Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN DAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SINUSITIS

A. DEFINISI
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal.
Umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis.
Penyebab utamanya ialah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus,
yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri (Endang Mangunkusumo,
2007).
Sinusitis adalah suatu peradangan sinus paranasal. Sinus sendiri adalah rongga
hidung yang terdapat diarea wajah yang terhubung dengan hidung. Fungsi dari
rongga sinus adalah untuk menjaga kelembaban hidung dan menjaga pertukaran
udara didaerah hidung.Di sekitar rongga hidung terdapat empat sinus yaitu sinus
maksilaris ( terletak di pipi) , sinus etmoidalis ( kedua mata) , sinus frontalis
(terletak di dahi) dan sinus sfenoidalis ( terletak di belakang dahi),
(wikipedia,2011)
Di dalam rongga sinus terdapat lapisan yang terdiri dari bulu-bulu halus yang
disebut dangan cilia.
Fungsi dari cilia ini adalah
untuk mendorong lendir
yang diproduksi didalam
sinus menuju ke saluran
pernapasan. Gerakan cilia
mendorong lendir ini
berguna untuk
membersihkan saluran
napas dari kotoran
Gambar 01. Hidung Sinusitis
ataupun organisme yang
mungkin ada. Ketika lapisan rongga sinus ini membengkak maka cairan lendir
yang tidak dapat bergerak keluar dan terperangkap didalam rongga sinus.(
Gambar 01. Hidung Sinusitis)

B. ETIOLOGI
1. Pada Sinusitis Akut, yaitu:
a. Infeksi virus. Sinusitis akut bisa terjadi setelah adanya infeksi virus
pada saluran pernafasan bagian atas (misalnya Rhinovirus, Influenza virus,
dan Parainfluenza virus).
b. Bakteri
Di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang dalam
keadaan normal tidak menimbulkan penyakit (misalnya Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae). Jika sistem pertahanan tubuh
menurun atau drainase dari sinus tersumbat akibat pilek atau infeksi virus
lainnya, maka bakteri yang sebelumnya tidak berbahaya akan berkembang
biak dan menyusup ke dalam sinus, sehingga terjadi infeksi sinus akut.
c. Infeksi jamur. Infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut pada
penderita gangguan sistem kekebalan, contohnya jamur Aspergillus.
d. Peradangan menahun pada saluran hidung. Pada penderita rhinitis
alergi dan juga penderita rhinitis vasomotor.
e. Septum nasi yang bengkok.
f. Tonsilitis yg kronik
2. Pada Sinusitis Kronik, yaitu:
a. Sinusitis akut yang sering kambuh atau tidak sembuh.
b. Alergi
c. Karies dentis ( gigi geraham atas )
d. Septum nasi yang bengkok sehingga menggagu aliran mucosa.
e. Benda asing di hidung dan sinus paranasal
f. Tumor di hidung dan sinus paranasal.
C. KLASIFIKASI
Secara klinis, sinusitis dapat dikategorikan sebagai:
1. Sinusitis akut (bila gejalanya berlangsung beberapa hari sampai 4 minggu).
Macam-macam sinusitis akut : sinusitis maksila akut, sinusitis emtmoidal
akut, sinus frontal akut, dan sinus sphenoid akut.
2. Sinusitis subakut (bila berlangsung dari 4 minggu sampai 3 bulan).
3. Sinusitis kronis (bila berlangsung lebih dari 3 bulan), ( Adams, 2007)

D. TANDA DAN GEJALA


Berdasarkan manifestasi klinis menurut Adams (1997 hal 241) sinusitis
dapat dibagi dua yaitu :
1. Sinusitis Akut
a. Sinus Maksilaris : Gejalanya berupa demam, malaise, dan
nyeri kepala yang tak jelas yang biasanya reda dengan
pemberian analgetik biasa seperti aspirin. Wajah terasa
bengkak, penuh dan gigi terasa nyeri pada gerakan kepala
mendadak, dan sering kali terdapat nyeri pipi khas yang
tumpul dan menusuk juga terkadang berbau busuk.
b. Sinusitis etmoidalis : Gejalanya berupa nyeri dan nyeri
tekan di antara kedua mata dan diatas jembatan hidung,
drainase dan sumbatan hidung.
c. Sinusitis Frontalis : Gejalanya berupa nyeri kepala yang
khas berlokasi diatas alis dan biasa pada pagi hari dan
memburuk pada tengah hari kemudian perlahan-lahan
sampai menjelang malam.
d. Sinusitis Sfenoidalis : Gejalanya berupa nyeri kepala yang
mengarah ke verteks kranium.
2. Sinusitis Kronik.
Gejala sinusitis kronik tidak jelas. Selama eksaserbasi akut, gejala-gejala
mirip dengan gejala sinusitis akut namun diluar masa itu gejala berupa
suatu perasaan penuh pada wajah dan hidung, dan hipersekresi yang sering
kali mukopurulen.

E. PATHWAY

Gambar 02.Pathway Sinusitis


F. PATOFISIOLOGI
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostiumostium sinus dan
lancarnya klirens mukosiliar (mucociliarry clearance) di dalam KOM (kompleks
osteomeatal). Mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang
berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk
bersama udara pernapasan.
Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi
edema mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat
bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif didalam rongga
sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini
bisa dianggap sebagai rinosinusitis non-nacterial dan biasanya sembuh dalam
beberapa hari tanpa pengobatan. Bila kondisi ini menetap, sekret yang berkumpul
didalam sinus merupakan media baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri.
Sekret menjadi purulen. Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis akut bakterial
dan memerlukan terapi antibiotik. Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada
faktor presdiposisi, inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia dan bakteri anaerob
berkembang. Mukosa makin membengkan dan ini merupakan rantai siklus yang
terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi,
polipoid atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin diperlukan
tindakan operasi.
Sinustis bisa disebabkan juga oleh kerusakan gigi yang disebut dengan sinusitis
dentogen. Sinusitis dentogen merupakan salah satu penyebab penting sinusitis
kronik. Dasar sinus maksila adalah prosesus alveolaris tempat akar gigi rahang
atas, sehingga rongga sinus maksila hanya terpisahkan oleh tulang tipis dengan
akar gigi, bahkan kadang-kadang tanpa tulang pembatas. Infeksi gigi rahang atas
seperti infeksi apikal akar gigi atau inflamasi jaringan periodontal muah menyebar
secara langsung ke sinus atau melalui pembulu darah dan limfe (Endang
mangunkusumo, 2007).
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium. Adanya peningkatan LED dan
peningkatan leukosit
2. Pemeriksaan radiologik. Foto polos posisi Waters, PA dan lateral,
umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus basar seperti
sinus maksila dan frontal. Kelainan akan terlihat perselubungan,
batas udara cairan (air fluid level) atau penebalan mukosa.
3. CT scan. CT scan sinus merupakan gold standart diagnosis sinusitis
karena mampu menilai anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit
dalam hidung dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya
4. Pemeriksaan transiluminasi. Sinus yang sakit akan menjadi suram
atau gelap. Pemeriksaan transiluminasi bermakna bila salah satu sisi
sinus yang sakit, sehingga tampak lebih suram dibandingkan dengan
sisi yang normal.
5. Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan
mengambil sekret dari meatus medius atau superior dengan tujuan
untuk mendapat antibiotik yang tepat guna.
6. Sinuskopi. Dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial
sinus maksila melalui meatus inferior, dengan alat endoskop bisa
dilihat kondisi sinus maksila yang sebenarnya, selanjutnya bisa
dilakukan irigasi sinus untuk terapi.
7. Rinoskopi anterior. Tampak mukosa konka hiperemis, kavum nasi
sempit, dan edema.Padasinusitis maksila, sinusitis frontal dan
sinusitis ethmoid anterior tampak mukopus atau nanah di meatus
medius, sedangkan pada sinusitis ethmoid posterior dan sinusitis
sfenoid nanah tampak keluar dari meatus superior.
8. Rinoskopi posterior : Tampak mukopus di nasofaring (post nasal
drip) Pemeriksaan naso-endoskopi.
9. Dentogen : Caries gigi (PM1,PM2,M1).
H. PENATALAKSANAAN
1. Sinusitis akut.
Tujuan pengobatan sinusitis akut adalah untuk mengontrol infeksi,
memulihkan kondisi mukosa nasal, dan menghilangkan nyeri. Antibiotik pilihan
untuk kondisi ini adalah amoksisilin dan ampisilin. Alternatif bagi pasien yang
alergi terhadap penisilin adalah trimetoprim/sulfametoksazol (kekuatan ganda)
(Bactrim DS, Spetra DS). Dekongestan oral atau topikal dapat saja diberikan.
Kabut dihangatkan atau diirigasi salin juga dapat efektif untuk membuka
sumbatan saluran, sehingga memungkinkan drainase rabas purulen. Dekongestan
oral yang umum adalah Drixoral dan Dimetapp. Dekongestan topikal yang umum
diberikan adalah Afrin dan Otrivin. Dekongestan topikal harus diberikan dengan
posisi kepala pasien ke belakang untuk meningkatkan drainase maksimal. Jika
pasien terus menunjukkan gejala setelah 7-10 hari, maka sinus perlu diirigasi.

2. Sinusitis kronis.
Penatalaksanaan medis sinusitis kronik sama seperti penatalaksanaan
sinusitis akut. Pembedahan diindikasikan pada sinusitis kronis untuk memperbaiki
deformitas struktural yang menyumbat ostia (ostium) sinus. Pembedahan dapat
mencakup eksisi atau kauterisasi polip, perbaikan penyimpangan septum, dan
menginsisi serta mendrainase sinus. Sebagian pasien dengan sinusitis kronis parah
mendapat kesembuhan dengan cara pindah ke daerah dengan iklim yang kering.

I. KOMPLIKASI
Komplikais sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya
antibiotic. Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis
kronik dengan eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intracranial.
Kelainan orbita disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata
(orbita). Yang paling sering adalah sinusitis etmoid, kemudian sinusitis frontal
dan maksila. Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan
perkontinuitatum. Kelainan yang dapat timbul ialah edema palpebra, selulitis
orbita, asbes subperiostal, abses orbita dan selanjutnya dapat terjadi thrombosis
sinus kavernosus. Kelainan Intrakranial. Dapat berupa meningitis, abses
ekstradural atau subdural, abses otak dan thrombosis sinus kavernosus.
Komplikasi juga dapat terjadi padasinusitis kronis berupa: Osteomielitis
dan abses suberiostal. Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya
ditemukan pada anak-anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula
oroantral atau fistula pada pipi.
Kelainan paru, seperti bronchitis kronik dan bronkiektasis. Adanya
kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut sinobronkitis.
Selain itu dapat juga menyebabkan kambuhnya asma bronchial yang sukar
dihilangkan sebalum sinusitisnya disembuhkan.

K. CARA PENCEGAHAN
a. Mandi air hangat sedikit lebih lama, karena uap hangat yang terembus dari
air mandi ini akan mencairkan dahak yang kental dan sulit dikeluarkan.
Mandi sauna juga sangat baik bagi penderita penyakit sinusitis.
b. Perbanyak minum air putih sehingga dapat mengengencerkan dahak. Jika
dahal lebih encer, semakin kecil kemungkinan terjadinya sumbatan.
c. Berhenti merokok bagi perokok aktif, karena rokok berefek mengeringkan
selaput lendir lunak di dalam saluran lendir.
d. Gunakan pelaga sumbatan oral atau semprotan pelega sumbatan hidung
hanya untuk jangka pendek.
e. Keluarkan lendir hidung secara perlahan, tutup 1 lubang hidung pada saat
mengeluarkan lendir dari lubang hdiung yang lain.
f. Penderita sinusitis perlu lebih cermat merawat kesehatan gigi dan gusi,
karena ada kalanya kuman-kuman yang terdaat pada gigi dan gusi
menyebrang ke area sinus.
g. Hindari perjalanan udara dan olahraga angkasa atau laut seperti terjun
payung, menyelam, ski, berenang, dan selancar. Hal ini bertujuan agar
tidak timbul perubahan tekanan di dalam kepala yang menyebabkan ingus
sulit dikeluarkan.
h. Hendaknya selalu mencuci tangan, walaupun jarak antara tangan dan sinus
relatif jauh. Sering terjadi, penyakit sinusitis berlangsung setelah
seseorang menderita pilek atau alergi yang tidak sembuh-sembuh. Virus
dari pilek ini sering terbawa tangan yang kotor.
i. Jika anda mempunyai alergi, cobalah untuk menghindari hal-hal yang
menyebabkan timbulnya alergi tersebut

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SINUSITIS

A. PENGKAJIAN
1. Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan,
pekerjaan.
2. Riwayat Penyakit sekarang :
a. Gejala : Riwayat bernafas melalui mulut, kapan, onset,
frekwensinya, riwayat pembedahan hidung atau trauma dan
penggunaan obat tetes atau semprot hidung : jenis, jumlah,
frekwensinya , lamanya.
b. Sekret hidung : warna, jumlah, konsistensi secret, epistaksis, ada
tidaknya krusta/nyeri hidung.
c. Riwayat Sinusitis : nyeri kepala, lokasi dan beratnya, hubungan
sinusitis dengan musim/ cuaca dan gangguan umum lainnya :
kelemahan.
d. Tanda : Demam, drainage, purulen, polip mungkin timbul dan
biasanya terjadi bilateral pada hidung dan sinus yang mengalami
radang sampai Pucat, odema keluar dari hidng atau mukosa
sinus, kemerahan dan odema membran mukosa.
e. Pemeriksaan penunjang : kultur organisme hidung dan
tenggorokan, pemeriksaan rongent sinus.
3. Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh nyeri kepala sinus,
malaise, dan nyeri tenggorokan.
4. Riwayat penyakit dahulu :Pasien pernah menderita penyakit akut dan
perdarahan hidung atau trauma, Pernah mempunyai riwayat penyakit
THT, Pernah menderita sakit gigi geraham.
5. Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota
keluarga klien yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien
sekarang.
6. Riwayat Psikososial : Intrapersonal yaitu perasaan yang dirasakan klien
(cemas/sedih), interpersonal : hubungan klien dengan orang lain sangat
baik.
7. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat : Untuk mengurangi
flu biasanya klien menkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek
samping.
b. Pola nutrisi dan metabolisme : biasanya nafsumakan klien
berkurang karena terjadi gangguan pada hidung.
c. Pola istirahat dan tidur : selama di rumah sakit klien merasa tidak
dapat istirahat karena klien sering pilek.
d. Pola Persepsi dan konsep diri : klien sering pilek terus menerus
dan berbau menyebabkan konsepdiri menurun.
e. Pola sensorik : daya penciuman klien terganggu karena hidung
buntu akibat pilek terus menerus (baik purulen , serous,
mukopurulen).

B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status kesehatan umum : keadaan umum , tanda-tanda vital, kesadaran.
2. Pemeriksaan fisik data fokus hidung : nyeri tekan pada sinus, rinoskopi
(mukosa merah dan bengkak).
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Rusari (2008) diagnosa yang timbul adalah :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan dengan
obstruksi sekunder dari peradangan sinus.
2. Nyeri berhubungan dengan peradangan pada sinus.
3. Perubahan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan nafus makan menurun sekunder dari peradangan sinus.
4. Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan hidung buntu, nyeri
sekunder peradangan sinus.
5. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang
penyakit dan prosedur tindakan medis (operasi).

Anda mungkin juga menyukai