dengan frekuensi jantung satu menit).
Cara menentukan SIGTUNA Skor
Nilai bayi sesaat setelah lahir (menit pertama) dengan kriteria penilaian
seperti pada tabel.
Jumlahkan skor yang didapat.
Kesimpulan dari total SIGTUNA skor.
4 = asfiksia ringan atau tidak asfiksia.
2-3 = asfiksia sedang
1 = asfiksia berat
0 = bayi lahir mati/ fresh stillbirth

Kriteria / 2 1 0
skor
Pernapasan Teratur Megap-megap Tidak ada
Denyut >100 <100 Tidak ada
jantung

23
3. Menit ke 5 sampai 10
Segera setelah bayi lahir, bidan mengobservasi keadaan bayi dengan
berpatokan pada APGAR skor dari 5 menit hingga 10 menit. Uraian cara penilaian
APGAR skor beserta penatalaksanaanya.
(Sulistyawati,2010:115-119)

2.12 Mendeteksi Komplikasi, Penyulit, Serta Cara Mengatasinya

Tanda bahaya kala II

Tanda Bahaya Cara mengatasinya


Sistol <90mmHg Minta pasien untuk duduk senyaman mungkin,
Diastol >90mmHg lakukan pemeriksaan kembali setelah 1 jam.
Apabila hasil normal setelah 1 jam, lakukan
pemeriksaan ulang. Lakukan juga pemeriksaan
tanda dan gejala bahaya lainnya.
Jika setelah 1 jam pemeriksaan ulang dan hasil
tetap lakukan rujukan.
Suhu >38C Apabila panas tidak disertai tanda lainnya
berikan hidrasi dengan memasang infus, berikan
antibiotik, dan lakukan kompres untuk
menurunkan panas.
Apabila panas disertai bau yang tidak enak dari
vagina, berikan tindakan yang sama dan lakukan
rujukan.
Nadi <90x/menit atau Lakukan hidrasi.
>110x/menit Apabila kondisi tidak membaik, rujuk pasien.
Pengeluaran air ketuban Anjurkan pasien miring kiri.
dengan mekonium. Dengarkan DJJ pada saat dan diantara kontraksi
Pengeluaran air ketuban setiap 30 menit.
berwarna merah. Pengeluaran Apabila DJJ normal, mekonium hanya
air ketuban berbau. merupakan tanda kematangan janin dan tidak
ada tanda fetal distress.

24
Apabila DJJ abnormal, kemudian lakukan
rujukan dengan memberikan oksigen.
Persiapkan asistensi dan resusitasi bayi baru
lahir.
Apabila berwarna merah lakukan hidrasi dan
lakukan rujukan.
Apabila berbau, beri antibiotik dan lakukan
rujukan.
DJJ <100x/menit , Dengarkan DJJ setelah 3 kontraksi.
>180x/menit Apabila DJJ abnormal setelah penghitungan 3
kontraksi, berikan oksigen 4-6 lt/mnt
Dengarkan DJJ berikutnya setelah 3 kontraksi,
apabila hasil masih abnormal lakukan rujukan
dengan tetap memberikan oksigen.
Apabila terjadi pada saat persalinan, lakukan
episotomi dan vakum rendah dengan syarat
kepala lebih dari skala 0 atau lebih dari 2/5 per
palpasi.
Apabila kondisi tidak memungkinkan, lakukan
rujukan dengan menyiapkan asisten melakukan
resusitasi bayi.
Tidak mengalami Observasi keadaan umum pasien, dengarkan DJJ
peningkatan yang signifikansi setiap 15 menit.
atas kemajuan persalinan. Berikan pendampingan dan perhatikan keadaan
psikologi dan emosional pasien.
Berikan cukup kalori dan hidrasi.
Kontraksi tidak adekuat Apabila tercium bau keton, berikan pasien 1 liter
jus atau minuman manis lain per oral.
Apabila pasien tidak dapat minum langsung,
pasang infus dengan cairan dextrose 5% dalam
kolf NaCl dalam satu jam.
Apabila setelah 1 jam tidak ada perbaikan, rujuk

25
pasien.
Tidak ada gerakan janin Palpasi abdomen untuk merasakan gerakan
janin.
Tanyakan pasien apakah ia menggunakan obat
sedatif.
Apabila pasien menggunakan sedatif, lakukan
periksa ulang setelah efek obat hilang.
(Sulistyawati,2010:127-128)

26
BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN TAHAP II

3.1 Pengkajian Dasar Data klien


1. Aktivitas
Laporan kelelahan
Melaporkan ketidakmampuan melakukan dorongan sendiri/teknik relaksasi
Letargi
Lingkaran hitam di bawah mata
2. Sirkulasi
Tekanan darah dapat meningkat 5-10 mmHg di antara kontraksi
3. Intergritas ego
Respon emosional dapat direntang di perasaan fear/irritation/relief/joy
Dapat merasa kehilangan kontrol atau kebalikannya seperti saat ini klien terlibat
mengejan secara aktif
4. Eliminasi
Keinginan untuk defekasi/ mendorong involunter pada kontaksi, disertai tekanan
intraabdomen dan tekanan uterus
Dapat mengalami rabas fekal saat mengejan
Distensi kandung kemih mungkin ada, dengan urine dikelurkan selama upaya
mendorong
5. Nyeri/ketidaknyamanan
Dapat merintih/meringis selama kontraksi
Amnesia diantara kontaksi mungkin terlihat
Melaporkan rasa terbakar/meregang dari perineum
Kaki dapat gemetar selama upaya mendorong
Kontraksi uterus kuat, terjadi 1,5-2 menit masing-masing dan berakhir 60-90 detik
Dapat melawan kontraksi, khususnya bia ia tidak berpartisipasi dalam kelas
kelahiran anak
6. Pernafasan
Peningktan frekuensi pernafasan

27
7. Keamanan
Diaforesis sering terjadi
Bradikardi janin (tampak saat deselerasi awal pada pemantauan elektik) dapat
terjadi selama kontraksi (kompresi kepala).
8. Seksualitas
Servik dilatasi penuh (10cm) dan penonjolan 100%
Peningkatan penampakan perdarahan vagina
Penonjolan rektal/perineal dengan turunnya janin
Membran mungkin ruptur pada saat ini bila masih utuh
Peningkatan pengeluaran cairan amnion selama kontraksi
Crowning terjadi, kaput tampak tepat sebelum kelahiran pada presentasi verteks
9. Prioritas keperawatan
Memudahkan lemajian normal dari proses persalinan dan turunya janin
Meningkatkan kesejahteraan ibu dan janin
Mendukung keinginan klien/pasangan berkenaan dengan pengalaman melahirkan,
mempertahankan keamanan sesuai prioritas (Doenges,2001:295-296)

3.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan : Nyeri (Akut)
Dapat dihubungkan dengan : Tekanan mekanik pada bagian presentasi,
dilatasi/peregangan jaringan, kompresi saraf,
pola kontraksi semakin intensif
Kemungkinan dibuktikan oleh : Pengungkapan, perilaku distraksi (mis,
gelisah), wajah menahan nyeri, penyempitan
fokus, respons otonomik.
Hasil yang diharapkan klien akan : Mengungkapkan penurunan nyeri
Menggunakan tehnik yang tepat untuk
mempertahankan kontor
Istirahat di antra kontraksi

28
Intervensi

Mandiri

1. Identifikasi derajat ketidaknyamanan dan sumbernya


R/: megklarifikasi kebutuhan; memungkinkan intervensi yang tepat
2. Berikan tindakan kenyamanan, seperti perawatan mulut; perawatan/masase
perineal; linen dan pembalut yang bersih dan kering; lingkungan sejuk (680 sampai
720 F), kain sejuk lembab untuk wajah dan leher; atau kompres panas pada
perineum, abdomen atau punggung sesuai kebutuhan
R/: meningkatkan kenyamanan psikologis dan fisik, memungkinkan klien
memfokuskan pada persalinan, dan menurunkan kebutuhan terhadap analgesia
atau anestesia
3. Berikan informasi pada klien/pasangan tentang tipe anestesia yang tesedia pada
tahap ini khususnya untuk situasi melhirkan (mis, anestetik likal, subaraknoid,
atau blok pudendal; penguatan epidural atau kaudal) tau stimulasi saraf elektrikal
transkutan (TENS). Tinjau ulang keuntungan/kerugian dengan tepat
R/: meskipun klien mengalami stres persalinan dan tingkat ketidaknyamanan
dapat mempengaruhi keterampilan pembuatan keputusan normal, ia masih
memerlukan kontrol dan membuat keputusan persetujuan sendiri berkenaan
dengan anestesia. (Catatan: pilihlah blok radiks saraf harus dibatasi pada situasi
rumah sakit di mana peralatan kedaruratan tersedia)
4. Pantau dan catat aktivitas uterus pada setiap kontraksi
R/: memberikan informasi/dokumentasi legal tentang keajuan kontinu;membantu
mengidentifikasi pola kontaksi abnormal, memungkinkan pengkajian dan
intervensi segera.
5. Berikan informasi dan dukungan yang berhubungan dengan kemajuan persalinan
R/: pertahankan supaya pasangan tetap mendapatkan informasi tentang perkiraan
kelahiran; menguatkan bahwa upaya-upaya yang dilakukan itu berarti dan
akhirnya sudah terlihat
6. Anjurkan klien/ pasangan untuk mengatur upaya untuk mengejan dengan spontan,
daripada dilakukan terus-menerus, mendorong selama kontraksi. Tekankan
pentingnya menggunnakan otot abdomen dan merelakskan dasar pelviks
R/: anestetik dapat menggaggu kemapuan klien untuk merasakan sensasi berkenan
dengan kontraksi, mengakibatkan mengejan tidak efektif. Upaya mengejan
29
spontan yang bukan terus-menerus menghindari efek negatif dari Valsalva
manuver berkenan dengan penurunan kadar oksigen ibu dan janin. Relaksasi dasar
perviks menurunkan tahanan untuk upaya mendorong, memaksimalkan upaya
untuk mengeluarkan janin.
7. Pantau penonjolan perineal dan rektal, pembukaan muara vagina, dan tempak
janin
R/: pemutaran anal ke arah luar dan penonjolan perineal terjadi saat veteks janin
turun, menandakan kebutuhan untuk persiapan kelahiran.
8. Bantu klien dalam memilih posisi optimal untuk mengejan; (mis, jongkok atau
rekumben lateral, posisi semi-Fowler(ditinggikan 30-60 derajat), atau penggunaan
kursi melahirkan). Kaji keefektifan upaya untuk mengejan; bantu klien untuk
merelakskan semua otot dan beristirahat di antara kontraksi.
R/: posisi yang tepat dengan relaksasi jaringan perineal mengoptimalkan upaya
menegjan, memudahkan kemajuan persalinan, menurunkan ketidaknyamanan, dan
menurunkan kebutuhan terhadap penggunaan forsep. Relaksasi komplet di antara
kontraksi meningkatkan istirahat dan membantu membatasi regangan/kelelahan
otot.
9. Pantau tekanan darah dan nadi ibu, dan denyut jantung janin. Perhatikan reaksi
merugikan yang tidak biasnya terhadap obat-obatan, seperti reaksi antibodi-
antgen, paralisis pernafas, atau blok spinal. Catat raksi merugikan seperti mual,
muntah, retensi urin, pelambaran deperesi pernafasan, dan prusitus pada wajah,
mata atau mulut.
R/: hipotensi ibu disebabkan oleh penurunan tahanan perifer saat percabangan
vaskular dilatasi adalah rekasi merugikan yang utama terhadap blok peridural atau
subaraknoid. Hipoksia janin atau bradikardia mungkin terjadi, karena penurunan
sirkulasi dalam bagian plasenta ibu. Reaksi merugikan yang lain setelah
pemberian anestetik spinal atau peridural, khususnya bila morfin digunakan.

Kolaborasi

10. Kaji kepenuhan kandung kemih. Kateterisasi di antara kontaksi bila distensi
terlihat dan klien tidak mampu menghindari.
R/: meningkatkan kenyamanan, memudahkan turunnya janin dan menurunkan
risiko trauma kandung kemih yang disebabkan oleh bagian presentasi janin.

30
11. Dukung dan posisikan blok sadel atau anestesi spinal, lokal, pudendal, sesuai
indikasi.
R/: posisi yang tepat menjamin penempatan tepat dari obat-obatan dan membantu
mencegah komplikasi.

Anestesia lokal:

12. Bantu sesuai kebutuhan pada pemberian anstesi lokal sebelum episiotomi
R/: menganestesi jaringan perineal lokal untuk memperbaiki tujuan.

Anestesia regional

13. Bantu dengan penguatan medikasi melalui kateter indwelling blok peridural bila
kaput dapat dilihat. Pantau tanda vital dan respons merugukan.
R/: menurunkan ketidaknyamanan berkenaan dengan episotomi, penggunaan
forsep, dan pengeluaran janin. Rekasi merugikan meliputi hipotensi ibu,
kedutan/kejang otot, penurunan kesadaran, penurunan DDj, dan variabilitas
denyut per denyut
14. Posisikan klien dalam posisi litotomi dorsal dan bantu sesuai kebutuhan pada
pemberian anestetik pudendal.
R/: menganestesi dua pertiga ke bawah vagina dan perineum selam melahirkan
dan untuk perbaikan episiotomi. Dapat mengganggu upaya untuk mengejan tetapi
tidak mempunyai efek pada TD ibu, DJJ atau variabilitas DJJ.

Anastesi spinal

15. Berikan bolus cairan IV 1000ml sesuai indikasi, sebelum pemberian anestesi
intatekal untuk blok subaraknoid (spinal, spinal bawah atau blok sadel)
R/: meningkatkan cairan sirkulasi maternal sebagai cara untuk mencegah rekasi
merugikan dan anestesi seperti hipotensi ibu, hipoksia janin, dan bradikardia
janin.
16. Bantu dalam pemberian anestetik subaraknoid intatekal pada klien dalam posisi
duduk atau rekumben dengan kepala fleksi tajam pada dada dan punggung
melengkung. Berikan anestesi di antara kontaksi bila kepala janin pada perineum.
R/: menganestesi ujung saraf pada ruang lumbal L3-L4 dan L4-L5. Pemberian
obat selama kontraksi dapat menyebabkan tingkat anestesi meningkat terlalu
tinggi, menganestesi diafragma.

31
17. Berikan oksigen dan tinggikan caira IV biasa. Pindahkan uterus ke kiri dan
tinggikan kaki bila terjadi hipotensi
R/: meningkatkan aliran balik vena dan volume darah sirkulasi, dan meningatkan
perfusi plasenta dan oksigenasi.
18. Bantu dengan pemberian opiat (mis, morfin) ke dalam ruang epidural melalui
katetr indweling. Berikan nalokson 0,4 mg yang sebagai antidot.
R/: narkotik intraspinal, bekerja pada reseptor opiat dalam kolumna spinalis,
memblok nyeri selam 11 jam. Literatur menunjikan akibat yang bermacam-
macam berkenan dengan penggunaan morfin melalui kateter indwelling pada
persalinan tahap ke II (mungkin lebih efektif pada fase aktif persalinan tahap I)
19. Berikan prometazin hidroklorida atau metoklopramid hidroklorida bila
diindikasikan.
R/: dapat menghilangkan pruritus, efek samping pemberian morfin.

Stimulasi saraf elektrikal transkutan (TENS)

20. Taruh dua pasang elektroda pada sisi torakal dan vertebra sakral.
R/: stimulasi elektrikal terhadap reseptor nyeri dalam kulit dapat menghambat
sensai nyeri dengan menyebabkan pelepasan endofrin. Tidak mempunyai efek
merugikan pada klien atau janin dan dapat menurunkan kebutuhan
analgesia/anestesia.
21. Anjurkan dan bantu klien/pasangan pada penggunaan knop kontrol pada alat
stimulasi elektrikal transkutan yang dioperasikan dengan baterai.
R/: kemampuan untuk mematikan aliran listrik ringan selam kontraksi
meningkatkan perasaan kontrol pada klien.

Anestesia umum

22. Bantu dengan anestesi umum (inhalasi atau pemberian IV) sesuai indikasi.
R/: karena efek samping ibu dan janin, anestesia umum hnya digunakan pada
kedaruratan obstetrik, seperti hemoragi, versio internal pada kembar kedua atau
kelahiran kepada pada presentasi bokong.
23. Bantu dengan pemantauan Td, nadi, pernafasan, DJJ, dan variabilitas. Perhatiakn
adanya rekasi muntah.
R/: anestesi umum mempunyai efek depresan pada klien dan janin, dan
menimbulkan risiko aspirasi pada ibu. (Doenges,2001:296-299)

32
Diagnosa keperawatan : Cedera Risiko Tinggi Terhadap, janin
Faktor risiko dapat meliputi :Malpresentasi/posisi, pencetus kelahiran, atau
disproporsi sefalopelvik (CPD)
Kemungkinan dibuktikan dengan :[tidak dapat diterapkan;adanya tanda/gejala
untuk menegakkan diagnosa aktual]
Hasil yang diharapkan klien akan :Bebas dari tauma yang dapat dicegah atau
komplikasi lain.
Intervensi
Mandiri
1. Kaji posisi janin, station dan presentasi
R/: malpresentasi seperti wajah, mentum (dagu), atau kening dapat memperlama
persalinan dan meningkatkan kemungkinan akan perlunya kelahiran sesaria karena
kurangnnya fleksileher meningkatkan dimeter kepala janin saat melalui outlet
pelvik. Presentasi bokong biasanya memerlukan intervensi bedah,karena risiko
tinggi cedera medula spinalis diakibatkan dari hiperekstensi kepala janin selama
melahirkan per vagina.
2. Pantau kemajuan persalinan dan kecepatan turunnya janin.
R/: persalinan yang tergesa-gesa meningkatkan risiko trauma kepala janin karena
tulang tengkorak tidak mempunyai waktu cukup untuk menyelaraskan dengan
demensi jalan lahir.
3. Kaji jumlah cairan amnion yang dikelurakan pada waktu ketuban pecah dan
kemudian selam kontraksi.
R/: hidramnion dihubungkan dengan gangguan janin seperti anensefali, gangguan
saluran gastrointestinal, disfungsi ginjal, dan diabetes maternal. Oligohidramnion
dihubungkan dengan pascamaturitas dan retardasu pertumbuhan intrauterus
sekunder terhadap insufisiensi plasienta.
4. Perhatikan warna cairan amnion.
R/: cairan amnion yang mengandung mekonium, berwarna kehijauan, daoat
menandakan sistres janin karena hipoksia pada presentasi verteks atau kompresi
saluran interstnal janin pada presentasi bokong.
5. Pindahkan ke ruangan bersalin, pada saat yang tepat, bila verteks terlihat pada
muara vagina pada nulipara, atau bila multipara dilatasi 8 cm.

33
R/: bila kelahiran terjadi pada daerah yang terpisah dari situasi persalinan,
pemindahan pada saat ini menjamin bahwa bayi lahir di mana obat dan peralatan
darurat tersedia bila diperlukan.
6. Tetap bersama klien dan pantau upaya memdorong saat kepala keluar.
Instruksikan klien untuk nafas pendek dan cepat selama proses.
R/: menjamin petugas yang terlatih ada dan menurunkan kemungkinan trauma
pada verteks janin; memungkinkan akomodasi gradual dari tulang tengkorak
untuk saluran kelahiran dan overring jahitan.
7. Dapatkan kotak peralatan melahirkan darurat bila melahirkan dilakukan pada
tempat yang bukan ruang bersalin.
R/: menjamin kesediaan peralatan dan bahan yang diperlukan pada kejadian di
mana kejuan persalinan terlalu cepat untuk kelahiran yang direncanakan. Bila
pencetus kelahiran semakin dekat, pemindahan ke meja kelahiran ditunda sampai
bayi dilahirkan dan tali pusat diklem dan dipotong.
8. Pertahankan percatatan kejadian.
R/: dokumentasi akurat memberikan informasi tentang status bayi/klien dan
kebutuhan pascapartum.
Kolaborasi
9. Bantu dengan kelihan vagina bila janin pada posisi posterior.
R/: posisi posterior meningkatkan kemungkinan trauma janin karena cedera leher.
10. Bantu dengan rotasi verteks dari oksiput posterior (OP) menjadi oksiput anterior
(OA) (manuver Scanzoni)
R/: rotasi manual dari Op menjadi OA dapat terjadi (bila tidak ada CPD).
Penggunaan forseop secara ganda pada verteks dapat meningkatkan risiko cedera
janin, posisi OA adalah posisi yang baik untuk kelahiran.
11. Siapkan untuk intervensi bedah bila diindikasikan.
R/: kelahiran sesaria mungkin diperlukan pada kasus CPD, tetap pada posisi OP,
atau henti kepala trasversal dalam pada persalianan tahap II yang lama atau distres
janin, atau dengan presentasi bokong atau bahu. Janin dengan anensefali tidak
dapat mendilatasi jaringan ibu secara efektif dan karenannya memerlukan
intervensi bedah. (Doenges,2001:307-309)

34
Diagnosa: Resiko keletihan

Faktor risiko dapat mencakup : penurunan produki energi metabolik, peningkatan


kebutuhan energi, kebutuhan psikolog/emosionak
yang besar, adanya nyeri

Hasil yang diharapkan : berpartisiasi secara aktif dalam aktivitas mengejan,


relaks/tenang diantara upaya-upaya.

Intervensi:

1. Kaji tingkat keletihan dan perhatikan aktivitas/istirahat segera sebelum awitan.


R/: jumah keletihan adalah kumulatif, sehingga klien yang mengalamu tahap I
persalinan lebih lama dari rata-rata atau seorang yang tidak mengalami istirahat
pada awitan persalinan, dapat mengalami perasaan kelelahan lebih besar.
2. Anjurkan istirahat atau relaksasi diantara kontraksi. Sediakan lingkungan yang
kondusif untuk istirahat.
R/: Menghemat energi yang dibutuhkan untuki upaya mendorong dan melhirkan.
Tahap II dapat sangat melelahkan karena upaya otot terlibat dalam mengejan,
intensitas rspons emosionl pada pengalaman melahirkan, istirahat yang tiddak
adekuat, dan/atau lamanya persalinan.
3. Pertahankan supaya klien atau pasangannya tetap diinformasikan tentang
kemajuan.
R/: membantu memberikan energi psikologis yang diperlukan. Upaya spontan
untuk mengejan cenderung emperpanjang persalinan tahap II, tetapi tidak
mempengaruhi janin secara negatif.
4. Anjurkan penggunan teknik relaksasi. Tinjau ulang hal ini dengan klien/pelatif,
bila perlu.
R/: ketegangan otot meningkat rasa kelelahan dan tahanan terhadap turunnya
janin serta dapat memperpanjang persalinan.
5. Pantau turunnya janin, presentasi, dan posisi.
R/: malposisi dean malpresentasi dapat memperlama persalinan dan
menyebabkan/meningkatkan keletihan.
6. Kolaborasi

35
Berikan cairan dengan glukosa secara oral bila diinginkan/diizinkan atau secara
parenteral bila klien pada situasi perawatan akut. Lakukan tes urin untuk keton,
sesuai indikasi.
R/: melengkapi cadangan yang mungin telah menurun pada persalinan, dan yang
mungkin mengakibatkan hipoglikemi/ketonuria.
7. Bantu dengan anastesi atau penggunaan forsep bila upaya klien tidak mmutas
verteks janin dan memajukan turunnya janin.
R/: kelahiran dnegan forcep rendah mungkin perlu pda kejadian perasaan ibu
yang ekstrim dan/atau bila upaya ibu untuk melahirkan tidak berhasil. Forceps
ringan melahirkan dengan rotasi yang membantu erotasi janin dari OP ke posisi
OA.
8. Siapkan untuk kelahiran sesaria bila melahirkan vagina tidak mungkin.
R/: keetihan maternal dan kurangnya kemajuan dapat diakibatkan dari CPD tau
malposisi janin. (Doenges, 2001: 310)

Diagnosa: resiko ketidak efektifan koping individu

Faktor resiko : krisis situasi, kerentanan pribadi, ketidaladekuatan sistem


pendukung, persepsi atau harapan tidak realistis.

Hasil yang diharapkan : mengungkapkan perasaan sesuai dengan prilaku,


mendemonstrasikan ketrampilan koping efektif dengan
menggunakan teknik yang diarahkan pada diri sendiri untuk
upaya mengejan.

Intervensi:

1. Tentukan persepsi klien/pasangan tentang respons perilaku terhadap persalinan.


Anjurkan untuk mengungkapkan perasaan. Perhatikan pengaruh budaya.

R/: membantu oerawat menambah wawasan dalam perasaan pasangan dan


mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan. Bergantung pada latar belakang etnik dan
persiapan kelahiran anak, keterlibatan dalam prosies kelahiran dapat
meningkatkan ego ayah atau orang pendukung yang diperlukan untuk
berpartisipasi aktif. Sebaliknya penampilan yang menunjukkan perasaan negati
atau kkecewaan timbul bila keterlibatan aktif tidak diizinkan atau dianjurkan.

36
2. Diskusikan perubahan yang normal dari emosi dan fisik serta variasi dalam
respons emosional.

R/: pemahaman membantu klien mengatasi situasi dan bekerja sama dalam upaya
mendorong. Respons emosiona pada tahap persalinan ini bervariasi dari rasa
senang karena mampu berpartisipasi lebih aktif.mengontrol kekuatan dalam
persalinan melalui upaya mndoron, ke rasa malu, kepekaan, atau rasa takut karena
kehilangan kontrol. Ini dapat dimanifestasikan oelh kurangnya kerja sama atau
ketidakefektian mendorng selama kontraksi.

3. Pantau respons terhadap kontraksi. Berikan instruksi engan lmah lembut tapi tegas
terhadap upaya untuk mengejan bila dorongan untuk mengejan timbul.

R/: keterlibatan aktif memberikan ati postif dari koping dan membantu turunnya
janin. Koping negatif dapat mengakibatkan persalinan yang lama dan
meningkatkn kemungkinan bahwa anestesi dan/tau forceps diperlukan untuk
kelhiran.

4. Diskusikan pilihan untuk kontrol atau reduksi nyeri.

R/: klien mungkin memrlukan anestesi atau analgesik untuk meningkatkan


relaksasi dan memudahkan koping.

5. Dukung klien/pasangan dala mereka mengambil keputusan untuk menggunakan


analgesik atau anestesi.

R/: persepsi klien akan penampilannya mungkin dipengaruhi oleh tujuannya


sendiri untuk koping terhadap nyeri. Bila ia telah merencanakan kelahiran tanpa
obat, ia dapat merasa gagal bila terpaksa menggunakan anestesi saat lelah dan nyri
semakin hebat. Klien mungkin perhatian akan perasaan gagal mnjadi pelatih dari
orang pendukung bila ia terpaksa menggunakan medikasi. Perawat dapat
menurunkan perasaan gagal ini dengan menerima keputusan dalam cara yang
tidak menghakimi.

6. Perhatikan ketegangan atau kerutan kening, rahang dikatubkan, dan sebaginya,


dan anjrkan pelatif untuk menyentuh area yang tegang.

37
R/: membantu klien berfokus untuk menurunkan tegangan, dan membiarkan klien
dan pelatih bekerja sama untuk meningkatkan kontrol terhadap situasi.

7. Berikan tindakan kenyamanan (mis, berikan kain sejuk pada wajah, leher, dan
ekstremitas, melepaskan pakaian yang berlebihan, mengubahn posisi dengan
tepat, memberikan perawatan perineal, dan menyediakan lingkungan tidak
merangsang dan tenang).

R/: penurnan dan distraksi ketidaknyamanan memungkinkan pasangan untuk


memfokuskan upaya persalinan.

8. Anjurkan klien untuk istirahat diantara kontraksi dengan mata tertutup.

R/: menghemat kekuatan yang diperlukan untuk mendorong, karenanya


memudahkan proses koping.

9. Fasilitas partisipasi pelatih dalam memenuhi kebutuhan klien berkenaan,


mendorong, dan dukungan emosional.

R/: partisipasi aktif membantu mengembangkan rasa positif tentang diri sendiri
dan secara aktual dapat menguatkan serta meningkatkan hubungan pasangan di
masa yang akan datang dan huungan mereka dengan anak.

10. Berikan penguatan positif, informasikan pada pasangan tentang kemjuan


persalinan, penampilan verteks janin, dan bahwa upaya mereka membantu.
Berikan cermin untuk melihat penonjolan bayi.

R/: membantu pasangan merasa positif akan partisipasi mereka dan menghargai
kerja sama mereka. Anjurkan kontinuitas upaya-upaya. (Doenges, 2001: 310)

38
BAB 4

PENUTUP

Kesimpulan

Tahap kedua persalinan adalah tahap dimana janin dilahirkan. Tahap ini dimulai dari
dilatasi serviks lengkap (10 cm) danberakhir dengan lahirnya bayi. Telah dijelaskan bahwa
tahap ini terdiri dari dua atau tiga fase. Fase-fase ini ditandai dengan perilaku verbal dan non-
verbal ibu, kondisi aktivitas uterus, keinginan untuk mengedan, dan penurunan janin. Fase
pertama dimulai ketika wanita menyatakan bahwa ia ingin mengedan, biasanya pada puncak
kontraksi. Wanita mungkin mengeluhkan peningkatan nyeri, tetapi di antara waktu kontraksi
ia tenang dan seringkali memejamkan matanya. Pada fase kedua, wanita semakin ingin
mengedan dan seringkali mengubah posisi untuk mencari posisi mengedan yang lebih
nyaman.

Pengkajian pada kala II diperlukan untuk proses persalinan. Hal-hal yang dikaji
adalah sebagai berikut: Kontraksi, Tanda tanda kala II, Tanda vital, Kandung kemih,
Hidrasi, Kemajuan persalinan dan upaya meneran., Integritas perineum, Kebutuhan dan jenis
episiotomi.

39
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Irene M. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC

Doenges, Marilynn E. 2001. Rencana Perawata Maternal/Bayi. Jakarta: EGC

Sulistyawati, Ari. 2010. Asuhan Kebidanan pada Ibu Bersalin.Jakarta: Salemba Medika

Walsh,Linda V. 2007. Buku Ajar Kebidanan Komunitas. Jakarta: EGC

40

Anda mungkin juga menyukai