Anda di halaman 1dari 23

BAB 1

PEMBAHASAN

1. Definisi
Karsinoma Bronkogenik adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari
saluran nafas. Di dalam kepustakaan selalu di laporkan peningkatan insiden kanker
paru secara progresif, yang bukan hanya sebagai akibat peningkatan umur rata-rata
manusia serta kemampuan diagnostik yang lebih baik namun oleh karena memang
karsinoma bronkogenik lebih sering terjadi (Pengatar Ilmu Penyakit paru).
Karsinoma bronkogenik adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari
saluran napas ( Hood Al sagaff, dkk, 2003).
Kanker paru adalah tumor berbahaya yang tumbuh diparu, sebagian besar kanker
paru berasal dari sel-sel didalam paru tapi dapat juga berasal dari bagian tubuh lain
yang terkena kanker. ( Zerich, 2004)
Karsinoma bronkogenik atau kanker paru dapat berupa metastasis atau lesi
primer. Tumor ganas dapat ditemukan di bagian tubuh mana saja. Metastasis pada
kolon dan ginjal merupakan tumor ganas yang paling sering ditemukan di klinik,
keduanya dapat menyebabkan tumor paru. Metastasis tumor paru sering ditemukan
terlebih dahulu sebelum lesi primernya diketahui. Hal yang berbahaya adalah pada
keadaan klinis lokasi lesi primer sering tidak diketahui selama hidup klien (Muttaqin,
2007).
Kanker paru adalah abnormalitas dari sel-sel yang mengalami proliferasi dalam
paru (underwood, patologi, 2000)
Kanker paru adalah tumbuhnya keganasan yang berasal dari sel efitel dan sistem
pernapasan bagian bawah yang bersifat efitelia serta berasal dari mukosa
percabangan broncus ( sylvia, 2004 )
Kanker paru adalah tumor paru ganas primer yang berasal dari saluran nafas
( Taprani, 2003 ). Kanker paru merupakan keganasan pada jaringan paru (price,
2004)
Jadi, dari beberapa pengertian di atas dapat disimpilkan kanker paru merupakan
abnormalitas dari sel-sel yang mengalami proliferasi dalam paru dan tumbuhnya
keganasan yang berasal dari sel epitel.
2. Etiologi
Seperti kanker pada umumnya, etiologi yang pasti dari karsinoma bronkogenik
masih belum diketahui, namun diperkirakan bahwa inhalasi jangka panjang dari
bahan karsinogenik merupakan faktor utama, tanpa mengesampingkan kemungkinan
peranan predisposisi hubungan keluarga ataupun suku bangsa/ras serta status
immunologis. Bahan inhalasi karsinogenik yang banyak disorot adalah rokok.
a. Pengaruh rokok:
Bahan-bahan karsinogenik dalam asap rokok adalah antara lain : polomium 210
dan 3,4 benzypyrene. Penggunaan filter dikatakan dapat menurunkan resiko
terkenanya karsinoma bronkogenik, namun masih tetap lebih tinggi dibanding
dengan bukan perokok.
Didalam jangka panjang yaitu, 10-20 tahun, merokok:
1-10 batang / hari meningkatkan resiko 15 kali
20-30 batang / hari meningkatkan resiko 40-50 kali
40-50 batang /hari meningkatkan resiko 70-80 kali.
b. Pengaruh Industri
Yang paling banyak dihubungkan dengan karsinogenik adalah asbestos, yang
dinyatakan meningkatkan resiko kanker 6-10 kali. Menyusul kemudian industri
bahan-bahan radioaktif, penambang uramium mempunyai resiko 4 kali populasi pada
umumnya. Paparan industri ini baru nampak pengaruhnya setalah 15-20 tahun.
Pengaruh Penyakit Lain
Tuberkulosi paru banyak dikaitkan sebagai faktor predisposisi karsinoma
brinkogenik, melalui mekanisme hyperplasi metaplasi - karsinoma insitu-karsinoma
- bronkogenik sebagai akibat adanya jaringan parut tuberkulosis.

4. Pengaruh Genetik dan Status imunologis


Pada tahun 1954, Tokuhotu dapat membuktikan adanya pengaruh keturunan
yang terlepas daripada faktor paparan lingkungan, hal ini membuka pendapat bahwa
karsinoma bronkogenik dapat diturunkan. Penelitian akhir-akhir ini condong bahwa
faktor yang terlibat dengan enzim Aryl Hidrokarbon Hidroksilase (AHH). Status
immonologis penderita yang dipantau dari cellular mediated menunjukan adanya
korelasi antara derajat deferensiasi sel, stadia penyakit, tanggapan terhadap
pengobatan serta prognosis. Penderita yang energi umumnya tidak memberikan
tanggapan terhadap pengobatan dan lebih cepat meninggal.

5. Radiasi.
Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di Schneeberg
dan penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 % meninggal akibat kanker
paru) berkaitan dengan adanya bahan radioaktif dalam bentuk radon. Bahan ini
diduga merupakan agen etiologi operatif.

6. Polusi Udara
Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih tinggi dari
pada mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah diketahui adanya karsinogen
dari industri dan uap diesel dalam atmosfer di kota. ( Thomson, Catatan Kuliah
Patologi,1997).

C. Patofisiologi
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus
menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen.
Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia,hyperplasia
dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan
displasia menembus ruang pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi
langsung pada kosta dan korpus vertebra. Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah
satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi
bronkus dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal. Gejala gejala yang timbul
dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin.Wheezing unilateral
dapat terdengan pada auskultasi. Pada stadium lanjut, penurunan berat badan
biasanya menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat
bermetastase ke struktur struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus,
pericardium, otak, tulang rangka.
Sebab-sebab keganasan tumor masih belum jelas, tetapi virus, faktor
lingkungan, faktor hormonal dan faktor genetik semuanya berkaitan dengan resiko
terjadinya tumor. Permulaan terjadinya tumor dimulai dengan adanya zat yang
bersifat intiation yang merangasang permulaan terjadinya perubahan sel. Diperlukan
perangsangan yang lama dan berkesinambungan untuk memicu timbulnya penyakit
tumor.
Initiati agen biasanya bisa berupa nunsur kimia, fisik atau biologis yang
berkemampuan bereaksi langsung dan merubah struktur dasar dari komponen genetik
( DNA ). Keadaan selanjutnya diakibatkan keterpaparan yang lama ditandai dengan
berkembangnya neoplasma dengan terbentuknya tumor, hal ini berlangsung lama
meingguan sampai tahunan.
Kanker paru bervariasi sesuai tipe sel daerah asal dan kecepatan pertumbuhan.
Empat tipe sel primer pada kanker paru adalah karsinoma epidermoid ( sel
skuamosa ). Karsinoma sel kecil ( sel oat ), karsinoma sel besar ( tak terdeferensiasi )
dan adenokarsinoma. Sel skuamosa dan karsinoma sel kecil umumnya terbentuk di
jalan napas utama bronkial. Karsinoma sel kecil umumnya terbentuk dijalan napas
utama bronkial. Karsinoma sel besar dan adenokarsinoma umumnya tumbuh
dicabang bronkus perifer dan alveoli. Karsuinoma sel besar dan karsinoma sel oat
tumbuh sangat cepat sehigga mempunyai progrosis buruk. Sedangkan pada sel
skuamosa dan adenokar. Paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut dan
letaknya di dalam rongga dada atau toraksinoma prognosis baik karena pertumbuhan
sel ini lambat.
D. Manifestasi Klinis
Menurut Sudoyo (2007), pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak
menunjukkan gejala-gejala klinis. Bila sudah menampakkan gejala berarti pasien
dalam stadium lanjut.
Gejala-gejala dapat bersifat :
1. Lokal (tumor tumbuh setempat) :
Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis.
Hemoptisis
Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran napas
Kadang terdapat kavitas seperti abses paru
Atelektasis
2. Invasi lokal:
Nyeri dada
Dispnea karena efusi pleura
Invasi ke perikardium > terjadi tamponade atau aritmia
Sindrom vena cava superior
Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)
Suara serak, karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent
Sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brakialis dan saraf simpatis servikalis.
3. Gejala Penyakit Metastasis :
Pada otak, tulang, hati, adrenal
Limfadenopati servikal dan supraklavikula (sering menyertai metastasis)
4. Sindrom Paraneoplastik : Terdapat pada 10% kanker paru, dengangejala:
Sistemik: penurunan berat badan, anoreksia, demam
Hematologi: leukositosis, anemia, hiperkoagulasi, hipertrofi osteoartropati,
Neurologik : dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer, neuromiopati
Endokrin: sekresi berlebihan hormon paratiroid (hiperkalsemia)
Dermatologik : eritema multiform, hiperkeratosis, jari tabuh
Renal: syndrome of inappropriate andiuretic hormone (SIADH)
5. Asimtomatik dengan kelainan radiologis
Sering terdapat pada perokok dengan PPOK/COPD yang terdeteksi secara radiologis
Kelainan berupa nodul soliter
Menurut Alsagaff dan mukty (2002)
Manifestasi klinis karsinoma bronkogenik dibagi menjadi 4, yaitu:
1. Gejala intrapulmonal
Merupakan gejala lokal yang disebabkan oleh tumor di paru. Terjadi karena ada
gangguan pergerakan silia serta ulserasi bronkus, sehingga memudahkan terjadinya
radang berulang. Keluhan batuk lebih dari 2 minggu. K eluhan batuik terdapat pada
70-90% kasus. Batuk darah sebagai akibat ulserasi terjadi pada 6-51% kasus.
Disamping batuik, keluhan lain adalah nyeri dada, yang bersifat : kemeng atau nyeri
tumpul sering unilateral.
2. Gejala intratorasik ekstrapulmoner
Penyebaran tumor ke mediastinum akan menekan/merusak struktur-struktur di dalam
mediastinum dengan akibat antara lain :
1. N. Phrenicus : parase/paralise diafragma
2. N. Recurrens : parase/paralise korda vokalis
3. Saraf simpatik : sindroma horner: enoftalmus, miosis, ptosis, dan anhidrosis
4. Esofagus: disfagi
5. Vena kava superior: sindroma vena kava superior yang terjadi karena bendungan
pada vena cava superior disertai pembengkakan muka dan lengan
6. Trakea/bronkus: sesak, oleh karena atelektasis lokal
7. Jantung : gangguan fungsional, terjadi efusi perikardial
8. Gejala ekstrapulmonal non metastasik
Dapat dibagi atas:
1. Manifestasi neuromuskuler
Mempunyai insiden sebesar 4-15%, biasanya berupa neuropatia karsinomatosa
terutama didapatkan pada kasus lanjut. Bersifat progresif serta paling sering
ditemukan pada karsinoma sel kecil. Sindroma neuropatia karsinomatosa terdiri dari
miopatia, neuropatia perifer, degenerasi serebeler subakut, ensefalomiopatia dan
mielopati nekrotik
2. Manifestasi jaringan ikat dan tulang
Manifestasi yang paling terkenal adalah hypertropic pulmonary
osteoarthropathy, terutama didapatkan pada karsinoma epidermoid, dan dikatakan
belum pernah ditemukan pada karsinoma sel kecil. Kelainan ini dihubungkan dengan
peningkatan kadar human growth hormon yang imunoreaktif di dalam plasma. Secara
radiologik didapatkan pembentiukan tulang baru sub periosteal, terutama tulang-
tulang ekstremitas bagian distal, yaitu jari tabuh.
3. Manifestasi vaskuler dan hematologik
Tidak begitu sering didapatkan, sering dalam bentuk migratory
trhomboplebitis, purpura dan anemia
4. Gejala ekstratorasik metastasik
Karsinoma bronkogenik adalah satu-satunya tumor yang mampu berhubungan
langsung dengan sirkulasi arterial, sehingga kanker tersebut dapat menyebar hampir
ke semua organ, terutama otak, hati dan tulang

Stadium Klinis Kanker Paru:

STADIUM TNM
Karsinoma tersembunyi Tx, N0, Spuntum mengandung sel-sel
M0 ganas tetapi tidak dapat
dibuktikan adanya tumor
primer atau metastasis
Stadium 0 Tis, N0, M0 Karsinoma in situ
Stadium IA T1, N0, M0 Tumor termasuk T1 tanpa
adanya bukti metastasis pada
kelenjar getah bening
regional atau tempat yang
jauh
Stadium IB T2, N0, M0 Tumor termasuk klasifikasi
T2 dengan bukti metastasis
pada kelenjar getah bening
regional atau tempat yang
jauh
Stadium IIA T1, N1, M0 tumor termasuk klasifikasi T1
dengan bukti hanya terdapat
metastasis ke peribrokial
ipsilateral atau hilus kelenjar
limfe ; tidak ada metastasis
ke tempat yang jauh
Stadium IIB T2, N1, M0 atau T3, tumor termasuk klasifikasi T2
N0, M0 atau T3 dengan atau tanpa
bukti metastasis ke
peribronkial ipsilateral atau
hilus kelenjar limfe ; tidak
ada metastasis ke tempat
yang jauh
Stadium IIIA T3, N1, M0 atau T1- tumor termasuk klasifikasi
3, N2, M0 T1, T2, atau T3 dengan atau
tanpa bukti adanya metastasis
ke peribronkial
Stadium IIIB T berapa pun, N3, M0 tumor dengan metastasis
atau T4, N berapa hilus kontralateral atau
pun, M0 kelenjar getah bening
mediastinum atau ke skalenus
atau kelenjar limfe
supraklafikular ; atau setiap
tumor yang diklasifikasikan
sebagai T4 dengan atau tanpa
metastasis ke kelenjar getah
bening regional ; tidak ad
metastasis ke tempat yang
jauh
Stadium IV T berapa pun, N
berapa pun, M1
Keterangan :
Status Tumor Primer (T)
T0 : Tidak terbukti adanya tumor primer.
Tx : Kanker yang tersembunyi terlihat pada sitologi bilasan bronkus, tetapi tidak
terlihat pada radiogram atau bronkoskopi.
Tis : Karsinoma in situ.
T1 : Tumor berdiameter 3 cm dikelilingi paru atau pleura viseralis yang normal.
T2 : Tumor berdiameter > 3 cm atau ukuran berapa pun yang sudah menyerang pleura
viseralis atau mengakibatkan ateletaksis yang meluas ke hilus; harus berjarak > 2 cm
distal dari karina.
T3 : Tumor ukuran berapa saja yang langsung meluas ke dinding dada, diafragma,
pleura mediastinalis, dan perikardium parietal atau tumor di bronkus utama yang
terletak 2 cm dari distal karina, tetapi tidak melibatkan karina, tanpa mengenai
jantung, pembuluh darah besar, trakea, esofagus, atau korpus vertebra.
T4 : Tumor ukuran berapa saja dan meluas ke mediastinum, jantung, pembuluh darah
besar, trakea, esofagus, korpus vertebra, rongga pleura/perikardium yang disertai
efusi pleura/perikardium, satelit nodul ipsilateral pada lobus yang sama pada tumor
primer.
Keterlibatan Kelenjar Getah Bening Regional (N)
N0 : Tidak dapat terlihat metastasis pada kelenjar getah bening regional.
N1 : Metastasis pada peribronkial dan/atau kelenjar hilus ipsilateral
N2 : Metastasis pada mediastinal ipsilateral atau kelenjar getah bening subkarina.
N3 : Metastasis pada mediastinal atau kelenjar getah bening hilus kontralateral;
kelenjar getah bening skalenus atau supraklavikular ipsilateral atau kontralateral.
Metastasis Jauh M)
M0 : Tidak diketahui adanya metastasis jauh.
M1 : Metastasis jauh terdapat pada tempat tertentu misalnya otak

E. Pemeriksaan Penunjang
Radiologi.
1) Foto Thorax Posterior-Anterior (PA) dan lateral serta Tomografi dada.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker paru.
Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat menyatakan massa udara pada
bagian hilus, effuse pleural, atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra.
2) Bronkhografi.
Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
Laboratorium.
1) Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).
Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.
2) Pemeriksaan fungsi paru dan GDA
Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan
ventilasi.
3) Tes kulit, jumlah absolute limfosit.
Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada kanker paru).
Histopatologi.
1) Bronkoskopi.
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi lesi (besarnya
karsinoma bronkogenik dapat diketahui).
2) Biopsi Trans Torakal (TTB).
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran < 2 cm,
sensitivitasnya mencapai 90 95 %.
3) Torakoskopi.
Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara
torakoskopi.
4) Mediastinosopi.
Umtuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang terlibat.
5) Torakotomi.
Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam-macam prosedur
non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor.
Pencitraan.
1) CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura.
2) MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum.

F. Komplikasi
1. Esofagitis,hilang 1 minggu sampai dengan 10 hari sesudah pengobatan.

2. Pneumonitis,pada rontgent terlihat bayangan eksudat didaerah penyinaran

G. Penatalaksanaan Medis
Tujuan pengobatan kanker dapat berupa :
1) Kuratif
Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup
klien.
2) Paliatif.
Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
3) Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal.
Mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun
keluarga.
4) Supotif.
Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia pemberian nutrisi,
tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti infeksi.
( Ilmu Penyakit Dalam, 2001 dan Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 2000
1. Penatalaksanaan Nonbedah
a.Terapi Oksigen
Jika terjadi hipoksemia perawat dapat memberikan oksigen via masker/ nasal
kanula sesuai dengan permintaan.
b.Terapi Obat
Jika klien mengalami bronkospasme dokter dapat memberikan obat
golongan bronkodilator (seperti pada klien asma)dan kartikosterid untuk
mengurangi bronkospasme,inflamasi dan edema.
c.Kemoterapi
kemoterapi merupakan pilihan pengobatan pada klien dengan kanker
paru,terutama pada small cell ling cancer karena metastasis.kemoterapi dapat juga
digunakan bersamaan dengan terapi bedah
obat-obat kemoterapi yang biasanya diberikan untuk menangani
kanker,tumor,termasuk kombinasi dari obat-obat tersebut.
Cyclophosphamide,deoxorubicin,methotrexate,dan procarbazine
Etoposidedan cisplatin
Mitomycin,vinblastine,dan cisplatin.
d.Imunoterapi
Banyak klien kanker paru mengalami gangguan imun. Obat imunoterapi
(cytokin) biasa di berikan.
e.Terapi Radiasi
Terapi dilakukan dengan indikasi sebagai berikut :
- Klien tumor paru yang operable tetapi risiko jika dilakukan pembedahan
- Klien adenokarsinoma / sel skuomosa inoperable yang mengalami pembesaran
- Kelenjar getah bening pada hilus ipsilateral dan mediastinal.
- Klien dengan Ca. Bronkus dengan oat cell.
- Klien kambuhan sesudah lobektomi atau pneumonektomi.
2. Penatalaksanaan Pembedahan.
Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain, untuk
mengankat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan sebanyak mungkin
fungsi paru paru yang tidak terkena kanker.
a. Toraktomi eksplorasi.
Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks khususnya
karsinoma, untuk melakukan biopsy.
b. Pneumonektomi pengangkatan paru)
.Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua lesi bisa diangkat.
c. Lobektomi (pengangkatan lobus paru).
Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb atau bula
emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak tuberkulois.
d. Resesi segmental.
Merupakan pengankatan satau atau lebih segmen paru.
e. Resesi baji.
STumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit peradangan yang
terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari permukaan paru paru berbentuk baji
(potongan es).
f. Dekortikasi.
Merupakan pengangkatan bahan bahan fibrin dari pleura viscelaris)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas pasien
2. Riwayat kesehatan sekarang :
Apa yang diderita pasien misalnya nyeri pada dada , dan sesak nafas.
3. Riwayat kesehatan masa lalu
Apakah dahulu pasien mempunyai penyakit paru obstruksi menahun
4. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah keluarganya ada yang menderita penyakit paru
5. ADL (activity dialy lifing )
1) Aktivitas/ istirahat.
Gejala : Kelemahan, ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan rutin, dispnea
karena aktivitas.
Tanda : Kelesuan (biasanya tahap lanjut).
2) Sirkulasi.
Gejala : JVD (obstruksi vana kava).
Bunyi jantung : gesekan pericardial (menunjukkan efusi).
Takikardi/ disritmia.Jari tabuh.
3) Integritas ego.
Gejala : Perasaan taku. Takut hasil pembedahan, menolak kondisi yang berat/
potensi keganasan.
Tanda : Kegelisahan, insomnia, pertanyaan yang diulang ulang.
4) Eliminasi.
Gejala : Diare yang hilang timbul (karsinoma sel kecil).
Peningkatan frekuensi/ jumlah urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor
epidermoid)

5) Makanan/ cairan.
Gejala : Penurunan berat badan, nafsu makan buruk, penurunan masukan
makanan.
Kesulitan menelan, haus/ peningkatan masukan cairan.
Tanda : Kurus, atau penampilan kurang berbobot (tahap lanjut)
Edema wajah/ leher, dada punggung (obstruksi vena kava), edema wajah/
periorbital
(ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
Glukosa dalam urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor epidermoid).
6) Nyeri / kenyamanan.
Gejala : Nyeri dada (tidak biasanya ada pada tahap dini dan tidak selalu pada
tahap
lanjut) dimana dapat/ tidak dapat dipengaruhi oleh perubahan posisi. Nyeri bahu/
tangan (khususnya pada sel besar atau adenokarsinoma) Nyeri abdomen hilang
timbul.
7) Pernafasan.
Gejala : Batuk ringan atau perubahan pola batuk dari biasanya dan atau produksi
sputum. Nafas pendek, pekerja yang terpajan polutan, debu industry, Serak,
paralysis pita suara.
Riwayat merokok
Tanda : Dispnea, meningkat dengan kerja
Peningkatan fremitus taktil (menunjukkan konsolidasi)
Krekels/ mengi pada inspirasi atau ekspirasi (gangguan aliran udara), krekels/
mengi
menetap; pentimpangan trakea ( area yang mengalami lesi). Hemoptisis.
8) Keamanan.
Tanda : Demam mungkin ada (sel besar atau karsinoma)
Kemerahan, kulit pucat (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
9) Seksualitas.
Tanda : Ginekomastia (perubahan hormone neoplastik, karsinoma sel besar)
Amenorea/ impotent (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil).
10) Penyuluhan.
Gejala : Faktor resiko keluarga, kanker(khususnya paru), tuberculosis,
Kegagalan
untuk membaik.
B. Diagnosa Keperawatan yang muncul adalah
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif, b/d peningkatan jumlah/perubahan mukus
/viskositas
sekret, keterbatasan gerakan dada, /nyeri, kelemahan,kelelahan.
2. Nyeri akut b/d invasi kanker ke pleura, dinding dada.
3. Pola pernafasan tidak efektif b/d obstruksi trakeobronkialoleh sekret, perdarahan
aktif, penurunan ekspansi paru, proses inflamsi.
4. Kerusakan pertukaran gas b/d gangguan aliran udara ke alveoli atau ke bagian utama
paru, perubahan membran alveoli ( atelektasis , edema paru , efusi, sekeresi
berlebihan,/perdarahan aktif.
5. Ansietas b/d ketakutan /ancaman akan kematian , tindakan diagnostik, penyakit
kronis.
6. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake inadekuat, peningkatan metabolisme,
proses keganasan.

C. Perencanaan Keperawatan
1. Diagnosa : Bersihan Jalan nafas tidak efektif b/d peninjkatan jumlah/viskositas
secret, keterbatasan gerakan dada/nyeri, kelemahan/kelelahan
Tujuan : Bersihan jalan nafas efektif.
Kriteria ;
a. Menunjukan potensi jalan nafas.
b. Cairan sekret mudah dikeluarkan/dibatukan.
c. Bunyi nafas jelas.
d. Whezing(-)/berkurang
Intervensi
1. Auskultasi bunyi dada, untuk karakter bunyi nafas dan adanya sekret.
2. Bantu untuk nafas dalam efektif anjurkan batuk dengan posisi duduk.
3. Observasi jumlah dan karakter sputum/aspirasi sekret.
4. Lakukan penghisapan dengan menggunakan suction. Bila klien tidak dapat
batuk.
5. Dorong masukan cairan/oral sedikitnya 2500 CC/hari dalam toleransi
jantung.
6. Kolaborasi : Berikan/bantu dengan IPBB , spirometri, meniup botol
7. Gunakan oksigen humidifikasi/nebulizer ultrasonik . Berikan cairan
tambahan melalui IV sesuai indikasi.
8. Berikan bronkodilator, ekspektoran, atau analgetik sesuai indikasi.
Rasional
1. Pernafasan bising, ronki, mengi menunjukan tertahannya sekret/obstruksi
jalan nafas.
2. Posisi duduk memungkinkan ekspansi paru maksinal, upaya batuk untuk membuang
sekret
3. Perubahan sekret menunjukan progresifitas penyakit.
4. Penghisapan dapat merangsang batuk efektif.
5. Hidrasio adekuat untuk mempertahankan sekret hilang/peningkatan
pengeluaran.
6. Memudahkan pembuangan sekret.
7. Memberikan hidrasi maksimal/pengenceran sekret untuk pengeluaran
2. Diagnosa: Kerusakan pertukaran gas b/d gg. Aliran udata ke alveoli, perubahan
membran
alveolar kapiler ( atelektasis, oedema paru, efusi, sekresi berlebihan,
perdarahan
aktif)
Tujuan: Pertukaran gas efektif.
Kriteria : GDA dalam batas normal,. Mebubjukan ventilasi adekuat Menunjukan
oksigenasi
adekuat.Menunjukan perbaikan distress pernafasan.
Intervensi
1. Catat frekluensi dan kedalaman pernafasan , penggunaan otot bantu dan nafas bibir.
2. Auskultasi paru untuk penurunan bunyi nafas dan adanya bunyi tambahan krekels.
3. Observasi ferfusi daerah akral dan sianosis ( daun telinga, bibir, lidah dan membran
lidah )
4. Lakukan tindakan untuk memperbaiki jalan nafas.
5. Tinggikan kepala/tempat tidur sesuai dengan kebutuhan.
6. Awasi tanda vital
7. Kaji tingkat kesadaran
8. Kaji toleransi aktivitas.
9. Kolaborasi:
10. Awasi seri GDA.
11. Berikan oksigen dengan metoda yang tepat
Rasional
1. Takhi[pnoe dan dispnoe menyertai obstruksi paru.
2. Area yang tak terventilasi dapat diidentifikasikan dengan tak adanya bunyi nafas.
3. Menunjukan hipoksemia sistemik.
4. Jalan nafas lengket/kolaps menurunkan jumlah alveoli yang berfungsi
5. Secara negatif mempengaruhi pertukaran gas.
6. Meningkatkan ekspansi dada maksimal, membuat mudah bernafas meningkatkan
kenyamanan.
7. Tahkikardi/takhipnoe, dan perubahan pada TD. Terjadi seirng dengan perubahan
asidosis.
8. Hipoksemia sistemik dapat ditunjukan pertamakali oleh gelisah dan rangsang disertai
penurunan kesadaran.
10. Hipoksemia menurunkan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas tanpa
dispnoea berat, takikardia dan disritmia.
11. Hipoksemia ada pada berbagai derajattergantung pada jumlah obstruksi jalan nafas.
12. Memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran gas .
3. Diagnosa: Pola nafas tidak efektif b/d obstruksi trakeobronkial oleh bekuan darah,
sekret
banyak ,peradarahan aktif, penurunan ekspansi paru, proses inflamsi
Tujuan: Pola nafas efektif.
Kriteria :
1. Frekuensi nafas dalam rentang normal
2. Suara paru jelas dan bersih.
3. Berpartisipasi dalam aktivitas
Intervensi
1. Kaji frekuensi , kedalaman pernafasan dan ekspansi dada., catat upaya pernafasan
( penggunaan otot bantu pernafasan )
2. Auskultasi bunyi nafas, dan catat adanya bunyi nafas.
3. Observasi pola batuk dan karakter sekret
4. Dorong dalam nafas dalam.dan latihan batuk.
5. Kolaborasi:
6. Berikan oksigen tambahan.
7. Berikan humidifikasi tambahan.
8. Bantu fisioterapi dada.
Rasional
1. Kedalamam pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal nafas., ekspansi pada
terbatas terjadi pada atelektasis.
2. Perubahan bunyi nafas menunjukan obstruksi sekunder.
3. Kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering/iritatif
4. Meningktkan banyaknya sputum.
5. Memaksimalkan pernafasan dan menurunkan kerja nafas.
6. Memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran sekret.
7. Memudahkan upaya pernafasan dalam. Meningktkan drainase sekret.
4. Diagnosa: Nyeri b/d. invasi kanker ke pleura, atau dinding dada.
Tujuan: Nyeri hilang/ berkurang
Kriteria :
1. :Klien nampak rileks.
2. Kliuen dapat tidur.
3. Berpartisi dalam aktivitas.
Intervensi
1. Tanyakan pasien tentang nyeri, Tentukan karaktersitik nyeri
2. Kaji pernyataan verbal dan non verbal nyeri pasien.
3. Evaluasi keefektifan pemberian obat
4. Berikan tindakan kenyamanan, ubah posisi, pijatan punggung dll.
5. Berikan lingkungan tenang.
6. Kolaborasi: Berikan analgesik rutin s/d indikasi.
Rasional
1. Membantu dalam evaluasi gejala nyeri kanker yang dapat melibatkan visera, saraf
atau jaringan tulang
2. Ketidaksesuaian antara verbal dan non verbal menunjukan.derajat nyeri
3. Memberikan obat berdasarkan aturan.
4. Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian..
5. Penurunan stress, menghemat energi
6. Mempertahankan kadar obat, menghindari puncak periode nyeri..
5. Diagnosa: Ansietas b/d ancaman kematian, proses keganasan
Tujuan: Ansietas hilang/ berkurang
Kriteria :
1. Klien tampak rileks
2. Klien dapat beristirahat.
3. Dapat bekerjasama dalam terapi.
Intervensi
1. Evaluasi tingkat pemahaman pasien/orang terdekat tentang diagnosa.
2. Akui rasa takut, masalah pasien, dan dorong mengekspresikan perasaan.
3. Kolaborasi :
4. Libatkan pasien/orang terdekat dalam perencanaan keperawatan
Rasional
1. Pemahaman persepsi melibatkan susunan tekanan perawatan individu dan
memberikan informasi.
2. Memberi waktu untuk mengidentifikasi perasaan.
3. Dapat memperbaiki perasaan kontrol
6. Diagnosa: Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake kurang, peningkatan
metabolisme proses keganasan.
Tujuan: Nutrisi terpenuhi.
Kriteria :
1. Menunjukan perubahan beratbadan.
2. Menunjukan perubahan pola makan.
3. Hb. Albumin dalam rentang normal.
Intervensi
1. Catat ststus nutrisi pasien pada penerimaan, catat turgor kulit, berat badan dan derajat
kekurangan berat badan
2. Pastikan pola diet pasien yang disukai/tidak disukai
3. Awasi pemasukan/pengeluaran dan berat badan secara periodik
4. Selidiki mual, muntah, anoreksia dan catat kemungkinan hubungannya dengan obat
5. Berikan periode istirahat sering.
6. Berikan perawatan mulut, sebelum dan sesudah tindakan pernafasan.
7. Berikan Diet TKTP.
8. Kolaborasi :
9. Rujuk ke ahli diet
10. Awasi pemeriksaan lab. ( BUN, protein serum, albumin Hb.)
11. Bila perlu berikan nutrisi parenteral
Rasional
1. Berguna dalam mengidentifikasi derajat kurang nutrisi dan menentukan pilihan
intervensi.
2. Pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki masukan diet.
3. Mengukur kefektifan nutrisi dan dukungan cairan.
4. Mencari pemecahan masalah, untuk meningkatkan pemasukan nutrien.
5. Membantu menghemat energi., khususnya bila kebutuhan metabolik meningkat
6. Menurunkan perasaan tak enak, bekas sputum, obatmerangsang pusat muntah..
7. Memaksimalkan masukan nutrisi..
8. Nilai rendah menunjukan malnutrisi
9. Meningkatkan masukan nutrisi adekuat.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kanker paru merupakan penyebab kematian utama akibat kanker pada wanita
maupun pria, yang sering kali di sebabkan oleh merokok. Setiap tipe timbul pada
tempat atau tipe jaringan yang khusus, menyebabkan manifestasi klinis yang berbeda,
dan perbedaan dalam kecendrungan metastasis dan prognosis. Karena tidak ada
penyembuhan dari kanker, penekanan utama adalah pada pencegahan, misalnya
dengan berhenti merokok karena perokok mempunyai peluang 10 kali lebih besar
untuk mengalami kanker paru di bandingkan bukan perokok, dan menghindari
lingkungan polusi. Pengobatan pilihan dari kanker paru adalah tindakan bedah
pengangkatan tumor. Sayangnya, sepertiga dari individu tidak dapat dioperasi ketika
mereka pertama kali didiagnosa.
Asuhan keperawatan pascaoperasi klien setelah bedah toraks berpusat pada
peningkatan ventilasi dan reekspansi paru dengan mempertahankan jalan nafas yang
bersih, pemeliharaan sistem drainage tertutup, meningkatkan rasa nyaman dengan
peredaran nyeri, meningkatkan masukan nutrisi, dan pemantauan insisi terhadap
perdarahan dan emfisema subkutan.

B. Saran
Kanker paru sangat berhubungan dengan kebiasaan merokok. Karena itu,
pencegahan yang paling penting adalah tidak merokok sejak usia muda. Berhenti
merokok dapat mengurangi risiko terkena kanker paru. Akhir-akhir ini pencegahan
dengan Chemoprevention banyak dilakukan, yakni dengan memakai Derivat asam
retinoid, karotenoid, Vitamin C, Selenium, dan lain-lain.

Daftar Pustaka
Barbara Engram., 1999, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Vol. 1,Penerbit
EGC, Jakarta.
Corwin E., 2001, Patofisiologi, Cetakan I, EGC, Jakarta
http://yuliasafwati.blogspot.com/2013/06/asuhan-keperawatan-karsinoma-
bronkogenik.html
http://mardhiyah-hayati-fkp12.web.unair.ac.id/artikel_detail-85326-Askep-ASKEP
%20TUMOR%20PARU%20%28KARSINOMA%20BRONKOGENIK%29.html
http://tutorialkuliah.blogspot.com/2009/05/tugas-kuliah-kanker-paru-karsinoma.html
http://compbak.blogspot.com/2011/03/karsinoma-bronkogenik.html

Anda mungkin juga menyukai