Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi saluran nafas bawah, termasuk pneumonia dan influensa, masih

menjadi masalah kesehatan di negara berkembang maupun negara maju. Menurut

laporan dari International Vaccine Health pada bulan November tahun 2010,

penyakit pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 1 di India, nomor 2 di

Nigeria dan di Indonesia pada urutan ke 8.1

Access Center At The Johns Hopkins University Bloomberg School Of Public

WHO memperkirakan angka kejadian (insidens) pneumonia di Negara

dengan angka kematian bayi di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15% -

20% per tahun pada golongan usia balita. Kejadian Pneumonia di Indonesia pada

balita diperkirakan antara 10 % - 20% per tahun. Program P2 ISPA menetapkan

angka 10% balita sebagai target penemuan penderita pneumonia balita per tahun

pada suatu wilayah kerja. Diperkirakan bahwa 10% dari penderita pneumonia

akan meninggal bila tidak diberi pengobatan. Bila hal ini dibenarkan, maka ada

sekitar 250.000 kematian akibat pneumonia setiap tahunnya.2

Pneumonia merupakan setiap penyakit radang paru yang dapat disebabkan

oleh bakteri, virus atau jamur. Bahan kimia atau agen lain bisa menyebabkan paru

menjadi meradang. Suatu jenis pneumonia yang terkait dengan influenza kadang-

kadang berakibat fatal. Pneumonia berpotensi fatal lainnya dapat dihasilkan dari

makanan atau inhalasi cair (pneumonia aspirasi). Hanya mempengaruhi beberapa

1
pneumonia lobus paru (pneumonia lobaris), namun ada juga yang menyebar lebih

(bronkopneumonia). Nyeri dada, sputum mukopurulen, dan meludah darah

(hemoptisis) adalah tanda-tanda umum dan gejala penyakit. Jika udara di paru

digantikan oleh cairan dan puing-puing inflamasi, jaringan paru kehilangan

tekstur kenyal dan menjadi bengkak dan membesar (konsolidasi). Konsolidasi

berhubungan terutama dengan pneumonia bakteri, bukan pneumonia virus.3

Pneumonia merupakan pembunuh nomor 1 di dunia pada bayi dan anak-

anak usia < 5 tahun. Diperkirakan menyebabkan sekitar 2 juta kematian (1

kematian setiap 15 detik) dari 9 juta kematian setiap tahunnya pada usia

tersebut.(2) Pneumonia pada balita paling sering disebabkan oleh virus pernafasan

dan puncaknya terjadi pada umur 2-3 tahun. Pada bayi dan anak anak penyebab

yang paling sering adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV), adenovirus, virus

parainfluenza, virus influenza, sedangkan pada anak umur sekolah paling sering

disebabkan bakteri Mycoplasma Pneumoniae. Bakteri penyebab pneumonia yang

paling sering adalah Streptococcus pneumoniae (pneumokokus), Hemophilus

influenzae tipe b (Hib) dan Staphylococcus aureus (S. aureus).4

ISPA masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama karena

tingginya angka morbiditas dan mortalitas terutama pada bayi dan anak balita.

Dari seluruh kematian balita, proporsi kematian yang disebabkan oleh ISPA

mencakup 20% sampai 30%, dan kematian karena ISPA ini sebagian besar

disebabkan oleh pneumonia. Di Indonesia pneumonia merupakan penyebab

kematian utama pada anak di bawah 5 tahun. Pada tahun 1999 insiden pneumonia

2
pada anak usia 0-4 tahun adalah 5,8 per 1000 anak dan rata-rata kematian di RS

yang di sebabkan bronkhopneumonia adalah 8,84 %.5

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pneumonia

Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Walaupun

banyak pihak yang sependapat bahwa pneumonia adalah suatu keadaan

inflamasi, namun sangat sulit untuk merumuskan satu definisi tunggal yang

universal. Pneumonia adalah penyakit klinis, sehingga didefinisikan

berdasarkan gejala dan tanda klinis, dan perjalanan penyakitnya. Salah satu

definisi klasik menyatakan bahwa pneumonia adalah penyakit respiratorik

yang ditandai dengan batuk, sesak nafas, demam, ronki basah halus, dengan

gambaran infiltrat pada foto polos dada.32

Pneumonia adalah bentuk infeksi pernapasan akut bawah. Bila

seseorang menderita pneumonia, nanah dan cairan mengisi alveoli dalam paru

yang mengganggu penyerapan oksigen, dan membuat sulit bernapas.2

Pneumonia adalah setiap penyakit radang paru yang dapat disebabkan

oleh bakteri, virus atau jamur. Bahan kimia atau agen lain bisa menyebabkan

paru menjadi meradang. Suatu jenis pneumonia yang terkait dengan influenza

kadang-kadang berakibat fatal. Pneumonia berpotensi fatal lainnya dapat

dihasilkan dari makanan atau inhalasi cair (pneumonia aspirasi). Hanya

mempengaruhi beberapa pneumonia lobus paru (pneumonia lobaris), namun

4
ada juga yang menyebar lebih (bronkopneumonia). Nyeri dada, sputum

mukopurulen, dan meludah darah (hemoptisis) adalah tanda-tanda umum dan

gejala penyakit. Jika udara di paru digantikan oleh cairan dan puing-puing

inflamasi, jaringan paru kehilangan tekstur kenyal dan menjadi bengkak dan

membesar (konsolidasi). Konsolidasi berhubungan terutama dengan

pneumonia bakteri, bukan pneumonia virus.33

2.2 Etiologi Pneumonia

Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme

(virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain misalnya bahan

kimia (hidrokarbon, lipoid substances) atau benda asing yang teraspirsi.3

Pola kuman penyebab pneumonia biasanya berbeda sesuai dengan

distribusi umur pasien. Sebagian besar kasus pneumonia disebabkan oleh

virus, sebagai penyebab tersering adalah respiratory synccytial virus (RSV),

parainflusenza virus, influenza virus dan adenovirus. Secara umum bakteri

yang berperan penting dalam pneumonia adalah sterptococus pneumonia,

Hemophilus influenza, Staphylococcus aureus, Streptococcus group B, serta

kuman atipik klamidia dan mikoplasma.

Pada masa neonates Streptpcoccus group B dan Listeriae

monocytogenes merupakan penyebab pnueumonia paling banyak. Virus

adalah penyebab terbanyak pneumonia pada usia prasekolah dan berkurang

5
dengan bertambahnya usia. Selain itu Sterptococcus pneumonia merupakan

penyebab paling utama pada pneumonia bacterial. Mycoplasma pneumonia

dan Chlamydia pneumonia merupakan penyebab yang sering didapatkan pada

anak diatas 5 tahun.3,5

Dugaan Kuman Pneumonia Pneumonia dengan komplikasi

penyebab tanpa

komplikasi

Streptococcus pneumonia ++++ ++ + +++

Haemphyllus influenza ++ ++ + -

Streptococcus group A + ++ - -

Flora mulut + +++ ++ -

Staphylococcus + ++ ++++ +++

Tabel 1. Dugaan bakteri penyebab pneumonia32

6
Umur Penyebab yang sering Penyebab yang jarang
Lahir 20 Bakteri Bakteri
hari Escherichia colli Anaerobic organism
Group B streptococci Group D streptococci
Listeria Haemophilus influenza
monocytogenes Streptococcus
pneumonia
Ureplasma urealyticum
Virus
Cytomegalovirus
Herpes simple virus
3 minggu Bakteria Bakteria
3 bulan Clamydia trachomatis Bordetella pertiusis
Streptococus Haemophillus influenza
pneumonia type B dan non
Virus typeable
Respiratorysynctial Moxarella catarrhalis
virus Staphylococcis aures
Influenza virus Ureaplasma
Para influenza virus urealyticum
1,2 dan 3
Adenovirus Virus
Cytomegalovirus
4 bulan Bakteria Bacteria
5 tahun Streptococus Haemphyllus influenza
pneumonia tipe B
Clamydia pneumonia Moxarella catarrhalis
Mycoplasma Neisseria meningitis
pneumonia Staphylococcus aures
Virus Virus
Respiratorysynctial Varicella zoster virus
virus
Influenza virus
Parainfluenza virus
Rhinovirus
Adenovirus
Measles virus

7
5 tahun - Bakteri Bakteri
Remaja Clamydia pneumonia Haemphyllus influenza
Mycoplasma tipe B
pneumonia Legionella species
Streptococus Staphylococcis aures
pneumonia Virus
Adenovirus
Epsteinbarr virus
Influenza virus
Parainfluenza virus
Rhinovirus
Respiratorysynctial
virus
Varicella zoster virus
Tabel 2. Mikroorganisme penyebab pneumonia menurut umur.6

2.3 Klasifikasi Pneumonia

2.3.1 Klasifikasi secara radiologis sesuai dengan lokasi anatomis dan lokasi

infeksinya:

a. Pneumonia Lobaris

Misalnya pneumonia pneumococcal. Eksudat pada alveolar memberi

gambaran konsolidasi homogen pada perifer yang terbentang menuju

hilus dan cenderung memotong garis segmental. Gabungan

konsolidasi berdensitas tinggi pada satu segmen/lobus atau bercak

yang mengikut sertakan alveoli yang tersebar. Air-bronkogram

biasanya di temukan pada pneumonia jenis ini. Sering disebabkan

benda asing atau oleh infeksi bakteri staphylococcus, pneumonia

8
yang terjadi pada lobus atau segmen kemungkinan sekunder

disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya pada aspirasi benda

asing atau proses keganasan.

b. Pneumonia Lobularis (bronko pneumonia)

Inflamasi paru-paru biasanya dimulai di bronkiolus terminalis.

Bronkiolus terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat

mukopurulen membentuk bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang

bersebelahan. Penyakit ini seringnya bersifat sekunder, mengikuti

infeksi dari saluran nafas atas, demam pada infeksi spesifik dan

penyakit yang melemahkan sistem pertahanan tubuh. Pada bayi dan

orang-orang yang lemah. Pneumonia sering muncul sebagai infeksi

primer.

c. Pneumonia Interstisial

Terutama pada jaringan penyangga, yaitu interstitial dinding bronkus

dan peribronkil. Peradangan dapat ditemukan pada infeksi virus dan

myocoplasma. Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema

jaringan interstitial prebronkial dan terkadang alveoli terisi eksudat.

Gambaran radiologi berupa bayangan udara pada alveolus masih

terlihat, diliputi perselubungan yang tidak merata.

2.3.2 Klasifikasi berdasarkan penyebab dan ciri radiologi:

9
a. Pneumonia tipikal, yang bercirikan tanda-tanda lobaris. Gambaran

radiologinya berupa opasitas lobus atau lobaris yang disebabkan oleh

kuman tipikal terutama S.pneumonia, K.pneumonia, atau

H.influenza

b. Pneumonia atipikal, ditandai oleh gangguan respirasi yang lambat

dengan gambaran infiltrat paru bilateral yang difus. Penyebabnya

adalah Mycoplasma pneumonia, virus Legionella pneumonia, dan

Clamidia psittae. Klasifikasi ini sudah tidak digunakan lagi karena

ditemukan bahwa gambaran radiologi atau laboratorium saling

tumpang tindih dan tidak mencakup pneumonia gambaran yang

khas.

2.3.4 Klasifikasi berdasarkan klinis dan epidemiologi

a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia=CAP)

b. neumonia nosokomial (hospital-acquired pneumonia=HAP)

c. Pneumonia aspirasi31

2.4 Faktor Risiko

Beberapa keadaan seperti gangguan nutrisi (malnutrisi), usia muda,

kelengkapan imunisasi, kepadatan hunian, defisiensi vitamin A, defisiensi Zn,

paparan asap rokok dan faktor lingkungan (polusi udara) merupakan faktor

10
resiko untuk terjadinya pneumonia. Faktor predisposisi yang lain untuk

terjadinya pneumonia adalah adanya kelainan anatomi kongenital (contoh

fistula trakeaesofagus, penyakit jantung bawaan), gangguan fungsi imun

(pengunaan sitistatika dan steroid jangka panjang, ganguan sistem imun

berkaitan penyakit tertentu seperti HIV), campak, pertusis, gangguan

neuromuscular, kontaminasi perinatal dan gangguan klirens mucus/sekresi

seperti pada fibrosis kristik, apsirasi benda asing atau disfungsi silier.5

2.5 Patofisiologi

Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari

bayi sampai usia lanjut. Pecandu alkohol, pasien pasca perasi, orang-orang

dengan gangguan penyakit pernafasan, sedang terinfksi virus atau menurun

kekebalan tubuhnya, adalah yang paling beresiko. Sebenarnya bakteri

pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan yang sehat. Pada saat

pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan

malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berembang biak dan

merusak organ paru.9

Kerusakan jaringan paru banyak disebabkan oleh reaksi imun dan

peradangan yang dilakukan oleh penjamu. Selain itu, toksin-toksin yang

dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis menimbulkan respon

imun dan peradangan yang paling mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian

jaringan dari lobus paru, ataupun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari

lima lobus ( tiga di paru kanan, dan dua diparu kiri ) menjadi terisi cairan.

11
Dari jaringan paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui

peredaran darah. Pneumonia adalah bagian dari penykit infeksi pneumokokus

invasive yang merupakan sekelompok penyakit karena bakteri streptococcus

pneumonia. Kuman pneumonia dapat menyerang paru selaput otak, atau

masuk ke pembuluh darah hingga mampu menginfiltrasi organ lainnya.

Infeksi pneumokokus invasive bisa bendampak pada kecacatan permanen

berupa ketulian, gangguan mental, kemudian intelegensi, kelumpuhan, dan

ganguan saraf, hingga kematian.9

12
2.6 Manifestasi Klinis

Gejala dan tanda klinis pneumonia bervariasi tergantung kuman

penyebab, usia pasien, status imunoligis pasien dan beratnya penyakit.

Manifestasi klinis bisa berat yaitu sesak, sianosis, dapat juga gejalanya tidak

terlihat jelas seperti pada neonates. Gejala dan tanda pneumonia dapat

dibedakan menjadi gejala umum infeksi (non spesifik), gejala pulmonal,

pleural dan ekstrapulmonal. Gejala non spesifik meliputi demam, menggigil,

sefalgia dan gelisah. Beberapa pasien mungkin mengalami gangguan

gastrointestinal seperti muntah, kembung, diare atau sakit perut.7

Gejala pada paru biasanya timbul setelah beberapa saat proses infeksi

berlangsung. Setelah gejala awal seperti demam dan batuk pilek, gejala nafas

cuping hidung, takipnea, dispnea dan apnea baru timbul. Otot bantu nafas

interkostal dan abdominal mungkin digunakan. Batuk umumnya dijumpai

pada anak besar, tapi pada neonates bisa tanpa batuk..7,9

Peradangan pada pleura biasa ditemukan pada pneumonia yang

disebabkan oleh Streptococcus pneumonia dan Staphylococcus aureus, yang

ditandai dengan nyeri pada daerah yang terkena. nyeri dapat berat sehingga

akan membatasi gerakan dinding dada selama inspirasi dan kadang-kadang

menyebar ke leher dan perut.7

Gejala ekstra pulmonal mungkin ditemukan pada beberapa kasus.

Abses pada kulit atau jaringan lunak seringkali didapatkan pada kasus

pneumonia karena Staphylococcus aureus. Otittis media, konjungtivitis,

13
sinusitis dapat ditemukan dapat ditemukan pada kasus infeksi karena

Streptococcus penumnia atau Haemophillus influenza.7 Sedangkan epiglottis

dan meningitis khususnya dikaitkan dengan pneumonia karena Haemophillus

influenza. Frekuensi nafas merupakan indeks paling sensitive untk mengetahui

beratnya penyakit. Hal ini digunakan untuk mendukung diagnosis dan

memantau tatalaksana pneumonia. Pengukuran frekuensi nafas dilakukan

dalam keadaaan anak tenang atau tidur. WHO bahkan telah

merekomendasikan untuk menghitung nafas pada setiap anak dengan batuk.

Dengan adanya batuk, frekuensi nafas yang lebih cepat dari noramal serta

menetakannya sebagai kasus pneumonia berat dilapangan dan harus

memerluka perawatan di Rumah Sakit untuk pemberian antibiotik.9,10,11

Umur Laju nafas normal Takipnea

(frekuensi/menit ) (frekuensi/menit)

0-2 bulan 30-50 60

2-12 bulan 25-40 50

1-5 tahun 20-30 40

> 5 tahun 15-25 20

Tabel 3. Kriteria takipnea menurut WHO12

Perkusi toraks tidak bernilai diagnostic, karena umunya kelainan

patologinya menyebar. Suara redup pada perkusi biasanya karena adanya

infeksi pleura. Pada auskultasi suara nafas yang melemah seringkali

ditemukan bila ada proses peradangan subpleura dan mengeras (suara

14
bronchial) bila ada proses konsilidasi. Ronki basah halus yang khas untuk

pasien yang lebih besar, mungkin tidak akan terdengar untuk bayi. Pada bayi

dan balita kecil karena volume toraks biasanya suara nafas saling nerbaur dan

sulit diindentifikasikan.7

Secara klinis pada anak sulit membedakan antara pneumonia bakterial

dan pneumonia viral. Namun sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa

pneumonia bacterial awitanhya cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik,

lekositosis dan perubahan nyata pada pemeriksaan radioligis. Namun keadaan

seperti ini kadang-kadang sulit dijumpai pada seluruh kasus. Pneumonia BPS

(Bacterial Pneumonia Score) pada 136 anak usia 1 bulan 5 tahun dengan

pneumonia di Argentina yang mengevaluasi suhu aksilar, usia, jumlah

netriofil absolute, jumlah bands dan foto polos dada ternyata mampu secara

akurat mengidentifikasi anak dengan resiko pneumonia bacterial sehingga

akan dapat membantu klinis dalam penentuan pemberian antibiotika.13

Perinatal pneumonia terjadi segera setealah kolonisasi kuman dari

jalan lahir atau ascending dari infeksi intrauterine. Kuman penyebab terutama

adalah GBS (Group B Streptococcus) selain kuman-kuman gram negatif.

Gejalanya berupa respiratory distress yaitu merintih, nafas cuping hidung,

retraksi dan sianosis. Sepsis akan terjadi dalam hitungan jam, hamper semua

bayi akan mengarah ke sepsis dalam 48 jam pertama.7

15
2.7 Langkah Diagnostik

2.7.1 Anamnesis

Pasien biasanya mengalami demam tinggi, batuk, gelisah, rewel, dan

sesak nafas. Pada bayi, gejalanya tidak khas, sering sekali tanpa demam

dan batuk. Anak besar kadang mengeluh sakit kepala, nyeri abdomen

disertai muntah.14

2.7.2 Pemeriksaan Fisik

Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda- beda berdasarkan

kelompok umur tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu,

reaksi dinding dada, grunting, dan sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih

tua jarang ditemukan grunting. Gejala yang sering terlihat adalah

tapikneu, retraksi, sianosis, batuk, panas, dan iritabel.

Pada pra-sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk (non

produktif/produktif), tapikneu, dan dispneu yang ditandai reaksi dinding

dada. Pada kelompok anak sekolah dan remaja, dapat dijumpai panas,

batuk (non produktif/produktif), nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan

letargi. Pada semua kelompok umur, akan dijumpai adanya napas

cuping hidung.

Pada auskultasi, dapat terdengar pernapasan menurun. Fine crackles

(ronkhi basah halus) yang khas pada anak besar, bisa juga ditemukan

pada bayi. Gejala lain pada anak besar adalah dull (redup) pada perkusi,

vokal fremitus menurun, suara nafas menurun, dan terdengar fine

16
crackles (ronkhi basah halus) didaerah yang terkena. Iritasi pleura akan

mengakibatkan nyeri dada, bila berat dada menurun waktu inspirasi,

anak berbaring kearah yang sakit dengan kaki fleksi. Rasa sakit dapat

menjalar ke leher, bahu dan perut.14

2.7.3 Pemeriksaan penunjang

Foto rontgen thoraks proyeksi posterior - anterior merupakan dasar

diagnosis utama pneumonia. Foto lateral dibuat bila diperlukan

informasi tambahan, misalnya efusi pleura. Pada bayi dan anak yang

kecil gambaran radiologi sering kali tidak sesuai dengan gambaran

klinis. Tidak jarang secara klinis tidak ditemukan apaapa tetapi

gambaran foto thoraks menunjukkan pneumonia berat. Foto thoraks

tidak dapat membedakan antara pneumonia bakteri dari pneumonia

virus. Gambaran radiologis yang klasik dapat dibedalan menjadi tiga

macam:

Konsolidasi lobar atau segmental disertai adanya air bronchogram,

biasanya disebabkan infeksi akibat pneumococcus atau bakteri lain.

Pneumonia intersitisial biasanya karena virus atau Mycoplasma,

gambaran berupa corakan bronchovaskular bertambah, peribronchal

cuffing dan overaeriation; bila berat terjadi pachyconsolidation

karena atelektasis.

17
Gambaran pneumonia karena S aureus dan bakteri lain biasanya

menunjukkan gambaran bilateral yang diffus, corakan peribronchial

yang bertambah, dan tampak infiltrat halus sampai ke perifer.14

Staphylococcus pneumonia juga sering dihubungkan dengan

pneumatocelle dan efusi pleural (empiema), sedangkan Mycoplasma

akan memberi gambaran berupa infiltrat retikular atau retikulonodular

yang terlokalisir di satu lobus.

Ketepatan perkiraan etiologi dari gambaran foto thoraks masih

dipertanyakan namun para ahli sepakat adanya infiltrat alveolar

menunjukan penyebab bakteri sehingga pasien perlu diberi antibiotika.

Hasil pemeriksaan leukosit > 15.000/l dengan dominasi netrofil

sering didapatkan pada pneumonia bakteri, dapat pula karena penyebab

non bakteri. Laju endap darah (LED) dan C reaktif protein juga

menunjukkan gambaran tidak khas.

Pemeriksaan sputum kurang berguna. Biakan darah jarang positif pada

311% saja, tetapi untuk Pneumococcus dan H. Influienzae

kemungkinan positif 2516 95%. Rapid test untuk deteksi antigen

bakteri mempunyai spesifitas dan sensitifitas rendah. Pemeriksaan

serologis juga kurang bermanfaat.14

18
2.8 Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Pneumonia Pada Balita

2.8.1 Faktor Host

a). Umur

Pada anak di bawah usia 2 tahun umumnya pneumonia disebabkan

oleh respiratory syncytial virus (RSV), adenovirus, virus influenza

dan parainfluenza. Chlamydia trachomatis Infeksi dapat ditularkan

kepada bayi dari saluran kelamin ibu selama kelahiran

mengakibatkan pneumonia. Pneumonia merupakan penyebab

penting dari morbiditas dan mortalitas pada semua kelompok umur.

Secara global diperkirakan bahwa 5 juta anak di bawah usia 5 tahun

meninggal akibat pneumonia setiap tahun (95% di negara-negara

berkembang).15

b). Jenis Kelamin

Jenis kelamin pada kasus pneumonia di Massachusetts antara tahun

1921 dan 1930 lebih didominasi oleh kaum laki laki dari pada

perempuan dalam semua kelompok umur. Di RS. Boston dilaporkan

kasus pnemonia lebih dominan laki laki dengan perbandingan

51,7% : 48,3 % untuk perempuan dan di Firlandia pada tahun 1977

dilaporkan laki laki lebih dominan sekitar 65 %. Anak laki laki

lebih sering terkena pneumonia dari pada anak perempuan.16

c). Ras / etnis/ warna kulit

Orang kulit hitam lebih peka dibandingkan dengan ras lain karena

19
berhubungan dengan iklim yang hangat, sehingga peka terhadap

peradangan paru akibat pneumococcus. Perbedaan ras menyebabkan

terjadinya perbedaan komposisi genetik sehinggga berperan

terhadap kepekaan ataupun kekebalan terhadap penyakit tertentu

dan ras berhubungan dengan lingkungan luar sehingga penyakit

paru, misalnya TBC dan Pnemonia mudah berkembang pada kulit

hitam.17

d). Status imunisasi balita

Diperlukan sejumlah imunisasi dalam beberapa tahun pertama

kehidupan seorang anak untuk memproteksi anak tersebut melawan

penyakit penyakit kanak-kanak yang menular yang paling serius.

Sistem imunitas pada anak kecil tidak bekerja sebaik sistem

imunitas pada anak-anak yang lebih besar dan orang dewasa, karena

sistem itu belum matang. Oleh karena itu diperlukan lebih banyak

dosis vaksin. Dalam beberapa bulan pertama kehidupannya, seorang

bayi telah terproteksi terhadap kebanyakan penyakit menular oleh

antibodi dari ibunya yang dialihkan kepada bayi selama masa

kehamilan. Pada saat antibodi tersebut telah habis, bayi tersebut

menghadapi risiko infeksi yang serius dan dengan demikian

imunisasi pertama diberikan sebelum antibodi tersebut habis sama

sekali. Alasan lain mengapa anak-anak mendapatkan banyak

imunisasi ialah karena vaksin-vaksin baru melawan infeksi-infeksi

serius terus dibikin. Jumlah injeksi berkurang dengan digunakannya

20
kombinasi vaksin-vaksin, di mana beberapa vaksin digabung

menjadi satu suntikan.18

Ketahanan terhadap penyakit TB (Tuberkulosis) berkaitan dengan

keberadaan virus tubercle bacili yang hidup di dalam darah. Itulah

mengapa, agar memiliki kekebalan aktif, dimasukkanlah jenis basil

tak berbahaya ini ke dalam tubuh, alias vaksinasi BCG (Bacillus

Calmette-Guerin). Seperti diketahui, Indonesia termasuk negara

endemis TB (penyakit TB terus menerus ada sepanjang tahun) dan

merupakan salah satu negara dengan penderita TB tertinggi di

dunia. TB disebabkan kuman Mycobacterium tuberculosis, dan

mudah sekali menular melalui droplet, yaitu butiran air di udara

yang terbawa keluar saat penderita batuk, bernapas ataupun bersin.

Gejalanya antara lain: berat badan anak susah bertambah, sulit

makan, mudah sakit, batuk berulang, demam dan berkeringat di

malam hari, juga diare persisten. Masa inkubasi TB rata-rata

berlangsung antara 8-12 minggu.

Untuk mendiagnosis anak terkena TB atau tidak, perlu dilakukan tes

rontgen untuk mengetahui adanya vlek, tes Mantoux untuk

mendeteksi peningkatan kadar sel darah putih, dan tes darah untuk

mengetahui ada-tidak gangguan laju endap darah. Bahkan, dokter

pun perlu melakukan wawancara untuk mengetahui, apakah si kecil

pernah atau tidak, berkontak dengan penderita TB. Jika anak positif

terkena TB, dokter akan memberikan obat antibiotik khusus TB

21
yang harus diminum dalam jangka panjang, minimal 6 bulan. Lama

pengobatan tak bisa diperpendek karena bakteri TB tergolong sulit

mati dan sebagian ada yang tidur. Karenanya, mencegah lebih

baik daripada mengobati. Selain menghindari anak berkontak

dengan penderita TB, juga meningkatkan daya tahan tubuhnya yang

salah satunya melalui pemberian imunisasi BCG.19

e). Riwayat penyakit campak

Campak adalah penyakit serius akibat infeksi virus yang sangat

menular yang menimbulkan demam, bintik-bintik merah, pilek,

batuk dan mata merah serta pedih. Komplikasi yang mengikuti

sakit karena campak dapat sangat berbahaya, dan pneumonia

terjadi dalam 4% di antara penderita campak. Sekitar satu di setiap

2.000 orang anak yang terkena campak akan berkembang menjadi

inflamasi otak (ensefalitis). Dari 10 orang anak yang terkena

campak ensefalitis, satu akan meninggal dan sampai empat orang

anak akan menderita kerusakan otak permanen. Suatu penyakit

yang serius tetapi jarang yang disebut Subacute sclerosing

panencephalitis (SSPE) dapat terjadi pada anak-anak beberapa

tahun setelah infeksi campak. SSPE adalah penyakit yang secara

cepat merusak otak dan selalu berakhir pada kematian. SSPE

timbul dalam sekitar satu dari 25.000 yang terkena campak.18

22
Yang mempunyai riwayat penyakit ISPA merupakan faktor risiko

terhadap pneumoni sebagai penyebab kematian pada balita usia 2

bulan. Hampir 70 % penyebab kematian pada balita disebabkan

oleh penyakit diare, pnemonia, campak, malaria dan malnutrisi.20

Bronkopneumonia sering terjadi pada umur dibawah 3 tahun dan

dapat berhubungan dengan penyakit lain seperti campak atau

pertusis. Penyakit campak disebabkan oleh virus morbilli

ditularkan melalui sekret pernafasan atau melalui udara. Virus

dalam jumlah sedikit saja dapat menyebabkan infeksi pada

individu yang rentan. Penyakit campak sangat infeksius selama

masa prodromal yang ditandai dengan demam, malaise, mata

merah, pilek, dan trakeobronkitis dengan manifestasi batuk. Infeksi

campak pertama kali terjadi pada epitelium saluran pernafasan dari

nasofaring, konjungtiva, dengan penyebaran ke daerah limfa.

Viremia primer terjadi 2-3 hari setelah individu terpapar virus

campak, diikuti dengan viremia sekunder 3-4 hari kemudian.

Viremia sekunder menyebabkan infeksi dan replikasi virus lebih

lanjut pada kulit, konjungtiva, saluran pernafasan dan organ

lainnya. Replikasi virus memerlukan waktu 24 jam.21

f). Pemberian ASI Eksklusif

Kandungan kolostrum pada susu ibu terkonsentrasi sebagai sumber

vitamin A. Untuk balita 6-12 bulan pertama kehidupan bayi banyak

bergantung hampir sepenuhnya pada vitamin A yang diberikan

23
dalam ASI, yang mudah diserap. Bila ibu kekurangan vitamin A

bagaimanapun, jumlah yang disediakan dalam susunya

berkurang.22

g). Status gizi

Status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh status

keseimbangan antara asupan(intake) zat gizi dan jumlah yang

dibutuhkan (requirement) oleh tubuh untuk berbagai fungsi

biologis (pertumbuhan fisik, perkembangan, aktivitas,

pemeliharaan kesehatan, dan lainya). Status gizi adalah tanda -

tanda atau penampilan yang di akibatkan dari nutrisi yang dilihat

melalui variabel tertentu (indikator status gizi) seperti berat, tinggi

badan dll.23

Kekurangan nutrisi pada anak mempunyai risiko tinggi terhadap

kematian pada anak usia 0-4 tahun. Kekurangan nutrisi merupakan

faktor risiko terjadinya penyakit pneumonia, hal ini disebabkan

karena lemahnya sistem kekebalan tubuh karena asupan protein

dan energi berkurang, dan kekurangan gizi dapat melemahkan otot

pernafasan.2

h). Pemberian Vitamin A

Vitamin A adalah nutrisi penting yang dibutuhkan dalam jumlah

kecil untuk fungsi normal dari sistem visual, dan pemeliharaan

fungsi sel untuk pertumbuhan, integritas epitel, merah produksi sel

darah merah, kekebalan dan reproduksi.25 Vitamin A diyakini

24
penting di semua tingkat dari sistem kekebalan tubuh berbagai

fungsi termasuk mempertahankan integritas epitel, meningkatkan

tingkat reaktan fase akut sebagai respon terhadap infeksi, mengatur

diverentiation monosit dan fungsi, meningkatkan sitotoksisitas sel

pembunuh alami, meningkatkan respon antibodi terhadap tetanus

toksoid dan vaksin campak, dan meningkatkan jumlah limfosit

total. Demikian pula, berbagai vitamin lain mengatur fungsi imun

seluler dan humoral pada berbagai tingkat.25 Anak-anak juga pada

peningkatan risiko kekurangan vitamin A sebagai hasil dari

infestasi usus dan infeksi, yang mengganggu penyerapan vitamin

A, infeksi pernapasan, TBC, dan campak (dan exanthems anak

lainnya), yang meningkatkan kebutuhan metabolik, dan

kekurangan energi protein, yang menggangu dengan penyimpanan

transportasi, dan pemanfaatan vitamin.22

Vitamin A berhubungan dengan daya tahan tubuh balita, sehingga

jika balita tidak mendapatkan kapsul vitamin A dosis tinggi

berpeluang terjadi pneumonia.20

2.8.2 Faktor Agent

Pneumonia biasanya disebabkan karena beberapa faktor di

antaranya adalah :

a. Faktor Biologis

25
1. Bakteri (pneumococcus, Streptococcus, Stafilococcus, H.

Influenza, Klebsiela mycoplasma pneumonia).

2. Virus (virus adeno, virus para influenza, virus influenza).

3. Jamur / fungi (candida, histoplasma, capsulatum,

coccydiodess).

4. Protozoa (pneumocystis carinii)25

b. Faktor Lingkungan

1. Karakteristik Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada disekitar

manusia, yang terdiri atas lingkungan fisik, biologi, kimia

dan sosial budaya. Jadi lingkungan adalah kumpulan dari

semua kondisi dari luar yang mempunyai kehidupan dan

perkembangan dari organisme hidup manusia.

Lingkungan hidup manusia pada dasarnya terdiri dari dua

bagian, yaitu internal dan eksternal. Lingkungan internal

merupakan suatu keadaan dinamis dan seimbang

(homeostatis), sedangkan lingkungan eksternal merupakan

lingkungan diluar tubuh yang terdiri dari tiga komponen:

- Lingkungan fisik, bersifat abiotik (benda mati) seperti

air, udara, tanah, cuaca/iklim, geografis, perumahan,

pangan, panas, radiasi, dan lain-lain. Lingkungan fisik

berinteraksi secara konstan dengan manusia sepanjang

waktu dan masa serta memegang peranan penting dalam

26
proses terjadinya penyakit pada masyarakat, misal

kekurangan persediaan air bersih terutama pada musim

kemarau dapat menimbulkan penyakit diare.

- Lingkungan biologis, bersifat biotik (benda hidup)

seperti mikroorganisme, serangga, binatang, jamur,

parasit, dan lain-lain yang dapat berperan sebagai agent

penyakit, reservoir infeksi, vektor penyakit dan hospes

intermediat. Hubungannya dengan manusia bersifat

dinamis dan pada keadaan tertentu dimana tidak terjadi

keseimbangan diantara hubungan tersebut maka

manusia menjadi sakit.

- Lingkungan sosial berupa kultur, adat istiadat,

kebiasaan, kepercayaan, agama, sikap/perilaku, standar

dan gaya hidup, pekerjaan, kehidupan kemasyarakatan,

organisasi sosial dan politik. Manusia dipengaruhi oleh

lingkungan sosial, jika tidak dapat menyesuaikan diri

maka akan terjadi konflik kejiwaan dan menibulkan

gejala psikosomatik seperti stress, insomnia, depresi

dan lainnya sehingga dapat juga mengganggu kesehatan

lainya.

2. Kepadatan hunian

Banyaknya orang yang tinggal dalam satu rumah

mempunyai peranan penting dalam kecepatan transmisi

27
mikroorganisma di dalam lingkungan, sehingga kepadatan

hunian rumah perlu menjadi perhatian semua anggota

keluarga, terutama dikaitkan dengan penyebaran penyakit

menular.27

3. Ventilasi Rumah

Ventilasi mempunyai fungsi sebagai sarana sirkulasi udara

segar masuk ke dalam rumah dan udara kotor keluar rumah.

Rumah yang tidak dilengkapi sarana ventilasi akan

menyebabkan suplai udara segar dalam rumah menjadi

sangat minimal. Kecukupan udara segar dalam rumah

menjadi sangat dibutuhkan untuk kehidupan bagi

penguninya, karena ketidak cukupan suplai udara akan

berpengaruh pada fungsi fisiologis alat pernafasan bagi

penghuninya, terutama bayi dan balita.27

2.9 Penatalaksaan

2.9.1 Kriteria Rawat Inap

Bayi :

Saturasi oksigen 92%, sianosis

Frekuensi napas > 60x/menit

Distres pernapasan, apneu intermiten atau grunting

Tidak mau minum/menetek

Keluarga tidak bisa merawat di rumah

28
Anak :

Saturasi oksigen < 92%, sianosis

Frekuensi napas > 50x/menit

Distres pernapasan

Terdapat tanda dehidrasi

Keluarga tidak bisa merawat di rumah

2.9.2 Tata laksana Umum

Pasien dengan saturasi oksigen 92% pada saat bernapas dengan udara

kamar harus diberikan terapi oksigen dengan kanul nasal, head box

atau sungkup untuk mempertahankan saturasi oksigen >92%

Pada pneumonia berat atau asupan per oral kurang, diberikan

cairan intravena dan dilakukan balans cairan ketat

Antipiretik dan analgesik dapat diberikan untuk menjaga

kenyamanan pasien dan mengontrol batuk

Nebulisasi dengan 2 agonis dan/atau NaCl dapat diberikan

untuk memperbaiki mucocilliary clearance

Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus di observasi

setidaknya setiap 4 jam sekali, termasuk pemeriksaan saturasi

oksigen

2.9.3 Pemberian Antibiotik

Amoksisilin merupakan pilihan pertama unuk antibiotik oral

pada anak <5 tahun karena efektif melawan sebagian besar

pathogen yang menyebabkan pneumonia pada anak, ditoleransi

29
dengan baik dan mudah. Alternatifnya adalah co-amoxiclav,

ceflacor, eritromisin, claritromisin dan azitromisin

M. pneumonia lebih sering terjadi pada anak yang lebih tua

maka antibiotik golongan makrolid diberikan sebagai pilihan

pertama secara empiris pada anak 5tahun

Makrolid diberikan jika M. pneumonia atau C. pneumonia

dicurigai sebagai penyebab

Amoksisilin diberikan sebagai pilihan pertama jika S.

pneumonia sangat mungkin sebagai penyebab

Jika S. aureus dicurigai sebagai penyebab, diberikan makrolid

atau kombinasi fluclocacilin dengan amoksisilin

Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia yang

tidak dapat menerima obat peroral (missal karena muntah) atau

termasuk dalam derajat pneumonia berat

Antibiotik intravena yang dianjurkan adalah ampisilin dan

kloramfenikol, ceftriaxone, cefotaxime dan cefuroxime

Pemberian antibiotik oral harus dipertimbangkan jika terdapat

perbaikan setelah mendapat antibiotik intravena.30

Antibiotik Dosis Frekuensi Keterangan


Penisilin G 50.000 unit/kg/kali Tiap 4 jam S. pneumonia
dosis tunggal
maks. 4.000.000
Ampisilin 100mg/kg/hari Tiap 6 jam
Kloramfenikol 100mg/kg/hari Tiap 6 jam
Cefuroxime 50mg/kg/kali dosis Tiap 8 jam S. pneumonia, H.
tunggal maks. influenza
2gram

30
Ceftriaxone 50mg/kg/kali 1x/hari S. pneumonia, H.
Dosis tunggal influenza
maks. 2 gram
Clindamycin 10mg/kg/kali Tiap 6 jam Grup A
Dosis tunggal Streptococcus, S.
maks. 1,2 gram aureus, S.
pneumoniae
(alternatif untuk
anak alergi beta
lactam, lebih jarang
menimbulkan
flebitis pada
pemberian IV dari
pada eritromisin)
Eritromisin 10mg/kg/kali Tiap 6 jam S. pneumonia,
Dosis tunggal Chlamydia
maks. 1 gram pneumonia,
Mycoplasma
pneumonia

2.10 Komplikasi

1. Efusi Pleura

Jika terjadi efusi pleura kemungkinan disebabkan oleh infeksi

stafilokokus. Jika efusi minimal dan respon pasien baik terhadap

pemberian antibiotika maka pemberian antibiotika tetap diteruskan. Jika

efusi cukup banyak maka perlu dilakukan pungsi cairan pleura (pleura

tap) untuk diagnostik (pemeriksaan makroskopik, pengecatan gram,

jumlah sel, kultur). Penentuan antibiotika selanjutnya dapat didasarkan

dari hasil kultur.

Indikasi pemasangan pleural drain :

Perjalanan klinis berlangsung progresif

Efusi pleura bertambah walaupun sudah mendapat antibiotic

31
Distress nafas berat

Terjadi pergeseran mediastinum (mediastinal shift)

Didapatkan cairan yang purulen saat dilakukan pungsi pleura28

2. Abses Paru

Staphylococus aureus merupakan penyebab yang paling banyak, tetapi

juga terdapat kemungkinan ineksi oleh karena kuman anaerob. Pemberian

antibiotika parenteral diteruskan sampai 7 hari bebas demam, dilanjutkan

pemberian oral antibiotik sampai lama terapi mencapai minimal 4

minggu.29

3. Empiema/piopneumotoraks

Seringkali disebabkan oleh Staphylococcus aureus, Streptococus

pneumonia, Haemophillus influenza dan Streptococcus grup A. selain itu

terdapat juga kemungkinan infeksi kuman anaerob. Selain pemberian

antibiotika yang optimal sesuai dugaan kuman penyebab, diindikasikan

juga pemasangan pleural drain.

Tujuan akhir perawatan adalah mengeliminasi infeksi dan komplikasi,

mengembangkan kembali paru-paru serta menurunkan waktu perawatan.29

4. Sepsis

Sepsis sebagai komplikasi dari pneumonia terutama disebabkan oleh

Staphylococcus aureus dan Streptococcus pneumonia. Penanganan dengan

antibiotika yang sesuai dan terapi suportif lainnya.29

5. Gagal Nafas

32
Pada kondisi gagal nafas, perlu dilakukan intubasi dan pemberian bantuan

ventilasi mekanik.29

2.11 Pencegahan Pneumonia

2.11.1 Pencegahan Primer

Pencegahan primer bertujuan untuk menghilangkan faktor risiko

terhadap kejadian pneumonia. Upaya yang dapat dilakukan antara

lain:

Memberikan imunisasi campak pada usia 9 bulan dan

imunisasi DPT (Diphteri, Pertusis, Tetanus) sebanyak 3 kali

yaitu pada usia 2, 3, dan 4 bulan.

Menjaga daya tahan tubuh anak dengan cara memberikan

ASI pada bayi neonatal sampai berumur 2 tahun dan

makanan yang bergizi pada balita.Di samping itu, zat-zat

gizi yang dikonsumsi bayi dan anak-anak juga perlu

mendapat perhatian.

Mengurangi polusi lingkungan seperti polusi udara dalam

ruangan dan polusi di luar ruangan.

Mengurangi kepadatan hunian rumah.29

2.11.2 Pencegahan Sekunder

Tingkat pencegahan kedua ini merupakan upaya manusia untuk

mencegah orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat

progresifitas penyakit, menghindari komplikasi, dan mengurangi

33
ketidakmampuan. Pencegahan sekunder meliputi diagnosis dini dan

pengobatan yang tepat sehingga dapat mencegah meluasnya

penyakit dan terjadinya komplikasi. Upaya yang dapat dilakukan


14
antara lain:

Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan

antibiotik parenteral dan penambahan oksigen.

Pneumonia : diberikan antibiotik kotrimoksasol oral,

ampisilin atau amoksilin.

Bukan Pneumonia : perawatan di rumah saja. Tidak

diberikan terapi antibiotik. Bila demam tinggi diberikan

parasetamol. Bersihkan hidung pada anak yang mengalami

pilek dengan menggunakan lintingan kapas yang diolesi air

garam. Jika anak mengalami nyeri tenggorokan, beri

penisilin dan dipantau selama 10 hari ke depan.29

2.11.3 Pencegahan Tertier

Tujuan utama dari pencegahan tertier adalah mencegah agar tidak

munculnya penyakit lain atau kondisi lain yang akan memperburuk

kondisi balita, mengurangi kematian serta usaha rehabilitasinya.

Pada pencegahan tingkat ini dilakukan upaya untuk mencegah

proses penyakit lebih lanjut seperti perawatan dan pengobatan.

Upaya yang dilakukan dapat berupa:

34
Melakukan perawatan yang ekstra pada balita di rumah, beri

antibiotik selama 5 hari, anjurkan ibu untuk tetap kontrol

bila keadaan anak memburuk.

Bila anak bertambah parah, maka segera bawa ke sarana

kesehatan terdekat agar penyakit tidak bertambah berat dan

tidak menimbulkan kematian.29

35
BAB III

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama pasien : Kenzo Purba

No. RM : 115524

Tanggal lahir : 26 Oktober 2014

Usia : 3 bulan

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Kristen

Suku / Bangsa : Batak / Indonesia

Alamat : Cingkes

Tanggal masuk : 3 Februari 2015

Waktu masuk : 11.00 WIB

B. IDENTITAS ORANG TUA

Ayah Ibu

Nama Kardin Purba Rosa Adelina br. Sembiing

Usia 47 tahun 38 tahun

Agama Kristen Kristen

Pendidikan terakhir S1 D3

Pekerjaan Petani Guru

Alamat Cingkes Cingkes

36
C. ANAMNESIS (alloanamnesa dengan ibu pasien)

1. Keluhan Utama

Batuk

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien dibawa ke Poli Anak RSU. Kabanjahe pada tanggal 3

Februari 2015 pukul 11.00 WIB oleh orang tua pasien dengan keluhan

Batuk. Batuk dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Ibu OS juga

mengatakan OS awalnya batuk kering tapi setelah berobat di

puskesmas berubah menjadi batuk berdahak namun batuk tidak

berkurang. Adanya demam disangkal oleh ibu OS namun sehari

sebelum masuk RS ada demam.

Ibu OS juga mengatakan hal ini baru pertama kali dialami oleh

anaknya. Ibu OS juga mengatakan BAB dan BAK (+) Normal.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Ibu OS mengatakan OS tidak pernah mengalami penyakit seperti

ini.

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Setelah terpapar abu vulkanik seluruh anggota keluarga mengalami

batuk kemudian batuk juga dialami oleh OS

5 . Riwayat Pengobatan

Pasien sudah pernah berobat di puskesmas namun tidak ada

perubahan.

37
6. Riwayat Alergi Obat dan Makanan

Pasien tidak memiliki alergi obat maupun makanan.

7. Riwayat Kelahiran

Pasien merupakan anak ke dua di dalam keluarga yang lahir secara

sesar di sebuah Rumah sakit yang ditolong oleh dokter. Usia kehamilan

cukup bulan, pasien lahir langsung menangis, seluruh tubuh merah,

denyut jantung <100x/menit. Berat badan saat lahir 3500 gram dan

panjang badan saat lahir 50 cm.

8. Riwayat Imunisasi

Imunisasi dasar pasien yaitu:

BCG : Sudah

Hepatitis B : Sudah

DPT : Belum dilakukan

Polio : Sudah

Campak : Belum dilakukan

9. Riwayat Tumbuh Kembang

Tumbuh kembang pasien sesuai dengan tumbuh kembang anak-

anak sebayanya.

10. Riwayat Makanan

Dari lahir hingga sekarang pasien diberikan susu formula. Tidak

ada riwayat pemberian makanan tambahan lainnya.

38
11. Riwayat Sosial Ekonomi

Ayah pasien bekerja sebagai petani dan ibunya adalah seorang

guru. Ayah pasien adalah perokok.

D. PEMERIKSAAN FISIK (03-02-2015 pukul 13.00 WIB)

1. Kesan umum

Keadaan Umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Tekanan Darah : - mmHg

Denyut Nadi : 96x / menit

Pernapasan : 76x / menit

Suhu : 37C

Berat Badan : 4,5 kg

Tinggi Badan : 65 cm

2. Pemeriksaaan Khusus

Kepala : Bentuk normal, simetris dan tidak ada trauma atau

benjolan

Mata : Alis mata hitam dan tersebar merata, edema palpebra

(-/-), konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), pupil

bulat isokor, dan reflek cahaya (+/+)

Telinga : Bentuk aurikula normal (+/+), liang telinga sempit (+/+),

serumen (+/+), nyeri tekan tragus (-/-), cairan/darah (-/-)

gendang telinga intak, fungsi pendengaran baik (+/+)

39
Hidung : Bentuk normal, septum nasi di tengah, tidak ada

deviasi, mukosa tidak hiperemis, tidak ada edema konka,

tidak terdapat sekret pada kedua lubang hidung, dan

epistaksis (-), pernapasan cuping hidung(+).

Gigi dan mulut: Mukosa bibir tidak kering, tidak terdapat sianosis dan

tidak ada deviasi, tidak ditemukan lidah kotor dan

deviasi pada lidah, tidak ada gusi berdarah. Bentuk

bibir simetris, langit-langit utuh.

Leher : Tidak tampak adanya luka maupun benjolan, tidak

terdapat keterbatasan gerakan, tidak terdapat

pembengkakan tiroid

Thorak

Paru-paru

Inspeksi : Bentuk dada normal, tidak terlihat nafas tertinggal,

tidak terlihat massa, dan tidak terlihat jejas

Palpasi : Tidak terdapat fraktur klavikula

Perkusi : tidak dilakukan pemeriksaan

Auskultasi : bunyi napas melemah dan tidak terdapat bunyi

tambahan ronchi basah, ronki kering (-/-), wheezing

(-/-)

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS 2 linea midclavicula sinistra

40
Perkusi :

Batas atas : sela iga III garis parasternal sinistra

Batas kanan : sela iga II garis parasternal dextra

Batas kiri : sela iga V garis midclavikula sinistra

Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler murni, murmur (-/-), gallop (-/-)

Abdomen

Inspeksi : Dinding abdomen simetris tampak bulat, tidak terlihat

penonjolan massa ataupun adanya luka

Auskultasi : Bising Usus (+)

Palpasi :Soepel, turgor baik, Hepar dan lien tidak teraba, distensi

abdomen (-)

Perkusi : Timpani tidak ada undulasi

Punggung : Tampak normal, tidak terlihat kelainan bentuk tulang

E. DIAGNOSIS BANDING

1. Pneumonia

2. Bronkiolitis

3. Bronkitis

F. DIAGNOSIS KERJA

Pneumoni

G. TATALAKSANA

1. Medikamentosa (Khusus )

41
- IVFD Dextrose 5% 0,5ml 10gtt/i (mikro)

- Injeksi zidifec 150mg/12jam/iv

- Injeksi indexon 1mg/8jam

- Sanmol 3X0,5 ml

2. Non-medikamentosa ( Umum )

Bedrest / istirahat relatif (tirah baring)

H. PROGNOSIS

Quo Ad vitam : ad bonam

Quo Ad fungsionam : ad bonam

Quo Ad sanactionam : ad bonam

42
Follow Up : Kenzo Purba

Tanggal Jam Follow Up Intruksi dokter


3 Februari 08.00 Batuk 1 bulan, - IVFD Dextrose
2015 batuk berdahak (+), 5% 0,5ml 10gtt/i
demam (+), muntah (mikro)
1x (+), BAB dan - Injeksi zidifec
BAK (+) normal. 150mg/12jam/iv
HR : 96x/menit - Injeksi indexon
RR : 76 x/menit 1mg/8jam/iv
T : 370C - Sanmol 3x0,5 ml

4 Februari 08.00 Batuk (+), batuk - IVFD Dextrose


2015 berdahak (+), demam 5% 0,5ml 6gtt/i
(-), muntah 1x (-), (mikro)
BAB dan BAK (+) - Injeksi zidifec
normal. 120mg/8jam/iv
HR : 140x/menit - Injeksi indexon
RR : 80 x/menit 0,5mg/8jam/iv
T : 37,40C - Sanmol 3x0,5 ml

5 Februari 08.00 Batuk (+) berkurang, - IVFD Dextrose


2015 batuk berdahak (+), 5% 0,5ml 6gtt/i
demam (-), muntah (mikro)
1x (-), BAB dan - Injeksi zidifec
BAK (+) normal. 120mg/8jam/iv
HR : 98x/menit - Injeksi indexon
RR : 68x/menit 0,5mg/8jam/iv
T : 36,20C - Sanmol 3x0,5 ml

6 Februari 08.00 Batuk (+) berkurang, - IVFD Dextrose


2015 dahak (+), demam (-), 5% 0,5ml 6gtt/i
muntah (-), BAB dan (mikro)
BAK normal - Injeksi zidifec
120mg/8jam/iv
- Injeksi indexon
0,5mg/8jam/iv
- Sanmol 3x0,5 ml
7 Februari 08.00 Batuk (+) berkurang, - IVFD Dextrose
2015 dahak (+), demam (-), 5% 0,5ml 6gtt/i
muntah (-), BAB dan (mikro)
BAK normal - Injeksi zidifec
120mg/8jam/iv
- Injeksi indexon
0,5mg/8jam/iv
- Sanmol 3x0,5 ml

43
BAB IV

KESIMPULAN

1. Pasien mengalami pneumoni dengan keluhan batuk, sesak yang ditandai

dengan pernapasan cuping hidung saat OS masuk RS dan demam.

2. ISPA masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama karena

tingginya angka morbiditas dan mortalitas terutama pada bayi dan anak

balita.

3. Pneumonia adalah setiap penyakit radang paru yang dapat disebabkan oleh

bakteri, virus atau jamur. Bahan kimia atau agen lain bisa menyebabkan

paru menjadi meradang. Suatu jenis pneumonia yang terkait dengan

influenza kadang-kadang berakibat fatal.

44

Anda mungkin juga menyukai