Anda di halaman 1dari 22

DAFTAR ISI

COVER i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan 2
1.3.1 Tujuan Umum 2
1.3.2 Tujuan khusus 2
1.4 Manfaat 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Anatomi Fisiologi Ginjal 3
2.2 Defenisi 11
2.3 Etiologi 11
2.4 Patofisiologi 11
2.5 WOC 12
2.6 Manifestasi Klinis 9
2.7 Pemeriksaan Diagnostik 13
2.8 Komplikasi 13
2.9 Penatalaksanaan 13
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian 14
3.2 Diagnosis Keperawatan 19
3.3 Intervensi 19
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan 24
4.2 Saran 24
DAFTAR PUSTAKA 23
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tumor Wilms (Nefroblastoma) adalah kanker pada ginjal dan banyak terjadi pada anak-
anak (kanak-kanak, batita/bawah lima tahun). Tumot ini merupakan tumor ganas yang berasal
dari embryonal ginjal. (Eko Prabowo & Andi Eka Pranata, 2014).
Angka kejadian dari Neoplasma pada ginjal tidak terlalu signifikan yaitu sekitar 2% darin
seluruh kematian yang disebabkan oleh kanker. Berbagai mekanisme timbulnya kanker pada
ginjal telah berkembang dan penyebab pastinya belum di ketahui secara pasti. Selain itu,
berbagai varian/ tipe dari kanker pada ginjal pun semakin banyak. (Eko Prabowo & Andi Eka
Pranata, 2014).
Jenis karsinoma renal yang paling sering dijumpai muncul dari epitelium renal dan
menyebabkan lebih dari 85% tumor ginjal. Tumor ini bermetastasis lebih dulu ke paru, tulang,
hati, otak, dan ginjal kontralateral. Seperempat pasien telah mengalami metastasis penyakitnya
pada saat diagnosis ditegakkan. ( Brunner & Suddarth, 2014).
Jika secara klinis tumor masih berada dalam stadium dini dan ginjal di sebelah
kontalateral normal dilakukan pebedahan, ini kadang kala diawali dengan pemberian
Chemotherapy dengan atau tanpa radiasi. Lanjutkan dengan pemberian analgesia secara sering
untuk nyeri dan tukak pada otot. Serta mengingatkan pasien dan keluarga mengenai pentingnya
perawatan tindak lanjut guna mendeteksi tanda-tanda metastasis. ( Brunner & Suddarth, 2014).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana anatomi dari ginjal?
2. Bagaimana definisi dari tumor wilms?
3. Bagaimana etiologi dari tumor wilms?
4. Bagaimana patofisiologi dari tumor wilms?
5. Bagaimana manifestasi klinis dari tumor wilms?
6. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari tumor wilms?
7. Bagaiamana Komplikasi dari tumor wilms?
8. Bagaimana penatalaksanaan medis dari tumor wilms?
9. Bagaimana Komplikasi dari tumor wilms?
10. Bagaimana Asuhan Keperawatan dari tumor wilms?

1.3 Tujuan Umum


Agar mahasiswa dapat mengetahui konsep dasar dari penyakit tumor wilms dan juga
dapat menerapkan asuhan keperawatan dengan riwayat pasien dengan tumor wilms.

1.4 Tujuan Khusus


1. Mahasiswa dapat memahami anatomi dari ginjal
2. Mahasiswa dapat memahami dan mengerti definisi tumor wilms
3. Mahasiswa dapat memahami penyebab (etiologi) dari tumor wilms
4. Mahasiswa dapat memahami Patofisiologi penyakit tumor wilms
5. Mahasiswa dapat memahami manifestasi klinis dari tumor wilms
6. Mahasiswa dapat memahami pemeriksaan diagnostik dari tumor wilms
7. Mahasiswa dapat memahami penatalaksanaan medis dari tumor wilms
8. Mahasiswa dapat memahami komplikasi yang dapat disebabkan oleh tumor wilms
9. Mahasiswa dapat memahami proses asuhan keperawatan dari tumor wilms

1.5 Manfaat
Agar mahasiswa dapat menerapkan asuhan keperawatan dari tumor wilms dan juga dapat
membantu masyarakat yang ada di sekitar. Dan juga supaya dapat memcegah penyakit tumor
wilms dari sejak dini.
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Fisiologi Ginjal


2.1.1 Anatomi Ginjal
Ginjal adalah sepasang organ bersimpai yang terletak di area retroperitoneum. Sebuah
a.renalis dan sebuah v.renalis keluar dari setiap ginjal di daerah hilus. Sekitar 25% curah jantung
mengalir ke ginjal. Darah difiltrasi di ginjal untuk membersikah zat zat sisa terutama urea dan
senyawa yang yang mengantung nitrogen dan mengatur elektrolit ekstravaskular dan volume
intravaskuler. Karena aliran darah ginjal berjalan dari korteks ke madula dan karena medula
memiliki aliran darah yang relatif kecil dibandingkan dengan aktivitas metboliknya yang tinggi,
tekanan tekanan oksigen normal di medula lebih rendah dari pada di bagian bagian ginjal
lainnya. Hal ini menyebabkan madula rentan terhadap cedela iskemik. (Stephen J. MoPhee &
William F, Ganong, 2010).

Satuan anatomi fungsi ginjal adalah nefron, suatu struktur yang trdiri atas berkas kapiler
yang dinamai glomerulus, tempat darah d saring, dan tubulus ginjal, tempat air dan garam
dalam filtrat diserap kembali. Setiap ginjal manusia memiliki skitar 1 juta nefron.
Glomerulus terdiri atas arteriol aferen dan eferen serta suatu berkas kapiler di antaranya
yang dilapisin oleh sel endotel dan dibungkus oleh sel epitel yang membentuk suatu lapisan yang
berhubungan dengan lapisan yang membentuk simpai bowman dan tubulus ginjal. Ruang antara
kapiler kapiler di glomerulus disebut mesangium. Di antara sel epitel dan kapiler terdapat zat
yang membentuk suatu membran basal.
Pemeriksaan yang lebih mendetail terhadap histopatologi dan biologi sel glomerulus
mengingkapkan gambaran-gambaran yang tidak ditemukan di kebanyakan kapiler perifer.
Pertama, endotel kapiler glomerulus memliki polili-pori (fenestrasi). Namun, karena sel endotel
memiliki suatu selubung glikoprotein dan glikosaminoglikan yang bermuatan negatif, sel endotel
tersebut normalnya menolak protein plasma seperti albumin. Di sisi lain membran basal
glomerulus terdapat sel epitel. Sel sel ini dinamakan podosit karena memiliki banyak tonjoln
atau foot processes sertaberhubungan satu sama lain melalui desmosom yang termodifikasi.
Mesangium adalan perluasan membran basalglomerulus tetapi kurang padat dan
mengandug dua jenis sel berbeda: sel glomerulus dan makrofag jaringa. Kedua jenis sel
berperan dalam timbulnya penyakit glomerulus imunologis melalui pembentukan , dan respons
terhadap, beragam sitokin seperti transforming glowth factor (TGF).
Organisasi glomerulus yang kompleks merupakan hal yang krusial tidak saja untuk
fungsi ginjal tetapi juga untuk menjelaskan perbedaan yang diamati pada penyakit
glomerulus.karena itu, pada beberapa penyakit dapat terjadi penimbunan kompleks imun di
bawah sel epitel,sementara pada yang lain akumulasi tersebut terjadi dibawah sel endotel.
Demikian juga, karena sel imun tidak dapat menebus membran basal glomerulus, pengedapan
kompleks imun diwah sel epitel umumnya tidk disertai olh reaksi peradangan seluler(lihat
penbahasan selanjutnya).
Tubulus ginjal itu sendiri memiliki sejumlah regio struktural yang berlainan: tubulus
cotortus proxi-malis, tempat sekitar 80% elektolit danair diserap kembali: ansa henle dan
tubulus contortus distalis serta ductus colligens, tempat urine dipekatkan dan tempat
terjadinyaperubahan tambahan pada elektrolit dan air sebagai respons terhadap pengaturan
hormonal.

2.1.2 Fisiologi Ginjal


1. Filtrasi glomerulus dan resorpsi tubulus
Pada orang normal pada dua ginjal fungsional,sekitar 120 ml/ mnt filtrat glomerulus
dihasilkan. Ambang (cutoff) massa zat-zat yang lebih kecil dari ukuran ini sering
ditahan,kadang-kadang karenaefek muatan atau karena zat tersebut terikat erat pafda protein lain
sehingga ukuran efektifnya menjadi libih besar setelah disaring di glomerulus, sebagian besar
Na- dan, dalam kondisi normal,hampir semua K+ dan glukosa- diserap serap secara ktif dai
cairan tubulus di tubulus proksimal.air di serap secara osmotis.selain penyerapan, sejumlah zat
disekresikan ke dal cairan tubulus oleh kerja zat pengangkut (transporter) di sepanjang tubulus
ginjal. contoh zat yang disekresikan adalah hormon anion dan kation organik, misalnya kreatinin,
histamin, dan banyak obat dan toksin. Dalam keadaan normal, sekitar 30 ml/mnt filtrat isotonik
dialirkan ke ansa henle, tempat mekanisme countercurrent multiplier menyebabkan filtrat
mencapai konsentrasi urine. Ansa henle berjalan ke medula ginjal ; di tempat ini, sekresi Na+
dari sel di pars ascendens tebal menyebabkan terbentuknya gradien konsentrasi hipertonik untuk
mereabsorpsi air dari cairan tubulus melalui sel sel pars descendens. Pada kondisi normal,
filtrat glomerulus yang mengalir ke ductus colligens tidak melebihi 5 10 ml/ mnt. Penyerapan
air di ductur colligens terjadi secara langsung melalui kanal air yang dikontrol oleh vasopressin (
juga di kenal sebagai hormon antidiuretic (antidiuretic hormone,,ADH). Di bawah kandali
aldosteron, terjadi resorsi Na+ dari cairan tubulus dan pengakuan K+ dan H+ ke dalam cairan
tubulus di berbagai jni sel yang terdapat di luctur collgens berbagai jenis sel yang terdapat di
ductur colligens ginjal. Asam fosfror dan sulfat serta asam lain tidak mudah menguap sehingga
tidak dapat diekskresikan oleh paru. Keduanya harus diekskresikan sebagai garam oleh ginjal
sehingga disebut fixed acids. Ekskresi fixed acids melalui urine juga terjadi di ductur
colligens. Meskipun manangani jumlah yang hanya sepersepuluh dari jumlah filtrat glomerulus
total, ductur colligens adalah tempat untuk mengatur volume urine serta tempat tercapainya
keseibangan antara air, Na+ asm basa, dan K+. Peran krusial ductus colligens dalam mengatur
fungsi ginjal bergantung pada dua hal.pertama, ductur colligens berada di bawah pengaruh
hormonal,umumnya berupa fungsi sederhana volume dan komposisi cairan tubulus serta
pengakut aktif. Kedua, ductus colligens adalah bagian terakhir tubulus ginjal yan dialiri cairan
tubulus sebelum sisa filtrat glomerulus semula sebanyak 1-2 ml/mnt keluar ke ureter sebagai
urine.peran fungsional tubulus renalis proximalis dan distalis dapat dilihat dalam gambaran klinis
berbagai bentuk asidosis tubulus ginjal ( TABEL 16-1). (Stephen J. MoPhee & William F,
Ganong, 2010)

2. Regulasi Tekanan Darah Oleh Ginjal


Ginjal perperan penting dalam regulasi tekanan darah berkat efeknya pada keseimbangan
Na+, suatu penentu utama tekanan darah. Pertama, konsentrasi Na+ di cairan tubulus proksimal
didetesksi di maculadenas, yaitu bagian aparatus jukstaglomerulus. aparatus jukstaglomerulus
menilai tekanan perfusi darah, suatu indikator penting status volume intrvaskular pada keadaan
normal. Melalui kerja dua sensor, baik kadar Na+ yang pernah rendah atau tekanan perfusi yang
rendah berfungsi sebagai stimulus untuk pelepasan renin. Renin, suatu protease yang dibuat di
sel jukstaglorulus, menguraikan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan angiostensi I,
yang kemudian diuraiakan menjadi angiotensin II oleh angiotensin-converting enzime.
Angiostensin II meningkatkan tekanan darah dengan memicu vasokonstriksi secara langsung dan
dengan merangsang sekresi aldosteron sehingga sehingga terjadi retensi Na+ dan air oleh ductus
colligens. Semua efek ini menambah cairan ekstra sel yang kemudian meningkatkan perfusi
ginjal sehingga terbentuk suatu lengkung umpan balik negatif homeostatik yang menghilangkan
stimulus awal pelepasan renin.
Penurunan volume intravaskuler juga memicu pelepasan vsoprin. Reseptor di glomus
caroticum, dan ditempat lain. Vasoprin dibebaskan dan mengalir melalui aliran darah ke
seluruhtubuh. Di membran plasma apikal ductus colligens ginjal, vasopresin mempermudah
penyisipan kanal air sehingga jumlah kanal air meningkat. Hal ini menyebabkan reabsorpsi air
bebas.
Dari penelitian terhadap tikus, jumlah nefron tampaknya telah diprogram sejak dalam
rahim. Sebagian berspekulasi bahwa jumaah nefron yang rendah saat lahir (kisaran normal: 0,3-
1,4 juta perginjal) mempermudah seseorang mengidap hipertensi esensial pada masa dewasa.
Malnutris maternal yang cukup berat untuk melahirkan bayi yang lahir kecil untuk usia
kehamilan juga dapat menyebabkan rendahnya jumlah nefron serta mempermudah timbulnya
hipertensi pada masa dewasa.

3. Regulasi metabolisme Ca2+ Oleh ginjal


Ginjal berperan penting dalam homeostatis Ca2+ dan fosfat.pertama, ginjal adalah tempat
1 hidroklisasi atau 24-hidroklisasi untuk 25-hidroksikolekalsiferol, yaitu metabolit vitamin D3
hati.hal ini meningkatkan penyerapan Ca2+ di usus.kedua ginjal adalah tempat tempat kerja
hormon paratiroid (PTH) yang menyebabkan retensi Ca2+ dan pengeluaran fosfat melalui
urine.

4. Regulasi eritropoiesis oleh ginjal


Ginjal adalah tempat utama pembentukan hormon eritropoieten, yang merangsang
pembentukan dan pematangan sel darah merah di sumsum tulang, karena itu,pasien dengan
penyakit ginjal stadium akhir biasanya memperlihatkan anemia berat, dengan hematokrit dalam
kisaran 20-25%, dan anemia ini berespons terhadap pemberian eritropoieten.
5. Regulasi fungsi ginjal
Terdapat beragam mekanisme fisik, hormonal dan neural yang mengatur fungsi ginjal.
Vasopresin, bersama dengan efek fisika countercurrent multiplier di ansa henle dan interstisium
medula yang hipertonik, menyebabkan ginjal mampu memekatkan urine pada kondisi normal.
Hal ini memungkinkan ginjal mempertahankan homeostasis cairan dalam kondisi yang sangat
beragam(dengan menghasilkan urine yang pekat atau encer, bergantung pada apakah tubuh perlu
menghematatau mengeluarkan garam dan air).
Umpan balik tubuloglomerulus merujuk pada kemampuan ginjal mengatur laju filtrasi
glomerulus.sebagai respon terhadap konsentrasi zat terlarut di tubulus renalis distalis. Jika
macula densa mendeteksi adanya peningkatan konsentrasi Na+ di cairan tubulus. vasokonstriksi
arteriol aferen akan terjadi. Hal ini menurunkan LFG sedemikian rupa sehingga tubulus ginjal
memiliki beban zat terlarut yang lebih kecil persatuan waktu yang memungkinkan Na+ diserap
kembali secara lebih efisien dari cairan tubulus. Berbagai zat vasoaktif, termasuk prostaglandin,
nitrogen oksida, dan peptida seperti endotelin dan bradikinin, ikut berperan dalam kontrol
humoral atas umpan balik tubuloglomerulus.
Tantangan penting lain untuk ginjal adalah regulasi aliran darah korteks versusmedula
ginjal. Aliran darah korteks ginjal harus memadai untuk memperthankan LFG yang cukup tinggi
agar ekskresi zat sisa di ginjal berlangsung secara efisien tanpa melampaui kapasitas tubulus
ginjal merabsorpsi zat terlarut. Demikian juga, aliran darah medula harus teratur secara ketat.
Aliran darah medula yang berlebihan dapat mengganggu gradien osmolar yang tercapai melalui
mekanisme pertukaran countercurrent. Aliran darah medula yang terlalu kecil dapat
menyebabkan cedera anoksik tubulus ginjal. Dari sudut pandang setiap nefron, redistribusi aliran
dari korteks ke medula mencakup kecenderungan mengalirkan darah (dan,karenanya, oksigen)
ke nefron-nefron dengan ansa Henle panjang yang menyelip jauh kedalam bagian medula.
Sebagian besar konsumsi oksigen oleh medula digunakan untuk menghasilkan adenosin
trifosfat (ATP) yang merupakan bahan bakar bagi beragam pengangkut aktif yang berperan
dalam reabsorpsi zat terlarutdiansa Henle, karena itu, jika kebutuhan oksigen melebihi pasokan
yang ada, mekanisme regulatorik cenderung membatasi kerja beban pengangkut yang
menggunakan ATP. Mekanisme regulatorik ini mengurangi zat larut yang mengalir ke ansa
Henle. Aliran darah ginjal juga cenderung di alihkan ke nefron medula. Pada saat kebutuhan
oksigen meningkat, terjadi pelepasan mediator-mediator yang menyebabkan vasokonstriksi
sebagian jaringan vaskuler dan vasodilatasi sebagai jaringan lain. Hal ini berfungsi menurunkan
LFG dan pada saat yang sama, meredistribusi aliran darah dari korteks ke medula.
Adaptasi ginjal terhadapcedera juga di anggap sebagai suatu bentuk regulasi.karba itu
berkurangnya nefron menyebabkan hiperfiltrasi glomerulus (peningkatan LFG per nefron) dan
hipertrofi ginjal meskipun hiperfiltrasi dapat menjadi bentuk adaptik untuk jangka pendek, yang
memungkinkan LFG ginjal dipertahankan, mekanisme ini diduga merupakan proses pemicu
umum dalam kerusakan nefron lebih lanjut akibat berbagai kausa. Jika hiperfiltrasi glomerulus
terus terjadi, suatu perkembangan gradual yang terus menerus kea rah gagal ginjal kronik
diyakini mulai terjadi.
Terdapat berbagai adaptasi lain terhadap cidera yang penting dari segi klinis.
Berkurangnya perfusi ginjal oleh sebab apapun menyebabkan respon yang memperbaiki perfusi
melalui vasodilatasi arteriol aferen dan fasokontriksi arteriol everen sebagai respon terhadap
factor hormonal dan saraf. Efek regulatorik ini diperkuat oleh input yang mendeteksi
keseimbangan Na+. Perubahan keseimbangan N+ adalah cara lain untuk memengaruhi tekanan
darah dan, dengan demikian, tekanan perfusi ginjal. Persarafan simpatis oleh saraf-saraf ginjal
memengaruhi pengeluaran renin. Prostaglandin ginjal berperan penting dalam vasodilatasi,
khususnya pada pasien dengan gangguan perfusi ginjal kronik.

2.2 Definisi Tumor Wilm


Wilms tumor adalah merupakan tumor ginjal yang terjadi pada anak. ( Suriadi & Rita
Yulianni, 2006). Tumor Wilms (Nefroblastoma) adalah kanker pada ginjal dan banyak terjadi
pada anak-anak (kanak-kanak, batita/bawah lima tahun). Tumot ini merupakan tumor ganas yang
berasal dari embryonal ginjal. (Eko Prabowo & Andi Eka Pranata, 2014).

2.3 Etiologi Dari Tumor Wilm


1. Secara pasti belum diketahui
2. Predisposisi genetic
3. Dapat dikaitkan dengan conginital anomali: yang serinng adalah spradk anirida, genitourinary
anomali, hemyhypertrophy, microcephaly dan cryptorchidism. ( Suriadi & Rita Yulianni, 2006).

2.4 Patofisiologi Penyakit Tumor Wilm


Wilms tumor ini terjadi pada parenchyema renal, tumor tersebut tumbuh dengan cepat
dengan lokasi dapat unilateral atau bilateral, pertumbuhan tumor tersebut akan meluas atau
menyimpang luar renal. Mempunyai gambaran khas, berupa glomerolus dan tubulus yang
primitif atau abortif, dengan ruangan bowman yang tidak nyata, dan tubolus abortif dikelilingi
stroma sel kumparan, pertama tama jaringan ginjal hanya mengalami distorsi, tetapi kemudian
diinvasi oleh sel tumor. Tumor ini pada sayatan memperlihatkan warna yang putih atau
keabuabuan homogen, lunak dan encepaloid (menyerupai jaringan otak). Tumor tersebut akan
menyebar atau meluas hingga ke abdomen dan dikatakan sebagai suatu massa abdomen, akan
teraba pada abdomenal saat dilakukan palpasi. Munculnya tumor wilmm sejak dalam
perkembangan embrio dan akan tumbuh dengan cepat setelah lahir. Pertumbuhan tumor akan
mengenai ginjal atau pembuluh vena renal dan menyebar ke organ lain, tumor yang biasanya
baik terbatas dan sering terjadi nekrosis, cystic dan pendarahan, terjadinya hipertensi biasanya
terkait dengan iskemik pada renal. Metastase tumor secara hematogen dan limfogen: paru, hati,
otak dan bone marrow. ( Suriadi & Rita Yulianni, 2006).

2.5 Manifestasi Klinis Dari Tumor Wilm


1. Ada massa pada abdomenal
2. Haematuri
3. Hipertensi
4. Nyeri abdomen
5. Anemia
6. Demam
7. Metastase ke paru, nafas pendek, dyspnea, batuk, nyeri dada
8. Pucat
9. Lethargi
10. Anorexia

2.6 Pemeriksaan Diagnostik Dari Tumor Wilm


1. Pemeriksaan fisik
2. USG
3. CT scan
4. Foto rontgen
5. CBC, elektrolik, BUN, creatinine dan analisa urine
6. Biopsi

2.8 Komplikasi Tumor Wilm


1. Metastase ke paru, sumsum tulang (anemia), ginjal kontralateral, dan hati
2. Prognosis yang buruk
3. Komplikasi dari pembedahan

2.9 Penatalaksanaan Dari Tumor Wilms


1. Chemotherapy dengan atau tanpa radiasi
2. Pembedahan

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
3.1.1 Biodata
1. Identitas Klien
a. Nama/Nama panggilan
b. Tempat tanggal/ Usia
c. Jenis Kelamin
d. Agama
e. Pendidikan
f. Alamat
g. Tanggal Masuk
2. Identitas Orang tua
1) Ayah
a. Nama
b. Usia
c. Pendidikan
d. Pekerjaan
e. Agama
f. Alamat
2) Ibu
a. Nama
b. Usia
c. Pendidikan
d. Pekerjaan
e. Agama
f. Alamat
3. Identitas Saudara Kandung
NO. NAMA
Klien anak ke-

3.1.2 Keluhan Utama


Adanya keluhan berupa kencing berwarna merah, oedema sekitar daerah mata/ seluruh tubuh
(anasarka), anoreksia, mual, muntah dan diare.
3.1.3 Riwayat Sekarang
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Penderita merasakan malaise, anoreksia, mual, muntah dan diare.
2. Riwayat Kesehatan Lalu
(Khusus Untuk anak usia 0-5 tahun)
a. Pre Natal Care
1) mulai melakukan perawatan selama hamil
2) keluhan ibu selama hamil
3) Kenaikan BB selama hamil
4) Imunisasi
5) Golongan darah Ibu dan Ayah
b. Natal
1) Tempat melahirkan
2) Lama dan jenis persalinan
3) Yang menolong persalinan
c. Post Natal
1) Kondisi Bayi
2) Keadaan anak setelah 28 hari
3) apakah ada penyakit

(Untuk semua usia)


1) Penyakit yang pernah dialami
2) Apakah pernah mengalami kecelakaan atau keracunan
3) Proses operasi dan perawatan RS
4) Alergi( makanan, obat-obatan, zat/ substansi, tekstil)
5) Pengobatan dini.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah ada riwayat keluarga klien pernah mengidap kanker atau tumor sebelumnya.

3.1.4 Riwayat Imunisasi


Apakah klien pernah dilakukan imunisasi.

3.1.5 Riwayat Tumbuh Kembang


1. Pertumbuhan Fisik
a. Berat badan
b. Tinggi badan
c. Waktu tumbuh
2. Pertumbuhan Tiap Tahap
Usia anak saat ( Berguling, Duduk, Merangkak, Berdiri, Berjalan, Senyum kepada orang lain,
Bicara pertama kali, Berpakaian tanpa bantuan).

3.1.6 Riwayat Nutrisi


1. Pemberian ASI
a. Pertama kali disusui
b. Waktu dan cara pemberian
c. Lama pemberian
d. ASI di berikan sampai usia
2. Pemberian susu tambahan
3. Pemberian makanan
4. Pola perubahan Nutrisi tiap tahapan usia sampai nutrisi saat ini
Usia Jenis Nutrisi

3.1.7 Riwayat Hospitalisasi


1. Pemahaman keluarga tentang sakit dan rawat inap
2. Pemahaman anak tentang sakit dan rawat inap

3.1.8 Aktivitas sehari-hari


1. Pola Nutrisi dan Metabolik
Sangat rentan untuk terjadinya infeksi karena depresi system imun. Adanya anoreksia, nausea,
vomiting sehingga intake nutrisi tidak adekuat. Kaji adanya uremia.
2. Pola Eliminasi
Gangguan pada eliminasi urine karena gangguan fungsi filtrasi dan reabsorbsi, sehingga terjadi
oliguria, anuria, proteinuria, dan hematuria.
3. Pola Istirahat dan tidur
Gangguan tidur karena adanya sesak napas dan pruritus (gatal) karena uremia.
4. Pola aktivitas dan Latihan
Terjadi malaise, kelemahan otot dan kehilangan tonus akibat hyperkalemia. Selain itu, intoleransi
aktivitas bisa terjadi karena adanya komplikasi oedema paru.
5. Pola Persepsi
Pada klien biasanya terjadi kecemasan yang variatif. Hal ini selain di karenakan oleh terapi
terkait (kemoterapi) maupun karena persepsi klien yang salah mengenai prognosa.

3.1.9 Pemeriksaan Fisik


1. Keadaan umum klien : Malaise.
2. Tanda-tanda vital
3. Antropometri :
a. Panjang badan
b. Berat badan
c. Lingkar lengan atas
d. Lingkar kepala
e. Lingkar dada
f. Lingkar perut

3.1.10 Pemeriksaan Penunjang


1. Urinalisis
Untuk mengetahui kandungan sedimentasi dan partikel pada urine ( darah, gula, protein, dan
bakteri).
2. Darah lengkap
Merupakan pemeriksaan dasar untuk menentukan status hemodinamik dalam darah. Klien
dengan kanker mengalami hipermetabolisme, sehingga kadar Hb biasanya lebih rendah dan jika
terjadi infeksi maka kadar leukosit meningkat (leukositosis).
3. IVP ( Intravena Pyelogram)
Dengan bantuan zat kontras maka akan dihasilkan gambaran kelainan anatomis dan urinary tract
pada hasil foto rontgen. Hal ini menunjukkan jaringan kanker.
4. Angiography
Dengan menggunakan zat kontras maka akan di hasilkan gambaran secara jelas imaging dari
kanker sampai pada vaskuler ginjal.
5. X-Ray Thoraks
Pemeriksaan ini untuk mengtahui metastase kanker ke paru-paru. Klien dengan kanker ginjal
sangat rentan untuk metastase ke paru-paru karena sirkulasi yang bersifat sistemik.

3.2 Diagnosa Keperawatan


3.2.1 Pre Operasi :
1. Nyeri akut b.d agen cedera
2. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan factor
biologis, factor psikologis.
3. Kecemasan berhubungan dengan pembedahan dengan nephectomy
3.2.2 Post Operasi :
1. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan
2. Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan
3. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan cairan anak dipuasakan sebelum dan sesudah
operasi, dan muntah

3.3 Intervensi
3.3.1 Pre Operasi
1. Nyeri akut b.d agen cedera
Tujuan :
1. Pain control
2. Pain level
Kriteria Hasil :
1. Mampu mengenali serangan nyeri akut dan melaporkan factor penyebab terjadinya nyeri.
2. Melaporkan perubahan tingkatan nyeri
3. Menunjukan rasa nyaman dengan perbaikan istrahat dan aktivitas
4. Tanda-tanda vital dalam rentang normal
Intervensi :
1. Lakukan pengkajian secara komprehensif terhadap nyeri, meliputi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas,intensitas atau tingkat keparahan dari nyeri dan factor pencetus nyeri.
2. Observasi respon non verbal dari rasa ketidaknyamanan, khususnya ketidakmampuan untuk
komunikasi yang efektif
3. Kaji tentang pengetahuan dan kepercayaan klien akan nyeri yang terjadi.
4. Anjurkan keluarga untuk memberikan dukungan kepada klien
5. Kurangi factor yang menjadi pemicu timbulnya nyeri.
6. Ajarkan tentang teknik manajemen nyeri
7. Kolaborasi pemberian analgesic

2. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan


factor biologis, factor psikologis.
Tujuan :
1. Nutritional Status : Food & Fluid intake
2. Nutritional Status : Nutrient Intake
Kriteria Hasil :
1. Klien menunjukan keinginan yang kuat untuk makan
2. Energi adekuat
Intervensi :
1. Tanyakan kepada klien atau keluarga tentang adanya alergi makanan.
2. Kolaborasikan dengan anggota tim kesehatan lainnya untuk mengembangkan rencana tindakan
3. Hitung berat badan idel klien.
4. Tentukan kebutuhan kalori sebagai dasar dalam pelaksanaan diet.
5. Beritahu klien tentang nutrisi yang seimbang.
6. Monitor tanda-tanda vital sesuai dengan kebutuhan.
7. Anjurkan kepada klien untuk menghindari/ mengurangi makanan yang tidak di perlukan.

3. Kecemasan berhubungan dengan pembedahan dengan nephectomy


Tujuan :
1. Anxiety self-control
2. Anxiety level
3. Coping
Kriteria Hasil :
1. Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
2. Vital sign dalam batas normal.
3. Postur tubuh, ekspresi wajah, Bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya
kecemasan.
Intervensi :
1. Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan pada aanak
2. Ajarkan untuk mengekpresikan perasaan
3. Ajarkan tentan perawatan yang dapat dilakukan keluarga sebelum dan sesudah operasi
4. Latihan tarik nafas dalam dan batuk efektif, penjelasan persiapan puasa, pemasangan NGT,
premedikasi, pengukuran tanda tanda vital, pemeriksaan laboratorium, konsul anastesi,
mencegah komplikasi setelah pembedahan, tidak dianjurkan over aktifitas bila pengangkatan
pada salah satu ginjal
5. Terapi bermain yang sesuai dengan kondisi
6. Informasi komplikasi kemoterapi dan radiasi

3.3.2 Post Operasi :


1. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan
Tujuan :
1. Immune Status
2. Knowledge : infection control
Kriteria Hasil :
1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
2. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
3. Menunjukkan perilaku hidup sehat
Intervensi :
1. Kaji tanda tanda infeksi
2. Kaji area pembedahan: luka insisi
3. Monitor tanda tanda vita tiap 4 jam
4. Lakukan perawatan luka dengan tehnik steril
5. Instruksikan pasien untuk minum antibiotic sesuai resep
6. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi.
7. Ajarkan cara menghindari infeksi.

2. Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan


Tujuan :
1. Pain control
2. Pain level
Kriteria Hasil :
1. Mampu mengenali serangan nyeri akut dan melaporkan factor penyebab terjadinya nyeri.
2. Melaporkan perubahan tingkatan nyeri
3. Menunjukan rasa nyaman dengan perbaikan istrahat dan aktivitas
4. Tanda-tanda vital dalam rentang normal
Intervensi :
1. Kaji tingkat nyeri dengan skala nyeri
2. Hindari palpasi daerah pembedahan kecuali sangat dibutuhkan
3. Ajarkan untuk menhindari kembung setelah opersi: mobilisasi dini minimal setelah pembedahan
4. Berikan analgetik sesuai program
5. Berikan posisi yang nyaman
6. Anjurkan untuk tarik nafas dalam
7. Hati hati dalam mengganti balutan: dapat digunakan senuhan terapeutik atau bermain yang
sesuai dengan kondisi
8. Bila kembung dapat diberikan rektal tube ( cerobong angin )

3. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan cairan anak dipuasakan sebelum dan
sesudah operasi, dan muntah
Tujuan :
1. Fluid balance
2. Nutritional Status : Food and Fluid intake
Kriteria Hasil :
1. Mempertahankan urin output sesuai dengan usia dan BB, BJ, urine normal.
2. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal.
3. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi.
Intervensi :
1. Perhatikan kepatenan infus
2. Monitor tetesan infus
3. Kaji intake dan output
4. Kaji bising usu setelah operasi
5. Berikan cairan oral sedikit sedikit segera bila toleran
6. Berikan minuman yang disukai anak, minuman segar
7. Berikan obat antiemetik bila ada muntah
8. Kaji tanda tanda dehidrasi
BAB 4
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Wilms tumor adalah merupakan yumor ginjal yang terjadi pada anak. ( Suriadi & Rita
Yulianni, 2006). Tumor Wilms (Nefroblastoma) adalah kanker pada ginjal dan banyak terjadi
pada anak-anak (kanak-kanak, batita/bawah lima tahun). Tumot ini merupakan tumor ganas yang
berasal dari embryonal ginjal. (Eko Prabowo & Andi Eka Pranata, 2014).
Wilms tumor ini terjadi pada parenchyema renal, tumor tersebut tumbuh dengan cepat
dengan lokasi dapat unilateral atau bilateral, pertumbuhan tumor tersebut akan meluas atau
menyimpang luar renal. Mempunyai gambaran khas, berupa glomerolus dan tubulus yang
primitif atau abortif, dengan ruangan bowman yang tidak nyata, dan tubolus abortif dikelilingi
stroma sel kumparan, pertama tama jaringan ginjal hanya mengalami distorsi, tetapi kemudian
diinvasi oleh sel tumor. Tumor ini pada sayatan memperlihatkan warna yang putih atau
keabuabuan homogen, lunak dan encepaloid (menyerupai jaringan otak). Tumor trsebut akan
menyebar aatau meluas hingga ke abdomen dan dikatakan sebagai suatu massa abdomen, akan
teraba pada abdomenal saat dilakukan palpasi. Munculnya tumor wilmm sejak dalam
perkembangan embrio dan akan tumbuh dengan cepat setelah lahir. Pertumbuhan tumor akan
mengenai ginjal atau pembuluh vena renal dan menyebar ke organ lain, tumor yang biasanya
baik terbatas dan sering terjadi nekrosis, cystic dan pendarahan, terjadinya hipertensi biasanya
terkait dengan iskemik pada renal. Metastase tumor secara hematogen dan limfogen: paru, hati,
otak dan bone marrow. ( Suriadi & Rita Yulianni, 2006).
Jika secara klinis tumor masih berada dalam stadium dini dan ginjal di sebelah
kontalateral normal dilakukan pebedahan, ini kadang kala diawali dengan pemberian
Chemotherapy dengan atau tanpa radiasi. Lanjutkan dengan pemberian analgesia secara sering
untuk nyeri dan tukak pada otot. Serta mengingatkan pasien dan keluarga mengenai pentingnya
perawatan tindak lanjut guna mendeteksi tanda-tanda metastasis. ( Brunner & Suddarth, 2014).

1.2 Saran
Setelah mempelajari makalah ini diharapkan mahasiswa dapat mengerti dan memahami
pada sebenarnya penyakit tumor wilms itu dan dapat menjelaskan pada orang-orang ada di
sekitarnya, dan juga dapat mengomentari isi dari makalah ini, mungkin dalam makalan ini
terdapat kesalahan baik dari kata-kata maupun dari segi peraturan pembuatan makalah.

Daftar Pustaka
Brunner, Suddarths. 2014. Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 12. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.
Prabowo, Eko & Eka, Andi Pranata. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. Nuha
Medika. Yogyakarta.
Suriadi & Rita Yuliani. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak. Penebar Swadaya. Jakarta.
Stephen J. MoPhee & William F. Ganong. 2010. Patofisiologi Penyakit Pengantar Menuju Kedokteran
Klinis. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.
Syaifuddin. 2014. Anatomi Tubuh Manusia. Salemba Medika.Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai