Anda di halaman 1dari 29

Model Interaksi Spasial

Pulau- Pulau Kecil Terluar (PPKT) Berpenduduk

Tugas 2

JURUSAN ILMU GEOGRAFI


DEPARTEMEN GEOGRAFI
UNIVERSITAS INDONESIA
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

DAFTAR TABEL .................................................................................................iii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv

BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1

1.2 Tujuan penelitian ................................................................................... 4

1.3 Perumusan masalah .............................................................................. 4

1.4 Batasan dan Defenisi Operasional......................................................... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 6

2.1 Pengertian Pulau-Pulau Kecil ................................................................ 6

2.2 Karakteristik Pulau-Pulau Kecil .............................................................. 7

2.3 Pulau-Pulau Kecil Terluar .................................................................... 10

2.4 Kesejahteraan ..................................................................................... 12

2.5 Model Interaksi Spasial........................................................................ 15

BAB 3 METODOLOGI ....................................................................................... 17

3.1 Kerangka Teori .................................................................................... 17

3.2 Variabel dan Indikator Penelitian ......................................................... 19

3.3 Cara Pengumpulan Data ..................................................................... 19

3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ................................................ 22

3.5 Tahapan Pelaksanaan ......................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 25

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Daftar PPKT berdasarkan wilayah administrasi Provinsi dan Kabupaten


.......................................................................................................................... 17
Tabel 2. Variabel dan indikator penelitian .......................................................... 19
Tabel 3. Kelas Pembagian Zona tiap PPKT ....................................................... 22

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Batas Negara Kesatuan Republik Indonesia ...................................... 3


Gambar 2. Pengertian Pulau Kecil dan Pulau-Pulau Kecil Menurut Peraturan
Perundangan ....................................................................................................... 6
Gambar 3. Variabel-variabel kesejahteraan model Nested Sphere of poverty ... 14
Gambar 4. Pulau-Pulau Kecil Terluar Berpenduduk (KKP,2014) ....................... 17
Gambar 5. Alur Pikir .......................................................................................... 18
Gambar 6. Tampilan data tabulasi Potensi Desa BPS Tahun 2011 ................... 20
Gambar 7. Tampilan Data Administrasi Desa BIG Tahun 2010 ......................... 20
Gambar 8. Sebaran Titik Pulua-Pulau Kecil Terluar Berpenduduk ..................... 21
Gambar 9. Sebaran Titik Toponimi Pulau-Pulau Kecil ....................................... 21
Gambar 10. Alur Analisis Spasial ....................................................................... 22

iv
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Istilah pulau kecil yang mandiri acapkali terdengar sejak Nawacita Presiden RI ke
7. Visi menjadikan Indonesia sebagai negara poros maritim dunia menjadi stimulan
bagi perangkat daerah maupun pusat dalam mewujudkannya. Indonesia adalah
Negara Kepulauan terbesar di dunia dengan 17.504 pulau, diantaranya yang
berpenduduk 2.342 pulau dengan total penduduknya berada di peringkat 4 besar
dunia yakni sekitar 253.6 juta jiwa (Purnomo, 2014). Negara kepulauan telah
dibahas dalam United Nations Convention on the Law Of the Sea (UNCLOS) 1982
yang mengatur bahwa negara kepulauan adalah negara yang terdiri atas satu atau
lebih gugusan pulau, dimana diantaranya terdapat pulau-pulau lain yang
merupakan satu kesatuan politik atau secara historis merupakan satu ikatan.
sementara kepulauan adalah sekumpulan pulau termasuk bagian di dalamnya
dengan perairan yang terhubung dengan fitur alam lainnya yang erat kaitannya
dengan pulau tersebut membentuk keterkaitan geografis, ekonomi dan politik
(UNCLOS, 1982)

Dalam definisi kepulauan menurut UNCLOS tersebut, mindset kemandirian mesti


dibawah dalam konteks gugus pulau. Yakni melihat pulau sebagai suatu kesatuan
yang pengelolaannya perlu integratif dan intensive menuju kemandirian. Pulau
kecil memerlukan perhatian khusus, dalam Undang-undang 27 Tahun 2007
disebutkan bahwa pulau kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama
dengan 2000 km persegi beserta kesatuan ekosistemnya yang terpisah dari
daratan utama (mainland). Dari definisi tersebut pulau kecil di Indonesia berjumlah
17.470 pulau. Sementara mandiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKBI)
adalah keadaan dapat berdiri sendiri atau tidak bergantung pada orang lain.
Berdasarkan kedua definisi diatas maka pulau kecil mandiri dapat diartikan
sebagai kemampuan menyediakan segala kebutuhan masyarakat didalamnya
sehingga dapat menjamin penghidupan yang layak dan sejahtera.

Tingkat kesejahteraan di pulau kecil yang berpenduduk memiliki banyak


keterbatasan. Kesejahteraan dalam konteks nasional akan berbeda dengan
penduduk yang berada di pulau kecil. Batasan fisik yang tegas dan terpisah dari
pulau induknya menjadi insular dalam multidimensi pengelolaan, sehingga dalam

1
perencanaan dan pengelolaan pulau kecil fisik lingkungan maupun modal sosial
menjadi constraint dalam menciptakan pulau yang mandiri dan berdaulat baik
secara infrastruktur, ekonomi, pangan maupun energi. Sebagai contoh adalah
keterbatasan aksessibilitas, sarana dan prasarana dasar, tingkat kemiskinan yang
tinggi dan lain sebagainya.

Keterbatasan dalam sarana prasarana dasar maupun umum perlu menjadi fokus
perhatian pemerintah. Mandiri secara infrastruktur dimana seluruh kebutuhan
infrastruktur dasar seperti jalan, air, listrik, pendidikan dan sebagainya perlu
disiapkan. Kemudian mandiri secara ekonomi, artinya ada mata pencaharian bagi
masyarakat pulau untuk memperoleh pendapatan signifikan sehingga dapat lebih
sejahtera dari sebelumnya. Mandiri secara pangan adalah adanya jaminan pangan
yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat secara kontinu tanpa adanya
kendala batasan fisik lingkungan dan mandiri secara energy adalah terpenuhinya
kebutuhan elektrifikasi seluruh wilayah pemukiman.

Dalam perpres 78 tahun 2005, disebutkan ada 31 pulau kecil terluar yang
berpenduduk dari 92 pulau yang menjadi beranda terdepan Indonesia, yang
menentukan garis pankal wilayah Indonesia. Pulau-pulau kecil terluar (PPKT) yang
mandiri menjadi focus pemerintah dalam pembangunan, dengan
mengintegrasikan perencanaan untuk memenuhi kebutuhan dasar dari PPKT
berpenduduk dan memastikan adanya peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Sumber: Peraturan BNPP No 2 Tahun 2011

2
Gambar 1. Batas Negara Kesatuan Republik Indonesia

Dalam Lampiran Peraturan BNPP No 2 Tahun 2011 disebutkan bahwa kawasan


perbatasan laut termasuk pulau-pulau kecil terluar berada di 7 (kawasan) yaitu: (1)
Kawasan Perbatasan Laut RI dengan Negara Thailand/India/Malaysia termasuk 2
pulau kecil terluar di Provinsi Aceh dan Sumut; (2) Kawasan Perbatasan Laut RI
dengan Negara Malaysia/Vietnam/Singapura termasuk 20 pulau kecil terluar di
Provinsi Riau dan Kepulauan Riau; (3) Kawasan Perbatasan Laut RI dengan
Negara Malaysia dan Filipina termasuk 18 pulau kecil terluar di Provinsi
Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Utara; (4) Kawasan
Perbatasan Laut RI dengan Negara Palau termasuk 8 pulau kecil terluar di Provinsi
Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua; (5) Kawasan perbatasan laut dengan
Negara Timor Leste/Australia termasuk 20 pulau kecil terluar di Provinsi Maluku
dan Papua; (6) Kawasan Perbatasan Laut RI dengan Negara Timor Leste
termasuk 5 pulau kecil terluar di Provinsi NTT; (7) Kawasan Perbatasan Laut
dengan laut lepas termasuk 19 pulau kecil terluar di Provinsi Aceh, Sumatera
Utara, Sumatera Barat, Bengkulu. Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Barat.

Pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan Indonesia saat ini
masih menghadapi permasalahan yang kompleks, baik dari sisi delimitasi,
demarkasi maupun delineasi, pertahanan dan keamanan, persoalan penegakan
hukum, maupun pembangunan kawasan. Sesuai dengan Amanat Proklamasi
Kemerdekaan dan Konstitusi (UUD 1945), menjaga keutuhan wilayah NKRI, baik
wilayah darat, laut, dan udara, termasuk warga negara, batas-batas maritim,
pulau-pulau dan sumber daya alamnya adalah suatu hal yang mutlak dilakukan.
Namun, hingga saat ini masih ada beberapa segmen batas yang belum tuntas
disepakati dengan negara tetangga sehingga dapat mengancam kedaulatan dan
integritas wilayah NKRI.

Oleh karena itu, guna mewujudkan pulau yang mandiri baik untuk pulau-pulau kecil
maupun PPKT diperlukan pendekatan keterpaduan dengan mamandang pulau
sebagai satu kesatuan dengan pulau-pulau disekitarnya yang disebut dengan
gugus pulau. Untuk itu diperlukan kajian geografi untuk mengetahui tingkat
interaksi antar pulau agar dapat dikelompokkan menjadi satu gugus pulau

3
1.2 Tujuan penelitian

Dari permasalahan yang diuraikan tersebut dapat dirumuskan tujuan dari


penelitian ini sebagai berikut:

1. menyusun indeks jarak ideal PPKT dengan PPK disekitarnya untuk


membentuk regionalisasi pulau sebagai satu klaster
2. Menentukan regionalisasi PPKT berdasarkan keterkaitan antar pulau

Kegunaan dari penulisan ini adalah adanya lokasi prioritas dalam pengelolaan
pulau pulau kecil yang akan memberikan dampak kepada pulau-pulau kecil lainnya
guna mewujudkan kemandirian pulau secara infrastruktur, ekonomi dan social

1.3 Perumusan masalah

PPKT sebagai beranda terdepan Negara semestinya menjadi barometer Negara


dalam mengukur tingkat kesejahteraan Negara, masyarakat yang bermukim di
PPKT menjadi tolak ukur dari keberhasilan Negara mensejahterakan masyarakat
secara merata. Keberadaan secara geografis yang jauh dari pemerintah pusat
bahkan pemerintah daerah membuat PPKT menjadi tidak tersentuh dalam
program priotitas penanganan, status pulau kecil dengan jumlah populasi
penduduk yang juga sangat kecil sehingga dan tersebar diseluruh pelosok
nusantara menjadi beban pemerintah dalam mengalokasikan anggaran guna
pemenuhan infrastruktur dasar dan umum.

Melihat kondisi eksisting kondisi PPKT maka dapat dirumuskan beberapa


permasalahan sebagai berikuti:

1. Kebijakan pemerintah untuk pengelokasian anggaran dan bantuan berbasis


pemerintahan desa/keluarahan yang secara fisik menjadi batasan bagi PPKT.
2. Populasi yang sangat kecil dan menyebar secara tidak merata menjadi
tantangan bagi pemerintah untuk memenuhi kebutuhan dasar dan umum suatu
pulau.
3. Pulau secara fisik memiliki keterbatasan dalam pemenuhan kebutuhan
masyarakatnya baik secara sumberdaya maupun secara ekonomi sehingga
memerlukan supplay dari pulau lainnya

4
1.4 Batasan dan Defenisi Operasional

Penulisan ini akan membahas tentang indeks keterkaitan spasial berdasarkan


jarak dan tingkat populasi dari PPKT dengan pulau-pulau sekitarnya dengan
melihat pulau sebagai bagian dari administrasi wilayah tingkat desa, dimana pulau-
pulau kecil dalam lingkup administrasi wilayah terdiri dari beberapa satuan
lingkungan setempat (SLS). Pulau kecil ada yang terdiri dari beberapa desa
bahkan hanya berupa dusun.

5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pulau-Pulau Kecil

Melalui Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah


Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil maka telah ada penegasan dan penetapan terhadap
definisi Pulau Kecil yaitu pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000
km2 (dua ribu kilometer persegi) beserta kesatuan ekosistemnya. Dalam kaitannya
dengan perencanaan zonasi pulau-pulau kecil, maka definisi tersebut telah mem-
berikan batasan/panduan yang jelas dalam pelingkupan atau penentuan wilayah
perencanaan. Sementara itu, dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
PER.16/MEN/2008 tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil telah dilakukan pendefinisian pula terhadap Pulau-Pulau Kecil yaitu
kumpulan beberapa pulau kecil yang membentuk kesatuan ekosistem dengan
perairan di sekitarnya.

Dari pengertian tersebut dapat dipahami adanya pembedaan atau batasan


tertentu/khusus terhadap pulau kecil, meskipun pada hakekatnya pulau kecil
merupakan wilayah daratan seperti pulau besar.

Sumber: KKP 2013

Gambar 2. Pengertian Pulau Kecil dan Pulau-Pulau Kecil Menurut Peraturan Perundangan

6
2.2 Karakteristik Pulau-Pulau Kecil

Pulau kecil memiliki karakteristik biofisik yang menonjol menurut Bengen, 2000
dalam Anonim 2013 sebagai berikut:

1. Tangkapan air yang terbatas dan sumberdaya/cadangan air tawar yang sangat
rendah dan terbatas;
2. Peka dan rentan terhadap berbagai tekanan (stressor) dan pengaruh eksternal
baik alami maupun akibat kegiatan manusia, seperti badai dan gelombang
besar serta pencemaran;
3. Memiliki sejumlah besar jenis-jenis (organisme) endemik dan keaneka-
ragaman yang tipikal dan bernilai tinggi.

Kemudian, dalam penjelasan Pasal 12 UU No. 27 Tahun 2007 diuraikan bahwa


pulau-pulau kecil merupakan pengertian yang terintegrasi satu dengan yang
lainnya, baik secara fisik, ekologis, sosial, budaya, maupun ekonomi dengan
karakteristik sebagai berikut:

1. Terpisah dari pulau besar;


2. Sangat rentan terhadap perubahan yang disebabkan alam dan/atau
disebabkan manusia;
3. Memiliki keterbatasan daya dukung pulau;
4. apabila berpenghuni, penduduknya mempunyai kondisi sosial dan budaya
yang khas;
5. Ketergantungan ekonomi lokal pada perkembangan ekonomi luar pulau, baik
pulau induk maupun kontinen.

Perbedaan karakteristik pulau-pulau kecil menurut aspek fisik, sosial budaya, dan
lain-lain sebagaimana dimuat dalam Lampiran Permen Budpar Nomor
KM.67/UM.001/MKP/2004 tentang Pedoman Umum Pengembangan Pariwisata di
Pulau-Pulau Kecil sebagai berikut:

Fisik Pulau-Pulau Kecil, dapat bervariasi berdasarkan:

1. Ukuran : beragam ukuran pulau, beberapa definisi menyebutkan pulau-pulau


kecil adalah pulau dengan ukuran kurang atau sama dengan 2000 km 2
(Kepmen UKP No. 41 tahun 2001). Definisi lain menyebutkan bahwa pulau-
pulau kecil adalah pulau dengan ukuran antara 11 hingga 1.000 km2.

7
Dijelaskan pula bahwa yang dimaksud dengan pulau-pulau sangat kecil
adalah pulau yang berukuran kurang dari 10 km2. Sementara dilihat dari
ukuran panjang pulau, beberapa definisi menjelaskan bahwa pulau kecil
memiliki ukuran panjang kurang dari 10 km. Sedangkan definisi yang lain
menyebutkan bahwa panjang maksimum sebuah pulau kecil adalah 50 km.
2. Litologi : pulau dapat terbentuk karena beberapa penyebab, dlantaranya
adalah karena proses pengendapan (depositional island), proses pengikisan
(erosional island), penumpukan koral dari terumbu karang, penyebab
vulkanik, maupun tektonik, atau gabungan dari beberapa penyebab, misalnya
penyebab tektonik yang kemudian dilanjutkan dengan pengikisan. Perbedaan
proses pembentukan pulau menyebebkan masing-masing pulau memiliki
karakteristik litologi yang berbeda-beda.
3. Geomorfologi : pulau yang tergolong terjal memiliki derajat kemiringan 46-
70; terjal sedang 10-45; sedangkan pulau landai memiliki kemiringan < 10.
Topografi sebuah pulau dapat berupa dataran atau berbukit-bukit dengan
ketinggian yang berbeda. Pulau tinggi rentang ketinggian antara 501-1.000
mdpl. Pulau ketinggian sedang berkisar antara 11-500 mdpl dan pulau rendah
3-11 mdpl. Pulau dengan ketinggian kurang dari 3 meter disebut pulau pasang
surut.
4. Tutupan biota : tutupan biota dari suatu pulau dapat diklasi-fikasikan ke dalam
dua bagian, yaitu biota yang berada di atas air dan biota yang terendam. Di
daerah daratan pulau sendiri, terdapat pulau yang memiliki tutupan biota yang
sangat beragam hingga hanya didominasi oleh satu jenis vegetasi. Ada pula
pulau yang daratannya tidak memiliki tutupan biota. Pulau yang terpisah jauh
dengan daratan utama (mainland) dengan tutupan biota yang sangat
beragam, biasanya memiliki jumlah jenis endemik yang tinggi. Di bagian pulau
yang terendam air (daerah tepi), ada pulau yang memiliki tutupan terumbu
karang, daerah mangrove, dan padang lamun, ada yang hanya memiliki salah
satu diantaranya atau tidak ketiganya. Keberadaan tutupan biota dapat
digunakan sebagai penetapan ukuran sebuah pulau. Pada beberapa negara
dengan tipe pulau-pulau atol, ukuran sebuah pulau dihitung dari total luas
dataran ditambah dengan luasan perairan di sekitarnya dengan ketentuan
kedalaman sesuai fungsinya untuk perlindungan biota.

8
5. Geografi : beberapa pulau terletak di daerah yang strategis. dekat dengan
pusat-pusat kegiatan ekonomi yang penting bagi daerah sekitarnya. Daerah
yang dekat dengan pusat kegiatan ekonomi biasanya memiliki tingkat
kemudahan pencapaian yang tinggi. Sedangkan beberapa pulau terletak di
daerah yang terpencil dan kurang strategis, sehingga tingkat aksesibilitasnya
pun kurang.

Sosial Budaya Pulau-Pulau Kecil, dapat bervariasi berdasarkan:

1. Budaya : kebudayaan penduduk yang berada di pulau-pulau kecil dapat


sangat khas, terutama pulau-pulau yang terpisah cukup jauh dari daratan
utama. Beberapa pulau kecil juga memiliki penduduk yang berasal dari
berbagai suku bangsa, sehingga memiliki kebudayaan yang telah bercampur
dan berbeda-beda.
2. Keberadaan penduduk : pulau-pulau kecil ada yang ditinggali penduduk dan
ada pula yang tidak ditinggali penduduk (kosong), atau hanya digunakan
untuk kegiatan tertentu, seperti budidaya pertanian atau upacara tradisional
keagamaan pada waktu tertentu.
3. Kepadatan : pulau-pulau kecil yang ditinggali penduduk juga memiliki
kepadatan penduduk yang berbeda-beda. Pulau dengan populasi penduduk
sangat padat berkisar antara 1.001-10.000 jiwa/km2. Sedangkan pulau
dengan kepadatan penduduk sedang memiliki kepadatan 101-1.001 jiwa/km2,
dan kepadatan rendah 11-101 jiwa/km2.

Aspek Lain-Lain Pulau-Pulau Kecil, meliputi:

1. Kepemilikan : dari segi status kepemilikan, pulau-pulau kecil dapat dimiliki oleh
pribadi, pemerintah atau dikelola oleh swasta.
2. Pemanfaatan khusus : pemanfaatan pulau-pulau kecil secara khusus dapat
terjadi karena letak dan fungsinya yang diman-faatkan untuk tujuan khusus
untuk penulisan, pulau militer, pulau penjara, pulau batas negara, pulau
tambang minyak dan gas bumi, maupun pulau yang menjadi suaka alam dan
zona inti area konservasi yang menyebabkan aksesibilitas dan mobilitas
menjadi terbatas. Hal-hal tersebut menyebabkan potensi dan daya dukung
setiap pulau kecil menjadi terbatas dan berbeda-beda. Ketersediaan sumber
daya manusia yang terdapat di setiap pulau juga akan berbeda, sehingga akan

9
berpengaruh pada kesesuaian peruntukan bagi kegiatan tertentu, termasuk
kegiatan pariwisata. Dilain pihak, perbedaan karakteristik pulau-pulau akan
menimbul-kan perbedaan daya tarik yang beragam antara satu pulau dengan
pulau lainnya. Karakteristik suatu pulau kecil juga akan menentukan
pengembangan pariwisata yang sesuai, baik dari segi skala luas, jenis
pembangunan sarana dan prasarana penunjang, serta intensitas kegiatan
pariwisatanya.

2.3 Pulau-Pulau Kecil Terluar

Upaya penanganan perbatasan laut diarahkan pada peningkatan pemberdayaan


92 pulau kecil terluar. Pulau terluar terdapat titik-titik dasar (TD) sebagai garis
pangkal batas kontinen NKRI yang dilegalkan melalui Peraturan Pemerintah
Nomor 38 Tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Geografi Titik-titik Pangkal
Kepulauan Indonesia. Hal ini berarti, pulau-pulau tersebut menjadi penentu
kepastian tiga jenis batas di laut, yaitu Batas Teritorial Laut, Batas Landas
Kontinen, dan batas Zona Ekonomi Eksklusif. Pulau terluar amat strategis bagi
bangsa dan rawan konflik karena sebagai penentu volume wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta wilayah yang potensial diduduki
(dispute) karena bersinggungan dengan wilayah internasional.

Potensi pulau-pulau terluar laut cukup besar dan bernilai ekonomi dan lingkungan
yang tinggi. Beberapa pulau di Kepulauan Riau misalnya, dapat dikembangkan
sebagai kawasan konservasi penyu dan kawasan wisata bahari karena kondisi
panorama alamnya yang indah. Selain itu, cukup banyak pula pulau yang memiliki
potensi perikanan sehingga dapat dikembangkan untuk meningkatan
kesejahteraan masyarakat setempat. Namun demikian, tidak seluruh pulau dapat
dikembangkan karena kondisi alam dan geografis yang kurang mendukung. Dari
keseluruhan 92 pulau-pulau terluar yang ada, hanya 31 pulau yang berpenduduk.
Pulau-pulau yang tidak dapat dihuni pada umumnya berupa pulau berbatu atau
pulau karang dengan luasan yang kecil sehingga sulit untuk didarati oleh kapal.

Secara umum, pulau-pulau kecil terluar tersebut menghadapi permasalahan yang


hampir serupa satu sama lain. Sebagian besar pulau-pulau kecil terluar
merupakan pulau terpencil dengan aksesibilitas yang rendah serta tidak memiliki
infrastruktur yang memadai. Karena jauhnya keterjangkauan dari pulau utama,

10
pulau-pulau kecil terluar berpotensi bagi sarang perompak dan berbagai kegiatan
ilegal. Disamping itu, sebagai kawasan perbatasan sebagian besar pulau kecil
terluar belum memiliki garis batas maritim yang jelas dengan negara lain serta
rawan terhadap ancaman ekonomi, sosial budaya, pertahanan, dan keamanan.

Dari 92 pulau-pulau terluar, hanya beberapa pulau saja yang memiliki fasilitas
perbatasan seperti Custom, Imigration, Quarantine, and Security (CIQS) yang
memadai. Beberapa pulau lainnya belum memiliki fasilitas CIQS yang memadai
antara lain adalah Pulau Miangas di Kabupaten Kepulauan Talaud dan Pulau
Marore di Kabupaten Kepulauan Sangihe yang berdekatan dengan wilayah
Philipina Selatan.

Pos penjagaan perbatasan yang ada di pulaupun berupa pos lintas batas beserta
Kantor Imigrasi, sedangkan Kantor Bea dan Cukai serta Karantina belum
dibangun. Kegiatan lintas batas yang sering dilakukan adalah kegiatan
perdagangan antara masyarakat Philipina Selatan dan masyarakat Sangihe dan
Kepulauan Talaud kegiatan lainnya adalah kunjungan kekeluargaan serta
persinggahan nelayan-nelayan kedua negara. Barang-barang perdagangan yang
masuk di Sangihe, Talaud dan Manado maupun sebaliknya yang menuju Philipina
Selatan biasanya melewati kedua pulau ini yang dibawa dengan kapal laut.
Penjagaan di kedua pulau ini dilakukan oleh aparat kepolisian yang mengadakan
patroli bersama-sama dengan TNI AL.

Kondisi masyarakat yang umumnya nelayan dan pedagang relatif miskin dengan
biaya hidup yang cukup tinggi. Kebutuhan pangan dan sandang di kedua
kepulauan ini banyak disediakan dari Manado dengan biaya transportasi yang
tinggi. Uang yang beredar di pasar tradisional setempat adalah campuran antara
mata uang Philipina (Peso) dan Indonesia (Rupiah). Kondisi sosial ekonomi
masyarakat di kedua pulau ini cukup berbeda dengan kondisi masyarakat Philipina
Selatan yang sedikit lebih baik dari pada penduduk kedua pulau ini. Ancaman yang
dihadapi oleh kedua pulau perbatasan terpencil ini adalah rendahnya tingkat
kesejahteraan masyarakat akibat minimnya infrastruktur sosial ekonomi serta
menurunnya rasa cinta tanah air dan bela negara karena kurangnya informasi dan
komunikasi.

11
Pengelolaan perbatasan negara merupakan urusan pemerintahan yang sangat
strategis karena menyangkut tiga kepentingan bangsa, yaitu kepentingan menjaga
dan memelihara batas wilayah dan kedaulatan, kepentingan pemeliharaan
keamanan bangsa dan kepentingan mensejahterakan kehidupan masyarakat di
perbatasan.

Pada dasarnya, pemerintah telah mengatur melalui perpres No 78 Tahun 2005


dan UU No 27 Tahun 2007 yang diperbahurui dalam UU No 1 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Pulau Terluar. Pemerintah telah memperisapkan seluruh kementrian
untuk membangun di wilayah perbatasan, sehingga dengan pembentukan
organisasi yang tepat dan efektif seluruh program dapat dikoordinasikan. Namun
demikian akibat kurangnya pengawasan pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah setempat, program-program tersebut belum sepenuhnya direalisasikan,
bahkan dapat dikatakan masih sangat kurang realisasinya.

Upaya pengembangan dan pemberdayaan pulau-pulau ecil harus dilakukan


secara lintas bidang dan lintas wilayah yang bertujuan untuk meningkatkan
manfaat dan karakteristik wilayah Indonesia untuk kemakmuran rakyat dan juga
untuk mengurangi kesenjangan antar wilayah.

2.4 Kesejahteraan

Kesejahteraan adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial baik material
maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan
ketenteraman lahir batin yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk
mengadakan pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial yang sebaik-
baiknya bagi diri, keluarga. serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak dan
kewajiban asasi manusia sesuai dengan Pancasila (Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional, 2003).

Memahami kesejahteraan dan kemiskinan merupakan langkah pertama untuk


mengurangi kemiskinan. Definisi yang bermakna diperlukan untuk
mengidentifikasi penyebab kemiskinan, tujuan pengurangan kemiskinan dan
cakupan dari apa yang harus dilakukan. Pemerintah Daerah harus memiliki
konsep kesejahteraan dan kemiskinan yang relevan dengan daerahnya yang akan
membantu mereka membuat keputusan yang tepat. Konsep yang disajikan di sini
dapat dipakai sebagai titik awal pembahasan dalam pemerintah dan masyarakat

12
tentang kemiskinan, kesejahteraan dan hubungan antara keduanya. Menurunnya
kemiskinan berarti naiknya kesejahteraan. Kedua istilah ini saling terkait dan
memandang masalah yang sama dari dua sisi yang berbeda.

Dalam melihat kesejahteraan masyarakat, tingkat kemiskinan masyarakat


biasanya menjadi patokan. Indonesia menggunakan beberapa cara dalam melihat
tingkat kemiskinan, diantaranya batas 2.200 kkal/kapita dari BPS, batas USD 1
purchasing power parity (PPP) dan USD 2 PPP sebagai batas garis kemiskinan
(dari Bank Dunia) dan prasejahtera dari BKKBN. Perlawanan terhadap
kemiskinan yang dilakukan sejak tahun 1970-an sampai dengan 1990-an
berlandaskan pada pembangunan yang mengutamakan perbaikan pendapatan
dan produktivitas atau pendekatan ekonomi. Hal ini diwujudkan dalam program
pengembangan kesejahteraan keluarga, pengembangan wilayah dan
pengembangan usaha. Program IDT, Takesra, Kukesra, Prokesra dan Kredit
Taskin merupakan sebagian dari upaya pengentasan kemiskinan yang
menggunakan pola pemberian kredit lunak dengan sasaran masyarakat di bawah
garis kemiskinan (Kantor Menkokresra 2003 dalam Anonim 2013). Upaya
pengentasan kemiskinan dengan sasaran masyarakat di bawah garis kemiskinan.
Kebijakan berupa pengembangan kesejahteraan keluarga, pengembangan
wilayah dan pengembangan usaha menggunakan pemberdayaan, kemitraan dan
partisipasi sebagai strategi dalam melakukan pengentasan kemiskinan. Program
kredit berupa IDT, Takesra, Kukesra, Prokesra, Kredit Taskin dan lain sebagainya
yang seluruhnya dilakukan demi mencapai keluarga sejahtera.

Pada masanya, pendekatan ekonomi tersebut dapat menaikkan kesempatan kerja


yang luas bagi tenaga kerja sehingga produktivitas dan pendapatannya
meningkat. Hal ini merupakan trickle down effect yang terjadi paling tidak pada
tenaga kerja (Kantor Menkokesra, 1998 dalam Anonim 2013). Berdasarkan
indikator potensi desa, (BPS, 1993) pembangunan di 28.000 desa tidak seefektif
37.000 desa lainnya. Hal ini disebabkan karena kurangnya kemampuan untuk
berpartisipasi dalam proses pembangunan.

Lebih lanjut dikatakan dalam Anonim 2013, bahwa mendorong orang-orang miskin
pada desa tertinggal agar terorganisir dalam kelompok-kelompok yang membantu
dirinya sendiri untuk bergelut, dalam aktifitas ekonomi produktif merupakan jalan
yang harus ditempuh.

13
Dalam memantau tingkat kesejahteraan, variable-variabel kesejahteraan perlu
diketahui Gambar 3. Bagian tengah kesejahteraan subjektif (SJS), dan dikelilingi
oleh aspek inti kemiskinan, termasuk kebutuhan dasar, dan konteks yang
memungkinkan warga miskin untuk keluar dari kemiskinannya. Kesejahteraan
subjektif bersifat sangat individual dan emosional. Kesejahteraan ini tidak memiliki
nilai konstan, tetapi berubah-ubah sesuai dengan suasana hati dan lingkungan.
Orang membandingkan standar kehidupan mereka dengan standar kehidupan
orang lain atau dengan kesejahteraan mereka sebelumnya. Perasaan pribadi
seperti kebahagiaan, keamanan, keterlibatan dan kepuasan, ikut menyumbang
kesejahteraan subjektif secara keseluruhan. Bentuk-bentuk kesejahteraan lain
juga tercakup, seperti kesejahteraan jasmani, kesejahteraan sosial, kepemilikan
martabat diri atau perasaan aman dan terjamin.

Sumber : Anonim 2013

Gambar 3. Variabel-variabel kesejahteraan model Nested Sphere of poverty

Inti pada model ini mencakup kebutuhan dasar seperti makanan, kesehatan,
perumahan dan pendidikan. Yang juga tercakup adalah kapabilitas individu secara
umum (yakni kecakapan dan kondisi fisik) untuk keluar dari kemiskinan.
Kebutuhan dasar dan kapabilitas individu digabung menjadi tiga kategori:
kesehatan, kekayaan materi dan pengetahuan (formal, informal atau tradisional).
Bagi kebanyakan masyarakat lokal Indonesia, inti ini juga disebut sebagai aspek
pokok kemiskinan. Bersama-sama dengan kesejahteraan subjektif, inti ini
merupakan ukuran kemiskinan atau kesejahteraan yang baik pada suatu rumah
tangga.

14
Dari kelima lingkungan konteks, lingkungan alam mencerminkan ketersediaan dan
mutu sumber daya alam. Lingkungan ekonomi mencakup kesempatan ekonomi
dan jaring pengaman. Aspek-aspek seperti kapital dan kekompakan sosial, rasa
saling percaya dan konflik, membangun lingkungan sosial. Lingkungan politik
terdiri dari hak dan partisipasi atau representasi dalam pengambilan keputusan,
pemberdayaan dan kebebasan. Lapisan luar model NESP adalah lingkungan
konteks kelima, yang mempengaruhi keempat lingkungan konteks yang lain:
prasarana dan layanan. Keduanya, sebagian besar disediakan oleh badan-badan
pemerintah, LSM, proyek pembangunan dan sektor swasta. Konteks ini adalah
lingkungan pendukung yang menyokong usaha-usaha inisiatif sendiri untuk keluar
dari kemiskinan, mengurangi kerentanan terperosok ke dalam kemiskinan atau
terjebak di dalam kemiskinan secara kronis.

2.5 Model Interaksi Spasial

Spasial interaction analysis dengan menggunakan metode location-allocation


models adalah salah satu pendekatan dari model-model optimasi dalam penentian
lokasi suatu aktifitas yang dapat meminimumkan biaya, jarak, waktu dan factor
kendala lainnya.

Dalam Beolado dkk 2010, Interaksi spasial merupakan salah satu isu penting
dalam ilmu perencanaan pembangunan wilayah. Ini merupakan konsekuensi logis
dari adanya perbedaan spasial karakteristik antar wilayah. Lokasi wilayah suplay
and demand yang menyebar di dalam ruang mengakibatkan terjadinya interaksi
antar wilayah sebagai upaya memenuhi kebutuhan. Interaksi ini bisa berbentuk
aliran (flow) seperti aliran barang, orang, modal dan informasi, namun bisa juga
berupa eksternalitas seperti dampak lingkungan, dampak limpasan (split over
effect) dan sebagainya.

Interaksi spasial pada dasarnya diperlukan untuk meningkatkan nilai tambah


melalui transaksi antar wilayah, memperbesar skalaekonomi melalui kerjasama
antar wilayah dan meningkatkan akumulasi pengetahuan melalui pertukaran
informasi. Karean itu wilayah-wilayah yang terisolasi umumnya memiliki tingkat
perkembangan yang lambat naik secara ekonomi, budaya maupun pengetahuan.
Dengan demikian interaksi spasial merupakan suatu hal yang harus dapat
diwujudkan.

15
Namun demikian interaksi spasial merupakan syarat perlu (necessary condition)
tetapu belum menjadi syarat cukup (sufficient condition) interaksi spasial yang
bersifat sinergis akan memperkuat kinerja sistem wilayah secara keseluruhan,
karena terjadi akumulasi nilai tambah yang terdistribusi secara adil kepada semua
wilayah yang terlibat. Tetapi interaksi antar wilayah yang besifat eksploitatif akan
mengarah kepada kinerja pembagunan sistem wilayah yang tidak berkelanjutan.
Terjadiya backwasheffect dari wilayah hinterland ke kota-kota besar merupakan
salah satu interaksi yang bersifat eksploitatif.

Setiap bagian wilayah mempunyai faktor endowment yang khas dalam bentuk
sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia. Untuk memenuhi kebutuhan
hidup penduduk dalam wilayah tersebut sering harus memenuhinya dari wilayah
lain, oleh karena itu penduduk harus melakukan perjalanan ke wilayah lain
sehingga membentuk hubungan antar wilayah, Hubungan atau kontak ini secara
ekonomi dapat digambarkan sebagai proses permintaan (demand) dan
penawaran (supply).

16
BAB 3 METODOLOGI

3.1 Kerangka Teori

Penulisan dilakukan dengan menggunakan seluruh PPKT yang berpenduduk


sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden No 78 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar. Penulisan ini hanya berfokus pada 31
lokasi pulau-pulau kecil yang berpenduduk seperti pada gambar berikut:

Sumber: KKP 2014

Gambar 4. Pulau-Pulau Kecil Terluar Berpenduduk (KKP,2014)

Tabel 1. Daftar PPKT berdasarkan wilayah administrasi Provinsi dan Kabupaten

PROVINSI KABUPATEN NAMA PULAU


BENGKULU BENGKULU UTARA ENGGANO
JAWA TENGAH CILACAP NUSA KAMBANGAN
KALIMANTAN TIMUR BERAU MARATUA
NUNUKAN SEBATIK
KEPULAUAN RIAU BATAM PELAMPONG
KARIMUN KARIMUN KECIL
NATUNA SUBI KECIL
MALUKU KEPULAUAN ARU PENAMBULAI
MALUKU BARAT DAYA KISAR
LETTI
LIRAN
MARSELA
MEATIMIRANG
WETAR
MALUKU TENGGARA BARAT LARAT

17
SELARU
NUSA TENGGARA TIMUR ALOR ALOR
PAPUA MERAUKE KOLEPOM
SARMI LIKI
SUPIORI BEPONDI
BRAS
SULAWESI TENGAH TOLI-TOLI LINGIAN
SULAWESI UTARA KEPULAUAN SANGIHE KAWALUSO
KAWIO
MARORE
KEPULAUAN TALAUD KAKOROTAN
MARAMPIT
MIANGAS
MINAHASA UTARA MANTEHAGE
SIAU TAGULANDANG BIARO MAKALEHI
SUMATERA UTARA NIAS SELATAN SIMUK
Sumber: Hasil olahan penulis 2015

Sumber: Hasil olahan penulis 2015

Gambar 5. Alur Pikir

Rujukan gugus pulau (cluster pulau) bagi PPKT berpenduduk akan


memperhatikan keberadaan penduduk di pulau terdekat baik yang telah terjalin
interaksi ataupun tidak, pulau akan dibatasi secara fisik bukan secara administrasi
wilayah, namun jumlah populasi bersumber dari data poulasi yang diperoleh dari
BPS pada tingkat desa yang akan direkapitulasi berdasarkan jumlah desa dalam
pulau tersebut. Interaksi diasumsikan dari factor jarak terhadap pulau-pulau kecil
lainnya.

18
3.2 Variabel dan Indikator Penelitian

Variabel dan indikator yang dalam penelitian ini dapat dilihat pada table berikut:

Tabel 2. Variabel dan indikator penelitian


No Variable Indikator

1 Regionalisasi PPK PPK yang berdekatan dengan PPKT dan


memiliki interaksi

2 Interaksi social dan ekonomi Aksessibilitas


Adanya keterkaitan atau hubungan
antara PPK dengan PPKT yang saling
mendukung misalnya dalam sebagai
pemasok pangan, maupun kerjasama
dalam kegiatan ekonomi
Penggunaan bersama infrastruktur
umum

3 Fisik Lingkungan Kondisi Oseanografi (Gelombang, Arus


dan Cuaca)

3.3 Cara Pengumpulan Data

Cara pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari:

1. Pengambilan data sekunder, yakni dengan mengumpulkan data dan informasi


yang dibutuhkan dalam penelitian pada instansi terkait di pusat maupun di
daerah pada kabupaten terkait
2. Pengambilan data primer, yaki dengan melakukan kunjungan lapangan untuk
variabel yang tidak tersedia pada instansi terkait dengan melakukan
pengambilan koordinat sebaran infrastruktur menggunakan GPS, tracking rute
dan menghitung waktu tempuh, pengambilan data social ekonomi masyarakat
melalui wawancara menggunakan kuesioner yang telah disediakan pada
beberapa lokasi dan pendataan langsung untuk data demografi dan
identifikasi satuan lingkungan setempat PPK disekitar PPKT

19
Data-data sekunder yang dapat diperoleh dari berbagai institusi:

1. Data jumlah jiwa per desa/kelurahan, bersumber dari data PODES (Potensi
Desa), BPS (Biro Pusat Statistik), Tahun 2011. Data ini merupakan hasil
sensus yang dilakukan oleh BPS di tingkat desa

Sumber: Hasil olahan penulis 2015

Gambar 6. Tampilan data tabulasi Potensi Desa BPS Tahun 2011

2. Data administrasi desa BIG Tahun 2010.

Sumber: Hasil olahan penulis 2015

Gambar 7. Tampilan Data Administrasi Desa BIG Tahun 2010

20
3. Data titik berat pulau hasil olahan dari data BIG Tahun 2010 menggunakan
software pengolahan data SIG

Sumber: Hasil olahan penulis 2015

Gambar 8. Sebaran Titik Pulua-Pulau Kecil Terluar Berpenduduk

4. Data toponimi pulau-pulau kecil KKP-BIG Tahun 2010.

Sumber: Hasil olahan penulis 2015

Gambar 9. Sebaran Titik Toponimi Pulau-Pulau Kecil

21
3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Metode pengolahan dan analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:

1. Tabulasi data. Data non spasial yang diperoleh dari BPS akan diolah dengan
cara pengelompokan data untuk desa yang berada di pulau yang sama.
2. Sistem Informasi Geografis. Data spasial yang diperoleh akan diolah
menggunakan software pengolahan data spasial untuk menghasilkan data
baru berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Pada tahapan ini terdiri dari
beberapa bagian pengolahan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar
berikut:

Sumber: Hasil olahan penulis 2015

Gambar 10. Alur Analisis Spasial

Data yang diolah menggunakan data resmi dari beberapa sumber untuk
identifikasi PPK yang berada disekitar PPKT dan menentukan jarak antar
pulau tersebut. Hasil yang diperoleh adalah data PPK yang berada dalam
radius terdekat PPKT yang dibagi dalam 5 zona yakni:

Tabel 3. Kelas Pembagian Zona tiap PPKT

Zona Radius (km) Waktu Tempuh (Jam) Keterangan


Zona 1 5 0.5 Sangat Dekat
Zona 2 10 1 Dekat
Zona 3 20 2 Sedang
Zona 4 50 5 Cukup Jauh
Zona 5 100 10 Jauh
Sumber: Hasil olahan penulis 2015

22
Dari zona yang digambarkan pada table diatas, hanya zona 1 dan 2 yang
akan dianalisis lebih lanjut. Output dari hasil geoprocessing sebagaimana
digambarkan diatas akan diolah lebih lanjut menggunakan software
pengolah data. Yang kemudian akan didapatkan tabulasi jarak dan waktu
tempuh dari tiap PPKT ke PPK terdekat
3. Analisis Data. Analisa data menggunakan 2 metode yakni:
a. Analisis deskriptif, analisis berdasarkan nilai yang diperoleh dari hasil
tabulasi dan pengolahan spasial berdasarkan jarak terdekat dan waktu
tempuh yang diperlukan oleh PPKT ke PPK atau sebaliknya sebagai
pertimbangan aksessibiltas
b. Analisa Spasial, analisis ini menggunakan model huff atau dikenal
sebagai gravitiy model yang awalnya digunakan untuk menentukan
lokasi paling strategis dalam pengembangan bisnis. Model Huff adalah
model interaksi spasial yang melihat probabilitas dari tiap pulau untuk
saling berinteraksi

3.5 Tahapan Pelaksanaan

Pelaksanaan penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan yang akan diuraiakan
sebagai berikut:
1. Studi literatur, tahapan ini berupa pengumpulan literatur dari penelitian-
penelitian terdahulu, teori, jurnal dan buku-buku referensi yang dapat
digunakan dalam membantu penyusunan penelitian
2. Persiapan tools, tahap penyiapan perangkat-perangkat penelitian misalnya
kuesioner, matriks kebutuhan data dan lain sebagainya.
3. Konsultasi, tahapan diskusi dengan pembimbing maupun penguji penelitian
untuk memperoleh masukan, kritikan yang akan membantu proses
penyempurnaan penelitian
4. Pengumpulan data dan review, sebagaimana telah diuraikan sebelumnya,
pengumpulan data akan dilakukan secara instansional kemudian akan
direview berdasarkan hasil perolehan data
5. Kunjungan lapangan, tahapan ini merupakan bagian dari pengumpulan data
secara primer juga untuk melihat kondisi real dilapangan guna verifikasi
terhadap data yang diperoleh di instansi maupun dalam rangka pengambilan
data primer atau pengukuran langsung

23
6. Tabulasi dan recheck. Tahapan ini adalah tabulasi data hasil lapangan dan
pengecekan ulang terhadap data yang diperoleh untuk memastikan data yang
diperoleh sudah cukup
7. Analisis data, tahapan ini berupa input data kedalam perangkat analisis yang
digunakan dalam penelitian ini untuk memperoleh hasil yang diharapkan
8. Pembahasan dan penarikan kesimpulan, Tahapan merupakan proses
pendiskripsian masalah yang ditemukan dilapangan, hasil yang diperoleh
dalam analisis data dan input berdasarkan rujukan teori berdasarkan hasil

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. 2013. Data Kebutuhan Air Bersih dan Sumber Air di Pulau-Pulau
Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan.
2. Anonim. 2013. Dukungan Peningkatan Keterpaduan Pembangunan wilayah
Perbatasan, DEPARTEMEN DALAM NEGERI.
3. Beolado, dkk. 2012. Analisis Model Interaksi Antar Wilayah Di Provinsi Maluku
Utara. Jurnal Ilmiah Masagena Volume VII. Edisi 1 Januari 2012. ISSN:1907-
4867
4. Kabupaten Alor dalam Angka 2009, BPS Kabupaten Alor
5. PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN NOMOR 2
TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PENGELOLAAN BATAS
WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011 - 2014
6. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR PER.16/MEN/2008
TENTANG PERENCANAAN PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN
PULAU-PULAU KECIL
7. PERATURAN MENTERI KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA NOMOR
KM.67/UM.001/MKP/2004 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGEMBANGAN
PARIWISATA
8. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2005
TENTANG PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR
9. Purnomo H, Negara dengan Penduduk Terbanyak di Dunia, RI Masuk 4 Besar.
http://finance.detik.com/read/2014/03/06/134053/2517461/4/negara-dengan-
penduduk-terbanyak-di-dunia-ri-masuk-4-besar (Diakses tanggal 25 Mei 2015)
10. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2007
TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
11. UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN
WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
12. United Nations Convention on the Law of the Sea (Unclos) 1982

25

Anda mungkin juga menyukai