Anda di halaman 1dari 6

Gerakan 30 September

Nama : Ardandy Wijaya


Kelas : XMIPA 2
Mapel : PKN
PEMBAHASAN

1. Sejarah Singkat G30-S/PKI


Peristiwa Madiun (Madiun Affairs) adalah sebuah konflik kekerasan atau situasi chaos yang
terjadi di Jawa Timur bulan September Desember 1948. Peristiwa ini diawali dengan
diproklamasikannya negara Soviet Republik Indonesia pada tanggal 18 September 1948 di
Madiun oleh Muso, seorang tokoh Partai Komunis Indonesia dengan didukung pula oleh
Menteri Pertahanan saat itu, Amir Sjarifuddin.
Pada saat itu hingga era Orde Lama peristiwa ini dinamakan Peristiwa Madiun (Madiun
Affairs), dan tidak pernah disebut sebagai pemberontakan Partai Komunis Indonesia
(PKI).Baru di era Orde Baru peristiwa ini mulai dinamakan pemberontakan PKI. Bersamaan
dengan itu terjadi penculikan tokoh-tokoh masyarakat yang ada di Madiun, baik itu tokoh
sipil maupun militer di pemerintahan ataupun tokoh-tokoh masyarakat dan agama. Masih
ada kontroversi mengenai peristiwa ini.Sejumlah pihak merasa tuduhan bahwa PKI yang
mendalangi peristiwa ini sebetulnya adalah rekayasa pemerintah Orde Baru (dan sebagian
pelaku Orde Lama)

2. Peristiwa

1. Isu Dewan Jenderal


Pada saat-saat genting sekitar bulan September 1965 muncul isu adanya Dewan Jenderal,
yang mengungkapkan bahwa para petinggi Angkatan Darat tidak puas terhadap Soekarno
dan berniat untuk menggulingkannya. Menanggapi isu ini, Soekarno memerintahkan
pasukan Cakrabirawa untuk menangkap dan membawa mereka untuk diadili.Namun secara
tak terduga, dalam operasi penangkapan tersebut para jenderal tersebut terbunuh.
2. Isu Dokumen Gilchrist
Dokumen Gilchrist diambil dari nama duta besar Inggris untuk Indonesia, Andrew
Gilchrist. Beredar hampir bersamaan waktunya dengan isu Dewan Jenderal.Dokumen ini
oleh beberapa pihak dianggap pemalsuan. Di bawah pengawasan Jenderal Agayant dari
KGB Rusia, dokumen ini menyebutkan adanya Teman Tentara Lokal Kita yang
mengesankan bahwa perwira-perwira Angkatan Darat telah dibeli oleh pihak Barat.
Kedutaan Amerika Serikat juga dituduh memberi daftar nama anggota PKI kepada tentara
untuk ditindaklanjuti.
3. Isu Keterlibatan Soeharto
Menurut isu yang beredar, Soeharto saat itu menjabat sebagai Pangkostrad (Panglima
Komando Strategis Cadangan Angkatan Darat) tidak membawahi pasukan.
Korban
Keenam pejabat tinggi yang dibunuh tersebut adalah:

Letjen TNI Ahmad Yani (Menteri/Panglima Angkatan Darat/Kepala Staf


Komando Operasi Tertinggi)
Mayjen TNI Raden Suprapto (Deputi II Menteri/Panglima AD bidang
Administrasi)
Mayjen TNI Mas Tirtodarmo Haryono (Deputi III Menteri/Panglima AD bidang
Perencanaan dan Pembinaan)
Mayjen TNI Siswondo Parman (Asisten I Menteri/Panglima AD bidang Intelijen)
Brigjen TNI Donald Issac Panjaitan (Asisten IV Menteri/Panglima AD bidang
Logistik)
Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo (Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal
Angkatan Darat)
Jenderal TNI Abdul Harris Nasution yang menjadi sasaran utama, selamat dari
upaya pembunuhan tersebut. Sebaliknya, putrinya Ade Irma Suryani Nasution dan
ajudan beliau, Lettu CZI Pierre Andreas Tendean tewas dalam usaha pembunuhan
tersebut.

Selain itu beberapa orang lainnya juga turut menjadi korban:

Bripka Karel Satsuin Tubun (Pengawal kediaman resmi Wakil Perdana Menteri II
dr.J.Leimena)
Kolonel Katamso Darmokusumo (Komandan Korem 072/Pamungkas,
Yogyakarta)
Letkol Sugiyanto Mangunwiyoto (Kepala Staf Korem 072/Pamungkas,
Yogyakarta)

Para korban tersebut kemudian dibuang ke suatu lokasi di Pondok Gede, Jakarta yang
dikenal sebagai Lubang Buaya.Mayat mereka ditemukan pada 3 Oktober.
4. Pasca Kejadian
Pasca pembunuhan beberapa perwira TNI Angkatan Darat, PKI mampu menguasai dua
sarana komunikasi vital, yaitu studio RRI di Jalan Merdeka Barat dan Kantor
Telekomunikasi yang terletak di Jalan Merdeka Selatan. Melalui RRI, PKI menyiarkan
pengumuman tentang Gerakan 30 September yang ditujukan kepada para perwira tinggi
anggota Dewan Jenderal yang akan mengadakan kudeta terhadap pemerintah.
Diumumkan pula terbentuknya Dewan Revolusi yang diketuai oleh Letkol Untung
Sutopo.
Di Jawa Tengah dan DI.Yogyakarta, PKI melakukan pembunuhan terhadap Kolonel
Katamso (Komandan Korem 072/Yogyakarta) dan Letnan Kolonel Sugiyono (Kepala Staf
Korem 072/Yogyakarta).Mereka diculik PKI pada sore hari 1 Oktober 1965.Kedua perwira
ini dibunuh karena secara tegas menolak berhubungan dengan Dewan Revolusi. Pada
tanggal 1 Oktober 1965 Sukarno dan sekretaris jendral PKI Aidit menanggapi
pembentukan Dewan Revolusioner oleh para pemberontak dengan berpindah ke
Pangkalan Angkatan Udara Halim di Jakarta untuk mencari perlindungan. Pada tanggal 6
Oktober, Sukarno mengimbau rakyat untuk menciptakan persatuan nasional, yaitu
persatuan antara angkatan bersenjata dan para korbannya untuk penghentian kekerasan.
Biro Politik dari Komite Sentral PKI segera menganjurkan semua anggota dan organisasi-
organisasi massa untuk mendukung pemimpin revolusi Indonesia dan tidak melawan
angkatan bersenjata.

5. Penangkapan dan Pembantaian


Dalam bulan-bulan setelah peristiwa ini, semua partai kelas buruh yang diketahui, ratusan
ribu pekerja, dan petani Indonesia dibunuh atau dimasukkan ke kamp-kamp tahanan untuk
disiksa dan diinterogasi.Pembunuhan-pembunuhan ini terjadi di Jawa Tengah (bulan
Oktober), Jawa Timur (bulan November) dan Bali (bulan Desember).Berapa jumlah orang
yang dibantai tidak diketahui dengan persis (perkiraan yang konservatif menyebutkan
500.000 orang, sementara perkiraan lain menyebut dua sampai tiga juga orang).Namun
diduga setidaknya satu juta orang menjadi korban dalam bencana enam bulan yang
mengikuti kudeta itu. Dihasut dan dibantu oleh tentara, kelompok-kelompok pemuda dari
organisasi-organisasi muslim sayap-kanan seperti barisan Ansor NU dan Tameng
Marhaenis PNI melakukan pembunuhan-pembunuhan massal, terutama di Jawa Tengah dan
Jawa Timur.
Ada laporan-laporan bahwa Sungai Brantas di dekat Surabaya menjadi penuh mayat-mayat
sampai di tempat-tempat tertentu sungai itu terbendung mayat. Pada akhir 1965, antara
500.000 dan satu juta anggota-anggota dan pendukung-pendukung PKI telah menjadi
korban pembunuhan dan ratusan ribu lainnya dipenjarakan di kamp-kamp konsentrasi,
tanpa adanya perlawanan sama sekali.
6. Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret)
Lima bulan setelah itu, pada tanggal 11 Maret 1966, Sukarno memberi Suharto kekuasaan
tak terbatas melalui Surat Perintah Sebelas Maret.Ia memerintah Suharto untuk mengambil
langkah-langkah yang sesuai untuk mengembalikan ketenangan dan untuk melindungi
keamanan pribadi dan wibawanya.Kekuatan tak terbatas ini pertama kali digunakan oleh
Suharto untuk melarang PKI.
Kepemimpinan PKI terus mengimbau massa agar menuruti kewenangan rejim Sukarno-
Suharto. Aidit, yang telah melarikan diri, ditangkap dan dibunuh oleh TNI pada tanggal 24
November, tetapi pekerjaannya diteruskan oleh Sekretaris Kedua PKI, Nyoto.

7. Pertemuan Jenewa, Swiss


Menyusul peralihan kekuasaan ke tangan Suharto, diselenggarakanlah pertemuan antara
para ekonom orde baru dengan para CEO korporasi multinasional di Swiss. Korporasi
multinasional diantaranya diwakili perusahaan-perusahaan minyak dan bank, General
Motors, Imperial Chemical Industries, British Leyland, British American Tobacco,
American Express, Siemens, Goodyear, The International Paper Corporation, US Steel, ICI,
Leman Brothers, Asian Development Bank, dan Chase Manhattan. Kebijakan ekonomi pro
liberal sejak saat itu diterapkan.
8. Peringatan
Sesudah kejadian tersebut, 30 September diperingati sebagai Hari Peringatan Gerakan 30
September.Hari berikutnya, 1 Oktober, ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Pada
masa pemerintahan Soeharto, biasanya sebuah film mengenai kejadian tersebut juga
ditayangkan di seluruh stasiun televisi di Indonesia setiap tahun pada tanggal 30 September.
Selain itu pada masa Soeharto biasanya dilakukan upacara bendera di Monumen Pancasila
Sakti di Lubang Buaya dan dilanjutkan dengan tabur bunga di makam para pahlawan
revolusi di TMP Kalibata.Namun sejak era Reformasi bergulir, film itu sudah tidak
ditayangkan lagi dan hanya tradisi tabur bunga yang dilanjutkan.
Pada 29 September 4 Oktober 2006, diadakan rangkaian acara peringatan untuk mengenang
peristiwa pembunuhan terhadap ratusan ribu hingga jutaan jiwa di berbagai pelosok
Indonesia.Acara yang bertajuk Pekan Seni Budaya dalam rangka memperingati 40 tahun
tragedi kemanusiaan 1965 ini berlangsung di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia,
Depok. Selain civitas academica, Universitas Indonesia, acara itu juga dihadiri para korban
tragedi kemanusiaan 1965, antara lain Setiadi, Murad Aidit, Haryo Sasongko, dan
Putmainah.

9. Akhir konflik
Kekuatan pasukan pendukung Musso digempur dari dua arah: Dari barat oleh pasukan
Divisi II di bawah pimpinan Kolonel Gatot Subroto, yang diangkat menjadi Gubernur
Militer Wilayah II (Semarang-Surakarta) tanggal 15 September 1948, serta pasukan dari
Divisi Siliwangi, sedangkan dari timur diserang oleh pasukan dari Divisi I, di bawah
pimpinan Kolonel Sungkono, yang diangkat menjadi Gubernur Militer Jawa Timur, tanggal
19 September 1948, serta pasukan Mobiele Brigade Besar (MBB) Jawa Timur, di bawah
pimpinan M. Yasin.
Panglima Besar Sudirman menyampaikan kepada pemerintah, bahwa TNI dapat menumpas
pasukan-pasukan pendukung Musso dalam waktu 2 minggu.Memang benar, kekuatan inti
pasukan-pasukan pendukung Musso dapat dihancurkan dalam waktu singkat.
Tanggal 30 September 1948, kota Madiun dapat dikuasai seluruhnya. Pasukan Republik
yang datang dari arah timur dan pasukan yang datang dari arah barat, bertemu di Hotel
Merdeka di Madiun.Namun pimpinan kelompok kiri beserta beberapa pasukan pendukung
mereka, lolos dan melarikan diri ke beberapa arah, sehingga tidak dapat segera ditangkap.
Baru pada akhir bulan November 1948 seluruh pimpinan dan pasukan pendukung Musso
tewas atau dapat ditangkap. Sebelas pimpinan kelompok kiri, termasuk Mr. Amir
Syarifuddin Harahap, mantan Perdana Menteri RI, dieksekusi pada 20 Desember 1948, atas
perintah Kol. Gatot Subroto.
SIMPULAN DAN SARAN

1 SIMPULAN
Peristiwa G 30 S PKI adalah peristiwa berdarah bunuh membunuh yang tidak jelas
kepastiannya, dalam peristiwa ini 6 jendral tewas dan PKI dituduh sebagai pembunuhnya.
Kronologinya akan dibahas pada poin-poin di bawah.
Menurut isu beredar, ada kabar bahwa para jenderal tidak puas dengan pemerintahan
Soekarno, kabar ini disebut Isu Dewan Jenderal, menurut isu beredar, kemudian digerakan
pasukan Cakrabirawa untuk menangkap dan mengadili mereka, namun dalam proses
penangkapan, secara tak terduga mereka terbunuh pada tanggal 30 September 1965.
Masih berdasarkan isu, setelah ke enam jenderal terbunuh, tersebarlah tuduhan bahwa PKI
yang membunuh para jenderal tersebut.Menurut isu, untuk menyikapi tuduhan atas PKI
tersebut, diberantaslah PKI yang dianggap ingin mengudeta pemerintahan.Banyak
anggota-anggota PKI yang terbunuh, juga banyak orang-orang kita yang terbunuh oleh
PKI, semua itu terjadi pasca terbunuhnya jenderal pada 30 September 1965.
Sampai akhirnya, lima bulan setelah itu, keluarlah Supersemar (Surat Perintah Sebelas
Maret). Sukarno memberi Suharto kekuasaan tak terbatas melalui Surat Perintah sebelas
Maret.Semua pihak, terutama Soekarno berharap semoga aksi bunuh membunuh pasca
kejadian 30 September 1965, itu segera selesai.
Sesudah kejadian tersebut, 30 September diperingati sebagai Hari Peringatan Gerakan 30
September.Hari berikutnya, 1 Oktober, ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila.Isu
mengenai peristiwa G 30 S PKI, dari mulai tuduhan-tuduhan kudeta sampai kematian para
jenderal tidak begitu jelas.
2 SARAN
Saran saya tetap lestarikan budaya dan sejarah bangsa indonesia, sebab itu akan bermanfaat
bagi kita dan orang-orang atau generasi berikutnya untuk mengetahui sejarah bangsanya
Penulis juga mengharapkan agar pembaca bisa memberikan saran apapun untuk karya tulis
ini, sebab karya tulis ini tak luput dari kesalahan dan kehilafan, saran dan kritik pembaca
pasti dapat membantu sedikit banyaknya. Terimakasih.

Anda mungkin juga menyukai