Anda di halaman 1dari 38

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Penyelenggaraan otonomi daerah sangat penting dilaksanakan adalah di
tingkat desa sesuai dengan prinsip desentralisasi. Penerapan otonomi daerah secara
luas, nyata dan bertanggung jawab dan kelangsungan pelayanan umum, maka
tuntutan dan aspirasi masyarakat dapat diwujudkan secara nyata. Perubahan sistem
pemerintahan tersebut, sesuai yang diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun
2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Pelaksanaan otonomi daerah yang diatur dalam
undang-undang tersebut, telah melahirkan perubahan yang cukup signifikan, terutama
hubungan antar pelaku pembangunan, pengambilan keputusan dalam perencanaan,
pelaksanaan dan pengawasan pembangunan. Namun dalam prakteknya, pelaksanaan
otonomi daerah masih menghadapi kendala yang harus segera dicarikan solusinya
atau penanganannya yang serius. Salah satu kendala yang dihadapi dalam
pelaksanaan otonomi daerah adalah kurangnya kreativitas dan partisipasi masyarakat
dalam pembangunan. (Ginandjar Kartasasmita: 2008)
Pelaksanaan otonomi daerah yang diatur dalam Undang-undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjelaskan bahwa penyelenggaraan
pemerintahan desa ada dua unsur yang terpenting yaitu Pemerintah Desa dan Badan
Permusyawaratan Desa (BPD). Pemerintahan Desa terdiri dari pemerintah desa
sebagai lembaga eksekutif desa dan badan permusyawaratan desa (BPD) sebagai
lembaga legislatif desa. Sedangkan pemerintah desa terdiri dari kepala desa dan
perangkat desa.
Pemerintah desa mempunyai peranan yang sangat penting dalam pengelolaan
proses sosial di masyarakat, dimana tugas utamanya adalah dapat menciptakan
kehidupan yang demokratik, memberikan pelayanan sosial yang baik sehingga
membawa masyarakatnya pada kehidupan yang sejahtera, rasa tenteram, dan
berkeadilan. Selanjutnya pemerintah desa dituntut agar lebih memahami apa yang
menjadi kebutuhan masyarakat tanpa membedakan golongan. Hal ini berarti
2

pemerintah harus melibatkan semua unsur masyarakat dalam pembuatan kebijakan


yang berkaitan dengan kepentingan bersama.
Badan permusyawaratan desa (BPD) merupakan lembaga yang dapat
memberikan harapan pada masyarakat untuk keberlangsungan proses demokrasi
dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Lembaga ini mempunyai peran sangat
penting dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam konteks otonomi daerah
sekaligus lembaga ini adalah mitra dari masyarakat. Fungsi Badan Permusyawaran
Desa sebagaimana diatur dalam pasal 209 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
yaitu menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan
aspirasi masyarakat. Namun, kenyataannya fungsi tersebut tidak dapat terlaksana
dengan baik tatkala kepala desa lebih dominan dalam pengambilan keputusan.
Badan Permusyawaratan Desa ini sangat diperlukan dalam perkembangan
pola fikir masyarakat desa dalam pelaksanaan pembangunan. Keterlibatan
masyarakat desa secara langsung merupakan kunci keberhasilan pelaksanaan
pembangunan. Hal ini sesuai dengan peran lembaga ini sebagai wadah penampung
aspirasi masyarakat sehingga dengan mudah mengetahui kebutuhan dari masyarakat
desa. Namun, kenyataannya hal ini terkendala dengan hubungan yang tidak harmonis
antara badan permusyawaratan desa dengan kepala desa dan aparat desa. Hubungan
yang tidak harmonis juga dapat memicu rendahnya tingkat partisipasi masyarakat
dalam setiap kegiatan pembangunan. Apabila peran badan permusyawaratan desa
(BPD) ini berjalan sesuai dengan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 32
Tahun 2004 maka dapat menciptakan good governance.
Mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance) yang demokratis
dan berpihak pada masyarakat diperlukan kinerja badan permusyawaratan desa yang
check and balance dalam proses penyelenggaraan pemerintahan. Antara pemerintah
desa dan badan permusyawaratan desa harus dapat menjalankan fungsi dan perannya
masing-masing sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Kedudukan pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa (BPD) adalah
sama dan sejajar. Hubungan keduanya adalah mitra kerja, salah satunya adalah dalam
proses pembuatan peraturan desa dengan memperjuangkan aspirasi masyarakat desa.
3

Salah satu tugas pokok dari badan permusyawaratan desa (BPD) adalah berkewajiban
dalam menyalurkan aspirasi dan meningkatkan kehidupan masyarakat desa serta
dituntut mampu menjadi aspirator dan articulator antara masyarakat desa dengan
pejabat atau instansi yang berwenang sebagaimana yang diatur dalam Undang-
undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Harapan masyarakat desa Hamparan Perak sangat besar terhadap peran badan
permusyawaran desa (BPD) yang dianggap mampu dalam memberikan perubahan
yang lebih baik di masa depan. Namun, kenyataannya peran dan fungsi badan
permusyawaratan desa di Desa Hamparan Perak serta keberadaan badan
permusyawaratan desa (BPD) sebagai lembaga pengawasan, penampung dan
penyalur aspirasi masyarakat tidak berjalan sebagaimana mestinya yang diatur dalam
ketentuan yang berlaku. Hal ini disebabkan oleh badan permusyawaratan desa (BPD)
ini tidak mampu melaksanakan fungsi pengawasan secara efektif terhadap pihak
pemerintah desa, serta tidak mampu melaksanakan fungsi aspiratif secara efektif
dimana sikap acuh dan tak acuh terhadap kondisi dusun yang diwakilinya.
Proses penyelenggaraan pemerintahan yang baik memerlukan hubungan yang
harmonis antara pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa (BPD), hal ini
dimaksudkan untuk mewujudkan demokrasi di lingkungan desa serta menghasilkan
kebijakan-kebijakan yang dapat mencerminkan keinginan dan kebutuhan masyarakat
sehingga peran dan fungsi keduanya dapat dilaksanakan dengan optimal. Maka,
kehadiran badan permusyawaratan desa (BPD) dapat dirasakan seluruh lapisan
masyarakat dan memberikan rasa percaya bagi masyarakat bahwa penyelenggaraan
pemerintahan dan penentuan kebijakan akan disesuaikan dengan permasalahan desa
dan berpihak kepada masyarakat.
Berdasarkan kenyataan yang ada bahwa terindikasi penyelenggaraan
pemerintahan desa di Desa Hamparan Perak tidak berjalan sebagaimana mestinya
yang diatur dalam undang-undang yang berlaku, antara lain:
a. Adanya kegiatan pembangunan yang tidak melibatkan masyarakat sebagai
pengawas dan pelaksana.
b. Adanya beberapa perangkat desa (staf desa) yang tidak disiplin.
4

Dengan demikian, fungsi dari badan permusyawaratan desa sebagai legislatif desa
tidak berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga kinerja dari badan permusyawaratan
desa (BPD) tidak berjalan dengan efektif.

1.2 Perumusan Masalah


Masalah timbul karena adanya kesangsian, adanya tantangan maupun
kebingungan terhadap suatu hal atau fenomena serta adanya halangan dan rintangan,
adanya celah balik antara kegiatan atau fenomena, baik yang telah ada ataupun yang
akan ada. Dengan latar belakang masalah yang ada, maka rumusan masalah yang
menjadi fokus penelitian ini adalah
a. Bagaimanakah kinerja Badan Permusyawaratan Desa (BPD) terhadap efektivitas
penyelenggaraan pemerintahan desa di Desa Hamparan Perak?
b. Faktor-faktor apakah yang menghambat kinerja Badan Permusyawaratan Desa
(BPD) terhadap efektivitas penyelenggaraan pemerintahan desa di Desa
Hamparan Perak?
5

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Hakikat Penyelenggaraan Pemerintahan Desa


Pemerintahan sebagai kumpulan orang-orang yang mengelola kewenangan-
kewenangan, melaksanakan kepemimpinan dan koordinasi pemerintahan serta
pembangunan masyarakat dari lembaga-lembaga dimana mereka ditempatkan.
Pemerintahan merupakan organisasi atau wadah orang yang mempunyai kekuasaan
dan lembaga yang mengurus masalah kenegaraan dan kesejahteraan rakyat dan
negara. (Sihabudin, 2010: 63)
Pemerintahan dalam arti luas adalah segala urusan yang dilakukan oleh negara
dalam menyelenggarakan kesejahteraan rakyatnya dan kepentingan negara sendiri
jadi tidak diartikan sebagai pemerintah yang hanya menjalankan tugas eksekutif saja,
melainkan juga meliputi tugas-tugas lainnya termasuk legislatif dan yudikatif. Maka,
pemerintah disebut juga badan public yang mempunyai fungsi dan tujuan negara,
sedangkan pemerintahan adalah lembaga atau badan-badan publik dalam
menjalankan fungsinya untuk mencapai tujuan negara. (Yunianto, 2008: 1)
Sebagaimana dijelaskan dalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal 18 ayat 1
dikatakan bahwa, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah
provinsi, dari daerah provinsi itu dibagi atas daerah kabupaten dan kota, yang tiap-
tiap provinsi itu dibagi atas daerah kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,
kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dalam undang-
undang. Dengan demikian dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa desa
merupakan bagian dari pemerintahan daerah.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal 1 ayat 12 menjelaskan bahwa
desa atau yang disebut dengan nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul usul dan adat istiadat
setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
6

Istilah desa mencakup semua kesatuan masyarakat yang tinggal di suatu


daerah. Menurut Inayatullah bahwa desa merupakan suatu kesatuan hukum, dimana
bertempat tinggal dalam suatu masyarakat yang berkuasa dan mengadakan
pemerintahan sendiri. (Yayuk, 2003: 23)
Menurut Beratha (1982: 27) desa atau dengan nama aslinya yang setingkat
merupakan kesatuan masyarakat hukum berdasarkan susunan asli adalah suatu badan
hukum dan adalah pula badan pemerintahan yang merupakan bagian wilayah
kecamatan atau wilayah yang melingkunginya. Selanjutnya Soenardjo
mengemukakan bahwa desa adalah satu kesatuan masyarakat berdasarkan adat dan
hukum adat yang menetap dalam suatu wilayah yang tertentu batas-batasnya,
memiliki ikatan lahir dan batin yang sangat kuat, baik karena seketurunan maupun
karena sama-sama memiliki kepentingan politik, ekonomi, sosial dan keamanan serta
memiliki susunan pengurus yang dipilih bersama, memiliki kekayaan dalam jumlah
tertentu dan berhak menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri. (Nurcholis,
2011: 4)
Desa adalah tingkat pemerintahan terkecil yang ada dalam sebuah negara.
Dimana, pemerintahan desa sebagai unit lembaga pemerintah yang paling berdekatan
dengan masyarakat, posisi dan kedudukan hukumnya menjadi perdebatan ditingkat
elit politik. Pelaksanaan pemerintahan desa diatur dalam Undang-undang Nomor 32
Tahun 2004 yang menimbulkan implikasi pada perubahan tata hubungan desa dengan
supradesa (kabupaten/kota) dan juga membawa perubahan dalam relasi kekuasaan
antar kekuatan politik di level desa (Solekhan, 2012: 35).
Pemerintahan Desa, didalam Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005
Tentang Desa, pasal 1 ayat (6) menyebutkan bahwa pemerintahan desa adalah
penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan
Permusyawaran Desa (BPD) dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormarti
dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian,
dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa itu ada 2 (dua) institusi yang
7

mengendalikannya yaitu 1) Pemerintah Desa, dan 2) Badan Permusyawaratan Desa


(BPD)
Pemerintah desa terdiri dari kata pemerintah dan desa, pemerintah berarti
organ yang melaksanakan atau pejabat yang menjalankan kekuasaan negara.
Sedangkan pengertian pemerintah desa sesuai pasal 201 ayat (1) disebutkan
Pemerintah desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa, pasal ini mengandung
makna bahwa kepala desa sebagai unsur pimpinan melaksanakan tugas dan
kewajiban dibidang eksekutif yang dibantu oleh perangkat desa. (Kusworo, 2004: 15)
Sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa, pemerintah desa mempunyai
tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.
Apabila dilihat dari segi fungsinya, maka pemerintah desa memiliki fungsi:
a. Menyelenggarakan urusan rumah tangga desa
b. Melaksanakan pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan
c. Melaksanakan pembinaan partisipasi dan swadaya gorong royong masyarakat
d. Melaksanakan pembinaan ketentraman dan ketertiban masyarakat
e. Melaksanakan pembinaan perekonomian desa
f. Melaksanakan musyawarah penyelesaiaan perselisihan.
g. Dan lain sebagainya.
(Solekhan, 2012: 63)
Kepala desa adalah salah satu pencerminan otonomi desa, dimana kepala desa
dipilih langsung oleh dan dari penduduk desa warga Negara Republik Indonesia.
Sedangkan perangkat desa sesuai dengan pasal 202 ayat (2) Undang-undang Nomor
32 Tahun 2004 terdiri dari sekretaris desa dan perangkat desa. Perubahan yang sangat
mendasar adalah bahwa sekretaris desa harus diisi dari pegawai negeri sipil yang
memenuhi syarat. Hal ini dipandang perlu sebagai salah satu unsur staf yang diangga
tepat untuk bertugas memberikan pelayanan administratif dijabat oelh pegawai negeri
sipil yang sudah berpengalaman.
Governance menurut Lembaga Adiminstrasi Negara (dalam Widodo, 2000: 1)
mengemukakan bahwa pemerintahan sebagai proses penyelenggaraan kekuasaan
negara dalam melaksanakan penyediaan public goods and service. Selanjutnya LAN
8

juga menegaskan bahwa jika dilihat dari segi aspek fungsional, governance dapat
ditinjau dari apakah pemerintah dapat berfungsi secara efektif dan efisien dalam
upaya mencapai tujuan yang telah digariskan atau sebaliknya.
Pemerintah desa menurut Saragi (2004: 138) adalah tempat bertemunya
urusan-urusan masyarakat dengan kepentingan Negara dalam hal ini pihak kabupaten
karena kabupaten sudah menerima sebagian dari kewenangan pemerintah pusat atau
negara. Oleh karena itu pemerintah desa sebagai salah satu saluran yang
mempertemukan kepentingan masyarakat dengan kepentingan pemerintah.
Pemeritahan desa terdiri dari pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa
(BPD), sesuai dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah Pasal 200. Pemerintahan desa sebagai unit dari lembaga pemerintah yang
paling berdekatan dengan masyarakat, posisi dan kedudukan hukumnya hingga saat
ini selalu menjadi perdebatan terutama ditingkat elit politik. (Solekhan, 2012: 35)
Terjadinya perubahan sistem pemerintahan ke arah interaksi yang demokratik terlihat
dari beberapa fenomena, diantaranya:
a. Dominasi peran birokrasi mengalami pergeseran digantikan dengan menguatnya
peran institusi adat dalam proses penyelenggaraan pemerintahan sehari-hari.
b. Semangat mengadopsi demokrasi delegatif-liberatif cukup besar dalam Undang-
undang yang baru, misalnya dengan hadirnya Badan Permusyawaratan Desa
(BPD) atau disebut dengan nama lain.
c. Semangat partisipasi masyarakat sangat ditonjolkan.
(Solekhan, 2012: 35)
Berdasarkan pertimbangan di atas, maka terdapat tiga pokok tujuan sasaran program
good governance di tingkat desa yaitu:
a. Memperkuat struktur administrasi Pemerintahan Desa
b. Mendorong berfungsinya Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
c. Mendorong partisipasi masyarakat dalam kehidupan demokrasi di desa.
Penyelenggaraan pemerintahan desa melalui proses menjalankan fungsi-
fungsi administrasi sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada, dimana proses ini
merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk menggerakkan masyarakat dalam
9

partisipasinya untuk membangun dan terwujudnya kemandirian dan keberdayaan


masyarakat desa secara transparan, taat hukum dan dapat dipertanggungjawabkan.
(Ikhsan, DKK, 2003: 5)

2.2 Badan Permusyawaratan Desa (BPD)


Badan Permusyawaran Desa (BPD) adalah sebagai badan legislatif desa yang
berperan sebagai pengayom adat-istiadat, membuat Peraturan Desa bersama Kepala
Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat serta melakukan
pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa dan menjalankan fungsi-
fungsinya dengan benar. Sebagai sebuah lembaga baru yang keberadaannya di desa
berfungsi sebagai lembaga pengawasan, penampung dan penyalur aspirasi
masyarakat. (Sihabudin, 2010: 62)
Lembaga ini merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan Desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Tugas dan
kewajiban yang harus dilakukan oleh badan permusyawaratan desa yaitu:
a. Mengayomi adat istiadat
b. Merumuskan rencana pembangunan desa bersama pemerintahan desa
c. Menampung aspirasi masyarakat
d. Menyampaikan aspirasi yang diterima masyarakat
e. Mengawasi atas kebijakan yang dijalankan pemerintahan desa
f. Melaksanakan peraturan desa
g. Menyetujui anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes)
Secara konsepsional Badan Permusyawaratan Desa (BPD) mempunyai
kedudukan yang sejajar dan menjadi mitra pemerintah desa diharapkan dapat
menjalankan tugasnya dengan prinsip chek and balance dan sangat dibutuhkan
hubungan kemitraan yang menurut Wasistiono (2001: 52), sebagai berikut:
a. Adanya kedudukan yang sejajar antara yang bermitra
b. Adanya kepentingan bersama yang ingin dicapai
c. Adanya sikap saling menghormati
d. Adanya niat baik untuk saling membantu dan saling mengingatkan.
10

Pola kemitraan antara pemerintah desa dengan Badan Permusyawaratan Desa sesuai
dengan undang-undang yang berlaku adalah untuk mengembalikan pada budaya
politik lokal yang sudah ada pada masyarakat pedesaan.
Badan permusyawaratan desa (BPD) sebagai mitra pemerintah desa, dalam
menjalankan tugas dan fungsinya, berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun
2004 pasal 209 disebutkan, bahwa Badan Permusyawaratan Desa berfungsi
menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan
aspirasi masyarakat. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005,
bahwa BPD mempunyai wewenang:
a. Membahas rancangan peraturan desa bersama kepala desa
b. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa dan
peraturan kepala desa.
c. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala desa.
d. Membentuk panitia pemilihan kepala desa.
e. Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi
masyarakat.
f. Menyusun tata tertib BPD

2.3 Konsep Kinerja


Istilah kinerja selalu dikaitkan dengan akuntabilitas yang berkenaan dengan
check and balance kelembagaan dalam proses administrasi serta terjemahan dari
performance yang sering diartikan sebagai penampilan unjuk kerja dan prestasi.
Menurut Pramirosentomo (dalam Sinambela, 2006: 136) mengemukakan bahwa
secara etimologi kinerja berasal dari performance yang berasal dari kata to perform
yang mempunyai beberapa masukan (entry), yaitu:
a. Memasukkan, menjalankan, melaksanakan.
b. Memenuhi atau menjalankan kewajiban suatu nazar.
c. Menggambarkan suatu karakter dalam suatu permainan.
d. Menggambarkannya dengan suara atau alat musik.
e. Melakukan suatu kegiatan dalam suatu permainan.
11

f. Memainkan alat musik


g. Melakukan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang atau mesin.
Namun, tidaklah semua masukan tersebut relevan dengan kinerja, disini hanya empat
saja yakni:
a. Melakukan.
b. Memenuhi atau menjalankan.
c. Melaksanakan tanggung jawab.
d. Melakukan sesuatu yang diharapkan oleh orang lain.
Mahsun mengatakan bahwa kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian
pelaksanaan suatu kegiatan/program, kebijakan dalam mewujudkan sasaran, misi dan
visi organisasi yang tertuang dalam perencanaan strategis suatu organisasi. Istilah
kinerja sering digunakan untuk menyebut prestasi atau tingkat keberhasilan individu
maupun kelompok individu (Mahsun, 2006: 25).
Kinerja sebagai keberhasilan kerja atau sering disamakan dengan pengertian
prestasi kerja hanya dapat diketahui jika sebuah instansi memiliki standar penilaian
yang secara terbuka dilaksanakan dalam instansi/organisasi.
Widodo mengatakan bahwa pengukurasn kinerja atau penilaian prestasi kerja
dapat dibedakan pada dua kategori utama yakni:
a. Penilaian prestasi kerja informal, istilah ini digunakan untuk mengartikan proses
terus menerus memberikan umpan balik kepada pegawai, berupa informasi
mengenai seberapa baik mereka melakukan pekerjaannya untuk organisasi.
b. Penilaian prestasi kerja sistematik formal diselenggarakan dalam jangka waktu
setengah tahun atau satu tahun sekali mempunyai empat tujuan :
1) Memberi tahu pegawai secara formal bagaimana nilai prestasi kerja.
2) Menentukan pegawai mana yang berhak mendapat kenaikan gaji.
3) Mengetahui pegawai mana yang memerlukan pelatihan tambahan.
4) Menentukan calon yang dapat dipromosikan.
Pengukuran kinerja adalah suatu metode atau alat yang digunakan untuk
mencatat dan menilai pencapaian pelaksanaan kegiatan berdasarkan tujuan, sasaran
dan strategi sehingga dapat diketahui kemajuan organisasi serta meningkatkan
12

kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas (Mahsun, 2006: 26). Pengukuran


kinerja digunakan untuk melihat hasil kerja yang dilakukan suatu lembaga atau
organisasi baik pemrintah maupun non pemerintah dalam pencapaian tujuan. Tingkat
pencapaian tujuan menurut steers (dalam Mahsun, 2006: 27) bahwa faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap tingkat pencapaian tujuan organisasi meliputi:
karakteristik organisasi, karakteristik lingkungan, karakteristik pekerja, serta
kebijakan dan praktek manajemen.
Indikator atau kriteria yang digunakan untuk mengukur kinerja yang bersifat
variatif artinya terdapat berbagai indikator yang disesuaikan dengan fokus dan
konteks penelitian yang dilakukan. Salah satunya adalah karakteristik good
governance, yang dapat pula dijadikan indikator pengukuran kinerja yang meliputi:
a. Participation
Setiap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan keputusan, baik secara
langsung maupun melalui intermediasi institusi legitimasi yang mewakili
kepentingannya. Partisipasi seperti ini dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan
berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif.
b. Rule of law
Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu, terutama
hukum untuk hak asasi manusia.
c. Transparancy
Transparansi dibangun atas dasar kebebasan arus informasi, proses-proses,
lembaga-lembaga dan informasi yang secara langsung dapat diterima oleh mereka
yang membutuhkan. Informasi harus dapat dipahami dan dapat dimonitor.
d. Responsiveness
Lembaga-lembaga dan proses-proses harus mencoba untuk melayani setiap
stakeholder.
e. Consensus Orientation
Good governance menjadi perantara kepentingan yang berbeda untuk
memperoleh pilihan-pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas, baik dalam hal
kebijakan-kebijakan maupun prosedur-prosedur.
13

f. Equality
Semua warga negara, baik laki-laki maupun perempuan mempunyai kesempatan
untuk meningkatkan atau menjaga kesejahteraan mereka.
g. Effectiveness and Efficiency
Proses-proses dan lembaga-lembaga sebaik mungkin menghasilkan sesuai dengan
apa yang digariskan dengan menggunakan sumber-sumber yang tersedia.
h. Accountability
Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor swasta dan masyarakat
bertanggung jawab kepada publik dan lembaga-lembaga stakeholders.
i. Strategic Vision
Para pemimpin dan publik harus mempunyai perspektif good governance dan
pengembangan manusia yang luas dan jauh ke depan sejalan dengan apa yang
diperlukan untuk pembangunan.

2.4 Konsep Efektivitas


Kata efektivitas berasal dari kata dasar efektif dalam bahasa latin efficere
yang mengandung arti menimbulkan, mencapai hasil. Efektivitas lebih mengarah
pada nuansa hasil (hasil guna, doeltreffendheid) Efektivitas diartikan sebagai hasil
akibat dalam keadaan berhasil atau sesuatu yang dapat menghasilkan atau
membuahkan, mengakibatkan. (Poerwadarminta, 1975: 16)
Pelaksanaan suatu pekerjaan dapat dikatakan efektif apabila pelaksanaannya
sesuai dengan apa yang diharapkan. Efektivitas merupakan melaksanakan tugas atau
pekerjaan dengan benar. Menurut Siagian (2002: 24), efektivitas merupakan
pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara
sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang atas jasa kegiatan
yang dijalankannya. Efektivitas menunjukkan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya
sasaran yang telah ditetapkan, jika hasil kegiatan semakin mendekati sasaran, maka
berarti semakin tinggi efektivitasnya. Selanjutnya Ningrat (1998: 16) menyatakan
bahwa efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukkan tingkat keberhasilan
kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan manajemen.
14

Selanjutnya Parmu (1996: 37) mengemukakan efektivitas adalah mencapai


hasil sepenuhnya seperti yang benar-benar diinginkan atau setidaknya berusaha
mencapai hasil semaksimal mungkin. Efektivitas kerja dikatakan tercapai apabila
telah memenuhi kriteria empat hal, antara lain: dana, mutu, waktu dan tata cara yang
dijalankan.
Sifat utama efektivitas yang terdapat dalam suatu organisasi, antara lain:
a. Berorientasi pada kondisi ekonomi secara menyeluruh dan bersifat umum untuk
daerah tertentu.
b. Menjamin terhadap perkembangan industri dan pertumbuhan sehingga dapat
melahirkan suatu pola tertentu dalam kenyataan.
c. Menentukan tindakan tertentu bagi pemerintah dan menjalankan program.
d. Mengikutsertakan masyarakat sehingga masyarakat merasa dirinya memiliki
kepentingan.
Dengan demikian efektivitas bermanfaat dalam memberikan pelayanan kepada orang
lain atau kepada organisasi yang bersangkutan.
(Gie, 2006: 26)
Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas menurut Gibson (1992: 28),
sebagai berikut:
a. Kemampuan
Adalah kemampuan seseorang dalam dirinya, baik kemampuan teknik maupun
kemampuan umum. Kemampuan ini diperlukan terutama kemampuan atasan
dalam mengarahkan anggotanya untuk mencapai hal-hal yang diinginkan.
b. Keahlian
Adalah kemampuan spesifik untuk menangani masalah teknis dalam pekerjaan.
c. Pengetahuan
Adalah suatu kemampuan yang diperoleh dan pengembangan diri melalui
penelusuran keilmuan.
d. Sikap
Adalah kepribadian yang tercermin dari wujud prilaku seseorang dengan sikap
yang baik maka efektivitas dapat dijalankan dengan baik.
15

e. Motivasi
Merupakan suatu dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang untuk
melakukan suatu kegiatan
f. Stress
Adalah tekanan yang timbul akibat tekanan lingkungan di luar diri manusia
seperti pekerjaan yang dilakukan.

2.5 Kerangka Penelitian


UUD 1945 UU Nomor 32 Tahun 2004
Tentang Pemerintahan
Daerah

Pelaksanaan Otonomi Daerah

Badan Pemerintah
Permusyawaratan Desa
Desa (BPD)

Efektivitas Penyelenggaraan Pemerintahan Desa

1. Participation
2. Transparancy
3. Accountability

Mewujudkan Kehidupan Masyarakat yang


Demokrasi, Sejahtera, Tenteram, Aman dan
Berkeadilan
16

BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui kinerja Badan Permusyawaratan Desa (BPD) terhadap
efektivitas penyelenggaraan pemerintahan desa di Desa Hamparan Perak.
b. Untuk mengetahui faktor yang menghambat kinerja Badan Permusyawaratan
Desa (BPD) terhadap efektivitas penyelenggaraan pemerintahan desa di Desa
Hamparan Perak.

3.2 Manfaat Penelitian


Manfaat penelitian ini adalah:
a. Menciptakan penyelenggaraan pemerintahan yang baik di segala bidang sehingga
tercapai tujuan untuk mewujudkan kehidupan masyarakat yang demokrasi,
sejahtera, tenteram, aman dan berkeadilan
b. Memberdayakan lembaga pemerintahan khususnya badan permusyawaratan desa
(BPD) untuk menciptakan pelayanan yang berkualitas.
17

BAB IV
METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Menurut


Rakhmat (2000:63), penelitian kualitatif adalah penelitian yang dilakukan dengan
menggunakan pernyataan-pernyataan dan data yang sifatnya hanya menggolongkan.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif. Metode
deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek,
suatu kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas pemikiran pada masa
sekarang. Tujuan penelitian deskripsi adalah membuat deskripsi, gambaran atau
lukisan secara sistematis, actual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta
hubungan antara fenonena yang diselidiki. (Nazir, 1999: 83)
Lebih lanjut Nazir (1999: 84) menegaskan bahwa metode deskriptif dapat
meneliti masalah-masalah normatif bersama-sama dengan masalah status dan
sekaligus membuat perbandingan-perbandingan antara fenomena. Penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Menurut Bogdan dan
Taylor dalam Maleong (2007: 3), penelitian deskriptif kualitatif akan menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar belakang dan individu secara holistik
menggunakan metode deskriptif sehingga dapat memberikan gambaran mengenai
realitas sosial yang kompleks mengenai kinerja Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
terhadap efektivitas penyelenggaraan pemerintahan desa di Desa Hamparan Perak.

4.1 Informan, Jumlah dan Teknik Pemilihannya


Data-data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini diperoleh dari informan
yaitu orang-orang yang mengetahui dengan baik dan banyak tentang informasi yang
terkait dengan masalah penelitian ini. Oleh karenanya informan ini adalah orang-
orang yang terlibat dalam kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa. Informan
yang bertindak sebagai sumber data dan informasi dipilih dari pihak Badan
18

Permusyawaratan Desa (BPD) dan pemerintah desa, serta masyarakat desa. Kriteria
memilih informan sebagai nara sumber dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Memiliki posisi penting di instansi yang bersangkutan sedangkan masyarakat
desa adalah yang terlibat langsung dalam program tersebut.
b. Mengetahui dengan baik mengenai pogram penelitian.
Jumlah informan yang dipilih dalam penelitian ini sebanyak 23 orang, yang
terdiri dari:
a. Pengurus Badan Permusyawaratan Desa sebanyak 13 orang
b. Pemerintah Desa sebanyak 3 orang termasuk kepala desa
c. Masyarakat desa sebanyak 7 orang, dimana setiap dusun diwakili oleh 1 orang.
Melalui informan diharapkan akan dapat menyingkap lebih dalam dan luas tentang
kinerja badan permusyawaratan desa (BPD) terhadap efektivitas penyelenggaraan
pemerintahan desa di Desa Hamparan Perak.

4.2 Kategorisasi
Adapun kategorisasi yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah:
a. Kinerja Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
1) Kapasitas Kelembagaan
Mekanisme kinerja lembaga (BPD) yang berkaitan dengan restrukturisasi
kelembagaan.
2) Fungsi Pengawasan
Melaksanakan pengawasan terhadap kinerja pemerintah desa (kepala desa dan
perangkat desa)
3) Fungsi Aspiratif
Menampung dan menyalurkan setiap aspirasi masyarakat

b. Efektivitas Penyelenggaraan Pemerintahan Desa


1) Partisipasi
19

Masyarakat terlibat dalam pembuatan kebijakan atau keputusan baik secara


langsung maupun melalui intermediasi institusi legitimasi yang mewakili
kepentingannya.
2) Tranparansi
Adanya transparansi yang dibangun atas dasar kebebasan arus inormasi.
3) Akuntabilitas
Akuntabilitas ini tergantung pada organisasi dan sifat keputusan yang dibuat baik
untuk kepentingan internal maupun eksternal.

4.3 Teknik Pengumpulan Data


Mengumpulkan data dalam penelitian merupakan suatu hal yang sangat
penting yang bertujuan agar proses yang dihasilkan dapat sesuai dengan yang
diharapkan. Pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari:
a. Data Primer
Adalah penumpulan data yang dilakukan atau diperoleh secara langsung di
lapangan atau tempat penelitian, melalui cara:
1) Observasi
Yaitu pengamatan secara langsung dengan sistematis terhadap gejala-gejala
dalam penelitian khususnya tentang kinerja Badan Permusyawaratan Desa
(BPD) terhadap efektivitas pelaksanaan pembangunan desa.
2) Wawancara
Yaitu kegiatan tanya jawab antara dua orang atau lebih secara langsung
khususnya tentang tentang kinerja Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
terhadap efektivitas pelaksanaan pembangunan desa.
(Pasolong, 2012: 131-132)
b. Data Sekunder
Penelitian yang mempelajari dan mengumpulkan data-data dan literature sumber
bacaan yang relefan dan mendukung penelitian.
20

4.4 Jadwal Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan selama 5 (lima) bulan dimulai dari saat
diterimanya proposal penelitian. Rincian kegiatan penelitian dapat diihat pada tabel
beikut :
No. Kegiatan BULAN
12 1 2 3 4
1. Penyerahan Proposal
2. Pengumuman Hasil
3. Pencairan Dana
4. Pengumpulan Data
5. Analisis Data
6. Laporan Kemajuan
7. Laporan Akhir

4.5 Teknik Analisis Data


Data yang dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan pendekatan
kualitatif. Analisis data keseluruhan dilakukan dengan peringkasan data yaitu
menseleksi data, disederhanakan, dan diambil makna utamanya (intinya). Data yang
disajikan didasarkan fakta-fakta yang saling berkaitan yang dapat di ambil, sehingga
memberi gambaran yang jelas tentang kinerja badan permusyawaratan desa (BPD)
dalam penyelenggaraan pemerintahan desa di Desa Hamparan Perak.

4.6 Luaran Yang Dihasilkan


a. Diterbitkan di Jurnal Keskap Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara.
b. Sebagai bahan pengayaan buku ajar
21

BAB V
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

5.1 Profil Lokasi Penelitian


Hamparan Perak punya legenda tersendiri sebagai sebuah kampung yang
menyimpan sejarah merintis kelahiran Kota Medan. Bahkan secara resmi, telah
dicatat dengan tinta emas bahwa kelahiran Kota Medan diawali dengan pembukaan
Kampung Hamparan Perak pada akhir abad ke-18 sampai awal abad ke-19
pemerintahan di Kecamatan Hamparan Perak dipimpin oleh seorang Datuk, pada
masa pemerintahan bernama Urung Sepuluh Dua Kuta. Pemerintahan ini dipimpin
oleh Datuk Ahmad dengan gelar Datuk Tua, pusat pemerintahan berada di Desa
Hamparan Perak sekarang ini.
Pemerintahan Urung Sepuluh Dua Kuta saat ini meliputi wilayah Deli Hilir
dan Deli Hulu, dan sekarang sebagian termasuk wilayah Kota Medan. Setelah
pemerintahan Datuk Ahmad berakhir, pemerintahan dipegang oleh Datuk Akup gelar
Datuk Haji, pemerintahan masih seperti semula. Kemudian setelah berakhir
Pemerintahan Datuk Akup, pemerintahan dipegang oleh Datuk Gombak, setelah
Datuk Gombak meninggal digantikan oleh anaknya tetapi dianggap belum mampu
memimpin pemerinthan, maka dipegang oleh Tengku Perdana yaitu Adil Sultan Deli
berlangsung lebih kurang 2 tahun.
Pada masa pemerintahan Tengku Perdana ini, pemerintahan urung sepuluh
dua kuta dipecah. Batas pemerintahan ini di Sei Terjun yang sekarang wilayah
Kecamatan Medan Marelan Kota Medan berada di bawah Kesultanan Deli. Setelah
Indonesia merdeka, pemerintahan ini menjadi pusat Pemerintahan HOOP DISTRICH
yang wilayahnya mencakup daerah Kecamatan Hamparan Perak.
(Badan Pusat Statistik Kecamatan Hamparan Perak Tahun 2009)
Desa Hamparan Perak mempunyai batas-batas yaitu
- Sebelah Utara berbatasan dengan Kota Medan
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Klambir
- Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Sei Baharu
22

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kota Medan


Penduduk Desa Hamparan Perak adalah masyarakat yang heterogen, hal ini
disebabkan oleh banyaknya masyarakat pendatang yang berdomisili ataupun pindah
menjadi penduduk desa. Jumlah penduduk Desa Hamparan Perak sebanyak 13922
jiwa dan luas wilayahnya 675 Ha.
Tabel 5.1
Data Kependudukan Desa Hamparan Perak
Jenis Kelamin Jumlah
Laki-laki 6.965
Perempuan 6.957
Jumlah 13.922

Sumber: Data Kependudukan Desa Hamparan Perak Tahun 2013

5.2. Analisis Data


5.2.1 Kinerja Badan Permusyawaratan Desa Terhadap Efektivitas
Penyelenggaraan Pemerintahan Desa di Desa Hamparan Perak
a. Kinerja Badan Permusyawaratan Desa
1) Kapasitas Kelembagaan
Badan permusyawaratan desa (BPD) adalah salah satu lembaga yang
mempunyai peran penting dalam proses penyelenggaraan pemerintahan desa.
Lembaga ini adalah mitra pemerintah desa dalam penyelenggaraan pemerintahan
desa. Bersama pemerintah desa (kepala desa) menetapkan peraturan desa, dan
melakukan pengawasan terhadap kinerja pemerintah desa (kepala desa dan stafnya)
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Kinerja badan permusyawaratan desa (BPD) juga dapat terlihat apabila
adanya hubungan yang harmonis antara BPD dan pemerintah desa sebagai mitra
dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, artinya keduanya harus dapat bekerja
sama dalam menetapkan peraturan desa dan APBDes. Tugas BPD terkait sebagai
23

mitra adalah sebagai konsultatif kepada kepala desa untuk merumuskan dan
menetapkan kebijakan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang masyarakat di Dusun I
Pauh Desa Hamparan Perak Bapak Saidi mengatakan:
Kemampuan anggota BPD dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya belum berjalan dengan efektif, hal ini disebabkan oleh
tingkat pendidikan anggota BPD yang masih dibawah standar yaitu
tidak ada satupun anggota BPD yang pendidikan sarjana.

Dengan demikian, dapat diketahui bahwa masih rendahnya tingkat pendidikan


anggota dan pengurus badan permusyawaratan desa (BPD) di Desa Hamparan Perak
sehingga mempengaruhi tingkat pengetahuan dan kemampuan dalam
mengembangkan lembaga legislatif desa ini.
Hal senada juga diungkapkan oleh masyarakat Dusun IV yaitu Bapak Adnan,
mengatakan:
Terjadinya konflik internal di lembaga ini sehingga
mengakibatkan pengunduran diri salah seorang tokoh masyarakat,
dimana tokoh ini adalah tokoh pendidikan di Desa Hamparan
Perak. Bersama tokoh ini kinerja dan kapasitas kemampuan
anggota dapat ditutupi dengan kemampuannya melibatkan anggota
di setiap kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa namun
setelah tokoh ini mengundurkan diri akhirnya terjadinya
kepakuman kinerja badan permusyawaratan desa (BPD).

Hubungan yang tidak harmonis juga dapat terlihat dari komunikasi yang
diberikan oleh kepala desa dan pengurus badan permusyawaratan desa (BPD)
sehingga banyak sekali informasi tentang pelaksanaan pemerintahan yang tidak
diketahui oleh kedua belah pihak. Komunikasi yang interaktif merupakan salah satu
hal yang penting dalam membina hubungan yang harmonis antara penyelenggara
pemerintahan desa. Hal ini disebabkan komunikasi sangat penting dalam pemberian
atau pertukaran informasi yang ada diantara penyelenggara pemerintahan desa
khususnya di Desa Hamparan Perak.
Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan dengan Kepala
Desa Hamparan Perak, Bapak Khalil Munawar yang mengatakan bahwa:
24

Minimnya komunikasi dengan pengurus BPD, akhirnya


mengakibatkan hubungan yang ada hambatan. Pemberian
informasi sangat minim dilakukan, karena terkadang setiap
program yang diusulkan selalu membal di rapat-rapat yang
dilakukan oleh BPD karena minimnya kemampuan pengurus BPD
untuk mengetahui perkembangan dari kebutuhan yang diinginkan
oleh masyarakat. Salah satu penyebabnya adalah kesibukan para
pengurus dalam kehidupan sehari-hari sehingga mengakibatkan
kinerja BPD menjadi minim atau tidak efektif.

Maka, dapat diketahui bahwa hubungan antara pemerintah desa dengan badan
permusyawaratan desa (BPD) di Desa Hamparan Perak tidak dapat dikatakan
hubungan yang harmonis sebagai mitra penyelenggaraan pemerintahan desa. Hal
senada juga diungkapkan oleh salah satu anggota pengurus badan permusyawaratan
desa (BPD) yaitu Bapak Sulaeman, mengatakan:
Semenjak terjadi konflik internal dalam lembaga ini, kinerja BPD
semakin lama semakin memperhatikan. Tidak ada satu
pekerjaanpun yang dapat diselesaikan dengan baik, karena tidak
ada yang dapat mengontrol pekerjaan yang ada. Sebenarnya setiap
anggota BPD harus mendapat pelatihan dari pemerintahan daerah
yang bermanfaat untuk menambah kemampuan para anggota
walaupun hanya tamatan pendidikan umum (SMA, SMP).

Kemampuan anggota dalam struktur organisasi adalah hal tepenting dalam


menciptakan citra kinerja yang baik. Dengan adanya tingkatan kemampuan dalam
organisasi, maka pelaksanaan kerja dapat dibagi sesuai dengan tugas dan fungsi dari
kemampuan masing-masing anggota. Pembagian tugas yang benar juga dapat
mewujudkan hubungan yang harmonis antara bawahan dan atasan. Apalagi kalau
organisasi tersebut adalah organisasi pemerintahan sehingga dapat mencapai kualitas
pelayanan publik yang baik.
Pembagian tugas yang jelas juga merupakan kunci terciptanya hubungan yang
harmonis antara anggota. Maka, badan permusyawaratan desa (BPD) sebagai badan
legislative desa harus dapat menyesuaikan pembagian kerja masing-masing anggota
sesuai dengan tingkat keahlian atau kemampuan masing-masing anggota. Dengan
demikian dapat mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik.
25

2) Fungsi Pengawasan
Wujud nyata kinerja dari badan permusyawaratan desa (BPD) adalah
terlaksananya tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien. Salah satu tugas dan
fungsinya adalah sebagai pengawas bagi penyelenggaraan pemerintahan desa. Salah
seorang anggota pengurus badan permusyawaratan desa (BPD) Desa Hamparan
Perak yaitu Bapak Mishan, mengatakan:
Secara garis besar pengawasan yang kami lakukan terhadap
pemerintah desa adalah terhadap kinerja yang dihasilkan oleh baik
kepala desa maupun perangkat desa serta terhadap keuangan desa
dalam pelaksanaan pembangunan di Desa Hamparan Perak.

Pengawasan yang dilakukan adalah untuk melihat tingkat kedisiplinan


perangkat desa dalam proses pelaksanaan pemerintahan. Namun, kenyataannya
tingkat disiplin dari staf desa masih rendah. Hal ini sesuai dengan informasi yang
didapat dari salah seorang masyarakat desa di Dusun V yaitu Ibu Leginem,
mengatakan:
pengurusan administrasi di Desa Hamparan Perak sangat
lambat, apalagi para stafnya tidak datang tepat waktu. Seharusnya
buka kantor adalah pukul 08.00 tapi kenyataannya saya harus
menunggu selama 1,5 jam karena kantor baru buka setelah jam
9.15.

Hal ini sangat memperhatinkan, dimana kenyamanan masyarakat dalam


birokrasi telah terampas karena ketidakdisiplinan pegawai, namun tak ada satupun
pihak yang dapat memberi teguran kepada para staf termasuk kepala desa dan
pengurus badan permusyawaratan desa (BPD). Dengan demikian fungsi Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai seorang pengawas di penyelenggaraan
pemerintahan desa tidak dapat berjalan semestinya, sehingga memperlihatkan kinerja
yang buruk.
Menciptakan kenyamanan dan ketenteraman tak terlepas dengan proses
penyelenggaraan pemerintahan desa yang efektif, apabila dijalankan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Hal ini juga diungkapkan salah seorang pengurus BPD yaitu
Bapak Hidayat, mengatakan:
26

Para staf desa yang mangkir dari pekerjaannya sudah pernah


kami bicarakan dengan pihak pemerintah desa khususnya kepala
desa. Namun, kenyataannya tidak diarahkan kepala desa dengan
para staf desa.

Penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance) tidak akan


pernah sulit apabila setiap unsur yang terkait dengan hal tersebut dapat menjalankan
tugas dan fungsinya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sama hal pentingnya
tatkala unsur tersebut akan dihadapkan kepada permasalahan yang membawa
kepentingan masyarakat, maka unsur dalam penyelenggaraan pemerintahan desa
khususnya badan permusyawaratan desa (BPD) dapat menjadi lembaga yang
sebenarnya yaitu sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Fungsi pengawasan yang ada pada lembaga ini harus dapat dilaksanakan
dengan baik, karena menjadi suatu hal yang terpenting dalam mewujudkan
pemerintahan yang baik sesuai dengan yang diatur dalam Undang-undang otonomi
daerah. Dengan adanya fungsi ini, maka setiap unsur yang terlibat dalam
penyelenggaraan pemerintahan dapat menjalankan tugas dan fungsinya sebagaimana
mestinya, sehingga orientasi penyelenggaraan pemerintahan desa yang mengarah
kepada pelayanan publik dapat terlaksana dengan baik. Hal tersebut sesuai dengan
tugas dan fungsi pemerintahan desa yaitu sebagai abdi Negara dan abdi masyarakat.

3) Fungsi Aspiratif
Salah satu fungsi badan permusyawaratan desa (BPD) yang juga merupakan
fungsi yang sangat penting adalah sebagai penampung aspirasi. Fungsi sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan bahwa lembaga ini adalah lembaga penampung
aspirasi masyarakat, dimana aspirasi ini adalah baik aspirasi yang berkaitan dengan
saran maupun keluhan terhadap proses penyelenggaraan pemerintahan desa yang
dilakukan oleh aparatur Negara. Lembaga ini juga bertugas untuk meningkatkan
partisipasi masyarakat sebagai wujud nyata pelaksanaan otonomi daerah.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang masyarakat dari Dusun
VII Desa Hamparan Perak yaitu Bapak Paino (Kepala Dusun VII), mengatakan:
27

Kurangnya perhatian pemerintahan desa terhadap setiap aspirasi


masyarakat dusun VII, maka mengakibatkan partisipasi masyarakat
terhadap setiap program pemerintah sangatlah minim. Kami selalu
menyampaikan aspirasi tentang pembangunan dusun dengan para
pengurus BPD yaitu salah satunya adalah yang mewakili dusun
VII, tapi kenyataannya pembangunan di dusun ini terhambat.

Dengan demikian, apabila minimnya partisipasi masyarakat terhadap program


pemerintah dapat mengakibatkan penyelenggaraan pemerintah tidak akan berjalan
sebagaimana mestinya. Sebenarnya minimnya tingkat partisipasi ini adalah tanggung
jawab bersama antara badan permusyawaratan desa (BPD) dengan pemerintah desa,
dimana BPD adalah sebagai wadah penampung aspirasi dan pemerintah desanya
sebagai pemberi pelayanan. Apabila keduanya menjalankan fungsinya sesuai dengan
ketentuan yang ada, maka segala permasalahan dalam penyelenggaraan pemerintahan
desa dapat berjalan dengan efektif dan efisien sesuai dengan karakteristik dari good
governance.
Mekanisme dalam proses pemilihan anggota badan permusyawaratan desa
(BPD) disesuaikan dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 210 yaitu:
Ayat (1) : Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) adalah wakil dari
penduduk desa yang bersangkutan yang ditetapkan dengan cara
musyawarah dan mufakat.
Ayat (2) : Pemimpin Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dipilih dari dan oleh
anggota badan permusyawaratan desa .
Ayat (3) : Masa Jabatan anggota badan permusyawaratan desa adalah 6 (enam)
tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan
berikutnya.
Ayat (4) : Syarat dan tata cara penetapan anggota dan pimpinan badan
permusyawaratan desa diatur dalam Peraturan Daerah yang
berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
Apabila dilihat mekanisme proses dalam pemilihan pengurus dan anggota BPD, maka
dapat disimpulkan bahwa BPD adalah lembaga legislatif desa dan permulaan sistem
demokrasi di pemerintahan yang terkecil yaitu desa.
28

b. Efektivitas Penyelenggaraan Pemerintahan Desa


1) Partisipasi
Partisipasi masyarakat adalah salah satu cerminan keberhasilan pembangunan.
Dimana, keberhasilan pembangunan merupakan efektivitas kinerja dari badan
permusyawaratan desa (BPD) dari fungsi pengawasan dan fungsi aspiratif.
Peningkatan partisipasi masyarakat juga diwujudkan melalui pembuatan kebijakan
atau keputusan desa untuk kepentingan bersama. Berdasarkan hasil wawancara
dengan salah seorang pengurus BPD, yaitu Bapak Nurdin mengatakan:
Partisipasi masyarakat desa Hamparan Perak untuk tahun 2012
sangatlah minim, dimana diketahui bahwa setiap pelaksanaan
program pembangunan di Desa Hamparan Perak yang terlibat
dalam kegiatan tersebut, masyarakatnya yang itu-itu saja dan tidak
ada tambahan sama sekali. Apalagi untuk undangan rapat, yang
datang hanya sedikit yaitu sekitar 40 % dari total undangan yang
ada.

Hal ini juga senada dengan hasil wawancara yang dilakukan kepada salah seorang
masyarakat Dusun III, yaitu Ibu Sahniar (tokoh perempuan) di Desa Hamparan Perak,
mengatakan:
Minimnya keterlibatan masyarakat dalam setiap program
pemerintah, disebabkan juga adanya ketimpangan yang ada dalam
pemerintahan desa. Misalnya saja program pembiayaan yang
diadakan oleh program nasional pemberdayaan masyarakat
(PNPM) khusus kelompok perempuan, ternyata yang lebih banyak
menerima pembiayaan tersebut adalah perangkat desa. Akhirnya,
mengakibatkan masyarakat tidak percaya lagi terhadap kinerja
pemerintah desa tetapi BPD yang berfungsi sebagai pengawas
tidak melakukan sesuatu yang dapat menciptakan kepercayaan
masyarakat tersebut terhadap pemerintah desa

Hasil wawancara dari keduanya dapat disimpulkan bahwa rendahnya tingkat


trasparansi dan akuntabilitas dari pemerintahan desa di Desa Hamparan Perak.
Masing-masing hanya memikirkan kehidupan pribadi, misalnya saja pengurus BPD
lebih mementingkan kehidupan pribadi daripada kehidupan masyarakat sedangkan
mereka dipilih untuk memperjuangkan hak-hak dari masyarakat desa. Sedangkan
pemerintah desa seharusnya melayani tetapi malahan minta dilayani.
29

Orientasi penyelenggaraan pemerintahan di era pasca reformasi mengarah


kepada pelaksanaan pelayanan publik. Dengan demikian penyelenggaraan
pemerintahan yang efektif dapat mewujudkan pelayanan yang optimal bagi
masyarakat. Sehingga dengan pemberian pelayanan yang optimal juga akan dapat
meningkatkan partisipasi masyarakat melalui tingkat kepercayaan yang diberikan
masyarakat terhadap proses pemerintahan desa.
Sebagai hasil proses politik dan hubungan antara hak rakyat dan tanggung
jawab pemerintah, maka layanan publik memiliki tiga unsur penting dalam
penyelenggaraan pemerintahan yakni, lembaga perwakilan sebagai pengambil
keputusan (di desa disebut BPD), lembaga eksekutif (pemerintah) sebagai pemberi
layanan, dan masyarakat sebagai pengguna layanan. Ketiganya mempunyai hubungan
yang setara dan saling mempengaruhi agar penyelenggaraan pemerintahan yang
berorientasi kepada pelayanan publik dapat berjalan dengan baik, karena kinerja yang
baik dari pemerintahan desa adalah adanya kualitas pelayanan yang baik dirasakan
oleh masyarakat sebagai pengguna layanan.
Peran serta masyarakat sebagai pengguna layanan publik dalam transaksi
layanan publik adalah kemampuannya menunjukkan kehendak, tuntutan, harapan,
serta penilaian kepuasan terhadap layanan publik. Bentuk-bentuk tuntutan dan
harapan masyarakat pada umumnya diartikulasikan melalui opini publik (agenda
publik) yang terbentuk dari proses agenda media dan kelompok strategis
representative yang diwacanakan di ruang publik. (Piyono, 2006:4)
Sesuai dengan hal tersebut, maka kontek pembuatan kebijakan dalam
penyelenggaraan pemerintahan desa yang dilakukan atau menjadi masukan penting
untuk diapresiasikan oleh anggota badan permusyawaratan desa (BPD) sebagai
lembaga legislative desa dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai pengawasan
dan aspiratif juga legislasi. Kemampuan melaksanakan fungsi-fungsi tersebut
merupakan salah satu indikator penting bagi upaya peningkatan kualitas pelayanan
layanan publik. Dengan adanya kualitas layanan yang baik, maka dapat
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam setiap program penyelenggaraan
pemerintahan desa khususnya di Desa Hamparan Perak.
30

2) Transparansi
Penyelenggaraan pemerintahan yang baik selalu berupaya untuk memenuhi
standar pelayanan publik yang dilakukan oleh unsur-unsur dalam penyelenggaraan
pemerintahan desa. Dimana standar pelayanan publik ini akan disesuaikan dengan
kebutuhan masyarakat yaitu transparansi, tidak diskriminatif, terjangkau, proses
mudah dan mempunyai akuntabilitas publik yang tinggi. Apabila pelaksanaan
penyelenggaraan pemerintahan desa di Desa Hamparan Perak dilaksanakan sesuai
dengan standar layanan publik, maka dapat mewujudkan kinerja yang baik. Hal ini
akan berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi badan permusyawaratan desa
(BPD) sebagai lembaga legislative desa.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang masyarakat di Dusun II
dengan Bapak Samsul yang mengatakan bahwa:
kurangnya transparansi masalah pembiayaan yang dilakukan oleh
pihak pemerintahan desa, sehingga kami sebagai masyarakat
cenderung tidak mengetahui berapa besar sebenarnya biaya
pengurusan administrasi karena setiap orang pasti berbeda, akan
tetapi masalah ini sudah pernah kami bicarakan dengan salah
seorang anggota badan permusyawaratan desa (BPD), namun
hasilnya tidak ada juga

Dengan demikian dapat diketahui bahwa penyelenggaraan pemerintahan desa di Desa


Hamparan Perak terindikasi dalam setiap pengurusan administrasi yang dilakukan
oleh masyarakat sehingga menimbulkan ketidak percayaan masyarakat terhadap
kinerja yang dilakukan oleh pihak pemerintahan. Hal ini tidak dapat dibiarkan terus
menerus karena dapat mengakibatkan rendahnya kualitas pelayanan dalam
penyelenggaraan pemerintahan desa di Desa Hamparan Perak.
Permasalahan tersebut tidak sesuai dengan prinsip pelaksanaan otonomi
daerah yang berorientasi terhadap pemanfaatan kepentingan masyarakat untuk
mencapai kesejahteraan masyarakat yang sesuai dengan sasaran tujuan pembangunan
nasional. Indikator transparansi juga adalah salah satu karakteristik yang harus
dilakukan dalam mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang good governance.
31

Karakteristik good governance ini juga merupakan salah satu pencipta mutu
pelayanan yang diberikan pihak pemberi layanan yaitu pemerintah.
Peningkatan mutu pelayanan publik melalui pelaksanaan transparansi
penyelenggaraan pemerintahan merupakan salah satu hakekat dari pelayanan publik
yang harus dilaksanakan pihak pemerintahan desa baik lembaga legislative (badan
permusyawaratan desa) maupun lembaga eksekutif (pihak pemerintah). Sedaryanti
dalam Priyono (2006: 3), menegaskan:
a) Meningkatkan mutu dan produktivitas pelaksanaan tugas dan fungsi instansi
pemerintah di bidang pelayanan umum.
b) Mendorong upaya mengefektifkan sistem dan tatalaksana pelayanan, sehingga
pelayanan umum dapat diselenggarakan secara lebih berdaya guna dan
berhasil guna.
c) Mendorong tumbuhnya kreativitas, prakarsa dan peran serta masyarakat
dalam pembangunan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas.
Penyelenggaraan pemerintahan melalui prinsip transparansi memerlukan daya
tanggap pemerintahan desa terhadap setiap informasi yang diterima dan yang akan
diberikan kepada masyarakat luas. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sistem
pelayanan yang dibangun merupakan hasil dari komunikasi yang baik antara badan
permusyawaratan desa (BPD) dengan pemerintah desa (Kepala Desa dan Perangkat
Desa). Namun, kenyataannya di Desa Hamparan Perak bahwa penyelenggaraan
pemerintahan yang transparansi tidak tertata dengan baik sehingga hakekat pelayanan
publik tidak terlaksana dengan baik. Kunci dari keberhasilan good governance adalah
adanya rasa kepuasan yang dirasakan oleh masyarakat terhadap tata pelayanan yang
diberikan sesuai dengan sistem standar pelayanan nasional.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dihasilkan oleh Sihabudin (2010)
bahawa penyelenggara pemerintahan desa belum maksimal melaksanakan kebijakan
karena semua unsur terkait belum mengetahui secara jelas arah kebijakan, tujuan dan
program pembangunan. Dimana perangkat desa tidak melakukan transparansi dalam
program yang dijalankannya sehingga persepsi masyarakat ada kesan perangkat desa
mencari keuntungan dari kegiatan pembangunan yang dijalankannya.
32

Transparansi sangat diperlukan dalam penyelenggaraan pemerintahan, karena


hal ini adalah suatu upaya untuk meminimalisasikan agar tidak terjadi salah persepsi
antara masyarakat dengan pemerintahan. Hal inilah yang sering terjadi di Desa
Hamparan Perak, dimana pihak pemerintahan tidak mengelola dengan baik tata
pemerintahan dalam menjalankan program pembangunan yang diatur dalam
kebijakan desa.

3) Akuntabilitas
Keberhasilan program pemerintahan yang dijalankan oleh lembaga legislative
dan lembaga eksekutif desa dapat diukur melalui tingkat tanggung jawab lembaga
terhadap keberhasilan dan kegagalan program yang dijalankan. Program
pemerintahan yang dijalankan harus sesuai dengan kebijakan desa yang telah
dirumuskan secara bersama sebagai tujuan dan misi dari pemerintahan desa.
Salah satu misi dan tujuan pemerintahan desa yang paling penting adalah
mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Maka, sebagai bukti nyata keberhasilan
tujuan dan misi tersebut dapat juga diukur melalui tingkat kepuasan masyarakat dari
pemberi layanan yaitu pemerintah. Karena kualitas pelayanan publik merupakan
transaksi paling nyata dan intensif aktif antara masyarakat dengan pemerintah.
Interaksi aktif ini juga merupakan kunci keberhasilan komunikasi yang dibangun dari
hubungan yang baik antara masyarakat dengan pemerintah sehingga interaksi aktif
tersebut merupakan bagian yang terpenting dari proses membangun partisipasi dan
akuntabilitas publik.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang masyarakat di Dusun VI
dengan Bapak Misdi, mengatakan bahwa:
kebijakan yang disusun oleh pihak pemerintahan desa sudah
bagus hanya saja pelaksana kebijakan tersebut tidak dapat
melaksanakan kebijakan sesuai dengan ketentuan yang sudah
diatur dalam peraturan desa, misalnya saja masih ada perangkat
desa yang tidak dapat mengerjakan tugas dan fungsinya sehingga
harus dikerjakan perangkat desa yang lain. Hal ini menyebabkan
terjadi tumpang tindih pekerjaan dan kami sebagai masyarakat
merasa kecewa karena urusan kami menjadi lama
33

Dengan demikian, hal ini menunjukkan bahwa kinerja pemerintahan desa di Desa
Hamparan Perak tidak efektif. Ketidakefektifan penyelenggaraan pemerintahan desa
ini juga disebabkan oleh tidak berjalannya fungsi dari badan permusyawaratan desa
(BPD) sebagai pengawas dan penampung aspirasi.
Kendala yang sering terjadi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa
disebabkan oleh minimnya kemampuan sumber daya manusia dan minimnya daya
tanggap pemerintahan dalam menjalankan tugas dan fungsinya sehingga
menimbulkan kecenderungan-kecenderungan pada persepsi masyarakat. Hal ini
sesuai dengan yang dikemukakan oleh Imawan (2005) bahwa tantangan yang paling
sulit dalam penyelenggaraan pemerintahan yang berorientasi pada peningkatan
kualitas pelayanan publik adalah terbatasnya sumber daya manusia (SDM) yang
berkompeten di bidangnya. Kompetensi sumber daya manusia yang handal
merupakan hal terpenting dalam membangun dan meningkatkan kinerja pemerintahan
desa di era otonomi daerah ini.

5.2.2 Faktor-faktor Penghambat Kinerja Badan Permusyawaratan Desa (BPD)


Terhadap Efektivitas Penyelenggaraan Pemerintahan Desa di Desa
Hamparan Perak
Sesuai dengan pencapaian tujuan sasaran dalam mewujudkan program good
governance, maka penyelenggaraan pemerintahan desa tidak akan mengalami
hambatan, apabila tiga pokok tujuan sasaran tersebut terlaksana dengan baik, yaitu:
c. Memperkuat struktur administrasi Pemerintahan Desa.
d. Mendorong berfungsinya BPD
e. Mendorong partisipasi masyarakat dalam kehidupan demokrasi di desa.
Tujuan pertama dari sasaran good governance ini diharapkan pemerintahan
desa dapat menjalankan fungsi-fungsi administrasi sesuai dengan ketentuan yang ada.
Dimana, dalam pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut mempunyai rangkaian kegiatan
dalam proses penyelenggaraan pemerintahan desa sehingga mampu menggerakkan
masyarakat dalam partisipasinya untuk mewujudkan kemandirian dan keberdayaan
masyarakat desa secara transparan, taat hukum dan dapat dipertanggungjawabkan.
34

Tujuan kedua diharapkan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dapat


berfungsi sebagaimana mestinta sesuai dengan ketentuan yang ada. Dimana
keberadaannya diharapkan mampu mewujudkan sistem demokrasi di desa sehingga
menciptakan hubungan yang harmonis sebagai mitra dengan pemerintah desa.
Sedangkan tujuan ketiga mampu melibatkan masyarakat dalam berbagai
proses kehidupan demokrasi di desa sehingga menciptakan partisipasi masyarakat
yang tinggi dalam proses pengambilan keputusan untuk kepentingan bersama. Maka,
dapat disimpulkan bahwa ketiga tujuan sasaran ini adalah hal terpenting dalam
penyelenggaraan pemerintahan desa. Hal ini sesuai dengan yang dilakukan oleh Tim
Pusaka Indonesia pada tahun 2003 (Ikhsan, DKK) bahwa tiga tujuan sasaran ini
adalah output yang harus dicapai dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, gagasan
tersebut dapat terlihat dari gambar di bawah ini:
Gambar 5.1
Tujuan dan Keluaran Program

Tujuan I : Memperkuat Struktur Administrasi Pemerintahan Desa

Keluaran : Meningkatnya kemampuan manajemen dan


administrasi aparatur Pemerintahan Desa dan adanya
standarisasi pelayanan publik

Tujuan II : Mendorong Berfungsinya BPD

Keluaran : BPD dapat melakukan fungsinya dan menampung


aspirasi masyarakat

Tujuan III : Partisipasi Publik


Keluaran : Masyarakat terlibat dalam proses kehidupan
berdemokrasi.

Pencapaian tujuan
Keluaran : BPDsasaran di atas merupakan
dapat melakukan wujud
fungsinya dan nyata kinerja badan
menampung
permusyawaratan desa aspirasi
(BPD)masyarakat
bersama pemerintah desa sehingga dapat
35

menggambarkan hubungan yang harmonis sebagai mitra. Penyelenggaraan


pemerintahan yang baik akan menciptakan kualitas pelayanan yang baik sehingga
masyarakat akan merasa nyaman dan aman dalam setiap pengurusan administrasi.
Maka, dengan demikian diperlukan suatu program yang dapat meningkatkan
kemampuan pemerintahan desa untuk mengelola potensi desa di segala bidang
sehingga mencerminkan penyelenggaraan pemerintahan yang efektif.
Namun, kenyataannya fungsi dan wewenang BPD tidak berjalan sesuai dengan
ketentuan yang ada sehingga proses penyelenggaraan pemerintahan desa mengalami
hambatan-hambatan yang dapat menciptakan ketidaknyamanan masyarakat terhadap
fasilitas dan kepuasan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah desa.
Kemitraan antara pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa di Desa
Hamparan Perak tidak sesuai dengan yang diharapkan dalam proses penyelenggaraan
pemerintahan desa. Kenyataannya, mengalami hambatan-hambatan yang disebabkan
oleh:
a. Munculnya ego sektoral yang menimbulkan ketidakpercayaan antara
kedua belah pihak yang berdampak pada lingkungan kerja yang kurang
kondusif.
b. Kualitas sumber daya manusia yang masih terbatas
c. Minimnya pengetahuan pemerintah desa dan BPD dalam menjalankan
fungsi dan tugasnya masing-masing sehingga terkesan bahwa BPD
mencari-cari kesalahan dari pemerintah desa.
d. Pengabdian sebagai anggota BPD hanya dijadikan sambilan, karena
sebagian besar anggota masyarakat mempunyai tugas pokok masing-
masing.
e. Tunjangan anggota BPD kurang memadai, sekalipun pengaturan
mengenai tunjangan sebenarnya sudah ada dalam ketentuan yang berlaku.
Hambatan-hambatan tersebut sangat mempengaruhi tingkat kinerja dari badan
permusyawaratan desa (BPD) sehingga membawa dampak yang cukup besar
terhadap proses penyelenggaraan pemerintahan. Salah satu dampak yang
diakibatkannya adalah ketidak puasan masyarakat terhadap kinerja BPD dan
36

pemerintah desa, minimnya pengelolaan keuangan melalui potensi desa yang dapat
meningkatkan pendapatan asli desa.
37

BAB VI
PENUTUP

6.1 Simpulan
Pembahasan mengenai kinerja badan permusyawaratan desa (BPD) terhadap
efektivitas penyelenggaraan pemerintahan desa, dapat disimpulkan hal-hal sebagai
berikut:
a. Fungsi pengawasan yang dilaksanakan oleh badan permusyawaratan desa
(BPD) tidak dapat berjalan secara efektif yang dipengaruhi oleh beberapa
faktor, salah satunya adalah pengabdian sebagai anggota BPD hanya
dijadikan sambilan, karena sebagian besar anggota masyarakat
mempunyai tugas pokok masing-masing.
b. Fungsi aspiratif yang menjadikan badan permusyawaratan desa (BPD)
sebagai lembaga penampung aspirasi juga tidak berjalan maksimal, hal ini
disebabkan oleh kualitas sumber daya yang masih terbatas dan tingkat
pengetahuan/pendidikan juga rendah.
c. Munculnya ketidakpercayaan antara kedua belah pihak antara BPD dan
pemerintah desa sehingga menciptakan hubungan yang tidak harmonis
dan mengakibatkan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan desa tidak
berjalan sebagaimana mestinya.
d. Penyelenggaraan pemerintahan desa yang tidak efektif juga dapat dilihat
dari minimnya tingkat partisipasi, tidak transparannya masalah
pengelolaan keuangan sehingga menimbulkan ketidak akuntabilitasnya
lembaga pemerintahan desa.

6.2 Saran
Mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance) melalui kinerja
pemerintahan desa yang efektif dan efisien diperlukan suatu model yang dapat
meningkatkan kinerja pemerintahan desa yang bertujuan untuk memberikan rasa
kenyamanan pada masyarakat sehingga dapat terwujud pelayanan yang optimal.
38

Model yang dimaksud adalah model total quality service yang dapat
meningkatkan kualitas pelayanan publik terhadap penyelenggaraan pemerintahan
desa khususnya di Desa Hamparan Perak. Dengan adanya model ini para aparatur
pemerintah dapat melaksanakan pelayanan publik dengan sebenar-benarnya sehingga
efektivitas penyelenggaraan pemerintahan desa dapat terwujud dengan baik. Dengan
demikian paradigma otonomi daerah yang berorientasi pada pelayanan publik dalam
penyelenggaraan pemerintahan dapat terlaksana dengan efektif dan efisien.

Anda mungkin juga menyukai