Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Genesa Endapan Bijih Nikel Laterit

Laterit berasal dari bahasa latin yaitu later, yang artinya bata (membentuk
bongkah-bongkah yang tersusun seperti bata yang berwarna merah bata) (Hamilton,
1986) dalam Waheed (2002). Hal ini dikarenakan tanah laterit tersusun oleh
fragmen-fragmen batuan yang mengambang di antara matriks, seperti bata di antara
semen.
Endapan nikel laterit merupakan endapan hasil proses pelapukan lateritik
batuan induk utrabasa (peridotit, dunit dan serpentinit) yang mengandung Ni dengan
kadar tinggi, agen pelapukan tersebut berupa air hujan, suhu, temperatur, dan
topografi (Golightly, 1979).
Bahwa inti bumi mengandung lebih kurang 3% nikel, kemudian zona mantel
bumi yang mempunyai ketebalan sampai 2.898 km mempunyai kandungan nikel
antara 0,10,3% (Waheed, 2002).
Nikel dalam batuan ultrabasa terutama terdapat dalam mineral mafik
(olivin, piroksin) dan serpentin. Didalam mineral mafik, nikel terutama terdapat
dalam jaringan mineral olivin. Olivin dapat mengandung 0,4% NiO dan 0,32% Ni.
Olivin merupakan mineral yang terbentuk pada temperatur tinggi (1500 O), sangat
tidak stabil, sehingga saat terjadi pelapukan akan melepaskan ion Ni yang terdapat
dalam ikatan atomnya (Waheed, 2002).
Umumnya hidroksidasi dari beberapa unsur kimia dijumpai berasosiasi
dengan lingkungan laterit. Ion-ion yang dilepaskan selama proses hidrolisis dari
mineral-mineral mafik, ditetapkan sebagai hidroksida (Waheed, 2002). Pada
hidrosilikat nikel (mineral garnierit), nikel menggantikan atom Mg dalam mineral
serpentin, dan klorit. Anggota nikel murni tidak muncul secara alami dan kebanyakan
garnierit berisi (Ni, Mg) sebagai pengganti Mg (Waheed, 2002).
Garnierit terjadi dengan mengisi rekahan-rekahan yang ada. Warna garnierit
mencakup dari hijau (terang dan gelap) kekuning-kuningan, biru (terang-gelap).
Variasi yang kaya hijau berisi lebih banyak nikel (Waheed, 2002).
Air permukaan yang mengandung CO2 dan terkayakan kembali oleh
materialmaterial organis di permukaan meresap ke bawah permukaan tanah sampai

4
pada zona pelindian, dimana penyerapan air tanah berlangsung. Akibat penyerapan
ini air tanah yang kaya CO2 akan kontak dengan zona saprolit yang masih
mengandung batuan asal dan melarutkan mineralmineral yang tidak stabil seperti
olivin/serpentin dan piroksen. Mg, Si dan Ni akan larut dan terbawa sesuai dengan
aliran air tanah dan akan memberikan mineralmineral baru pada proses
pengendapan kembali (Hasanudin dkk, 1992).
Tim analisa Mineral Internasional (1985), menyatakan bahwa proses
pelapukan dimulai pada batuan utrabasa (peridotit, dunit, serpentin), dimana batuan
ini banyak mengandung mineral olivin, magnesium silikat dan besi silikat, yang
pada umumnya mengandung 0,30% nikel. Batuan tersebut sangat mudah dipengaruhi
oleh pelapukan lateritik. Air tanah yang kaya CO2 berasal dari udara luar dan
tumbuhtumbuhan, akan menghancurkan olivin. Terjadi penguraian olivin,
magnesium, besi, nikel dan silika ke dalam larutan, cederung untuk membentuk
partikel partikel silika. Di dalam larutan, besi akan bersenyawa dengan oksida.
Akhirnya endapan ini akan menghilangkan air dengan membentuk mineralmineral
seperti karat, yaitu hematit dan kobalt dalam jumlah kecil. Jadi, besi oksida
mengendap dekat dengan permukaan tanah. Oksidasi yang terbentuk, bereaksi
dengan air membentuk limonit yang terakumulasi pada zona oksidasi.
Proses pelapukan dan pencucian yang terjadi, akan menyebabkan unsur Fe,
Cr, Al, Ni dan Co terkayakan di zona limonit dan terikat sebagai mineralmineral
oxida/hidroksida, seperti limonit, hematit, geothit dan sebagainya (Hasanudin, 1992).
Selanjutnya pada proses pelapukan lebih lanjut magnesium (Mg), silika (Si), dan
nikel (Ni) akan tertinggal di dalam larutan selama air masih bersifat asam sehingga
pada suatu kondisi dimana suasana cukup netral akibat adanya reaksi air tanah
dengan batuan, maka ada kecenderungan untuk membentuk endapan silika seperti
garnierit. Tetapi jika dinetralisasi karena adanya reaksi dengan batuan dan tanah,
maka zatzat tersebut akan cenderung mengendap sebagai mineral hidrosilikat yang
disebut mineral garnierit, dalama (Waheed, 2002).
Menurut Waheed (2002), nikel mempunyai sifat kurang kelarutannya
dibandingkan magnesium. Perbandingan antara nikel dengan magnesium di dalam
endapan lebih besar dari pada larutan, karena sedikit magnesium yang terbawa oleh
air. Kadang-kadang olivin di dalam tanah diubah menjadi serpentin terurai kedalam
komponen bersama-sama dengan terurainya olivin.

5
Adanya erosi air tanah asam dan erosi dipermukaan bumi akan mengubah
mineral-mineral yang telah diendapankan. Zat tersebut dibawah ke tempat yang lebih
dalam, selanjutnya diendapkan sehingga terjadi pengayaan pada bijih nikel.
Kandungan nikel pada saat terendapkan akan semakin bertambah banyak, dan selama
itu magnesium tersebar pada aliran tanah (Waheed, 2002).

2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Bijih Nikel

Faktor-faktor yang berperan penting dalam pembentukan deposit nikel laterit


di atas (Golightly, 1979) adalah:
1. Batuan asal
Dalam hal ini yang bertindak sebagai batuan asal adalah batuan ultrabasa, karena
mempunyai elemen atau unsur Ni yang paling banyak diantara batuan yang lain.
Misalnya mineralnya mudah lapuk atau tidak stabil dan komponen-
komponennya mudah larut dan memberikan lingkungan pengendapan yang baik
untuk Nikel (Ni).
2. Iklim
Adanya pergantian musim kemarau dan musim hujan, dimana terjadi kenaikan
dan penurunan permukaan air tanah yang menyebabkan terjadinya proses
pemisahan dan akumulasi unsur-unsur. Perbedaan temperatur yang cukup besar
akan menimbulkan terjadinya pelapukan mekanis, dimana akan timbul rekahan-
rekahan dalam batuan yang akan mempermudah proses atau reaksi kimia
terutama dekomposisi batuan.
3. Reagen kimia dan Vegetasi
Yang dimaksud dengan reagen-reagen kimia adalah unsur-unsur dan senyawa-
senyawa yang membantu mempercepat proses pelapukan CO2 yang terlarut
bersama air memegang peranan penting dalam proses pelapukan kimia. Asam-
asam humus akan menyebabkan dekomposisi batuan dan dapat merubah pH
larutan, asam-asam humus ini erat hubungannya dengan vegetasi daerah.
4. Struktur batuan
Struktur akan menyebabkan terjadinya deformasi pada batuan. Seperti adanya
rekahan-rekahan pada batuan akan lebih memudahkan masuknya air yang berarti
proses pelapukan akan lebih intensif.

6
5. Topografi
Keadaan topografi setempat sangat mempengaruhi sirkulasi air beserta reagen-
reagen lain. Akumulasi endapan nikel pada umumnya berada pada daerah yang
landai sampai kemiringan sedang. Pada daerah yang curam, secara teoritis
jumlah air yang meluncur akan lebih besar dari pada air yang meresap. Hal ini
akan menyebabkan pelapukan kurang intensif. Pada tempat dimana terdapat
keseimbangan, nikel akan mengendap melalui proses pelapukan kimia.
6. Waktu
Waktu yang cukup lama akan meghasilkan pelapukan yang cukup intensif
karena akumulasi unsur-unsur cukup tinggi.
7. Penyebaran Endapan
Pada dasarnya penyebaran endapan nikel, dapat mengikuti prinsip-prinsip
genesanya, sehingga genesanya dapat membantu memperkecil area
penyelidikan, serta penentuan pola sumur uji dan cara pengambilan
contoh/sampel yang prinsipil dalam pekerjaan eksplorasi.
Secara umum penyebaran endapan nikel laterite terdapat pada punggungan dan
lereng bukit-bukit dengan kemiringan yang landai sampai sedang. Kemiringan
(slope) suatu bukit berkisar antara 1030o, tetapi pada umumnya endapan nikel laterit
paling banyak terdapat pada punggungan bukit dengan kemiringan tidak terlalu
landai dan tidak terlalu curam berkisar sekitar 15o.
Endapan nikel laterit tidak teratur baik bentuk penyebaran horisontal atau
vertikal maupun sifat-sifat fisis dan komposisi kimianya, tetapi dapat di simpulkan
bahwa endapan Nikel tetap mempunyai profil yang umum seperti lazimnya endapan
nikel laterit.
Menurut Waheed Ahmad (2006) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
pembentukan deposit nikel laterit, antara lain:
1). Batuan induk
Adanya batuan induk merupakan syarat utama untuk terbentuknya endapan
nikel laterit, macam batuan induknya adalah batuan ultrabasa. Dalam hal ini pada
batuan ultrabasa tersebut:
a. Terdapat elemen Ni yang paling banyak diantara batuan lainnya
b. Mempunyai mineral-mineral yang paling mudah lapuk atau tidak
stabil seperti olivine dan piroksine

7
c. Memiliki komponen-komponen yang mudah larut dan memberikan
lingkungan pengendapan yang baik untuk nikel.
2). Iklim
Pergantian musim kemarau dan musim penghujan biasanya terjadi kenaikan
dan penurunan permukaan air tanah juga dapat menyebabkan terjadinya proses
pemisahan dan akumulasi unsur-unsur. Perbedaan temperatur yang cukup besar akan
membantu terjadinya pelapukan mekanis, yaitu akan terjadi rekahan-rekahan dalam
batuan yang akan mempermudah proses atau reaksi kimia pada batuan.

3). Reagen-reagen kimia dan vegetasi


Yang dimaksud dengan reagen-reagen kimia adalah unsur-unsur dan senyawa-
senyawa yang membantu mempercepat proses pelapukan. Air Tanah yang
mengandung Co2 memegang peran penting di dalam proses pelapukan kimia. Asam
humus ini erat kaitannya dengan vegetasi wilayah. Dalam hal ini vegetasi akan
mengakibatkan penetrasi air dapat lebih dalam dan mudah dengan mengikuti jalur
akar pepohonan serta akumulasi air hujan bertambah banyak.
4). Struktur
Struktur yang sangat dominan adalah kekar (joint) dibandingkan terhadap
struktur patahannya. Seperti diketahui, batuan beku mempunyai porositas dan
permeabilitas yang kecil sekali sehingga penetrasi air sangat sulit, maka dengan
adanya rekahan-rekahan tersebut akan lebih memudahkan masuknya air dan berarti
proses pelapukan menjadi lebih intensif.
5). Topografi
Keadaan topografi setempat sangat mempengaruhi sirkulasi air beserta reagen
reagen lain. Untuk daerah yang landai, maka air akan bergerak perlahan-lahan
sehingga akan mempunyai kesempatan untuk mengadakan penetrasi lebih dalam
melalui rekahan-rekahan atau pori-pori batuan. Akumulasi endapan umumnya
terdapat pada daerah-daerah yang landai sampai kemirigan sedang, hal ini
menerangkan bahwa ketebalan pelapukan mengikuti bentuk topografi. Pada
daerah yang curam, secara teoritis, jumlah air meluncur (rum of) lebih banyak
daripada air yang meresap, sehingga dapat menyebabkan pelapukan kurang intensif
6). Waktu

8
Waktu yang cukup lama mengakibatkan pelapukan yang cukup intensif karena
memiliki akumulasi unsur Nikel dalam jumlah besar.

2.3 Profil Endapan Nikel Laterit

Profil laterit dapat dibagi menjadi beberapa zona. Profil nikel laterit tersebut
didiskripsikan dan diterangkan oleh daya larut mineral dan kondisi aliran air tanah,
seperti/dapat dilihat pada gambar 2.1 dibawah ini.

Gambar 2.1 Penampang umum Nikel Laterit Sorowako (Osborne &


Waraspati, 1986 )

1. Lapisan Tanah Penutup (Overburden)

Lapisan ini terletak di bagian atas permukaan, lunak dan berwarna coklat
kemerahan hingga gelap dengan kadar air antara 25% sampai 35%, kadar nikel
maksimal 1,3% dan di permukaan atas dijumpai lapisan iron capping. Lapisan ini
mempunyai ketebalan berkisar antara 112 meter, merupakan kumpulan massa goetit
dan limonit. Iron capping mempunyai kadar besi yang tinggi tapi kadar nikel yang
rendah, terkadang terdapat mineral-mineral hematit dan kromit.
2. Zona Limonit (LIM)

Zona ini berada dibawah lapisan overburden dan masih dipengaruhi aktivitas
permukaan dengan kuat. Zona ini tersusun oleh humus dan mineral-mineral seperti

9
goetit, hematit, tremolit dan mineral-mineral lain yang terbentuk pada kondisi asam
dekat permukaan dengan relief relatif datar. Secara umum material-material
penuyusun zona ini berukuran halus lempung-lanau, sering dijumpai mineral
stabil seperti spinel, magnetit dan kromit.

3. Zona Medium Grade Limonite (MGL)

Sifat fisik zona medium grade limonite (MGL) tidak jauh berbeda dengan
zona saprolit. Tekstur sisa batuan induk mulai dapat dikenali dengan hadirnya
fragmen batuan induk. Rata-rata berukuran antara 1-2 cm dalam jumlah sedikit.
Ukuran material penyusun berkisar antara lempung sampai pasir halus. Ketebalan
zona ini berkisar antara 0-6 meter, umumnya singkapan zona ini terdapat pada lereng
bukit yang relatif bergelombang. Mineralisasi sama dengan zona limonit dan zona
saprolit, yang membedakan adalah hadirnya kuarsa, lihopirit, dan opal.

4. Zona Saprolit (SAP)

Zona saprolit merupakan zona bijih, tersusun atas fragmen-fragmen batuan


induk yang teralterasi, sehingga mineral penyusun, tekstur dan struktur batuan dapat
dikenali. Derajat serpentinisasi batuan asal laterit akan mempengaruhi pembentukan
zona saprolit, dimana peridotit yang sedikit terserpentinisasi akan mmeberikan zona
saprolit dengan batuan sisa yang keras, pengisian celah oleh mineralmineral
garnierit, kalsedon-nikel dan kuarsa, sedangkan serpentinit akan menghasilkan zona
saprolit yang relatif homogen dengan sedikit kuarsa atau garnierit.

5. Zona batuan induk (bedrock zone)

Zona batuan induk berada pada bagian paling bawah dari profil laterit.
Batuan induk ini merupakan batuan yang masih segar dengan pengaruh proses-
proses pelapukan sangat kecil. Batuan induk umumnya berupa peridotit, serpentinit,
dan dunit.
Ketebalan dari masing-masing lapisan tidak merata, tergantung dari
morfologi dan relief, umumnya endapan laterit terakumulasi banyak pada bagian
bawah bukit dengan relief yang miring. Sedang relief yang terjal endapan semakin
menipis, di samping itu, kecenderungan akumulasi mineral yang berkadar tinggi

10
dijumpai pada zona-zona retakan, zona sesar dan rekahan pada batuan (Osborne &
Waraspati, 1986 ).

Gambar 2.2 Profil Nikel Laterit Sorowako (Waheed Ahmad, 2008)

Menurut Waheed (2008), profil laterit dapat dibagi menjadi beberapa zona .
Profil nikel laterit tersebut didiskripsikan dan diterangkan oleh daya larut mineral
dan kondisi aliran air tanah.
1. Top Soil
Lapisan ini terletak di bagian atas permukaan ,lunak dan berwarna coklat
kemerahan hingga gelap dengan kadar air antara 25% sampai 35%, kadar nikel
maksimal 1,3% dan di permukaan atas biasanya dijumpai lapisan iron capping.
Lapisan ini mempunyai ketebalan berkisar antara 1-3 meter., merupakan kumpulan
massa goethite dan limonite. Iron capping mempunyai kadar besi yang tinggi tapi
kadar nikel yang rendah. Terkadang terdapat mineral-mineral hematite, chromiferous.

2. Lapisan Limonit
Lapisan ini terletak di bawah lapisan tanah penutup fine grained, merah-
coklat atau kuning, agak lunak, berkadar air antara 30% - 40%, kadar nikel 1,5%, Fe
44%, MgO 3%, SiO2%, lapisan kaya besi dari limonit soil menyelimuti seluruh area
dengan ketebalan rata-rata 3 meter. Lapisan ini tipis pada lereng yang terjal, dan

11
setempat hilang karena erosi. Sebagian dari nikel pada zona ini hadir di dalam
mineral manganese oxide, lithiophorite. Terkadang terdapat mineral talc, tremolite,
chromiferous, quartz, gibsite, maghemite. Limonite di daerah west block
(unserpentinized) umumnya mempunyai nikel lebih tingi di bandingkan dengan
limonite di daerah east block (serpentinized). Limonit dibedakan menjadi 2 yaitu :
red limonit yang biasa disebut hematit dan yellow limonit yang disebut goethit .
Biasanya pada goetit nikel berasosiasi dengan Fe dan mengganti unsur Fe sehingga
pada zona limonit terjadi pengayaan unsur Ni.
3. Lapisan Bijih (saprolit)
Lapisan ini merupakan hasil pelapukan batuan peridotit, berwarna kuning
kecoklatan agak kemerahan, terletak di bagian bawah dari lapisan limonite berkadar
menengah, dengan ketebalan rata-rata 7 meter. Campuran dari sisa-sisa batuan,
butiran halus limonite,saprolitic rims, vein dari endapan garnierit, nickeliferous
quartz, mangan dan pada beberapa kasus terdapat silica boxwork, bentukan dari
suatu zona transisi dari limonite ke bedrock. Terkadang terdapat mineral kuarsa yang
mengisi rekahan, mineral-mineral primer yang terlapukan, clorite.Garnierit
dilapangan biasanya diidentifikasikan sebagai colloidal talc dengan lebih atau kurang
nickeliferous serpentin. Struktur dan tekstur batuan asal masih terlihat. Lapisan ini
terdapat bersama batuan yang keras atau rapuh dan sebagian saprolite. Kadar Ni
1,85%, Fe 16%, MgO 25%, SiO2 35%. Lapisan ini merupakan lapisan yang bernilai
ekonomis untuk ditambang sebagai bijih.
4. Lapisan Batuan Dasar (bedrock)
Bagian terbawah dari profil laterit Lapisan ini merupakan batuan peridotit
sesar yang tidak atau belum mengalami pelapukan . Blok peridotit (batuan dasar) dan
secara umum sudah tidak mengandung mineral ekonomis lagi (kadar logam sudah
mendekati atau sama dengan batuan dasar). Berwarna kuning pucat sampai abu-abu
kehijauan. Zona ini terfrakturisasi kuat, kadang membuka, terisi oleh mineral
garnierit dan silika. Frakturisasi ini diperkirakan menjadi penyebab adanya root zone
yaitu zona high grade Ni, akan tetapi posisinya tersembunyi. Ketebalan dari masing-
masing lapisan tidak merata, tergantung dari morfologi dan relief, umumnya endapan
laterit terakumulasi banyak pada bagian bawah bukit dengan relief yang landai.
Sedang relief yang terjal endapan semakin menipis, di samping adanya

12
kecenderungan akumulasi mineral yang berkadar tinggi dijumpai pada zona-zona
retakan, zona sesar dan rekahan pada batuan.

2.4 Hubungan Morfologi dan Topografi Pada Proses Lateritisasi

Salah satu faktor yang berperan dalam proses laterisasi adalah morfologi dan
topografi, Bentuk morfologi suatu daerah sangat dipengaruhi oleh bentuk morfologi
bawah permukaan khususnya morfologi batuan dasarnya. Umumnya bijih terdapat
pada zona saprolit dan sebagian kecil pada zona limonit, hal ini tergantung dari
kadar yang terkandung pada zona tersebut. Dimana dalam laterit ini nantinya dapat
ditentukan seberapa tebal bijih yang terdapat dalam laterit tersebut.

Waheed dalam Nickel Laterites A Short Course (2002), mengemukakan


bahwa peranan topografi sangat besar pada proses lateritisasi, melalui beberapa
faktor :
1. Penyerapan air hujan (pada slope curam umumnya air hujan akan mengalir ke
daerah yang lebih rendah dan penetrasi ke batuan akan sedikit. Hal ini menyebabkan
pelapukan fisik lebih besar dibanding pelapukan kimia)
2. Slope yang kurang dari 20 memungkinkan untuk menahan laterit dan erosi.
Pada proses pengkayaan nikel, air yang membawa nikel terlarut akan sangat
berperan dan pergerakan ini dikontrol oleh kemiringan lereng. Secara kualitatif pada
lereng dengan derajat tinggi (curam), proses pengayaan akan sangat kecil atau tidak
ada sama sekali karena air pembawa Ni akan mengalir. Bila proses pengkayaan kecil
maka pembentukan bijih juga akan tipis, sedangkan pada daerah dengan lereng
miring sampai landai proses pengayaan umumnya berjalan dengan baik karena air
yang mengalir kecil sehingga ada waktu untuk proses pengayaan, dan umumnya bijih
yang terbentuk akan tebal. Akibat lereng yang sangat curam maka erosi yang terjadi
sangat kuat hingga mengakibatkan zona limonit dan saprolit tererosi. Hal ini dapat
terjadi selama proses lateritisasi atau setelah terbentuknya zona diatas batuan dasar.

2.5 Distribusi Nikel Laterit

Distribusi bijih tergantung dari arah aliran air tanah yang sangat dipengaruhi
oleh bentuk kemiringan lereng (topografi). Air tanah bergerak dari daerah yang

13
curam ke arah lereng, yang mana sebagian besar dari air tanah pembawa Ni, Mg +2
dan Si+2 yang mengalir ke zona pelindian atau zona tempat fluktuasi air tanah
berlangsung.
Tempat-tempat yang banyak mengandung rekahan, Ni akan terjebak dan
terakumulasi di tempat yang dalam, sesuai dengan rekahan-rekahan yang ada,
sedangkan pada lereng dengan kemiringan lereng miring sampai landai merupakan
tempat pengkayaan nikel.
Berikut ini adalah contoh bentuk lahan yang mempengaruhi tinggi rendahnya
proses lateritisasi, seperti dilihat pada gambar 2.3 dibawah ini.

Pengkayaan dangkal denganPengkayaan dalam oleh


Pengendapan bijih nikel sedikit retakan batuan retakan-retakan batuan
dan larutan yang turun

Gambar 2.3 Penampang Endapan Nikel Laterit (Golightly,1979).

Faktor faktor yang mempengaruhi tingkat sebaran secara horizontal endapan


lateritik (Golightly, 1979), yaitu :

Batuan asal, adanya batuan asal merupakan syarat utama untuk terbentuknya
endapan nikel laterit, macam batuan asalnya adalah batuan ultrabasa. Dalam hal ini
pada batuan ultrabasa tersebut terdapat elemen Ni yang paling banyak di antara
batuan lainnya, mempunyai mineral-mineral yang paling mudah lapuk atau tidak
stabil, seperti olivin dan piroksin, mempunyai komponen-komponen yang mudah
larut dan memberikan lingkungan pengendapan yang baik untuk nikel.

Iklim, adanya pergantian musim kemarau dan musim penghujan dimana


terjadi kenaikan dan penurunan permukaan air tanah juga dapat menyebabkan

14
terjadinya proses pemisahan dan akumulasi unsur-unsur. Perbedaan temperatur yang
cukup besar akan membantu terjadinya pelapukan mekanis, dimana akan terjadi
rekahan-rekahan dalam batuan yang akan mempermudah proses atau reaksi kimia
pada batuan.

Reagen-reagen kimia dan vegetasi, yang dimaksud dengan reagen-reagen


kimia adalah unsur-unsur dan senyawa-senyawa yang membantu mempercepat
proses pelapukan. Air tanah yang mengandung CO 2 yang berasal dari atmosfer
memegang peranan penting di dalam proses pelapukan kimia. Asam-asam humus
menyebabkan dekomposisi batuan dan dapat mengubah pH larutan. Asam-asam
humus ini erat kaitannya dengan vegetasi daerah. Dalam hal ini, vegetasi akan
mengakibatkan Penetrasi air dapat lebih dalam dan lebih mudah dengan mengikuti
jalur akar pohon-pohonan, akumulasi air hujan akan lebih banyak, humus akan lebih
tebal. Keadaan ini merupakan suatu petunjuk, dimana hutannya lebat pada
lingkungan yang baik akan terdapat endapan nikel yang lebih tebal dengan kadar
yang lebih tinggi. Selain itu, vegetasi dapat berfungsi untuk menjaga hasil pelapukan
terhadap erosi mekanis.

Struktur yang sangat dominan adalah struktur kekar dibandingkan terhadap


struktur patahannya. Seperti diketahui, batuan beku mempunyai porositas dan
permeabilitas yang kecil sekali sehingga penetrasi air sangat sulit, maka dengan
adanya rekahan-rekahan tersebut akan lebih memudahkan masuknya air dan berarti
proses pelapukan akan lebih intensif.

Keadaan topografi kemiringan lereng setempat akan sangat memengaruhi


sirkulasi air beserta reagen-reagen lain. Untuk daerah yang landai, maka air akan
bergerak perlahan-lahan sehingga akan mempunyai kesempatan untuk mengadakan
penetrasi lebih dalam melalui rekahan-rekahan atau pori-pori batuan. Akumulasi
andapan umumnya terdapat pada daerah-daerah yang landai sampai kemiringan
sedang, hal ini menerangkan bahwa ketebalan pelapukan mengikuti bentuk topografi.
Pada daerah yang curam, secara teoritis jumlah air yang meluncur lebih banyak
daripada air yang meresap ini dapat menyebabkan pelapukan kurang intensif. Serta
waktu yang cukup lama akan mengakibatkan pelapukan yang cukup intensif karena
akumulasi unsur nikel.

15
2.6 Tipe Endapan Nikel Laterit di Daerah Penelitian

Menurut waheed Ahmad (2005), Tipe endapan nikel laterit di daerah


Sorowako pada dasarnya dibagi menjadi 2, yaitu Sorowako West Block dan
Sorowako East Block. Pembagian tipe endapan ini berdasarkan beberapa parameter
utama, diantaranya :
1. Tipe batuan ultramafik.
2. Derajat serpentinisasi.
3. Kandungan kimia bijih.
4. Fraksi batuan.
5. Tingkat kesulitan dalam penambangan.
6. Derajat penetrasi dengan auger drilling.
7. Kandungan olivin.

Tipe West Block

Pada daerah west block batuan didominasi oleh harzburgit dengan


beberapa batuan dunit yang kaya olivin. Kandungan olivin tinggi dan
piroksen yang hadir umumnya orthopiroksen. Batuan di daerah ini umumnya
tidak terserpentinisasi atau sedikit terserpentinisasi.. Sifat material yang
relatif keras menyebabkan kesulitan dalampenambangan, namun batuan di
daerah ini menunjukkan rasio silika magnesia yang relatif lebih tinggi (2,2
2,6) di banding east block.

Tipe East Block

Daerah east block didominasi oleh herzolit dengan kandungan olivin


yang rendah dan mengandung orthopiroksen maupun klinopiroksen.
Peningkatan derajat serpentinisasi di daerah ini didukung juga oleh
peningkatan kandungan magnetik dalam material batuan. Sifat batuan relatif
lebih lunak dan menunjukkan rasio silika magnesia yang lebih rendah (1,4-2)
dibandingkan west block.

2.7 CUT OFF GRADE (COG) PENENTUAN KADAR BIJIH


COG merupakan kadar batas minimum rata-rata satu logam atau mineral
dalam batuan yang masih memenuhi syarat-syarat keekonomian untuk ditambang.
Adapun fungsi dari COG ini yaitu untuk membedakan blok-blok bijih dengan blok-

16
blok waste dalam satu perhitungan cadangan (sebagai garis delineasi yang
memisahkan antara waste dan ore). Adapun besarnya nilai dari COG ini dipengaruhi
oleh biaya operasi penambangan dan harga bijih dipasaran. Apabila nilai COG naik
maka tonase bijih turun dan sebaliknya jika nilai COG turun maka jumlah tonase
akan naik, sebab makin banyak bijih yang layak secara ekonomis untuk ditambang.
Selain COG pada perusahaan ditentukan juga kadar batas pencampur, dimana
kadar batas ini merupakan kadar batas minimum yang masih dapat ditambang untuk
dicampur dengan kadar yang lebih tinggi guna memenuhi permintaan akan bijih.
Banyaknya tonase yang dibutuhkan sebagai bahan pencampur tergantung dari
kebijakan quality Control yang dilakukan. Adapun penetapan kadar bijih yang ada di
PT. Vale Indonesia, Tbk yaitu nilai kadar bijih berada <1,5% ( Mangasa Siregar
2004).

17

Anda mungkin juga menyukai