Anda di halaman 1dari 4

Mengenal Suku Karen,

Si "Leher Panjang" dari


Thailand
SRI ANINDIATI NURSASTRI
Kompas.com - 01/10/2016, 15:32 WIB

Baan Tong Luang bukanlah desa biasa. Desa wisata yang terletak di Chiang Mai ini
mengumpulkan semua suku asli di utara Thailand.(KOMPAS.COM/SRI ANINDIATI NURSASTRI)

CHIANG MAI, KOMPAS.com - Saat berkunjung ke bagian utara Thailand,


salah satu tempat yang tak boleh dilewatkan adalah desa tempat tinggal
Suku Karen. Ini adalah salah satu suku yang tinggal di pedalaman Thailand
selain juga Lahu Shi Bala, Palong, Hmong, Kayaw, Akha, dan Mien.

Karen menjadi salah satu suku yang "diincar" wisatawan karena tradisi
uniknya. Para wanita Suku Karen diwajibkan memanjangkan leher
menggunakan tumpukan kawat yang terbuat dari kuningan. Di Thailand
ada beberapa desa wisata tempat turis melihat Suku Karen, salah satunya
Baan Tong Luang di Chiang Mai.
Wanita suku Karen yang tinggal di bagian utara Thailand.(KOMPAS.COM/SRI ANINDIATI NURSASTRI)

"Di Thailand, semua Suku Karen hanya tinggal di desa wisata. Tidak ada
yang hidup di pedalaman atau di pegunungan seperti aslinya," tutur
Paiboon Pramuankarn, pemandu wisata yang
mengantar KompasTravel dan rombongan dari Tourism Authority of
Thailand (TAT) berkeliling Chiang Mai beberapa waktu lalu.

Namun, salah besar jika Anda berpikir Suku Karen adalah asli Thailand.
Karen pada awalnya tinggal di dataran tinggi Tibet. Suku tersebut
kemudian "hijrah" ke Myanmar, tepatnya di Karen State yang berbatasan
langsung dengan Thailand.

Mengutip situs Karen.org, suku ini terbagi menjadi beberapa sub-etnis


antara lain Skaw Karen, Pwo Karen, dan Bwe Karen. Beberapa sub-etnis
ini kemudian pindah ke Thailand karena bentrok dengan pemerintah. Kini,
sekitar 150.000 orang Karen tinggal di Thailand sementara tujuh juta
lainnya masih tinggal di Myanmar.

"Jumlah Suku Karen yang tinggal di Thailand sedikit. Oleh karena itu
sangat diperhatikan pemerintah," tambah Paiboon yang akrab dipanggil
Jack.
Tujuh suku yang tinggal di desa ini adalah Karen, Lahu Shi Bala, Palong, Hmong, Kayaw, Akha,
dan Mien. (KOMPAS.COM/SRI ANINDIATI NURSASTRI)

Pada dasarnya Suku Karen menganut kepercayaan animisme. Namun


sejak Myanmar dijajah Inggris pada abad ke-18, misionaris Kristen pun
melebarkan sayapnya. Kini sekitar 15 persen Suku Karen di Myanmar dan
Thailand menganut agama Kristen. Di desa wisata Baan Tong Luang
misalnya, terdapat sebuah gereja untuk tempat ibadah.

Baan Tong Luang hanya salah satu desa wisata untuk melihat Suku Karen
dari dekat. Desa ini menggabungkan tujuh suku yang tinggal di utara
Thailand, yang sering disebut hill tribes.

"Ada tujuh suku yang tinggal di desa ini. Ada sekitar 20 kelompok jika
ditotal," tutur Jack.
Para wanita Suku Karen mengenakan kalung bertumpuk-tumpuk. Mereka melakukan tradisi ini
sejak masih gadis. Semakin panjang leher, semakin cantik mereka di mata pria.(KOMPAS.COM/SRI
ANINDIATI NURSASTRI)

Para wanita Suku Karen mengenakan kalung bertumpuk-tumpuk. Mereka


melakukan tradisi ini sejak masih gadis. Semakin panjang leher, semakin
cantik mereka di mata pria.

Hampir semua suku asli Thailand punya kerajinan tangan berupa tenun.
Semua wanita hill tribes bisa menenun. Mereka menenun kain untuk
digunakan sebagai pakaian, topi, hingga selimut dan kaus kaki.

Tujuh suku itu tersebar di desa yang cukup luas, lengkap dengan
pesawahan dan lumbung padi. Bertani adalah mata pencaharian utama
para pria hill tribes. Kincir air bisa ditemukan di beberapa titik.

Menyusuri tiap suku di Baan Tong Luang butuh waktu yang tidak sedikit.
Apalagi setiap pemilik rumah memersilakan pengunjung untuk memotret
(tanpa membayar) bahkan masuk ke dalam rumahnya.

Anda mungkin juga menyukai