Undesensus Testis
Undesensus Testis
Undesensus testis (UDT) atau biasa disebut Kriptorkismus merupakan kelainan bawaan
genitalia yang paling sering ditemukan pada anak laki-laki. Sepertiga kasus anak-
anak dengan UDT adalah bilateral sedangkan dua pertiganya adalah unilateral.
Insiden UDT terkait erat dengan umur kehamilan,dan maturasi bayi. Insiden meningkat
pada bayi yang lahir prematur dan menurun pada bayi-bayi yang dilahirkan cukup
bulan. Peningkatan umur bayiakan diikuti dengan penurunan insiden UDT.1,5,6
Insidensnya 3 6% pada bayi laki-laki yang lahir cukup bulan dan meningkat menjadi
30% pada bayi prematur. Setelah 100 tahun penelitian mengenai UDT, masih terdapat
beberapa aspek yang menjadi kontroversial. Faktor predisposisi terjadinya UDT
adalah prematuritas, berat bayi baru lahir yang rendah, kecil untuk masa kehamilan,
kembar dan pemberian estrogen pada trimester pertama. 1,2. Testis yang belum turun
ke kantung skrotum dan masih berada dijalurnya mungkin terletak di kanalis
inguinalis atau di rongga abdomen, yaitu terletak diantara fossa renalis dan
annulus inguinalis internus. Testis ektopik mungkin berada diperineal, di luar
kanalis inguinalis yaitu diantara aponeurosis oblikuseksternus dan jaringan
subkutan, suprapubik, atau di regio femoral.1,3. UDT dapat kembali turun spontan ke
testis sekitar 70 - 77% pada usia 3 bulan. Beberapa faktor yang mempengaruhi
penurunan testis ke dalam skrotum,antara lain: (Mekanisme terjadinya UDT
berhubungan dengan banyak faktor (multifaktorial) yaitu: 1. Perbedaaan pertumbuhan
relatif tubuh terhadap funikulus spermatikus atau gubernakulum 2. Peningkatan
tekanan abdomen 3. Faktor hormonal: testosteron, MIS, and extrinsic estrogen 4.
Perkembangan epididimis 5. Perlekatan gubernakular 6. Genito-femoral
nerve/calcitonin gene-related peptide (CGRP) 7. Sekunder pasca-operasi inguinal
yang menyebabkan jaringan ikat.
Gambar 1. Undescended testis Alasan utama dilakukan terapi adalah meningkatnya
risiko infertilitas,meningkatnya risiko keganasan testis, meningkatnya risiko
torsio testis, reisikotrauma testis terhadap tulang pubis dan faktor psikologis
terhadap kantongskrotum yang kosong.1,2. Penatalaksanaan yang terlambat pada UDT
akan menimbulkan efek pada testis di kemudian hari. UDT meningkatkan risiko
infertilitas dan berhubungan dengan risiko tumor sel germinal yang meningkat 3 10
kali. Atrofi testis terjadipada usia 5 7 tahun, akan tetapi perubahan morfologi
dimulai pada usia 1 2 tahun. Risiko kerusakan histologi testis juga berhubungan
dengan letak abnormaltestis. Pada awal pubertas, lebih dari 90% testis kehilangan
sel germinalnya pada kasus intraabdomen, sedangkan pada kasus testis inguinal dan
preskrotal,penurunan sel geminal mencapai 41% dan 20%.1,5,6 Esensi terapi rasional
yang dianut hingga saat ini adalah memperkecil terjadinya risiko komplikasi dengan
melakukan reposisi testis kedalam skrotum baik dengan menggunakan terapi hormonal
ataupun dengan cara pembedahan (orchiopexy).5,6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Undescended testis (UDT) atau biasa disebut kriptorkismus adalah
suatu keadaan dimana setelah usia 1 tahun, satu atau kedua testis tidak berada di
dalam kantung skrotum, tetapi masih berada di salah satu tempat sepanjang jalur
desensus normal.1,2,5,6. Kriptorkismus berasal dari kata cryptos (Yunani) yang
berarti tersembunyi dan orchis yang dalam bahasa latin disebut testis. Harus
dijelaskan lagi apakah yang dimaksud sebagai kriptorkismus murni, testis ektopik
ataupun pseudo kriptorkismus. Testis yang berlokasi di luar jalur desensus yang
normal disebut sebagai testis ektopik, sedangkan testis yang terletak tidak di
dalam skrotum tetapi dapat didorong masuk ke dalam skrotum dan menaik lagi bila
dilepaskan dinamakan pseudokriptorkismus atau testis retraktil. 5,6
2.2. Epidemiologi UDT merupakan kelainan genitalia kongenital tersering pada anak
laki-laki. Pada bayi prematur sekitar 30,3% dan sekitar 3,4% pada bayi cukup bulan.
Bayi dengan berat lahir < 900 gram seluruhnya mengalami UDT, sedangkan dengan berat
lahir < 1800 gram sekitar 68,5 % UDT. Dengan bertambahnya umur menjadi 1 tahun,
insidennya menurun menjadi 0,8 %, angka ini hampir sama dengan populasi
dewasa.5,6,11
Tabel 1. Data prevalensi UDT berdasarkan umur oleh Scorer dan Farrington ( 1971)
Dua pertiga kasus mengalami UDT unilateral dan sisanya UDT bilateral. Dengan
bertambahnya usia, testis mengalami desensus secara spontan sekitar 70-77% biasanya
pada usia 3 bulan, sehingga pada saat usia 1 tahun angka kejadian UDT turun menjadi
1% dibandingkan saat lahir 3,7%. Setelah usia 1 tahun, testis yang letaknya
abnormal jarang dapat mengalami desensus testis secara spontan.1,2,5,6 2.3.
Embriologi dan Proses Penurunan Testis Pada minggu ke enam umur kehamilan
primordial germ cells mengalami migrasi dari yolk sac ke genital ridge. Dengan
adanya gen SRY ( sex deter mining region Y) , maka akan berkembang menjadi testis
pada minggu ke-7. Testis yang berisi prekursor sel-sel Sertoli besar (yang kelak
menjadi tubulus seminiferous dan sel-sel Leydig kecil) dengan stimulasi FSH yang
dihasilkan pituitary mulai aktif berfungsi sejak minggu ke-8 kehamilan dengan
mengeluarkan MIF(Mller ian Inhibiting Factor ), yang menyebabkan involusi
ipsilateral dari duktus mullerian. MIF juga meningkatkan reseptor androgen pada
membran sel Leydig . Pada minggu ke-10 dan 11 kehamilan, akibat stimulasi chorionic
gonadotropin yang dihasilkan plasenta dan LH dari pituitary sel-sel Leydig akan
mensekresi testosteron yang sangat esensial bagi diferensiasi duktus Wolfian
menjadi epididimys, vas deferens, dan vesika seminalis.5,11,12
Faktor yang mempengaruhi penurunan testis adalah :
1) 2) 3)
Penurunan testis dimulai pada sekitar minggu ke-10. Walaupun mekanismenya belum
diketahui secara pasti, namun para ahli sepakat bahwa terdapat beberapa faktor yang
berperan penting, yakni: faktor endokrin, mekanik(anatomik), dan neural. Terjadi
dalam 2 fase yang dimulai sekitar minggu ke-10 kehamilan segera setelah terjadi
diferensiasi seksual. Fase transabdominal dan fase inguinoscrotal . Keduanya
terjadi dibawah kontrol hormonal yang berbeda. 1,9,10,11 Fase transabdominal
terjadi antara minggu ke-10 dan 15 kehamilan, dimana testis mengalami penurunan
dari urogenital ridge ke regio inguinal. Hal initerjadi karena adanya regresi
ligamentum suspensorium cranialis dibawah pengaruh androgen (testosteron), disertai
pemendekan gubernaculums (ligament yang melekatkan bagian inferior testis ke segmen
bawah skrotum) di bawah pengaruh MIF. Dengan perkembangan yang cepat dari region
abdomino pelvic maka testis akan terbawa turun ke daerah inguinal anterior. Pada
bulan ke-3 kehamilan terbentuk processus vaginalis yang secara bertahap berkembang
ke arah skrotum. Selanjutnya fase ini akan menjadi tidak aktif sampai bulan ke-7
kehamilan.1,2,10,11
Gambar 2. Skema penurunan testis menurut Hutson
Keterangan gambar :Antara minggu ke- 815 gubernaculum (G) berkembang pada laki-
laki, mendekatkan testis (T) ke-inguinal. Ligamentum suspensorium cranialis (CSL)
mengalami regresi. Migrasi gubernaculum ke skrotum terjadi pada minggu ke- 28 .
Fase inguinoscrotal terjadi mulai bulan ke-7 atau minggu ke-28 sampai dengan minggu
ke-35 kehamilan. Testis mengalami penurunan dari region inguinal ke dalam skrotum
dibawah pengaruh hormon androgen. Mekanismenya belum diketahui secara pasti, namun
diduga melalui mediasi pengeluaran calcitonin generelated peptide (CGRP). Androgen
akan merangsang nervus genitofemoral untuk mengeluarkan CGRP yang menyebabkan
kontraksi ritmis dari gubernaculum. Faktor mekanik yang turut berperan pada fase
ini adalah tekanan abdominal yang meningkat yang menyebabkan keluarnya testis dari
cavum abdomen, di samping itu tekanan abdomen akan menyebabkan terbentuknya ujung
dari processus vaginalis melalui canalis inguinalis menuju skrotum. Proses
penurunan testis ini masih bisa berlangsung sampai bayi usia 9-12 bulan.5,10,11
2.4. Etiologi Mekanisme terjadinya UDT berhubungan dengan banyak faktor
(multifaktorial) yaitu (1) Perbedaaan pertumbuhan relatif tubuh terhadap funikulus
spermatikus atau gubernakulum, (2) peningkatan tekanan abdomen, (3) faktor
hormonal: testosteron, MIS, dan extrinsic estrogen (4) Perkembangan epididimis, (5)
Perlekatan gubernakular (6) Genito femoral nerve/calcitonin generelated peptide
(CGRP), (7) Sekunder pasca-operasi inguinal yang menyebabkan jaringan ikat.5,6,7
UDT juga dapat terjadi karena adanya kelainan pada (1) gubernakulumtestis, (2)
kelainan intrinsik testis, atau (3) defisiensi hormon gonadotropin yangmemacu
proses desensus testis. Beberapa penelitian telah mengidentifikasi kelompok bayi
baru lahir yang beresiko mengalami UDT untuk mencari riwayat alami dan faktor-
faktor yang mempengaruhi desensus setelah lahir. Penelitian ini menemukan bahwa UDT
secara signifikan lebih banyak ditemukan pada bayi prematur, kecil untuk masa
kehamilan, berat bayi baru lahir yang rendah, dan kembar.5,6 UDT dapat merupakan
kelainan tunggal yang berdiri sendiri ( isolated anomaly), ataupun bersamaan dengan
kelainan kromosom, endokrin, intersex,dan kelainan bawaan lainnya. Bila disertai
dengan kelainan bawaan lain seperti hipospadia kemungkinan lebih tinggi disertai
dengan kelainan kromosom (sekitar 12 25 %).5,9. Terdapat faktor keturunan
terjadinya UDT pada kasus-kasus yang isolated , di samping itu testis sebelah kanan
lebih sering mengalami UDT. Sekitar 4,0 % anak-anak UDT mempunyai ayah yang UDT,
dan 6,2 9,8% mempunyai saudara laki-laki UDT; atau secara umum terdapat risiko
3,6 kali terjadi UDT pada laki-laki yang mempunyai anggota keluarga UDT
dibandingdengan populasi umum.5,6,10 2.5. Klasifikasi UDT dikelompokkan menjadi 3
tipe: 1. UDT sesungguhnya ( true undescended : testis mengalami penurunan parsial
melalui jalur yang normal, tetapi terhenti. Dibedakan menjadi teraba (palpable) dan
tidak teraba ( impalpable) 2. Testis ektopik: testis mengalami penurunan di luar
jalur penurunan yang normal.
3. Testis retractile: testis dapat diraba/dibawa ke dasar skrotum tetapi akibat
refleks kremaster yang berlebihan dapat kembali segera ke kanalis inguinalis, bukan
termasuk UDT yang sebenarnya. Klasifikasi berdasarkan etio patogenesis : 1. Mekanis
/ anatomik (perleketan-perleketan, kelainan kanalis inguinalis dll) 2. Endokrin /
hormonal ( kelainan axis hipotalamus-hipofisis-testis) 3. Disgenetik (kelainan
interseks multiple) 4. Herediter/ genetik
Gambar 3. Kemungkinan lokasi testis pada true UDT dan ektopik testis.
2.6. Patogenesis dan Patofisiologi Suhu di dalam rongga abdomen kurang lebih 1-20C
lebih tinggi daripada suhu di dalam skrotum, sehingga testis abdominal selalu
mendapatkan suhu yang lebih tinggi daripada testis normal, hal ini mengakibatkan
kerusakan sel-sel germinal testis.1,5,6 Pada usia 2 tahun, sebanyak 1/5 bagian dari
sel-sel germinal testis telah mengalami kerusakan, sedangkan pada usia 3 tahun
hanya 1/3 sel-sel germinal yang masih normal. Kerusakan ini makin lama makin
progresif dan akhirnya testis menjadi mengecil. Karena sel-sel Leydig sebagai
penghasil hormone androgen tidak ikut rusak, maka potensi seksual tidak mengalami
gangguan. Akibat lain yang ditimbulkan dari letak testis yang tidak berada
diskrotum adalah mudah terpluntir (torsio), mudah terkena trauma, dan lebih mudah
mengalami degenerasi maligna.5,8 2.7. Diagnosis ANAMNESIS 5,10 a. Tentukan apakah
testis pernah teraba di skrotum b. Riwayat operasi daerah inguinal c. Riwayat
prenatal: terapi hormonal pada ibu untuk reproduksi, kehamilan kembar, prematuritas
d. Riwayat keluarga: UDT, hipospadia, infertilitas, intersex, pubertas prekoks
PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan sebaiknya dilakukan di ruangan yang tenang dan
hangat. Pemeriksaan secara umum harus dilakukan dengan mencari adanya tanda-tanda
sindrom tertentu,dismorfik, hipospadia, atau genitalia ambigua.1,5,10 Saat
pemeriksaan fisik kondisi pasien harus dalam keadaan relaksasi dan posisi seperti
frog-leg atau crosslegged. Pada pasien yang terlalu gemuk, dapat dilakukan dalam
posisi sitting cross-legged atau baseball catchers. Tangan pemeriksa harus dalam
keadaan hangat untuk menghindari tertariknya testis ke atas.
UDT dapat diklasifikasi berdasarkan lokasinya menjadi: 1. Skrotum atas 2.
Intrakanalikuler (Inguinal) 3. IntraAbdomen
Terapi Hormonal Terapi hormonal primer lebih banyak digunakan di Eropa. Hormon yang
diberikan adalah hCG,gonadotropin releasing hormone(GnRH) atau LH-releasing hormone
(LHRH). Terapi hormonal meningkatkan produksi testosterone dengan menstimulasi
berbagai tingkat jalur
hipotalamus-pituitary-gonadal. Terapi ini berdasarkan observasi bahwa proses
turunnya testis berhubungan dengan androgen. Tingkat testosteron lebih tinggi bila
diberikan hCG dibandingkan GnRH. Semakin rendah letak testis, semakin besar
kemungkinan keberhasilan terapi hormonal.5,6,9 International Health Foundation
menyarankan dosis hCG sebanyak 250IU/ kali pada bayi, 500 IU pada anak sampai usia
6 tahun dan 1000 IU pada anak lebih dari 6 tahun. Terapi diberikan 2 kali seminggu
selama 5 minggu. Angka keberhasilannya 6 55%. Secara keseluruhan, terapi hormon
efektif pada beberapa kelompok kasus, yaitu testis yang terletak di leher skrotum
atau UDT bilateral. Efek samping adalah peningkatan rugae skrotum, pigmentasi,
rambutpubis dan pertumbuhan penis. Pemberian dosis lebih dari 15000 IU dapat
menginduksi fusie piphyseal plate dan mengurangi pertumbuhan somatik.5,10.
Pemberian hormonal pada
Berbagai teknik operasi pada testis yang tidak teraba dapat dilakukan, seperti
berikut (Tabel 2.):
Tabel. 2 Jenis Tindakan Pembedahan pada Kelaianan UDT dan Tingkat Keberhasilannya
Gambar 6. Orchiopexy Keterangan gambar: Orchiopexy digunakan untuk memperbaiki UDT
pada anak-anak. Satu insisi dibuat pada abdomen yang merupakan lokasi UDT, dan
insisi lain dibuat pada skrotum (A). Testis dipisahkan dari jaringan sekitarnya (B)
dan dikeluarkan dari insisi abdomen menempel pada spermatic cord (C). Testis
kemudian dimasukkan turun ke dalam skrotum (D) dan dijahit (E). Komplikasi
Orchiopexy Beberapa komplikasi yang dapat timbul akibat tindakan pembedahan
Orchiopexy antara lain: 5,10 1.Posisi testis yang tidak baik karena diseksi
retroperitoneal yang tidakkomplit (10%kasus) 2. Atrofi testis karena
devaskularisasi saat membuka funikulus (5%kasus) 3.Trauma pada vas deferens ( 12%
kasus)
4.Pasca-operasi torsio 5.Epididimoorkhitis 6.Pembengkakan skrotum
2.10. Komplikasi UDT Telah lama diketahui bahwa komplikasi utama yang dapat terjadi
padaUDT adalah keganasan testis dan infertilitas akibat degenerasi testis. Di
sampingitu disebut juga terjadinya torsi testis, dan hernia inguinalis.5,10 A.
Risiko Keganasan Terdapat hubungan yang erat antara UDT dan keganasan testis.
Insiden keganasan testis sebesar 1-6 pada setiap 500 laki-laki UDT di Amerika.
Risiko terjadinya keganasan testis yang tidak turun pada anak dengan UDT dilaporkan
berkisar 10-20 kali dibandingkan pada anak dengan testis normal. Makin tinggi
lokasi UDT makin tinggi risiko keganasannya, testis abdominal mempunyai
risikomenjadi ganas 4x lebih besar dibanding testis inguinal.5,10,11 Orchiopexi
sendiri tidak akan mengurangi risiko terjadinya keganasan,tetapi akan lebih mudah
melakukan deteksi dini keganasan pada penderita yang telah dilakukan orchiopexy .
5,10,11 B. Infertilitas Penderita UDT bilateral mengalami penurunan fertilitas yang
lebih berat dibandingkan penderita UDT unilateral, dan apalagi dibandingkan dengan
populasi normal. Penderita UDT bilateral mempunyai risiko infertilitas 6x lebih
besar dibandingkan populasi normal (38% infertil pada UDT bilateral dibandingkan 6%
infertil pada populasi normal), sedangkan pada UDT unilateral berisiko hanya 2x
lebih besar. 5,10,11 Komplikasi infertilitas ini berkaitan dengan terjadinya
degenerasi pada UDT. Biopsi pada anak-anak dan binatang coba UDT menunjukkan adanya
penurunan volume testis, jumlah germ cells dan spermatogonia dibandingkandengan
testis yang normal. Biopsi testis pada anak dengan
UDT unilateral yang dilakukan sebelum umur 1 tahun menunjukkan gambaran yang tidak
berbeda bermakna dengan testis yang normal. 5,10,11 Perubahan gambaran histologis
yang bermakna mulai tampak setelahumur 1 tahun, semakin memburuk dengan
bertambahnya umur. Tidak seperti risiko keganasan, penurunan testis lebih dini akan
mencegah proses degenerasi lebih lanjut. 5,10,11
BAB III PENUTUP
Undescended testis (UDT) adalah suatu kondisi dimana testis tidak dijumpai pada
tempat yang semestinya yaitu di dalam skrotum. UDT juga dapat terjadi karena adanya
kelainan pada (1) gubernakulumtestis, (2) kelainan intrinsik testis, atau (3)
defisiensi hormon gonadotropin yang memacu proses desensus testis. Penegakkan
diagnosis UDT harus dapat dilakukan lebih awal sehingga penatalaksanaan baik
hormonal atau pembedahan dapat dilakukan lebih awal. Dengan penatalaksanaan lebih
awal, diharapkan terjadi penurunan risiko yang terjadi pada testis terutama risiko
infertilitas.Esensi terapi rasional yang dianut hingga saat ini adalah memperkecil
terjadinya risiko komplikasi dengan melakukan reposisi testis kedalam skrotum baik
dengan menggunakan terapi hormonal ataupun dengan cara pembedahan(orchiopexy).
DAFTAR PUSTAKA
1. Moh. Adjie Pratignyo. 2011. Bedah Saluran Cerna Anak. Edisi 1. SAP Publish
Indonesia: Tangerang 2. Sjamjuhidayat & Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah.
Edisi 2. Jakarta : EGC
3. Seymour, Schwartz. 2000. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah Edisi 6. Jakarta :
EGC