Anda di halaman 1dari 11

1

PERAN SEKOLAH DALAM MENCEGAH PENYALAHGUNAAN NARKOBA


DI KALANGAN PELAJAR*

Muhammad Sirozi

Pendahuluan

Para pelajar adalah generasi harapan bangsa. Mereka diharapkan tekun belajar dan menjalankan pola
hidup sehat, agar tumbuh dan berkembang menjadi generasi yang berilmu, cerdas, kuat, dan berdaya
saing tinggi, untuk menjalani berbagai profesi, menyambut estapet kepemimpinan, dan menyongsong
masa depan yang gemillang dalam berbagai bidang kehidupan. Untuk memenuhi harapan tersebut,
para orang tua, di desa dan di kota, yang kaya dan yang miskin, rela mengorbankan harta benda demi
mendukung pendidikan mereka; para pendidik bekerja keras dengan penuh dedikasi untuk
membangun karakter mereka dan membekali mereka dengan ilmu pengetahuan dan ketrampilan; dan
pemerintah terus membuat kebijakan-kebijakan pembangunan bidang pendidikan dan
mengembangkan program-program pendidikan yang relevan dan bermutu, untuk menghantarkan
para pelajar menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Megiringi para orang tua, guru-guru dan
pemerintah, tokoh agama dan tokoh masyarakat terus aktif memberikan pertimbangan-
pertimbangan, pengawasan, dan dukungan terhadap berbagai kebijakan atau program pendidikan.

Tetapi kenyataan tidak selalu sejalan dengan keinginan. Banyak pelajar yang malas belajar dan
terlibat dalam berbagai kasus penyalahgunaan Narkoba, baik sebagai pengguna maupun pengedar.
Banyak diantara mereka yang tidak hanya mengorbankan pendidikan, tetapi juga harus merelakan
masa depan mereka ditelan zaman, karena menjadi pecandu acute yang mengalami kerusakan fisik,
mental, dan kejiwaan yang sulit disembuhkan. Mereka tidak hanya mengecewakan diri sendiri, tetapi
juga mengecewakan orang-orang yang mencintai mereka, terutama orang tua, saudara-saudara dan
guru-guru mereka. Mereka juga mengecewakan nusa, bangsa, dan agama, karena keberadaan mereka
menjadi beban dan membawa pengaruh negatif terhadap situasi kehidupan masyarakat
lingkungannya.

**
Makalah Disampaikan pada Kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Badan Narkotika Nasional Provinsi
Sumatera Selatan pada tanggal 30 Mei 2013 di Palembang.

Wakil Rektor Bidang Akademik dan Pengembangan Lembaga IAIN Raden Fatah Palembang dan Ketua Dewan
Pendidikan Provinsi Sumatera Selatan.
2

Tulisan ini menyajikan gambaran singkat tentang fenomena penyalahgunaan Narkoba di


kalangan pelajar beserta dampak destruktif yang ditimbulkannya. Tulisan ini juga membahas upaya-
upaya yang perlu dilakukan untuk mencegah meluasnya wabah penyalahgunaan Narkoba di kalangan
pelajar. Secara khusus, tulisan ini membahas beberapa peran yang dapat diambil oleh pihak sekolah
untuk mencegah dan menangani berbagai kasus penyalahgunaan Narkoba di kalangan pelajar.

Beberapa Pengertian

Meskipun sudah tidak asing di telinga, banyak anggota masyarakat yang belum sepenuhnya
memahami istilah Narkoba. Istilah ini adalah singkatan dari Narkotika dan Obat Berbahaya, padanan
dari istilah Napza, singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif. Dua istilah tersebut sama-
sama merujuk pada kelompok senyawa yang umumnya memiliki risiko kecanduan bagi penggunanya.
Adapun yang dimaksud dengan Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan pada aktivitas mental dan perilaku (Undang-Undang No. 5/1997). Zat yang
termasuk psikotropika antara lain Sedatin (Pil BK), Rohypnol, Magadon, Valium, Mandarax,
Amfetamine, Fensiklidin, Metakualon, Metifenidat, Fenobarbital, Flunitrazepam, Ekstasi, Shabu-
shabu, dan LSD (Lycergic Syntetic Diethylamide).

Bahan Adiktif berbahaya lainnya adalah bahan-bahan alamiah, semi sintetis maupun sintetis
yang dapat dipakai sebagai pengganti morfin atau kokain yang dapat mengganggu sistim syaraf pusat.
Bahan-bahan dimaksud antara lain adalah sebagai berikut:

1. Alkohol yang mengandung ethyl etanol, inhalen/sniffing (bahan pelarut) berupa zat organik
(karbon) yang menghasilkan efek yang sama dengan yang dihasilkan oleh minuman yang
beralkohol atau obat anaestetik jika aromanya dihisap, seperti lem perekat, aceton, dan ether.
2. Heroin adalah derivatif 3.6-diasetil dari morfin (diasetilmorfin) dan disintesiskan darinya
melalui asetilasi yang dapat menyebabkan kecanduan. Bentuk kristal putihnya umumnya
adalah garam hidroklorida, diamorfin hidroklorida.
3. Ganja (Cannabis sativa syn. Cannabis indica) adalah tumbuhan budidaya penghasil serat,
namun lebih dikenal karena kandungan zat narkotika pada bijinya, tetrahidrokanabinol (THC,
tetra-hydro-cannabinol) yang dapat membuat pemakainya mengalami euforia (rasa senang
yang berkepanjangan tanpa sebab). Ganja menjadi simbol budaya hippies yang pernah
populer di Amerika Serikat. Hal ini biasanya dilambangkan dengan daun ganja yang berbentuk
khas. Ganja dan opium juga didengungkan sebagai simbol perlawanan terhadap arus
3

globalisme yang dipaksakan negara kapitalis terhadap negara berkembang. Di India, sebagian
Sadhu yang menyembah dewa Shiva menggunakan produk derivatif ganja untuk melakukan
ritual penyembahan dengan cara menghisap Hashish melalui pipa Chilam/Chillum, dan
dengan meminum Bhang.

Berdasarkan efek yang ditimbulkan terhadap pemakainya, narkoba dapat dikelompokkan


menjadi empat kategori.

1. Narkoba yang menimbulkan efek Halusinogen, yaitu efek yang dapat mengakibatkan
seseorang menjadi berhalusinasi dengan melihat suatu hal atau benda yang sebenarnya tidak
ada atau tidak nyata. Efek ini dapat ditimbulkan oleh kokain & LSD yang digunakan secara
berlebihan.
2. Narkoba yang menimbulkan efek Stimulan, yaitu efek yang bisa mengakibatkan kerja organ
tubuh seperti jantung dan otak bekerja lebih cepat dari biasanya, sehingga mengakibatkan
seseorang lebih bertenaga dan cenderung lebih senang dan gembira untuk sementara waktu.
3. Narkoba yang menimbulkan efek Depresan, yaitu efek yang bisa menekan sistem syaraf pusat
dan mengurangi aktivitas fungsional tubuh, sehingga pemakai merasa tenang bahkan bisa
membuat pemakai tidur dan tidak sadarkan diri. Efek ini dapat dtimbulkan oleh penggunaan
Putaw.
4. Jenis Narkoba yang dapat menimbulkan efek Adiktif, yaitu efek yang membuat seseorang akan
ingin dan ingin lagi karena zat tertentu dalam narkoba mengakibatkan seseorang cenderung
bersifat pasif, karena secara tidak langsung narkoba memutuskan syaraf-syaraf dalam otak.
Efek seperti ini dapat ditimbulkan oleh ganja, heroin, dan putaw.
5. Undang-undang Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika dan UU No.22 tahun 1997 tentang
Narkotika.
6. Menurut undang-undang tersebut, Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman
atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan
(Undang-Undang No. 22 tahun 1997). Zat atau obat yang termasuk jenis narkotika adalah: (1)
tanaman papaver, opium mentah, opium masak (candu, jicing, jicingko), opium obat, morfina,
kokaina, ekgonina, tanaman ganja, dan damar ganja; (2) garam-garam dan turunan-turunan
dari morfina dan kokaina, serta campuran-campuran dan sediaan-sediaan yang engandung
bahan tersebut di atas.
7. Undang-undang Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika dan UU No.22 tahun 1997 tentang
Narkotika.
4

8. Menurut undang-undang tersebut, Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman
atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan
(Undang-Undang No. 22 tahun 1997). Zat atau obat yang termasuk jenis narkotika adalah: (1)
tanaman papaver, opium mentah, opium masak (candu, jicing, jicingko), opium obat, morfina,
kokaina, ekgonina, tanaman ganja, dan damar ganja; (2) garam-garam dan turunan-turunan
dari morfina dan kokaina, serta campuran-campuran dan sediaan-sediaan yang engandung
bahan tersebut di atas.

Dampak Penyalahgunaan Narkoba

Bila masuk ke dalam tubuh, zat atau bahan yang termasuk kategori Narkoba atau Napza akan
mempengaruhi tubuh, terutama susunan syaraf pusat atau otak, sehingga dapat menyebabkan
gangguan fisik, psikis/jiwa dan fungsi sosial. Di dunia medis, narkoba adalah senyawa psikotropika
yang biasa dipakai untuk membius pasien saat hendak dioperasi atau untuk pengobatan penyakit
tertentu, dengan takaran atau dosis tertentu, sesuai kebutuhan. Misalnya,

1. LSD dapat digunakan untuk mengobati ketergantungan, perawatan untuk depresi dan
menghentikan sakit kepala.
2. Jamur Psychedelic dapat digunakan untuk mengobati sakit kepala cluster dan OCD.
3. Ekstasi dapat digunakan untuk mengurangi kecemasan, meringankan gejala Parkinson's dan
perawatan untuk PTSD.
4. Kokain dan Tanaman Coca, sebuah obat bius baru, dapat digunakan sebagai obat pencahar
dan obat motion sickness.
5. Heroin, adalah satu dari penghilang rasa sakit terhebat di dunia.
6. Ketamin dapat digunakan sebagai obat perawatan ajaib untuk depresi.
7. Amfetamin, dapat digunakan sebagai obat untuk perawatan narkopelasi, ADHD dan bantuan
dalam pemulihan stroke.
8. Ganja, adalah obat untuk kanker, AIDS, Sklerosis, Galukoma dan Epilepsi.

Jika digunakan secara berlebihan, zat atau bahan tersebut dapat membawa akibat yang sangat
membahayakan fisik dan mental serta mengakibatkan kecanduan (addicted).

Jumlah pecandu Narkoba di Indonesia terus meningkat pesat, dengan kelompok majoritas
penduduk usia produktif dan pelajar yang berusia antara 11 sampai 24 tahun. Dari waktu ke waktu
rentang usia pecandu Narkoba di Indonesia terus turun, menyentuh usia yang lebih rendah. Hasil
5

penelitian yang dilaksanakan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) bekerja sama dengan Universitas
Indonesia pada tahun 2007 mengungkapkan ada anak usia 7, 8, dan 10 tahun yang sudah
menggunakan Narkoba dari beragam jenis, seperti inhalan, ganja, heroin, morfin, dan ekstasi.
Penelitian yang sama juga mengungkapkan adanya 12.305 anak usia SD yang menggunakan Narkoba.
Menurut hasil penelitian tersebut, trend peningkatan penggunaan Narkoba di kalangan anak-anak dan
remaja diikuti oleh trend peingkatan penyebaran HIV/AIDS.

Pada tahun 2011, penelitian yang dilaksanakan oleh Gerakan Nasional Peduli Anti Narkoba
dan Tawuran (Gependa) mengungkapkan bahwa penggunaan Narkoba di Indonesia mencapai 3,3 juta
jiwa atau sekitar 1,99 persen dari jumlah penduduk. Sekitar 1,3 juta dari jumlah tersebut, menurut
Ketua Umum Gapenda, Parasian Simanungkalit, berasal dari kalangan pelajar dan mahasiswa,
sedangkan 2 juta dari kalangan non-pelajar. Dengan jumlah pecandu Narkoba tersebut, menurut
Parasian, Indonesia mengalami kerugian finansial mencapai Rp 33,4 triliun.

Kerugian finansial yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan Narkoba tidaklah seberapa jika
dibandingkan dengan dampak sosial, mental, dan psikologis yang ditimbulkannya. Bagi para
pemerhati kasus-kasus penyalahgunaan Narkoba, pecandu narkoba adalah seumpama orang-orang
mati di tengah-tengah orang hidup, yang rohnya masih tetap menempel pada jasadnya. Sungguh
ironis bahwa di Indonesia ada 3,3 juta penduduk yang masih hidup dan dalam usia produktif, tetapi
sebenarnya sudah sepert orang mati. Meskipun masih bernyawa dan beraktifitas, mereka sudah tidak
bisa lagi memberikan manfaat apapun bagi lingkungannya, karena mereka sudah tidak berdaya secara
fisik, mental, dan psikologis.

Bagi para pelajar, kerugian yang disebabkan oleh ketergantungan pada Narkoba tentu lebih
banyak. Misalnya, terjadi perubahan sikap, perangai dan kepribadian; sering membolos, menurunnya
kedisiplinan dan prestasi belajar; mudah tersinggung dan cepat marah; sering menguap, mengantuk,
dan malas; tidak memedulikan kesehatan diri; suka mencuri untuk membeli Narkoba; dan mengalami
kegilaan, paranoid bahkan kematian, karena stress berkepanjangan.

Mengingat dampaknya yang sangat destruktif, berbagai lembaga, nasional maupun


internasional, baik dari kalangan pemerintah maupun non pemerintah, telah banyak mengambil
inisiatif untuk mencegah penyalahgunaan Narkoba di kalangan pelajar. Di Indonesia, inisiatf tersebut
telah diambil oleh pemerintah melalui Undang-undang Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika dan
Undang-undang Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika. Di tingkat internasional, salah satu upaya
yang sangat penting telah dilakukan melalui Convention on the Rights of the Child (CRC) yang juga
ditandatangani oleh delegasi Indonesia pada tahun 1989. Konvensi ini menegaskan bahwa setiap anak
berhak mendapatkan informasi tentang kesehatan reproduksi, termasuk HIV/AIDS dan Narkoba, dan
6

dilindungi secara fisik maupun mental. Konvensi ini dilandasi oleh tekad bersama untuk membentengi
anak-anak dari wabah penyakit yang mematikan dan peredaran obat-obatan yang membahayakan.

Konvensi tersebut telah ditindaklanjuti oleh negara-negara penandatangannya. Di Indonesia,


semangat dan nilai-nilai yang terdapat dalam konvensi tersebut telah ditindaklanjuti melalui
penerbitan berbagai undang-undang, misalnya, UU Perlindungan Anak nomor 23 tahun 2002;
pembentukan lembaga-lembaga aksi, seperti BNN; pengembangan program-program pembinaan di
beberapa kementerian, terutama kementerian Pendidikan dan Kebudayaan; peningkatan
pengawasan; dan penegakan hukum (law enforcement).

Namun demikian, beberapa hasil penelitian sebagaimana dijelaskan di atas menunjukkan


bahwa bangsa Indonesia masih harus bekerja lebih keras dan berbuat lebih banyak lagi untuk
mencegah penyalahgunaan Narkoba di kalangan pelajar. Penyebaran wabah Narkoba lebih ekspansif
daripada upaya-upaya pencegahannya. Para pengedar dan pengguna Narkoba seringkali lebih cepat
dan agresif ketimbang para aparat yang mengintainya, sehingga sering lolos.

Peran Sekolah

Masalah penyalahgunaan Narkoba, khususnya di kalangan pelajar, pada dasarnya adalah juga masalah
di sekolah-sekolah kita dan masalah kita semua. Merebaknya masalah ini dan banyaknya siswa SD,
SMP, dan SMA yang terlibat dalam penyalahgunaan Narkoba, adalah salah satu indikator belum
maksimalnya peran sekolah dalam pembinaan peserta didik.

Selain di lingkungan keluarga, peserta didik banyak menghabiskan waktu di lingkungan


sekolah. Sikap, perilaku, dan kebiasaan mereka banyak ditentukan oleh pengalaman yang mereka
peroleh di sekolah. Jika sekolah dapat menjalankan fungsi edukasinya dengan baik, tentu mereka tidak
mudah terseret ke dalam lumpur Narkoba. Setiap hari peserta didik menghabiskan waktu sekitar 6
(enam) jam, dari pukul 07.00 hingga pukul 13.00, di lingkungan sekolah. Bahkan untuk sekolah
tertentu yang menerapkan pola full day school, para peserta didik menghabiskan waktu hingga 9
(sembilan) jam sehari, dari pukul 07.00 hingga pukul 16.00, di lingkungan sekolah. Jika dalam rentang
waktu tersebut pihak sekolah mampu secara efektif melakukan pembinaan, tentu para pelajar akan
dapat terhindar dari masalah penyalahgunaan Narkoba.

Sekolah perlu mengambil peran lebih aktif dalam mencegah penyalahgunaan Narkoba di
kalangan pelajar. Peran tersebut dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, antara lain sebagai berkut:
7

1. Counseling Agency

Sekolah dapat berperan sebagai Counseling Agency, dengan memaksimalkan peran guru-guru
Bimbingan dan Konseling (BK) dan mengembangkan berbagai bentuk program pelatihan,
dengan target yang terukur dan tahapan yang realistis, misalnya:

a. Memberi Informasi dan Pemahaman


Ketidaktahuan dan ketidakpahaman dapat menjadi penyebab terjadinya penyalahgunaan
Narkoba di kalangan pelajar. Pengetahuan dan pemahaman adalah fondasi awal bagi
perkembangan sikap dan cara berfikir seseorang. Karena itu langkah awal yang dapat
dilakukan oleh sekolah untuk mencegah penyalahgunaan Narkoba di kalangan pelajar
adalah dengan mengembangkan program-program pembinaan yang dapat membantu
para pelajar mengetahui dan memahami berbagai aspek yang terkait dengan keberadaan,
pengedaran, penggunaan, jenis, dampak, dan kosekweni dari penyalahgunaan Narkoba.
Para pelajar juga perlu diberi pengetahuan dan pemahaman bahwa Narkoba tidak hanya
membahayakan kesehatan fisik dan emosi, tetapi juga dapat menghambat aktivitas studi
dan menurunkan prestasi. Jika didukung oleh materi yang relevan dan metode yang
menarik, para pelajar akan dapat dengan cepat dan mudah mengetahui dan memahami
berbagai aspek yang terkait dengan penyalahgunaan Narkoba.
b. Menanamkan Kesadaran
Pengetahuan dan pemahaman saja tentu tidak cukup. Para pelajar perlu diberi kesadaran
untuk berfikir, bersikap, dan bertindak sesuai dengan pengetahuan dan pemahaman
mereka. Mengetahui dan memahami berbagai bentuk dan resiko penyalahgunaan
Narkoba tidak serta merta membuat para pelajar menghindarinya. Pengetahuan dan
pemahaman mereka perlu diperkuat dengan kesadaran yang tinggi. Sekolah dapat
mengembangkan program-program pembinaan yang dapat menumbuhkan kesadaran
para pelajar untuk tidak mencoba-coba menggunakan Narkoba. Dengan pendekatan dan
strategi yang tepat, serta didukung oleh tenaga pendidik yang berkompeten, tentu
tidaklah sulit bagi sekolah untuk membangun kesadaran para pelajar untuk menjauhi
Narkoba.
c. Menumbuhkan Sikap Kritis
Pengetahuan, pemahaman dan kesadaran dapat dikalahkan oleh berbagai taktik dan
godaan. Para pengedar dan pengguna Narkoba tentu terus mengembangkan berbagai
taktik dan godaan untuk menjerat para pelajar ke dalam perangkap Narkoba. Untuk tidak
8

mudah terjerat dan terperangkap, para pelajar perlu memiliki sikap kritis. Mereka harus
dilatih untuk senantiasa bersikap kritis terhadap berbagai taktik dan godaan yang
digunakan oleh para pengedar dan pengguna Narkoba untuk menjerat mereka melalui
berbagai cara dan media. Karena itu sekolah perlu mengembangkan program-program
pembinaan sikap dan karakter yang dapat menumbuhkembangkan sikap kritis di kalangan
pelajar.
d. Membangun Kemandirian
Pengetahuan, pemahaman, kesadaran, dan sikap kritis masih gampang dijebol jika para
pelajar tidak memiliki sikap mandiri (independensi). Sekolah dapat mengembangkan
program-program pembinaan agar para pelajar mampu dan berani mengambil sikap,
membuat keputusan, dan bertindak sendiri, tanpa menunggu orang lain.

2. Participatory Agency

Mengingat dampaknya yang begitu destruktif, penyalahgunaan Narkoba di kalangan pelajar


harus dilihat sebagai masalah kolektif dan dihadapi secara kolektif pula, dengan melibatkan
semua pihak yang terkait langsung atau tidak langsung dengan institusi sekolah, termasuk
pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan komunitas lokal. Dalam konteks ini
maka sekolah, khususnya guru BK, dapat menjadi fasilitator untuk mendorong partisipasi aktif
semua pihak dalam mencegah penyalahgunaan Narkoba di kalangan pelajar. Pihak sekolah
dapat, misalnya, memfasilitasi para orang tua, tokoh agama (toga), tokoh masyarakat (tomas),
tokoh pendidikan (topen), dan tokoh pemerintahan (topem) untuk berpartisipasi aktif dalam
pencegahan penyalahgunaan Narkoba di kalangan pelajar sesuai kompetensi dan kapasitas
masing-masing.

Secara khusus pihak sekolah perlu mendorong partisipasi para orang tua, karena sekolah
memiliki akses langsung kepada para orang tua, dan sikap orangtua memainkan peran yang
sangat menentukan dalam membentuk pemahaman, kesadaran, dan sikap anak-anak
terhadap berbagai masalah kehidupan, termasuk masalah Narkoba.

Partisipasi berbagai pihak dalam pencegahan dan penanganan masalah penyalahgunaan


Narkoba bisa dilakukan dalam bentuk inisiatif sendiri, dapat pula dilakukan dalam rangka
mendukung program-program pencegahan dan penanganan yang sudah direncanakan dan
dilaksanakan oleh pihak-pihak tertentu, seperti Kepolisian dan BNN.
9

3. Advocacy Agency

Banyak pengalaman dan data membuktikan bahwa para pengedar dan pemakai Narkoba
sering menggunakan berbagai cara untuk menjerat korbannya, mulai dari cara-cara yang
paling halus, seperti mengajak dan membujuk, sampai dengan cara-cara yang paling keras,
seperti mengancam, meneror, dan bahkan menjebak. Dengan pengetahuan dan pengalaman
yang terbatas para pelajar sangat rentan terhadap berbagai ancaman dan jebakan. Karena itu
pihak sekolah perlu berperan aktif dan mengambil inisiatif untuk mengadvokasi mereka,
dengan cara mendampingi, membantu, melindungi dan membela mereka agar tidak kalah
atau gampang menyerah ketika mendapat ancaman dan jebakan yang mungkin dibuat oleh
para pengedar atau pengguna Narkoba. Untuk tujuan advokasi ini, pihak sekolah dapat
berkonsultasi, berkoordinasi, dan bekerja sama dengan lembaga-lembaga advokasi yang ada,
seperti Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Komite
Kerja Advokat Indonesia (KKAI), Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), dan Federasi Advokat
Indonesia.

4. Advisory Agency

Dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki, para pendidik yang ada di sekolah,
terutama guru BK, guru Agama, dan guru Budi Pekerti, dapat berperan aktif dalam mencegah
dan menangani berbagai masalah yang terkait dengan penyalahgunaan Narkoba dengan cara
memberikan pertimbangan-pertimbangan atau pemikiran kepada semua pihak yang terlibat
langsung maupun tidak langsung dalam berbagai upaya pencegahan dan penanganan masalah
penyalahgunaan Narkoba di kalangan pelajar. Pertimbangan yang diberikan bisa terkait
dengan tindakan-tindakan yang bersifat preventif, bisa pula terkait dengan tindakan-tindakan
yang bersifat kuratif.

5. Mediating Agency

Salah satu kendala yang sering muncul dalam berbagai upaya pencegahan dan penanganan
masalah yang terkait dengan penyalahgunaan Narkoba adalah terjadinya miskomunikasi dan
minunderstanding antara pihak-pihak yang terkait. Jika dibiarkan berlarut, kondisi tersebut
10

dapat melemahkan berbagai inisiatif pencegahan dan penindakan yang telah dilakukan dan
tentu saja akan membuat para pengedar dan penggguna Narkoba menjadi semakin berani
menjalankan aksi mereka. Dengan netralitas dan objektifitas yang dimiliki, pihak sekolah
dapat memediasi berbagai pihak yang terlibat dalam upaya-upaya pencegahan dan
penanganan masalah penyalahgunaan Narkoba agar dapat diwujudkan upaya-upaya yang
terpadu dan sinergis, yang diharapkan lebih efektif dan efisien. Dalam hal ini, pihak sekolah
dapat bekerjasama dengan tokoh-tokoh pendidikan dan lembaga-lembaga yang relevan.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Peredaran dan penggunaan Narkoba bisa disebabkan oleh tindakan iseng tanpa tujuan, tetapi bisa
juga dipicu oleh tujuan-tujuan ekonomi dan atau tujuan-tujuan ideologis. Tetapi apapun yang
melarbelakanginya, penyalahgunaan Narkoba berdampak sangat destruktif terhadap kehidupan dan
masa depan para pelajar. Sebagai lembaga pendidikan yang mendapat kepercayaan dari orang tua
dan pemerintah, pihak sekolah tidak boleh berpangku tangan atau menjadi penonton dalam berbagai
upaya memberantas penyalahgunaan Narkoba. Pihak sekolah dituntut untuk terus berperan aktif
dengan mengambil inisiatif dan mengembangkan langkah-langkah edukatif, konsultatif, dan
kooperatif untuk membentengi para pelajar dari pengaruh para pengedar dan pengguna Narkoba.

Sesuai dengan tugas dan fungsi mereka, guru-guru BK yang ada di sekolah-sekolah dapat
menjadi leading sector dalam mengembangkan upaya-upaya pencegahan dan penanganan masalah-
masalah yang terkait dengan penyalahgunaan Narkoba di kalangan pelajar. Agar mereka dapat
menjalankan fungsi tersebut dengan baik, guru-guru BK perlu secara periodik dilatih dan dilibatkan
dalam berbagai program penanganan masalah penyalahgunaan Narkoba. Mereka harus diberi akses
pada informasi dan perkembangan terbaru tentang penyalahgunaan Narkoba, agar pengetahuan dan
wawasan mereka tentang masalah Narkoba selalu relevan dan up to date. Agar guru-guru BK dapat
menjalankan tugas dan fungsi mereka secara sinergis, maka perlu dibentuk wadah bersama yang
memungkinkan mereka terus berbagi informasi, saling membantu, dan bekerjasama.

Mengingat bahaya penyalahgunaan Narkoba terus mengintai para pelajar kita, maka
program-program yang terkait dengan bahaya Narkoba harus built in dalam semua kegiatan kurikuler
dan ekstra kurikuler. Misalnya, tema-tema pembinaan tentang bahaya Narkoba dapat diintegrasikan
dengan pendidikan agama, pendidikan karakter, pendidikan olahraga, dan pendidikan budi pekerti.
Tema-tema tersebut juga harus menjadi salah satu menu utama dalam pidato-pidato atau arahan para
kepala sekolah dan wakil-wakil mereka di hadapan para pelajar. Jika di sekolah terdapat buletin atau
11

majalah dinding, atau bentuk-bentuk publikasi lainnya, maka tema-tema pembinaan tentang bahaya
Narkoba harus menjadi salah satu menu wajib di dalamnya.

Untuk memberikan efek jera, pihak sekolah perlu secara periodik melakukan test urine
terhadap para guru dan pelajar melalui kerjasama dengan pihak-pihak berwewenang. Jika ditemukan
kasus penggunaan Narkoba secara tidak wajar, maka pihak sekolah perlu mengambil tindakan tegas.

Untuk mendukung kebijakan kepala sekolah dan program-program yang dibuat oleh guru-
guru, khususnya guru-guru BK, para petugas keamanan dan tenaga kependidikan di sekolah juga harus
dibekali dengan informasi dan pengetahuan yang memadai tentang Narkoba, agar mereka dapat
menjalankan fungsi-fungsi pengawasan dan pengamanan dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai