Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN USAHA KESEHATAN MASYARAKAT

UPAYA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN


PENYAKIT MENULAR DAN TIDAK MENULAR

PENYULUHAN TENTANG PENGELOLAAN PENYAKIT MEASLES


RUBELLA DI TK ABA 2 LOSARI

Pendamping
dr. Dwi Retno S

Disusun Oleh
dr. Yohana Trissya Anggraeni

DINAS KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG


UPTD PUSKESMAS AMBARAWA
KABUPATEN SEMARANG
2017
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN USAHA KESEHATAN MASYARAKAT


UPAYA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN
PENYAKIT MENULAR DAN TIDAK MENULAR

PENYULUHAN PENGELOLAAN PENYAKIT MEASLES RUBELLA


DI TK ABA 2 LOSARI

Disusun Oleh
dr. Yohana Trissya A.

Telah Disahkan pada


Tanggal, Oktober 2017

Pendamping

Dr. Dwi Retno S.


NIP. 197403132006042017
BAB I

PENDAHULUAN

Campak adalah suatu penyakit akut yang sangat menular yang disebabkan
oleh virus.1 Campak juga disebut rubeola, morbili atau measles. Campak biasanya
menyerang anak-anak berusia 5-10 tahun sebelum pengguna vaksin campak. Setelah
masa imunisasi (mulai tahun 1977), penyakit ini sering menyerang anak usia remaja
dan orang dewasa muda yang tidak mendapat vaksinasi sewaktu kecil atau yang
diimunisasi pada saat usianya lebih dari 15 bulan2. Campak biasanya menyerang
anak-anak dengan derajat ringan sampai sedang. Campak dapat meninggalkan gejala
sisa kerusakan neurologis akibat peradangan otak (ensefalitis)1. Musim yang baik
untuk terjadinya wabah penyakit campak adalah musim dingin dan permulaan musim
semi, mungkin karena masa hidup virus lebih panjang pada kelembaban yang relatif
lebih rendah. Di Indonesia, menurut penelitian retrospektif dilaporkan bahwa campak
di Indonesia ditemukan sepanjang tahun. Penularan yang paling efisien melalui
paparan langsung dengan penderita yang terinfeksi dan karena virus campak dapat
hidup dalam droplet saluran nafas selama beberapa jam maka penularan tidak
memerlukan kontak langsung dengan penderita campak. Penderita paling infeksius
antara 4-5 hari sebelum munculnya ruam sampai 4 hari setelah munculnya ruam 2.
BAB II

BENTUK KEGIATAN

I. PERMASALAHAN

1. Individu

a. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit measles-rubella, khususnya

mengenai gejala awal, cara pencegahan, dan pengelolaannya

b. Kurangnya pengetahuan dan kewaspadaan mengenai komplikasi

yang dapat timbul akibat penyakit measles-rubella

c. Kurangnya kesadaran untuk menjaga pola makan dan pola hidup

sehat dalam rangka pencegahan dan pengelolaan penyakit measles-

rubella

2. Masyarakat

Kurangnya kegiatan sosial untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap

bahaya penyakit measles-rubella

II. PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI

PERENCANAAN DAN
PERMASALAHAN
PEMILIHAN INTERVENSI
Individu
Kurangnya pengetahuan tentang Mengadakan penyuluhan tentang
penyakit measles-rubella, measles-rubella, cara mengenali gejala
khususnya mengenai gejala awal, penerapan pola makan dan gaya
awal, cara pencegahan, dan hidup sehat untuk mencegah measles-
pengelolaannya rubella, dan cara pengelolaan penderita

4
measles-rubella
Kurangnya pengetahuan dan Melakukan penyuluhan tentang
kewaspadaan mengenai measles- rubella dengan tujuan
komplikasi yang dapat timbul meningkatkan kewaspadaan masyarakat
akibat penyakit measles-rubella terhadap risiko yang mungkin timbul,
mengajarkan cara pengelolaan penderita
measles-rubella untuk mencegah
komplikasi lebih lanjut
Kurangnya kesadaran untuk Memberikan contoh pola makan sehat
menjaga pola makan dan pola bagi penderita measles-rubella,
hidup sehat dalam rangka mengajak melakukan imunisasi
pencegahan dan pengelolaan serempak melalui program pemerintah.
measles-rubella
Masyarakat
Kurangnya kegiatan sosial untuk Memberdayakan tokoh masyarakat
meningkatkan kewaspadaan beserta aparat Puskesmas dan organisasi
terhadap penyakit Measles- terkait untuk mengelola kegiatan
rubella penyuluhan dan deteksi dini penyakit
measles-rubella secara rutin

5
BAB III
PELAKSANAAN

A. Sasaran
Sasaran pada penyuluhan ini adalah orang tua murid dan guru sekolah.

B. Pelaksanaan
1. Tanggal : Kamis, 19 September 2017
2. Waktu : 09.00 WIB 11.00 WIB
3. Tempat : TK ABA 2 Losari
4. Peserta : 20 orang
5. Kegiatan : Penyuluhan Measles-Rubella
6. Metode : Ceramah, sesi konseling dan sesi tanya jawab.
7. Hasil : Masyarakat tampak antusias dan memperhatikan dalam
mengikuti ceramah, sesi tanya jawab berjalan lancar dan
masyarakat terpuaskan dengan jawaban yang diberikan.

C. Tahap Pelaksanaan Kegiatan


Pelaksanaan kegiatan penyuluhan dibagi menjadi beberapa tahap
1. Tahap Persiapan
Dalam tahap persiapan, peserta dikumpulkan dan diberikan gambaran
singkat mengenai kegiatan yang akan dilakukan. Selain itu, peserta
juga dibagikan leaflet berisi materi yang akan disajikan.

2. Tahap Penyajian Materi


Penyajian materi penyuluhan diawali dengan ceramah. Materi yang
diberikan meliputi definisi, jenis-jenis, gejala, faktor risiko,
komplikasi, serta cara mencegah dan mengobati penyakit Measles-
Rubella. Ceramah diberikan dalam waktu sekitar 20 menit, kemudian
dilanjutkan dengan sesi tanya jawab.

6
3. Sesi Tanya Jawab
Sesi tanya jawab berlangsung sekitar 15 menit. Beberapa pertanyaan
dan jawaban yang dimunculkan dalam sesi ini antara lain adalah:
a. Apakah Warning Sign dari penyakit Measles-Rubella?
Jawab :
Apalabila seseorang terkena MR biasanya diawali dengan
demam tinggi, dan diikuti dengan muncul nya bercak- bercak
merah di wajah dan seluruh tubuh.
b. Apakah yang harus dilakukan untuk mencegah Measles-Rubella?
Jawab :
Yang harus dilakukan adalah melakukan imunisasi sesuai
dengan yang sudah dijadwalkan oleh pemerintah.
c. Apakah imunisasi MR berbahaya?
Jawab :
Tidak sama sekali, beberapa kemungkinan yang dapat muncul
adalah demam, namun itu hanya terjadi pada beberapa anak dan
sesuai dengan daya tahan masing-masing anak.
d. Apakah yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
komplikasi akibat imunisasi MR?
Jawab:
Sebaiknya setelah imuniasi, anak anak dapat beristirahat dengan
cukup, tidak terlalu banyak aktivitas di luar rumah.
e. Apa yang harus dilakukan apabila terjadi komplikasi tersebut?
Jawab:
Apabila muncul demam, dapat dikompres dengan air hangat di
ketiak, leher atau selangkangan. Apabila demam berkepanjangan
segera bawa ke fasilitas kesehatan terdekat.

7
4. Tahap Penutupan dan Evaluasi
Diakhir presentasi, pemateri memberikan pertanyaan post-test dan
peserta diberi kesempatan untuk menjawab. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui tingkat pemahaman peserta dan menekankan poin-poin
penting dari materi yang disampaikan. Setelah selesai, kegiatan
penyuluhan ditutup.

8
BAB IV
MONITORING DAN EVALUASI

1. Monitoring
Monitoring pada kegiatan ini dilakukan dengan memantau respon orang tua
pada saat dilaksanakan program vaksin MR di sekolah.

2. Evaluasi
Evaluasi kegiatan penyuluhan ini dilakukan dengan melihat angka
keberhasilan imunisasi MR di setiap sekolah dan juga penurunan angka penyakit MR
pada anak- anak.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

I. Kesimpulan
Kegiatan penyuluhan tentang penyakit Measles - Rubella yang dilakukan di
TK ABA 2 Losari berhasil meningkatkan pemahaman dan kewaspadaan masyarakat
sekitar terhadap penyakit Measles-Rubella.

II. Saran
a. Memperluas sasaran penyuluhan yang tidak terbatas hanya pada orang tua murid
siswan amun juga perwakilan dari guru guru sekolah.
b. Para guru dan orang tua siswa setempat harus bisa untuk melakukan deteksi dini
pada gejala MR
c. Melibatkan guru sekolah untuk mensosialisasikan kegiatan penyuluhan Measles-
Rubella

10
DOKUMENTASI KEGIATAN

11
TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 Definisi
Campak adalah penyakit akut yang sangat menular, disebabkan oleh infeksi
virus yang umumnya menyerang anak. Campak memiliki gejala klinis khas yaitu
terdiri dari 3 stadium yang masing-masing mempunyai ciri khusus: (1) Stadium masa
tunas berlangsung kira-kira 10-12 hari, (2) stadium prodromal dengan gejala pilek
dan batuk yang meningkat dan ditemukan enantem pada mukosa pipi (bercak
Koplik), faring dan peradangan mukosa konjungtiva, dan (3) stadium akhir dengan
keluarnya ruam mulai dari belakang telinga menyebar ke muka, badan, lengan dan
kaki. Ruam timbul didahului dengan suhu badan yang meningkat, selanjutnya ruam
menjadi menghitam dan mengelupas.3

II. 2 Epidemiologi
Campak merupakan penyakit endemis, terutama dinegara sedang berkembang.
Di Indonesia penyakit campak sudah dikenal sejak lama. Di masa lampau campak
dianggap sebagai suatu hal yang harus dialami setiap anak, sehingga anak yang
terkena campak tidak perlu diobati, mereka beranggapan bahwa penyakit campak
dapat sembuh sendiri bila ruam sudah keluar. Ada anggapan bahwa semakin banyak
ruam yang keluar semakin baik. Dari penelitian retrospektif dilaporkan bahwa
campak di Indonesia ditemukan sepanjang tahun. Studi kasus campak yang dirawat
inap di rumah sakit selama kurun waktu lima tahun (1984-1988), memperihatkan
peningkatan kasus pada bulan Maret dan mencapai puncak pada bulan Mei, Agustus,
September dan Oktober.3
Kejadian luar biasa campak lebih sering terjadi di daerah pedesaan terutama
yang sulit dijangkau oleh pelayanan kesehatan, khususnya dalam program imunisasi.
Di daerah transmigrasi sering terjadi wabah dengan angka kematian tinggi. Di daerah
perkotaan khusus, kasus campak tidak terlihat, kecuali dari laporan rumah sakit. Hal
ini tidak berarti bahwa daerah urban terlepas dari campak. Daerah urban yang padat

12
dan kumuh merupakan daerah rawan terhadap penyakit yang sangat menular seperti
campak. Daerah semacam ini dapat merupakan kejadian luar biasa penyakit campak.3

II. 3 Etiologi
Virus campak berada di sekret nasofaring dan di dalam darah, minimal selama
masa tunas dan dalam waktu yang singkat sesudah timbulnya ruam.3 Penyakit ini
disebabkan oleh virus campak dari famili Paramyxovirus genus Morbilivirus. Virus
ini merupakan virus RNA serat negatif yang berenvelop.4 RNA virus ini mempunyai
2 fungsi yaitu: (1) Sebagai template/cetakan untuk mensintesis mRNA (2) Sebagai
template/ cetakan untuk mensintesis serat anti genom (+).5
Virus campak adalah organisme yang tidak memiliki daya tahan tinggi.
Apabila berada di luar tubuh manusia, keberadaannya tidak kekal. Pada temperatur
kamar ia akan kehilangan 60% sifat infektivitasnya setelah 3-5 hari, pada suhu 37C
waktu paruh usianya 2 jam, sedangkan pada suhu 56C hanya satu jam. Sebaliknya
virus ini mampu bertahan dalam keadaan dingin. Pada suhu -70C dengan media
protein ia dapat hidup selama 5,5 tahun, sedangkan dalam lemari pendingin dengan
suhu 4-6C, dapat hidup selama 5 bulan. Tetapi bila tanpa media protein, virus ini
hanya mampu bertahan selama 2 minggu, dan dapat dengan mudah dihancurkan oleh
sinar ultraviolet.3

II. 4 Penularan
Virulensi campak sangat tinggi terutama pada anak yang rentan dengan
kontak keluarga yang menderita campak. Campak dapat ditularkan melalui droplet di
udara oleh penderita sejak 1 hari sebelum timbulnya gejala klinis sampai 4 hari
sesudah munculnya ruam. Masa inkubasinya antara 10-12 hari. Ibu yang pernah
menderita campak akan menurunkan kekebalannya kepada janin yang dikandungnya
melalui plasenta, dan kekebalan ini bisa bertahan sampai bayinya berusia 4-6 bulan.
Pada usia 9 bulan bayi diharapkan membentuk antibodinya sendiri secara aktif setelah
menerima vaksinasi campak. Dalam waktu 12 hari setelah infeksi campak sampai

13
puncak titer sekitar 21 hari, IgM akan terbentuk dan akan cepat menghilang untuk
kemudian digantikan oleh IgG.2

II. 5 Patogenesis
Penyakit campak adalah penyakit pada manusia terutama menyerang aak-anak
melalui saluran nafas. Penyakit ini mempunyai masa inkubasi 10-14 hari.4 Virus
menyebar melalui udara dan masuk ke saluran nafas dan mungkin hanya butuh
jumlah virus yang sedikit untuk dapat menginfeksi orang yang rentan terhadap
penyakit. Virus bereplikasi pada saluran nafas kemudian virus menginfeksi sel sistem
imun yang ada di sekitar saluran nafas yang mempunyai SLAM+ seperti sel monosit,
sel dendritik dan limfosit. Setelah itu virus menyebar ke jaringan limfe. Karena
jumlah virus bertambah banyak maka timbullah viremia primer, kemudian virus dapat
menyebar ke berbagai jaringan dan organ limfoid termasuk kulit, saluran cerna, hati
dan ginjal. Virus melakukan replikasi pada sel endothelial, epitelial dan
monosit/makrofag, infeksi virus campak pada makrofag dapat meningkatkan ekspresi
LFA-1 yang merupakan molekul penempel yang dapat mendorong masuknya sel ke
dalam jaringan sehingga turut berpartisipasi dalam menyebarkan virus. Kemudian
terjadi pembentukan sel raksasa retikuloendothelial (Warthin-Finkeldey) yang
ukurannya mencapai lebih dari 100 nm dan di dekat pusat selnya mengandung lebih
dari 100 agregat nukleus. Sel raksasa retikuloendothelial (Warthin-Finkeldey) inilah
yang nantinya menjadi sumber utama penyebaran virus ke jaringan lain. Sel ini
banyak ditemukan pada saat munculnya ruam pada kulit dan dengan mudah
ditemukan pada sekresi hidung dan konjungtiva pada saat masa prodromal dan hari
pertama timbulnya ruam. Sel epitel yang diinfeksi virus campak pada periode ini juga
ditemukan pada saluran genitalia dan urine.2

14
Gambar 1. Patogenesis

Sel endothelial pada pembuluh darah kecil yang diinfeksi oleh virus campak
akan memperlihatkan bukti adanya infeksi campak pada saat gejala prodromal dan
muculnya ruam pada kulit. Hal ini disertai dengan pelebaran pembuluh darah,
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, infiltrasi sel mononuklear dan terjadinya
infeksi di jaringan sekitar. Sel endotel yang diinfeksi ini tampaknya memegang
peranan utama dalam patogenesis dalam perubahan pada kulit, konjungtiva dan
membran mukosa.

Tabel 1. Patogenesis infeksi campak tanpa penyulit

Hari Manifestasi

0 Virus campak dalam droplet kontak dengan permukaan epitel nasofaring


atau kemungkinan konjungtiva

Infeksi pada sel epitel dan multiplikasi virus

1-2 Penyebaran infeksi ke jaringan limfatik regional

15
2-3 Viremia primer

3-5 Multiplikasi virus campak pada epitel saluran nafas di tempat infeksi
pertama, dan pada RES regional maupun daerah yang jauh

5-7 Viremia sekunder

7-11 Manifestasi pada kulit dan tempat lain yang bervirus, termasuk saluran
nafas

11-14 Virus pada darah, saluran nafas dan organ lain

15-17 Viremia berkurang lalu hilang, virus pada organ menghilang

Sumber :Feigin et al.2004.Textbook of Pediatric Infectious Diseases 5th edition

II. 6 Manifestasi Klinis


Sekitar 10 hari setelah infeksi akan muncul demam yang biasanya tinggi,
diikuti dengan koriza/pilek, batuk dan peradangan pada mata 5. Gejala penyakit
campak dikategorikan dalam tiga stadium: 1,4

1. Stadium masa inkubasi, berlangsung 10-14 hari.


2. Stadium masa prodromal.
Biasanya berlangsung 2-5 hari. Gejala utama yang muncul adalah demam
yang terus meningkat hingga mencapai puncaknya suhu 39,4 40,6oC pada
hari ke 4 atau 5 yaitu pada saat ruam muncul. Selain itu biasanya terdapat
lemas, anoreksia, batuk yang makin berat, koriza/pilek, peradangan mata dan
muncul bercak putih pada mukosa pipi yang merupakan tanda diagnostik dini
penyakit campak yang disebut Kopliks spots. Bercak koplik berwarna putih
kelabu, sebesar ujung jarum dikelilingi eritema. Kopliks spot pertama
muncul pada mukosa pipi yang berhadapan dengan molar, selanjutnya
menyebar dengan arah sentrifugal dan menutupi seluruh permukaan mukosa
pipi dan labialis.

16
Gambar 2. Kopliks Spot

3. Erupsi (Rash)
Terjadinya eritema berbentuk makulopapular disertai meningkatnya suhu
badan. Ruam ini muncul pertama kali pada daerah batas rambut dan dahi,
serta belakang telinga kemudian menyebar dengan cepat pada seluruh muka,
leher, lengan atas dan bagian atas dada pada sekitar 24 jam pertama. Selama
24 jam berikutnya ruam menyebar ke seluruh punggung, abdomen, seluruh
lengan, dan paha. Ruam tersebut dapat bertahan selama 5-6 hari. Suhu
meningkat dengan mendadak ketika ruam muncul dan sering mencapai 40C.

Gambar 3. Stadium Erupsi

17
Dapat timbul batuk dan diare yang berat, sehingga anak bisa
mengalami sesak nafas atau dehidrasi. Tidak jarang pula disertai muntah,
anoreksia dan perdarahan ringan pada kulit. Dua hari kemudian biasanya suhu
akan menurun dan gejala penyakit mereda. Ruam kulit akan mengalami
hiperpigmentasi (berubah warna menjadi lebih gelap) dan mungkin
mengelupas. Keterlibatan jaringan limfe secara menyeluruh dapat
mengakibatkan terjadinya limfadenopati, splenomegali ringan dan apendisitis.
6

Gambar 4. Manifestasi Klinis

18
II. 7 Diagnosis
Penyakit campak dapat didiagnosis berdasarkan gejala klinis yang klasik
menurut CDC (Centre for Disease Control and Prevention) dengan kriteria sebagai
berikut: 2
1. Terdapat ruam papulomakuler menyeluruh yang terjadi dalam waktu 3 hari
atau lebih.
2. Demam 38,3oC (101oF).
3. Terdapat salah satu dari gejala berikut, batuk, koriza/pilek atau konjungtivitis

Tetapi gejala klinis pada penyakit campak sering mengalami modifikasi


misalnya penyakit campak dapat timbul tanpa disertai demam dan tanpa timbul
ruam-ruam pada kulit. Hal seperti ini sering terjadi pada anak atau bayi yang sangat
muda, penderita dengan immunocompromised, anak dengan malnutrisi atau bisa pada
anak yang sebelumnya telah mendapat imunisasi campak.4 Karena banyak penderita
menunjukkan gejala yang tidak jelas, maka untuk memastikan diagnosis perlu
dilakukan pemeriksaan laboratorium.2

1. Pemeriksaan darah rutin


Biasanya ditemukan lekositosis dan peningkatan LED namun jarang
ditemukan.

2. Deteksi virus
a. Virus campak dapat ditemukan pada sel mononuklear darah tepi, sekresi
saluran nafas, usapan konjungtiva dan dalam urine. Tetapi virus campak
sangat sulit ditemukan, sehingga pemeriksaan untuk menemukan virus jarang
digunakan untuk menegakkan diagnosis penyakit campak.
b. Sel epitel yang berasal dari nasofaring, mukosa bukalis, konjungtiva atau
urine dapat digunakan untuk pemeriksaan sitologi secara langsung untuk
melihat sel raksasa dan mendeteksi antigen dengan menggunakan antibodi

19
terhadap proten N virus. Protein ini paling banyak ditemukan pada sel yang
terinfeksi.
c. Pemeriksaan jaringan langsung pada penderita dengan imunocompromised
karena respon antibodinya tidak terbentuk.
d. RNA virus dapat dideteksi dengan reverse transcription dan diamplifikasi
memakai PCR, teknik ini belum digunakan secara luas untuk menegakkan
diagnosis.

3. Mendeteksi antibody
Diagnosis penyakit campak paling sering ditegakkan dengan pemeriksaan
serologi. Menggunakan sampel saliva atau serum. Antibodi IgM muncul
bersamaan dengan munculnya ruam pada kulit dan sebagian besar dideteksi 3
hari sesudah munculnya ruam. Antibodi IgM meningkat cepat dan kemudian
menurun hingga tidak dapat dideteksi setelah 4-12 minggu. IgG sebaiknya
diperiksa pada sampel yang sama untuk mengetahui apakah sudah pernah
terinfeksi atau sudah pernah mendapat imunisasi.

Saat pengambilan serum yang tepat untuk dilakukan pemeriksaan


laboratorium adalah:

a. Usapan tenggorokan dan saliva diambil dalam 6 minggu sesudah


munculnya gejala untuk pemeriksaan antibodi IgM spesifik campak dan
mendeteksi RNA virus.
b. Sampel darah diambil dalam 6 minggu sesudah munulnya gejala untuk
mendeteksi antibodi IgM spesifik virus dan RNA virus.
c. Sampel darah umumnya diambil pada fase akut (1-7 hari setelah
munculnya ruam pada kulit) dan pada fasse konvalesen untuk
mendeteksi antibodi IgG spesifik campak. Positif jika terjadi kenaikan
titer antar fase akut dan konvalesen 4 kali lipat.

20
II. 8 Penyulit
Campak menjadi berat pada pasien dengan gizi buruk dan anak berumur lebih
kecil. Kebanyakan penyulit campak terjadi bila ada infeksi sekunder oleh bakteri.
Beberapa penyulit campak adalah :
1. Bronkopneumonia
Merupakan salah satu penyulit tersering pada infeksi campak. Dapat
disebabkan oleh invasi langsung virus campak maupun infeksi sekunder oleh
bakteri (Pneumococcus, Streptococcus, Staphylococcus, dan Haemophyllus
influenza). Ditandai dengan adanya ronki basah halus, batuk, dan
meningkatnya frekuensi nafas. Pada saat suhu menurun, gejala pneumonia
karena virus campak akan menghilang kecuali batuk yang masih akan
bertahan selama beberapa lama. Bila gejala tidak berkurang, perlu dicurigai
adanya infeksi sekunder oleh bakteri yang menginvasi mukosa saluran nafas
yang telah dirusak oleh virus campak. Penanganan dengan antibiotik
diperlukan agar tidak muncul akibat yang fatal.
2. Encephalitis
Komplikasi neurologis tidak jarang terjadi pada infeksi campak.
Gejala encephalitis biasanya timbul pada stadium erupsi dan dalam 8 hari
setelah onset penyakit. Biasanya gejala komplikasi neurologis dari infeksi
campak akan timbul pada stadium prodromal. Tanda dari encephalitis yang
dapat muncul adalah : kejang, letargi, koma, nyeri kepala, kelainan frekuensi
nafas, twitching dan disorientasi. Dugaan penyebab timbulnya komplikasi ini
antara lain adalah adanya proses autoimun maupun akibat virus campak
tersebut.
3. Subacute Slcerosing Panencephalitis (SSPE)
Merupakan suatu proses degenerasi susunan syaraf pusat dengan
karakteristik gejala terjadinya deteriorisasi tingkah laku dan intelektual yang
diikuti kejang. Merupakan penyulit campak onset lambat yang rata-rata baru
muncul 7 tahun setelah infeksi campak pertama kali. Insidensi pada anak laki-
laki 3x lebih sering dibandingkan dengan anak perempuan. Terjadi pada

21
1/25.000 kasus dan menyebabkan kerusakan otak progresif dan fatal. Anak
yang belum mendapat vaksinansi memiliki risiko 10x lebih tinggi untuk
terkena SSPE dibandingkan dengan anak yang telah mendapat vaksinasi
4. Konjungtivitis
Konjungtivitis terjadi pada hampir semua kasus campak. Dapat terjadi
infeksi sekunder oleh bakteri yang dapat menimbulkan hipopion, pan
oftalmitis dan pada akhirnya dapat menyebabkan kebutaan.
5. Otitis Media
Gendang telinga biasanya hiperemi pada fase prodromal dan stadium
erupsi.
6. Diare
Diare dapat terjadi akibat invasi virus campak ke mukosa saluran
cerna sehingga mengganggu fungsi normalnya maupun sebagai akibat
menurunnya daya tahan penderita campak (Soegeng Soegijanto, 2002)
7. Laringotrakheitis
Penyulit ini sering muncul dan kadang dapat sangat berat sehingga
dibutuhkan tindakan trakeotomi.
8. Jantung
Miokarditis dan perikarditis dapat menjadi penyulit campak.
Walaupun jantung seringkali terpengaruh efek dari infeksi campak, jarang
terlihat gejala kliniknya.
9. Black measles
Merupakan bentuk berat dan sering berakibat fatal dari infeksi campak
yang ditandai dengan ruam kulit konfluen yang bersifat hemoragik. Penderita
menunjukkan gejala encephalitis atau encephalopati dan pneumonia. Terjadi
perdarahan ekstensif dari mulut, hidung dan usus. Dapat pula terjadi koagulasi
intravaskuler diseminata

22
II. 9 Penatalaksanaan
Pasien campak tanpa penyulit dapat berobat jalan, anak harus diberikan cukup
cairan dan kalori, sedangkan pengobatan bersifat simtomatik, dengan pemberian
antipiretik, antitusif, ekspektoran, dan anti konvulsan bila diperluan. Sedangkan pada
campak dengan penyulit, pasien perlu dirawat inap. Di rumah sakit pasien campak
dirawat di bangsal isolasi sistem pernafasan, diperlukan perbaikan keadaan umum
dengan memperbaiki kebutuhan cairan dan diet yang memadai. Vitamin A 100.000
IU per oral diberikan satu kali, apabila terdapat malnutrisi dilanjutkan 1500 IU
perhari.1,3 Parasetamol untuk menurunkan demam dosis 10-15mg/kg BB.

II. 10 Pencegahan

a. Imunisasi aktif
Diberikan vaksin campak pada umur 9 bulan dan 6 tahun dengan dosis 1000
TCID50 atau sebanyak 0,5 ml secara subkutan.

b. Imunisasi Pasif (Imunoglobulin)


Indikasi :
Anak usia > 12 bulan dengan immunocompromised belum mendapat
imunisasi, kontak dengan pasien campak, dan vaksin MMR merupakan
kontraindikasi.
Bayi berusia < 12 bulan yang terpapar langsung dengan pasien campak
mempunyai resiko yang tinggi untuk berkembangnya komplikasi penyakit
ini, maka harus diberikan imunoglobulin sesegera mungkin dalam waktu 7
hari paparan. Setelah itu vaksin MMR diberikan sesegera mungkin sampai
usia 12 bulan, dengan interval 3 bulan setelah pemberian imunoglobulin.7

Pemberian imunisasi campak pada usia kurang dari 12 bulan memerlukan


imunisasi ulang pada usia 15 bulan karena vaksin dinetralisasi oleh antibodi
maternal sedang pemberian imunisasi campak pada usia lebih dari 12 bulan atau
15 bulan tidak perlu imunisasi ulang, karena dapat memperlihatkan serokonversi

23
yang maksimum dan daya proteksi vaksin mencapai 95-100 persen jika diberikan
pada usia lebih dari 12 bulan.8

II. 11 Prognosis
Pada penyakit campak yang tidak disertai dengan komplikasi maka
prognosisnya baik. Sedangkan pada campak yang disertai komplikasi (misal
ensefalitis dan pneumonia) maka prognosisnya buruk karena dapat menimbulkan
kecacatan seumur hidup meskipun jarang ditemukan. Penyakit campak juga
merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang penting pada anak-anak yang
mengalami malnutrisi sehingga harus diwaspadai.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Widoyono. 2005. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan


Pembeantasannya. Jakarta: Erlangga.
2. Setiawan, I Made. 2008. Penyakit Campak. Jakarta: Sagung Seto.
3. Soedarmo, SSP. 2012. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Jakarta : Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Edisi Kedua. Hal 109-18.
4. Soedarto. 2007. Sinopsis Kedokteran Tropis. Surabaya: Airlangga University
Press.
5. Barlow, EW dkk. 2006. The Risk of Seizures After Receipt of Whole-Cell
Pertussis or Measles, Mumps and Rubella Vaccine. N Engl J Med, Vol. 345, No.
9.
6. Rosenman, M dkk. 2009. Global Measles Mortality 20002008. PubMed, Vol.
58 / No. 47. 1321-1326.
7. Meldgaard, Kreesten. 2006. A Population-Based Study Of Measles, Mumps, And
Rubella Vaccination And Autism. N Engl J M ed, Vol. 347, N o. 19
8. Padri, Salma. 2006. Efikasi Vaksin Campak pada Balita (15-59 bulan).Jakarta.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Departemen Kesehatan dan
Kesejahteraan Sosial RI.

Anda mungkin juga menyukai