Chapter 09
Chapter 09
Ownership Structure
CHAPTER 09
Nama Kelompok :
Teori keagenan merupakan basis teori yang mendasari praktik bisnis perusahaan yang dipakai selama
ini. Teori tersebut berakar dari sinergi teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Prinsip
utama teori ini menyatakan adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang yaitu investor dengan
Pemisahan pemilik dan manajemen di dalam literatur akuntansi disebut dengan Agency Theory (teori
keagenan). Teori ini merupakan salah satu teori yang muncul dalam perkembangan riset akuntansi yang
merupakan modifikasi dari perkembangan model akuntansi keuangan dengan menambahkan aspek perilaku
manusia dalam model ekonomi. Teori agensi mendasarkan hubungan kontrak antara pemegang saham/pemilik
dan manajemen/manajer. Menurut teori ini hubungan antara pemilik dan manajer pada hakekatnya sukar
Dalam teori keagenan (agency theory), hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (principal)
memperkerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang
pengambilan keputusan kepada agent tersebut. Hubungan antara principal dan agent dapat mengarah pada
kondisi ketidakseimbangan informasi (asymmetrical information) karena agent berada pada posisi yang
memiliki informasi yang lebih banyak tentang perusahaan dibandingkan dengan principal. Dengan asumsi
bahwa individu-individu bertindak untuk memaksimalkan kepentingan diri sendiri, maka dengan informasi
asimetri yang dimilikinya akan mendorong agent untuk menyembunyikan beberapa informasi yang tidak
diketahui principal. Dalam kondisi yang asimetri tersebut, agent dapat mempengaruhi angka-angka akuntansi
yang disajikan dalam laporan keuangan dengan cara melakukan manajemen laba.
Salah satu cara yang di gunakan untuk memonitor masalah kontrak dan membatasi perilaku
opportunistic manajemen adalah corporate governance. Prinsip-prinsip pokok corporate governance yang perlu
diperhatikan untuk terselenggaranya praktik good corporate governance adalah; transparansi (transparency),
Kemudian, masalah keagenan juga akan timbul jika pihak manajemen atau agen perusahaan tidak atau
kurang memiliki saham biasa perusahaan tersebut. Karena dengan keadaan ini menjadikan pihak manajemen
tidak lagi berupaya untuk memaksimumkan keuntungan perusahaan dan mereka berusaha untuk mengambil
keuntungan dari beban yang ditanggung oleh pemegang saham. Cara yang dilakukan pihak manajemen adalah
dalam bentuk peningkatan kekayaan dan juga dalam bentuk kesenangan dan fasilitas perusahaan. Dijelaskan
dalam Jensen dan Meckling (1976), Jensen (1986), Weston dan Brigham (1994), bahwa masalah keagenan
dapat terjadi dalam 2 bentuk hubungan, yaitu; (1)antara pemegang saham dan manajer, dan (2)antara pemegang
saham dan kreditor. Jika suatu perusahaan berbentuk perusahaan perorangan yang dikelola sendiri oleh
pemiliknya, maka dapat diasumsikan bahwa manajerpemilik tersebut akan mengambil setiap tindakan yang
mungkin, untuk memperbaiki kesejahteraannya, terutama diukur dalam bentuk peningkatan kekayaan
perorangan dan juga dalam bentuk kesenangan dan fasilitas eksekutif. Tetapi, jika manajer mempunyai porsi
sebagai pemilik dan mereka mengurangi hak kepemilikannya dengan membentuk perseroan dan menjual
sebagian saham perusahaan kepada pihak luar, maka pertentangan kepentingan bisa segera timbul. Keadaan ini
menjadikan manajer mungkin saja tidak sedemikian gigih lagi untuk memaksimumkan kekayaan pemegang
saham karena jatahnya atas kekayaan tersebut telah berkurang sesuai dengan pengurangan kepemilikan mereka.
Atau mungkin saja manajer menetapkan gaji yang besar bagi dirinya atau menambah fasilitas eksekutif, karena
Konflik antara pemegang saham dengan kreditur Kreditur menerima uang dalam jumlah tetap dari
perusahaan (bunga hutang),sedangkan pendapatan pemegang saham bergantung pada besaran laba
perusahaan.Dalam situasi ini, kreditur lebih memperhatikan kemampuan perusahaan untuk membayar kembali
utangnya, dan pemegang saham lebih memperhatikankemampuan perusahaan untuk memperoleh kembalian
yang besar adalah melakukaninvestasi pada proyek proyek yang berisiko. Apabila pelaksanaan proyek
yang berisiko itu berhasil maka kreditur tidak dapat menikmati keberhasilan tersebut, tetapiapabila proyek
mengalami kegagalan, kreditur mungkin akan menderita kerugianakibat dari ketidakmampuan pemegang saham
pembatasan penggunaan hutang oleh manajer. Salah satu pembatasan adalah membatasi jumlah penggunaan
hutang untuk investasi dalam proyek baru.Konflik antara pemegang saham dengan pihak manajemenWalaupun
telah dilakukan kontrak kerja yang sah antara pihak principal dan agent,namun di sisi lain pihak agent memiliki
pengetahuan yang lebih banyak mengenai perusahaan (full information) dibandingkan dengan pengetahuan
yang dimiliki oleh pihak principal. Pengetahuan yang lebih banyak dimiliki oleh pihak agentdibandingkan
dengan pengetahuan yang dimiliki oleh pihak principal ini membuatterbentuknya suatu asimetri information
Adanya asimetri informasi ini menyebabkan kemungkinan munculnya konflik antara pihak principal dan
agent. Eisenhardt (1989) mengemukakan tiga asumsi sifat dasar manusia yaitu: (1) manusia pada umunya
mementingkan diri sendiri (self interest ),(2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa
mendatang( bounded rationality ), dan (3) manusia selalu menghindari resiko (risk adverse).Berdasarkan asumsi
sifat dasar manusia tersebut menyebabkan bahwa informasi yangdihasilkan manusia untuk manusia lain selalu
dipertanyakan reliabilitasnya dan dapatdipercaya tidaknya informasi yang disampaikan (Muh.Arief Ujiyantho).
Asimetriinformasi ini juga pada akhirnya dapat memberikan kesempatan bagi para manajer untuk melakukan
Jensen dan Meckling dalam Isnanta (2008), menyatakan bahwa teori keagenan mendeskripsikan
pemegang saham sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen. Manajemen merupakan pihak yang dikontrak
oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham. Untuk itu manajemen diberikan
sebagian kekuasaan untuk membuat keputusan bagi kepentingan terbaik pemegang saham. Oleh karena itu,
manajemen wajib mempertanggungjawabkan semua upayanya kepada pemegang saham. Karena unit analisis
dalam teori keagenan adalah kontrak yang melandasi hubungan antara prinsipal dan agen, maka fokus dari teori
ini adalah pada penentuan kontrak yang paling efisien yang mendasari hubungan antara prinsipal dan agen.
Untuk memotivasi agen maka prinsipal merancang suatu kontrak agar dapat mengakomodasi kepentingan
pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak keagenan. Kontrak yang efisien adalah kontrak yang memenuhi dua
faktor, yaitu :
1. Agen dan pinsipal memiliki informasi yang simetris artinya baik agen maupun majikan memiliki
kualitas dan jumlah informasi yang sama sehingga tidak terdapat informasi tersembunyi yang
2. Risiko yang dipikul agen berkaitan dengan imbal jasanya adalah kecil yang berarti agen
informasi. Agen sebagai pengendali perusahaan pasti memiliki informasi yang lebih baik dan lebih banyak
dibandingkan dengan prinsipal. Di samping itu, karena verifikasi sangat sulit dilakukan, maka tindakan agen
pun sangat sulit untuk diamati. Dengan demikian, membuka peluang agen untuk memaksimalkan
kepentingannya sendiri dengan melakukan tindakan yang tidak semestinya atau sering disebut disfunctional
behaviour, dimana tindakan ini dapat merugikan prinsipal, baik memanfaatkan aset perusahaan untuk
Salah satu hipotesis dalam teori ini adalah bahwa manajemen dalam mengelolah perusahaan cenderung
lebih mementingkan kepentingan pribadinya daripada meningkatkan nilai perusahaan. Contoh nyata yang
dominan terjadi dalam kegiatan perusahaan dapat disebabkan karena pihak agensi memiliki informasi keuangan
daripada pihak prinsipal (keunggulan informasi), sedangkan dari pihak prinsipal boleh jadi memanfaatkan
kepentingan pribadi atau golongannya sendiri (self-interest) karena memiliki keunggulan kekuasaan
(discretionary power).
Teori permainan
memodelkan bagaimana agen-agen (misalnya, manusia) bersaling tindak apabila hasil tindakan sesuatu agen itu
bergantung kepada tindakan agen yang lain (yang diluar kawalan agen pertama). Biasanya, agen mempunyai
kepintaran yang membolehkannya belajar dari keadaan dahulu dan juga merangka strategi.
Teori Pilihan Rasional menurut James S. Coleman adalah Teori pilihan rasional yang memusatkan
perhatian pada aktor dimana aktor dipandang sebagai manusia yang mempunyai tujuan atau mempunyai
maksud artinya aktor mempunyai tujuan dan tindakan tertuju pada upaya untuk mencapai tujuan tersebut,
aktorpun dipandang mempunyai pilihan atau nilai serta keperluan. Dalam hal ini dapat diartikan bahwa dalam
teori pilihan rasional, setiap individu memiliki maksud serta tujuan tertentu dalam tindakannya, sehingga untuk
mencapai tujuan yang dimaksud ia lebih mengedepankan kepentingannya sendiri dalam menentukan segala hal.
Dalam uraian lain juga dijelaskan oleh James Bhucanan yang telah melahirkan disiplin ilmu ekonomi
politik karena memasukkan unsur-unsur pertimbangan ekonomis dalam prilaku para politikus yang kemudian
dikenal sebagai "Teori Pilihan Rasional" (Rational Choice). Dengan makna lain teori ini bisa juga dikatakan
sebagai teori yang berkaitan dengan pendekatan ekonomi karena setiap pelaku atau actor maupun masyarakat
tertentu memberikan pilihan-pilihannya dalam fenomena politik didasarkan pada cost-bennefit dimana untung
rugi dari apa yang dipilih menjadi prioritas utama dalam memilih.
Misalnya dalam fenomena politik yang terjadi di Indonesia saat ini, seperti pemilihan umum legislatif
maupun eksekutif. Ketika seseorang akan memilih kandidat saat pesta demokrasi berlangsung, ia memiliki
pilihan-pilihan tertentu terhadap seorang pemimpin yang akan ia pilih nanti, pada saat itulah cost-bennefit
muncul dalam dirinya. Ia akan mengetahui resiko serta keuntungan seperti apakah yang kelak ia dapatkan
jika ia memilih kandidat A, atau B, dsb. Jika kandidat A hanya menjanjikan pemberian sembako gratis dalam
kampanyenya, sedangkan kandidat B menjanjikan pemberian sembako, pelayananan kesehatan gratis, dan
memperbaiki infrastuktur jalan yang ada di daerah sipemilih, maka dalam hal ini ia akan memikirkan
keuntungan mana yang lebih dominan yang akan ia dapatkan dari kandidat. Tentu saja kandidat B karena
Meskipun tidak selamanya seseorang akan bertindak demikian, namun pada kenyataannya yang terjadi
saat ini adalah masyarakat lebih mengedepankan logika ekonominya dalam memilih sehingga pendekatan
psikologis tidak tersalurkan dengan baik dalam sebuah pemilu. Lain halnya jika kita berbicara tentang Teori
Permainan ( game teory ) yang menjelaskan bahwa sebagai aktornya adalah elit-elit politik itu sendiri, jika
dilihat dari fenomena politik yang di atas, dalam pilihan rasional yang menjadi aktornya adalah sipemilih, baik
itu dari elit pemerintahan, maupun masyarakat biasa, sedangkan dalam teori permainan yang menjadi aktornya
disini adalah seorang kandidat yang akan dipilih itu tadi. Sebagaimana defenisi yang di uraikan berikut.
Teori Permainan ( game teory ) merupakan sekumpulan pemikiran yang menguraikan strategi
keputusan yang rasional dalam situasi konflik dan kompetisi, ketika masing-masing peserta atau pemain saling
berusaha memperbesar keuntungan dan memperkecil kerugian. Meskipun pendekatan ekonomi masih
mempengaruhi si pelaku, namun keuntungan yang diperoleh disini bukanlah semata-mata hanya keuntungan
yang dihasilkan dalam bentuk materi, melainkan berupa popularitas yang dimiliki si actor, serta penghargaan
ras, status sosial, dsb. Karena mereka lebih mengedepankan logika ekonominya dalam memilih sehingga
pendekatan psikologis tidak tersalurkan dengan baik dalam pemilihan umum. Berbagai pemikir politik tidak
dapat menjelaskan hal tersebut, artinya bahwa teori ini bagus dalam memprediksi akan tetapi lemah dalam
menjelaskan.
Sedangkan dalam teori permainan bukanlah semata hanya penyelidikan empiris tentang bagaimana cara
orang membuat keputusan, tetapi suatu teori deduktif mengenai suatu kondisi supaya keputusan mereka dapat
meyakinkan dan memuaskan dalam rangka memenuhi tuntutan secara rasional oleh masyarakat secara terus
menerus.