2017
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang, Kami
panjatkan rasa puji dan syukur atas kehadiratNya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah
dan karunia kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang Proses
Pembuatan Biodiesel Dari CPO ini. Makalah ini telah kami susun dengan semaksimal
mungkin dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar
pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan terima kasih yang sebanyak
banyaknya kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima kritik
dan saran dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini sehingga dapat menjadi
lebih baik lagi .Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
manfaat bagi para pembaca, Terima kasih.
Penulis,
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sebagaimana kita tahu bahwa minyak bumi masih menjadi komponen penting dalam
dunia pembangkitan kita. Kini, sumber daya minyak bumi semakin langka dan cadangannya
kian menipis. Sementara itu permintaan semakin naik sehingga harga pun melangit. Oleh
karena itu diperlukan suatu sumber energi baru yang terbarukan yang bisa menggantikan
peranan minyak bumi dalam dunia pembangkitan kita. Biodiesel adalah salah satu energi
Alternatif terbarukan. Biodiesel merupakan produk dari reaksi kimia dari minyak nabati yang
memiliki sifat seperti solar. Minyak nabati tersebut dapat didapat dari berbagai macam jenis
tumbuhan semisal jarak, randu, kelapa , dan lain-lain yang notabenenya mudah diproduksi
bahkan di lahan kritis sekalipun (jarak). Dengan luas lahan kritis yang ada di Indonesia lebih
dari 20 juta hektar, biodiesel yang dihasilkan diproyeksikan bisa mengcover kebutuhan
minyak pada sistem kelistrikan kita tanpa mengganggu lahan produktif yang ada.
Setelah krisis ekonomi 1998, sektor energi di Indonesia mengalami dinamisasi
perubahan cukup signifikan yang utamanya sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan permintaan
energi dan perubahan regulasi akibat tingginya harga-harga energi tak terbarukan (minyak
bumi). Hal tersebut merupakan implikasi langsung dari terus berkurangnya cadangan minyak
bumi, baik itu di Indonesia maupun dalam lingkup yang lebih luas (global). Terlebih lagi,
sejak tahun 2004 Indonesia telah menjadi net importer minyak bumi. Sebagai akibatnya,
sejak tahun 2008 Indonesia juga telah keluar dari OPEC.
Sektor energi listrik termasuk sektor yang cukup terpengaruh dengan dinamisasi
tersebut, sebagaimana kita tahu bahwasanya selama ini minyak bumi merupakan sumber
energi yang cukup dominan dan penting dalam unit pembangkitan kita. Data energi mix kita
menunjukkan bahwa 24% dari total raw material yang di convert menjadi energi listrik
berupa minyak bumi. Selain itu, minyak bumi sangat berperan untuk mengatasi adanya peak
power tiap harinya. Hal tesebut dikarenakan minyak bumi sangat dibutuhkan sebagai bahan
bakar Pembangkit Listrik Tenaga Diesel, salah satu pembangkit yang flexible terhadap
perubahan permintaan daya yang cukup fluktuatif. Oleh karena itu, adanya perubahan dari
ketersediaan ataupun harga secara signifikan akan berpengaruh juga secara signifikan pada
ketersediaan dan keberlangsungan energi listrik. Terlebih lagi, demand terhadap energi listrik
saat ini terus meningkat tiap tahunnya dengan rata-rata proyeksi pertumbuhan permintaan
daya listrik per tahun sekitar 7.7% sampai 2016. Tak boleh dilupakan juga bahwasanya
perluasan jangkauan listrik juga masih sangat dibutuhkan mengingat rasio elektifikasi kita
masih cukup rendah, sekitar 63,4%. Untuk itu penting dicarikan sebuah solusi untuk
permasalahan ini semisal dengan mencari bahan alternatif lain.
Kebutuhan energi nasional khususnya bahan bakar minyak (BBM) terus meningkat
seiring dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan semakin terbatasnya cadangan
sumber daya minyak bumi, Indonesia harus mengimpor BBM dalam jumlah besar untuk
mencukupi kebutuhan bahan bakar minyak di sektor transportasi dan energi.bPada tahun
2005, konsumsi minyak solar di Indonesia mencapai 70.000 kiloliter per hari atau setara
dengan 26 juta kiloliter per tahun. Pada tahun yang sama, produksi minyak solar dalam negeri
tidak lebih dari 13 juta kilo liter per tahun, sehingga diperlukan impor minyak solar lebih dari
13 juta kilo liter. Dengan menyimak pola konsumsi minyak solar yang terus meningkat
khususnya pada sektor transportasi, diperkirakan bahwa volume impor minyak solar ini akan
terus meningkat bila tidak diambil kebijakan diversifikasi bahan bakar dengan pemanfaatan
energi terbaharukan.
Dalam rangka menjamin pasokan energi dalam negeri terutama penyediaan energi
bagi industri, transportasi dan rumah tangga, serta untuk pengembangan ekonomi lebih lanjut,
perlu dilakukan langkah-langkah penghematan dan pengembangan diversifikasi energi,
termasuk energi alternatif yang terbaharukan. Salah satu energi alternatif yang dapat
dikembangkan adalah bahan bakar nabati (BBN) yang murah, dapat diperbaharui, aman dan
ramah lingkungan seperti halnya biodiesel.
Saat ini, sumber bahan bakar alternatif yang memiliki potensi besar untuk
dikembangkan adalah sumber daya hayati atau biofuel. Bahan Baku hayati untuk biofuel
dapat berasal dari produk-produk dan limbah pertanian yang sangat berlimpah di Indonesia
Di tengah kondisi finansial PLN yang kurang mendukung, pengadaan energi alternatif perlu
dilakukan. Sejumlah alternatif pengadaan energi listrik memang dapat ditempuh dengan
berbagai cara. Selain mengolah bahan bakar dari fosil, energi terbarukan seperti panas bumi
cukup menarik dikembangkan. Namun penggunaan bahan bakar fosil memerlukan sistem
transportasi yang intensif. Demikian juga pengadaan bahan bakar gas yang perlu sistem pipa
rumit dan mahal. Sementara energi panas bumi hanya untuk beberapa tempat di sejumlah
pulau saja. Itu pun masih tergolong mahal. Dari sekian banyak alternatif, efisiensi pengadaan
energi patut memperhitungkan ketersediaan sumber energi di tempat energi itu diperlukan.
Oleh karena itu, energi hidro skala kecil, mikrohidro, energi surya, energi angin, biofuel, dan
energi biomassa masuk ke dalam daftar pilihan. Saat ini, sumber bahan bakar alternatif yang
memiliki potensi besar untuk dikembangkan adalah sumber daya hayati atau biofuel. Bahan
baku hayati untuk biofuel dapat berasal dari produk-produk dan limbah pertanian yang sangat
berlimpah di Indonesia. Makalah ini akan membahas mengenai biodiesel (salah satu jenis
biofuel) sebagai salah satu alternatif pengganti bahan bakar fosil.
B. RUMUSAN MASALAH
1.Apa saja bahan baku pembuatan biodiesel dari CPO?
2. Apa saja peralatan yang digunakan dalam memproduksi biodiesel dari CPO?
3. Bagaimana proses pembuatan biodiesel dari CPO?
C. TUJUAN
1. Mengetahui bahan baku dari pembuatan biodiesel dari CPO
2. Mengetahui peralatan yang digunakan dalam memproduksi biodiesel dari CPO
3. Mengetahui proses dalam pembuatan biodiesel dari CPO
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI BIODIESEL
Biodiesel merupakan nama yang diberikan untuk bahan bakar yang terdiri dari mono-
alkyl ester yang dapat terbakar dengan bersih, berasal dari berbagai minyak tumbuhan atau
lemak hewan, biasanya berupa metil ester atau etil esterdari asam lemak. Nama biodiesel
telah disetujui oleh Departemen of Energy (DOE), Environmental Protection Agency (EPA)
dan American Society of Testing Material (ASTM) sebagai industri energi alternatif. Berasal dari
asamlemak yang sumbernya renewable limit,dikenal sebagai bahan bakar yang ramah ngkungan dan
menghasilkan emisi gas buang yang relatif lebih bersihdibandingkan bahan bakar
konvensional. Biodiesel tidak beracun, bebas daribelerang, aplikasinya sederhana dan berbau
harum.Biodiesel dapat ditulis sebagai B100.B100 menunjukkan bahwa biodieseltersebut
murni 100% terdiri atas mono-alkyl ester . Biodiesel campuran ditandaiseperti " BXX", dimana
" XX" menyatakan prosentase komposisi biodiesel yangterdapat di campuran tersebut,
dengan kata lain B20 adalah 20% biodiesel, 80%minyak solar (Zuhdi dkk, 2003).
2. Methanol
Methanol atau methyl alkohol atau sering juga disebut carbinol merupakan larutan
polar yang larut dalam air, alkohol, ester dan pelarut organic lainnya. Methanol mempunyai
rumus molekul CH3OH adalah alkohol aliphatic sederhana. Reaksinya ditentukan oleh gugus
hydroxyl fungsional, sedangkan reaksi terjadi oleh gugus C O atau O H. Penggunaan
methanol sebesar 85% digunakan sebagai bahan baku serta bahan pelarut sintetis. Dalam hal
ini methanol direaksikan dengan trigliserida akan menghasilkan methyl ester.
Methanol mempunyai sifat fisik sebagai berikut : tidak berwarna, mudah terbakar
dan menguap, tidak berbau, mudah larut dalm air, sangat polar, dengan spesifik gravitasi
0,7924 pada 20OC, titik didihnya 64,5OC, titik eku -97,5OC dan flash point 12,2OC.
Keberadaan methanol dalam proses transesterifikasi adalah untuk memutuskan hubungan
gliserin dengan zat asam lemak.
3. Kalium Hidroksida (KOH)
Kalium hidroksida adalah suatu senyawa anorganik dengan rumus kimia KOH, dan
umumnya disebut sebagai potash kaustik. Bersama dengan natrium hidroksida, padatan tak
berwarna
c. Reaktor tangki berpengaduk ; sebagai tempat pencampuran bahan baku dan terjadinya
reaksi transesterifikasi
Esterifikasi biasa dilakukan untuk membuat biodiesel dari minyak berkadar asam lemak
bebas tinggi (berangka-asam 5 mg-KOH/g). Pada tahap ini, asam lemak bebas akan
dikonversikan menjadi metil ester. Tahap esterifikasi biasa diikuti dengan tahap
transesterfikasi. Namun sebelum produk esterifikasi diumpankan ke tahap transesterifikasi,
air dan bagian terbesar katalis asam yang dikandungnya harus disingkirkan terlebih dahulu.
3. Transesterifikasi
Transesterifikasi (biasa disebut dengan alkoholisis) adalah tahap konversi dari
trigliserida (minyak nabati) menjadi alkyl ester, melalui reaksi dengan alkohol, dan
menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Di antara alkohol-alkohol monohidrik yang
menjadi kandidat sumber/pemasok gugus alkil, metanol adalah yang paling umum digunakan,
karena harganya murah dan reaktifitasnya paling tinggi (sehingga reaksi disebut metanolisis).
Jadi, di sebagian besar dunia ini, biodiesel praktis identik dengan ester metil asam-asam
lemak (Fatty Acids Metil Ester, FAME). Reaksi transesterifikasi trigliserida menjadi metil
ester dapat dilihat dibawah ini :
Gambar . Reaksi Transesterifikasi dari Trigliserida menjadi ester metil asam-asam lemak
Transesterifikasi juga menggunakan katalis dalam reaksinya. Tanpa adanya katalis,
konversi yang dihasilkan maksimum namun reaksi berjalan dengan lambat
(Mittlebatch,2004). Katalis yang biasa digunakan pada reaksi transesterifikasi adalah katalis
basa, karena katalis ini dapat mempercepat reaksi.
Reaksi transesterifikasi sebenarnya berlangsung dalam 3 tahap yaitu sebagai berikut :
Produk yang diinginkan dari reaksi transesterifikasi adalah ester metil asam-asam
lemak. Terdapat beberapa cara agar kesetimbangan lebih ke arah produk, yaitu:
a. Menambahkan metanol berlebih ke dalam reaksi
b. Memisahkan gliserol
c. Menurunkan temperatur reaksi (transesterifikasi merupakan reaksi eksoterm)
Pada proses pembentukan biodiesel dengan bahan baku berupa CPO (Crude Palm
Oil), harus diketahui terlebih dahulu apakah mengandung asam lemak bebas >2% atau 2%
maka harus melewati tahap esterifikasi terlebih dahulu baru kemudian melakukan tahap
transesterifikasi agar ALB tidak memiliki kecenderungan yang besar untuk membentuk sabun
selama proses terjadi. Dalam proses ini kandungan ALB-nya >2% sehingga perlu dilakukan
tahap esterifikasi agar didapatkan produk berupa metil ester.
Bahan baku CPO yang berada pada TK-01 (Tangki 1) dikeluarkan dari tangki
melalui pipa dengan bantuan gaya gravitasi menuju ke heater untuk dipanaskan hingga
temperatur 110oC (+5oC, -5oC). Hal ini dilakukan agar air pada CPO menguap karena sifat
air yang mudah bereaksi dengan katalis asam maupun basa yang dapat mengakibatkan
lambatnya kerja katalis. Proses pemanasan ini juga dikarenakan struktur CPO yang berupa
semi-padatan sehingga harus dipanaskan agar tidak membeku, lalu didinginkan menggunakan
kondenser hingga temperatur 60oC agar CPO tidak kembali membeku. Kemudian CPO
dialirkan dengan bantuan pompa menuju ke Reaktor 2.
Di dalam reaktor ini CPO dicampur dengan methanol dari TK-02 dan katalis asam
sulfat (H2SO4) dari TK-03 yang sebelumnya telah dilakukan pengadukan dalam Reaktor 1
dan kemudian dialirkan melalui pipa dengan bantuan pompa menuju Reaktor 2.
Dalam Reaktor 2 terjadi proses esterifikasi pada temperatur 60oC menggunakan pengadukan
dengan kecepatan 300rpm. Perbandingan yang digunakan antara CPO dan methanol adalah
1:6 dengan hasil konversi mencapai 65%. Pada dinding luar Reaktor 2 dipasang jaket
pendingin agar temperatur selama proses bisa dijaga konstan dan methanol tidak menguap.
Keluaran dari Reaktor 2 dialirkan melalui pipa dan bantuan pompa menuju ke Separator 1
untuk memisahkan hasil proses Reaktor 2 yang berupa metil ester, CPO, air, katalis, dan sisa
methanol menjadi metil ester + CPO + uap methanol pada bagian atas Separator 1 dan
sisanya berupa H2SO4 + H2O terpisah menuju ke bagian bawah separator. Produk bawah
dari separator ini kemudian dialirkan menggunakan pipa menuju ke TK-07 sebelum
dilakukan tindakan selanjutnya. Bisa di recovery untuk menghasilkan H2SO4 pekat atau
dibuang.
Metil ester dan CPO hasil pemisahan pada Separator 1 kemudian dialirkan
menggunakan pipa dengan bantuan pompa menuju Reaktor 4 untuk melalui tahap
transesterifikasi. Sebelumnya, methanol dan katalis basa KOH dihomogenkan dalam Reaktor
3 sehingga terbentuk Kalium Metoksida. Senyawa ini lah yang dialirkan menuju Reaktor 4.
Dalam reaktor ini terjadi proses pencampuran metil ester dan CPO dengan Kalium Metoksida
selama kurang lebih 2 jam dengan temperatur 58-65oC. Reaktor 4 ini dilengkapi pemanas
dan pengaduk, yaitu saat pemanasan juga dilakukan pengadukan dengan kecepatan kurang
lebih 300 rpm. Hasil akhir dari Reaktor 4 ini adalah metil ester dengan konversi sekitar 94-
98%.
Keluaran dari Reaktor 4 kemudian dialirkan ke Separator 2 untuk memisahkan
gliserol dan metil ester dengan pengendapan. Gliserol akan berada pada lapisan bawah karena
berat jenisnya yang lebih besar dari metil ester. Kemudian gliserol dipisahkan dan ditampung
ke TK-08, metil ester diambil untuk melalui proses pencucian.
Metil ester hasil kerja Separator 2 ini kemudian dialirkan ke alat Washing untuk
menghilangkan senyawa pengotor dan tidak diinginkan seperti gliserol dan methanol.
Temperatur pencucian ini dilakukan sekitar 55oC. Pencucian dilakukan hingga tercapai pH
campuran normal (pH 6.8 7.2). Setelah mengalami pencucian, keluarannya akan dialirkan
menuju ke Drier untuk menghilangkan kadar air dalam metil ester dengan lama waktu kurang
lebih 10 menit pada suhu sekitar 130oC. proses pengeringan ini dilakukan dengan cara
memberikan panas secara sirkulasi, dimana ujung pipa sirkulasi di tempatkan di tengah
permukaan cairan pada Drying.
Tahap akhirnya adalah mengalirkan metil ester yang telah dikeringkan menuju ke
alat Filterization atau proses filtrasi untuk menghilangkan partikel-partikel pengotor biodiesel
saat proses pembentukan berlangsung seperti karat atau kerak dari dinding reaktor, kerak dari
dinding pipa, ataupun kotoran dari bahan baku yang digunakan. Filtrasi ini dilakukan dengan
menggunakan filter berukuran 10 mikron. Metil ester yang telah di filtrasi ini kemudian
ditampung ke TK-06 yang telah sudah merupakan metil ester (biodiesel) murni dan siap
digunakan sebagai campuran solar ataupun digunakan sendiri sebagai bahan bakar.
BAB III
KESIMPULAN
https://aprianiwulan.wordpress.com/2014/12/03/flowsheet-pembuatan-biodiesel-dengan-
bahan-baku-cpo/
https://aprianiwulan.files.wordpress.com/2014/12/flowsheet-pembuatan-biodiesel2.png
https://www.academia.edu/9325739/BAB_III_METODOLOGI_PERCOBAAN
https://www.scribd.com/document/123138856/MAKALAH-Biodiesel
http://chemeng-education.blogspot.co.id/2010/10/pembuatan-biodiesel-dari-minyak-
kelapa.html
http://ams-bloq.blogspot.co.id/2008/10/pembuatan-biodiesel-dari-cpo.html