Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

LUKA BAKAR

Untuk memenuhi tugas Profesi Ners Departemen Surgikal Ruang 16 Combustio

RSSA Malang

Oleh:
FIDDIYAH GALUH ANGGRAINI
NIM. 170070301111090

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
ANATOMI FISOLOGI KULIT

Kulit terbagi atas 3 lapisan pokok, yaitu epidermis, dermis, dan jaringan subkutan.

A. Epidermis
Lapisan epidermis terdiri dari:
1. Lapisan basal atau stratum germinatium disebut juga stratum basal karena sel-selnya
terletak di bagian basal stratum germinatium. Menggantikan sel-sel yang diatasnya dan
merupakan sel-sel yang induk. Bentuknya silindris (tabung) dengan inti yang lonjong,
di dalamnya terdapat butir-butir yang disebut melanin. Warna sel tersebut tersusun
seperti pagar (palisade) dibagian bawah sel tersebut terdapat suatu membrane yang
disebut membrane basalis. Sel-sel basalis dengan membran basalis merupakan batas
terbawah dari epidermis.
2. Lapisan malpigi atau stratum spinosum merupakan lapisan yang paling tebal
3. Lapisan sianular atau stratum granulosum merupakan lapisan yang terdiri dari sel-sel
pipih seperti kumparan
4. Lapisan tanduk atau stratum korneum
Epidermis juga mengandung kelenjar ekrin, kelenjar apokrin, sebasea rambut dan kuku,
kelenjar keringat ada 2 jenis: eterin dan apoterin. Fungsinya mengatur suhu tubuh
menyebabkan panas di lepaskan dengan cara penguapan kelenjar ekrin terdapat di semua
daerah kulit, tidak terdapat pada selaput lendir. Kelenjar sebasea terdapat pada seluruh
tubuh kecuali di telapak tangan, kuku dan punggung kuku.
Pada telapak kaki dan tangan terdapat lapisan tambahan di atas lapisan granular yaitu
stratum lusidium atau lapisan jernih. Rambut terdapat diseluruh tubuh, rambut tubuh dari
folikel rambut di dalamnya epidermis. Kuku merupakan lempeng yang terbuat dari sel
tanduk yang menutupi bagian dorsal dari tangan dan kaki.
B. Dermis
Dermis merupakan lapisan kedua kulit batas dengan epidermis dilapisi oleh
membrane basalis dan di sebelah bawah berbatasan dengan subkutis tetapi batas ini tidak
jelas hingga kita ambil patokannya adalah mulai terdapatnya sel lemak.

C. Subkutis
Subkutis terdiri dari kumpulan sel elmak dan diantara gerombolan ini benjolan
serabut-serabut jaringan dermis, sel-sel lemak ini bentuknya bulat dengan intinya terdesak
ke pinggir sehingga membentuk seperti cincin. Lapisan lemak ini disebut penikulus
adiposis. Kegunaan penikulus adiposis adalah sebagai pegas bila tekanan trauma yang
menimpa pada kulit. Isolator panas untuk emmpertahankan suhu tubuh. Dibawah subkutis
terdapat selaput otak kemudian terdapat otot.
Menurut Desizulfa (2013) system integument memiliki beberapa fungsi, yaitu:
a. Fungsi kulit secara umum :
Menutup dan melindungi organ di bawahnya
Melindungi tubuh dan masuknya mikroba/benda asing
Ekskresi melalui respirasi/berkeringat
Tempat penimbunan lemak
Pengatur suhu tubuh
b. Sensori persepsi mengandung reseptor terhadap panas, dingin, nyeri, sentukan dan tekanan
c. Proses berkeringat
Panas merangsang hipotalamus anterior (area pre optic) untuk dipindahkan melalui 5 anak
otonom ke medulla spinalis dan melalui saraf simpatis ke kulit seluruh tubuh. Saraf
simpatis merangsang kelenjar keringat untuk produksi keringat
d. Proses absorbsi
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap larutan dan benda-benda yang mudah menguap
dan diserap begitu yang larut dalam lemak permeabilitas terhadap O2 dan CO2 dan uap air
kemungkinan kulit ikut andil pada fungus respirasi.
LUKA BAKAR
A. DEFINISI
Luka bakar adalah respon kulit dan jaringan terhadap trauma suhu atau termal yang
menyebabkan kerusakan jaringan karena kontak dengan agen termal, kimiawi, listrik atau
radiasi (Betz, 2009; Grace dan Borley, 2006). Luka bakar merupakan kerusakan pada kulit
yang disebabkan oleh berbagai sumber non-mekanik seperti zat kimia, listrik, panas, sinar
matahari atau radiasi nuklir (Murray & Hospenthal, 2008).

B. ETIOLOGI
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energy dari sumber panas ke tubuh melalui
kondusksi atau radiasi elektromagnetik. Etiologi luka bakar dapat dibagi menjadi Scald
Burns, Flame Burns, Flash Burns, Contact Burns, Chemical Burns, Electrical Burns, Frost
Bite. (Jeschke, 2007)
1) Scald Burns
Luka karena uap panas, biasanya terjadi karena air panas, merupakan kebanyakan
penyebab luka bakar pada masyarakat. Air pada suhu 60C menyebabkan luka bakar
parsial atau dalam dengan waktu hanya dalam 3 detik. Pada 69C, luka bakar yang
sama terjadi dalam 1 detik. (Jeschke, 2007)
2) Flame Burns
Luka terbakar adalah mekanisme kedua tersering dari injuri termal. Meskipun kejadian
injuri disebabkan oleh kebakaran rumah telah menurun seiring penggunaan detektor
asap, kebakaran yang berhubungan dengan merokok, penyalahgunaan penggunaan
cairan yang mudah terbakar, tabrakan kendaraan bermotor dan kain terbakar oleh
kompor atau pemanas ruangan juga bertanggung jawab terhadap luka terbakar.
(Jeschke, 2007)
3) Flash Burns
Flash burns adalah berikutnya yang paling sering. Ledakan gas alam, propan, butane,
minyak destilasi, alkohol dan cairan mudah terbakar lain seperti aliran listrik
menyebabkan panas untuk periode waktu. Flash burns memiliki distribusi di semua
kulit yang terekspos dengan area paling dalam pada sisi yang terkena. (Jeschke, 2007)
4) Contact Burns
Luka bakar kontak berasal dari kontak dengan logam panas, plastik, gelas atau bara
panas. Kejadian ini terbatas. Balita yang menyentuh atau jatuh dengan tangan
menyentuh setrika, oven dan bara kayu menyebabkan luka bakar yang dalam pada
telapak tangan. (Jeschke, 2007)
5) Chemical Burns
Luka bakar yang diakibatkan oleh iritasi zat kimia, apakah bersifat asam kuat atau basa
kuat. Kejadian ini sering pada karyawan industri yang memakai bahan kimia sebagai
bagian dari proses pengolahan atau produksinya. Penanganan yang salah dapat
memperluas luka bakar yang terjadi. Irigasi dengan NS (NaCl 0.9%) atau akuabides
atau cairan netral lainnya adalah pertolongan terbaik, tidak dengan cara
menetralisirnya. (Jeschke, 2007)
6) Electrical Burns
Sel yang teraliri listrik akan mengalami kematian yang bisa menjalar dari sejak arus
masuk sampai bagian tubuh tempat arus keluar. Luka masuk adalah tempat aliran
listrik memasuki tubuh, luka keluar adalah tempat keluarnya arus dari tubuh menuju
bumi/ground. Sulit secara fisik menentukan berat ringannnya kerusakan yang terjadi,
mengingat perlu banyak pemeriksaan klinis dan penunjang lainnya untuk mengevaluasi
keadaan penderita. Gangguan jantung, ginjal, kerusakan otot sangat mungkin terjadi.
Besarnya luka masuk atau luka keluar tidak berhubungan dengan kerusakan jaringan
sepanjang aliran luka masuk sampai keluar. Maka dari itu setiap luka bakar listrik
dikelompokan pada derajat III. (Jeschke, 2007)
7) Frost Bite
Luka akibat suhu yang terlalu dingin. Pembuluh darah perifer mengalami
vasokonstriksi hebat, terutama di ujung-ujung jari, hidung dan telinga. Fase selanjutnya
akan terjadi nekrosis dan kerusakan yang permanen. Untuk tindakan pertama adalah
sesegera mungkin menghangatkan bagian tubuh tersebut dengan pemanas dan gerakan-
gerakan untuk memperlancar sirkulasi. (Jeschke, 2007).

C. KLASIFIKASI
Luka bakar dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal, antara lain: penyebab, luasnya
luka, dan keparahan luka bakar.
1) Klasifikasi Berdasarkan Mekanisme dan Penyebab
a. Luka bakar termal
Luka bakar yang biasanya mengenai kulit. Luka bakar ini bisa disebabkan oleh
cairan panas, berkontak dengan benda padat panas, terkena lilin atau rokok, terkena
zat kimia, dan terkena aliran listrik (WHO, 2008).
b. Luka bakar inhalasi
Luka bakar yang disebabkan oleh terhirupnya gas yang panas, cairan panas atau
produk berbahaya dari proses pembakaran yang tidak sempurna. Luka bakar ini
penyebab kematian terbesar pada pasien luka bakar (WHO, 2008).

2) Klasifikasi Berdasarkan Luas Luka


Sedangkan berdasarkan luas lesi dapat diklasifikasikan menjadi 3 yakni:
a. Luka bakar ringan, yakni luka bakar derajat I seluas <10% atau derajat II seluas
<2%.
b. Luka bakar sedang, yakni luka bakar derajat I seluas 10-15% atau derajat II seluas
5-10%.
c. Luka bakar berat, yakni luka bakar derajat II seluas >20% atau derajat III seluas
>10%.
Untuk menilai luas luka menggunakan metode Rule of Nine berdasarkan LPTT
(Luas Permukaan Tubuh Total). Luas luka bakar ditentukan untuk menentukan
kebutuhan cairan, dosis obat dan prognosis. Persentase pada orang dewasa dan anak-
anak berbeda (Yapa, 2009).
Rule Of Nine
Kepala depan -
belakang dan leher
= 9%

Tangan
Depan = Tangan kiri Kepala depan-belakang
kanan = 9% 18 % = 9% dan leher = 18%
Belakang
= 18 %

Tangan Tangan
Depan = kiri = 9%
kanan = 18 %
9% Belakang
= 18 %

Kaki kanan Kaki kiri =


= 18% 18%
Kaki kiri =
Kaki kanan 14%
= 14%

Total: 100% Total: 100%


Usia >15 tahun Usia 0-1 tahun
Kepala depan-belakang
KepalaHead = 14%
depan-belakang dan leher = 10%
dan leher = 14%back
Front and

Tangan
kanan = 9% Depan = Tangan kiri =
18 % 9%
Tangan Depan = Tangan kiri = Belakang =
kanan = 9% 18 % 9% 18 %
Belakang =
18 %

Kaki kanan Kaki kiri =


Kaki kiri = = 18% 18%
Kaki kanan
= 16% 16%

Total: 100%
Total: 100% Usia 5-11 tahun
Usia 1-5 tahun

3) Klasifikasi Berdasarkan Derajat dan Kedalaman Luka Bakar


a. Derajat I
Kerusakan pada derajat I hanya terjadi di permukaan kulit (epidermis).
Manifestasinya berupa kulit tampak kemerahan, nyeri, dan mungkin dapat
ditemukan bulla. Luka bakar derajat I biasanya sembuh dalam 3 hingga 6 hari dan
tidak menimbulkan jaringan parut saat remodeling (Barbara et al., 2013).

Gambar skematik dan gambar klinis luka bakar derajat I. (Diambil dari Malick,
Carr, 1982; Hettiaratchy, Dziewulski, 2004; dalam Hidayat, 2013)
b. Luka bakar derajat II dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Derajat II A atau dangkal (Superfisial)
Luka bakar derajat ini kerusakannya mengenai bagian superfisial dari dermis.
Apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih
utuh dan terasa sangat nyeri. Bula tidak terbentuk beberapa jam setelah cedera
dan luka bakar pada mulanya tampak seperti luka bakar derajat I dan terdiagnosa
sebagai derajat II superfisial setelah 12 sampai 24 jam. Ketika bula dihilangkan,
luka tampak berwarna pink dan basah. Jarang menyebabkan hipertropik skar, dan
jika infeksi dicegah maka penyembuhan akan terjadi secara spontan dalam waktu
10 14 hari (Williams and Hopper, 2007).

Gambar skematik dan gambar klinis luka bakar derajat II A. (Diambil dari
Malick, Carr, 1982; Hettiaratchy, Dziewulski, 2004; dalam Hidayat, 2013)
2. Derajat II B atau dalam (deep)
Luka bakar derajat II B kerusakannya mengenai epidermis - dermis,
apendises kulit seperti kelenjar keringat, sebasea dan folikel rambut sebagian
masih utuh dan sebagian rusak. Luka biasanya berwarna merah muda sampai
merah terang atau putih, lembut dan lunak. Penyembuhan terjadi lebih lama,
tergantung apendises kulit yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi selama 14
21 hari atau lebih dari satu bulan. Nyeri kadang terasa sedang sampai berat dan
kulit kering. Edema yang parah pada luka bakar ini menyebabkan sindrom
kompartemen/ peningkatan tekanan intertisial (Muscari, 2005; Williams and
Hopper, 2007; dalam Rahman, 2015).
Gambar skematik dan gambar klinis luka bakar derajat II B (Diambil dari Malick,
Carr, 1982; Hettiaratchy, Dziewulski, 2004; dalam Hidayat, 2013)

c. Derajat III (full thickness)


Pada derajat III kerusakan melibatkan semua lapisan kulit, termasuk tulang, tendon,
saraf dan jaringan otot. Kulit akan tampak kering dan mungkin ditemukan bulla
berdinding tipis, dengan tampilan luka yang beragam dari warna putih, merah
terang hingga tampak seperti arang. Nyeri yang dirasakan biasanya terbatas akibat
hancurnya ujung saraf pada dermis. Penyembuhan luka yang terjadi sangat lambat
dan biasanya membutuhkan donor kulit (Barbara et al., 2013).

Gambar klinis luka bakar derajat III. (Diambil dari Malick, Carr, 1982; Hettiaratchy,
Dziewulski, 2004; dalam Hidayat, 2013)
D. ZONA KERUSAKAN LUKA BAKAR
Segera setelah kontak permukaan kulit dengan sumber panas, terjadi nekrosis pada kulit
yang terkena. Menurut Jackson, ada tiga zona konsekutif pada luka bakar yaitu:
1) Zona Koagulasi
Zona koagulasi menggambarkan area yang terkena kontak erat dengan sumber panas.
Sel pada area ini mengalami nekrosis koagulasi dan tidak membaik, sehingga zona ini
sering disebut sebagai zona nekrosis. Hampir dapat dipastikan jaringan ini mengalami
nekrosis beberapa saat setelah kontak (Moenadjat, 2003). Pada zona ini akan terjadi
kehilangan jaringan yang irreversible dan berwarna putih atau abu- abu (Gurnida dan
Lilisari, 2011).
2) Zona Statis
Zona statis terletak dekat daerah nekrosis dan viable tetapi berisiko mengalami nekrosis
dan kerusakan iskemik karena gangguan perfusi (Hidayat, 2013). Zona stasis adalah
area konsentris yang kerusakan jaringannya lebih sedikit, ditandai dengan penurunan
perfusi jaringan. Jaringan pada zona ini berpotensi untuk diselamatkan (Gurnida dan
Lilisari, 2011). Proses ini berlangsung selama 12 24 jam pasca cedera dan mungkin
berakhir dengan nekrosis jaringan (Moenadjat, 2003). Area ini sangat mudah terjadi
infeksi dan nekrosis serta beresiko memperluas kedalaman luka (Williams and Hopper,
2007).
3) Zona Hiperemi
Merupakan area yang vaskularisasi jaringan masih terjaga, tidak ada kerusakan
jaringan, berwarna kemerahan dan area ini merupakan area yang paling sedikit terkena
pemanasan (Williams and Hopper, 2007). Zona hiperemi merupakan jaringan yang
relatif sehat dengan peningkatan aliran darah dan vasodilatasi sebagai respon terhadap
cidera. Ketiga zona tersebut berbentuk tiga dimensi sehingga jika terjadi kehilangan
jaringan pada zona statis maka luka semakin dalam dan luas (Hidayat, 2013).

Gambar skematis dan gambar klinis zona cidera pada luka bakar: 1.Zona
koagulasi; 2. Zona stasis; 3. Zona hiperemia (Diambil dari Hettiaratchy,
Dziewulski, 2004. ABC of burns)
4) PROSES PENYEMBUHAN LUKA
a. Fase inflamasi
Fase ini terjadi sejak terjadi luka sewaktu hari ke 5. Fase ini terjadi respon vaskuler
dan seluler yang terjadi akibat luka/cedera pada jaringan yang bertujuan untuk
menghentikan pendarahan, membersihan darah luka, benda asing, sel-sel mati dan
bakteri. Pada fase ini terputusnya pembuluh darah akan menyebabkan perdarahan
dan tubuh akan berusaha untuk menghentikannya (hemostatis) dimana dalam proses
itu terjadi:
1. Kontruksi pembuluh darah (vasokontriksi)
2. Agregasi (pelengketan) platelet/trombosit dan pembentukan jala=jala fibrin
3. Aktivitas serangkaian reaksi pembuluh darah
Proses tersebut berlengsung beberapa menit dan kemudian diikuti dengan
permeabilitas kapiler sehingga cairan plasma darah keluar dari pembuluh darah,
penyuburan sel radang disertai vasodilatasi (pelebrana pembuluh darah) selain itu
juga terjadi rangsangan terhadap ujung saraf sensorik pada daerah luka sehingga pada
fase ini ditemukan tanda-tanda inflamasi yaitu seperti kemerahan, teraba hangay,
edema dan nyeri.
b. Fase proliferasi
Disebut juga fase fibroplasia yang berlangsung sejak akhir fase inflamasi sampai
dengan akhir minggu. Pada fase ini sel fibroplos berpoliferasi, fibroblas
menghasilkan mukopolisakarida asam amino dan protein yang merupakan bahan
dasar kolagen yang akan mempertemukan tepi luka. Fase ini dipengaruhi oleh
substansi yang disebabkan growth factors. Pada fase ini terjadi proses:
1. Angiogenesis: proses pembentukan kapiler baru untuk menghantarkan nutrisi dan
oksigen ke daerah luka. Angiogenesis di stimulasi oleh suatu growth factors (Tnf
)
2. Granulasi: pembentukan jaringan kemerahan yang mengandung kapiler pada
dasar luka dan permukaan yang bersisi jaringan halus
3. Kontraksi: pada fase ini terpi-tepi luka akan tertarik ke arah tengah luka yang
disebabkan oleh kerja miofibrinoblas sehingga mengurangi luas luka, proses ini
kemungkinan dimediasi oleh TGF .

E. FASE LUKA BAKAR


Fase akut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan mengalami
ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme bernafas), dan circulation
(sirkulasi). Gnagguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah
terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi
dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama
penderiat pada fase akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik.
Fase sub akut
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan
atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi
menyebabkan:
a. Proses inflamasi dan infeksi
b. Problempenuutpan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak
berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ organ fungsional.
c. Keadaan hipermetabolisme.
Fase lanjut
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan
pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah
penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan
kontraktur.

F. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi awal menurut Betz (2009)
- Takikardia
- Tekanan darah menurun
- Ekdtremitas dingin dan perfusi buruk
- Perubahan tingkat kesadaran
- Dehidrasi (penurunan turgor kulit, penurunanurine, lidah dan kulit kering)
- Peningkatan frekuensi pernapasan
- Pucat (tidak terjadi pada luka bakar derajat II dan III)
Menurut Grace (2007) menifestasi kronis adalah:
1. Umum :
- Nyeri
- Edema dan bula
2. Khusus:
- Inhalasi asap (gejala pada hidung/sputum, suara serak, luka bakar dalam mulut)
- Luka bakar pada mata/alis mata dan Luka bakar sirkum tersiol
Kedalaman Jaringan Penyebab Karakteristik Nyeri Penyembuhan
yang yang
terkena lazim
Ketebalan Kerusakan Sinar matahari Kering : tidak Nyeri Sekitar 5 hari
superficial epitel ada lepuh, merah
(derajat I) minimal pink, memutih
dengan tekanan

Ketebalan Epidermis, Kilat : cairan Basah : pink atau Nyeri : Sekitar 21 hari,
partial dermis hangat merah, lepuh hiperestetik jaringan parut
(derajat IIA) minimal sebagian minimal
memutih

Ketebalan Keseluruhan Benda panas, Kering : pucat, Sensitif Berkepanjangan


partial epidermis, nyala api, berlilin, tidak terhadap membentuk
dermal sebagian cidera radiasi memutih tekanan jaringan
dalam dermis hipertrofik :
(derajat IIB) pembentukan
kontraktur

Ketebalan Semua yang Nyala api Kulit terkelupas Sedikit Tidak dapat
penuh di atas dan berkepanjanga vascular, pucat nyeri beregenerasi
(derajat III) bagian n, listrik, kuning sampai sendiri :
lemak kimia, dan uap coklat membutuhkan
subkutan panas tandur kulit
dapat
mengenai
jaringan
ikat, otot,
tulang

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya pengeluaran darah
yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan adanya cedera,
pada Ht (Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan cairan
sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh
panas terhadap pembuluh darah.
Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau inflamasi.
GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera inhalasi.
Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan karbon dioksida (PaCO2)
mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida.
Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cedera
jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin menurun karena
kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemi dapat
terjadi bila mulai diuresis.
Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan cairan , kurang
dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.
Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan perpindahan cairan
interstisial atau gangguan pompa, natrium.
Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema cairan.
BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau fungsi ginjal,
tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek atau luasnya
cedera.
EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia.
Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar.

H. PENATALAKSANAAN
Setiap pasien luka bakar harus dianggap sebagai pasien trauma, karenanya harus dicek
Airway, breathing dan circulation-nya terlebih dahulu.
1) Airway
Apabila terdapat kecurigaan adanya trauma inhalasi, maka segera pasang Endotracheal
Tube (ET). Tanda-tanda adanya trauma inhalasi antara lain adalah: terkurung dalam api,
luka bakar pada wajah, bulu hidung yang terbakar, dan sputum yang hitam
2) Breathing
Eschar yang melingkari dada dapat menghambat pergerakan dada untuk bernapas,
segera lakukan escharotomi. Periksa juga apakah ada trauma-trauma lain yang dapat
menghambat pernapasan, misalnya pneumothorax, hematothorax, dan fraktur costae.
3) Circulation
Luka bakar menimbulkan kerusakan jaringan sehingga menimbulkan edema, pada luka
bakar yang luas dapat terjadi syok hipovolumik karena kebocoran plasma yang luas.
Manajemen cairan pada pasien luka bakar, dapat diberikan dengan Formula Baxter.
Formula Baxter
a. Total cairan: 4 x berat badan x luas luka bakar
b. Berikan 50% dari total cairan dalam 8 jam pertama, sisanya dalam 16 jam berikutnya.
4) Obat obatan:
a. Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.
b. Analgetik : Antalgin, aspirin, asam mefenamat, dan morfin.
Rehabilitasi Cairan
Protokol pemberian cairan
Formula Cairan 24 jam pertama Kristaloid 24 jam kedua Koloid 24 jam ketiga
Baxter RL 4ml/kgBB/%LLB 20-60% estimate vol Memantau output
plasma urine 30ml/jam
Evans Larutan NS 50% vol cairan 50% vol cairan 24 jam
(ml/kg/%LLB, 200ml 24jam pertama x pertama
DSW dan koloid 200ml/DSW
1mg/kg/%LLB)
Salter RL 2l/24jam + fresh 50% vol cairan 24jam 0% vol cairan 24jam
frozen plasma 200ml DSW 1 fresh frozen plasma
7ml/kg/24jam
Broke RL = 1,5ml/kg/%LLB -
Koloid = 0,5ml/1/%LLB
200ml DSW
Modified RL = 2ml/kg/%LLB -
broke
metrohealth RL + 50mEq NS, pantau output urine
sodiumbikarbonat
4ml/kg/%LLB

Rumus Kebutuhan Cairan


DEWASA
RL
4 x kg BB x %LLB
24 jam pertama cairan dibagi:
8 jam pertama diberikan 50% dari kebutuhan cairan /24 jam
16 jam kedua diberikan 50% dari kebutuhan cairan /24 jam
18 jam setelah kejadian ditambah cairan koloid sejumlah 500ml pada luka bakar sedang,
1000ml pada luka bakar berat
24 jam kedua
Diberikan 50% dari kebutuhan cairan /24 jam

ANAK
2 x kg BB x % LLB + kebutuhan faal/24 jam
kebutuhan faal:
< 1 tahun : BB x 100 ml
1 3 tahun : BB x 75 ml
3 5 tahun : BB x 50 ml
RL : koloid = 17:3
Cara pemberian
24 jam pertama dibagi 2:
- 8 jam = kebutuhan cairan/24 jam
- 16 jam = kebutuhan cairan/24 jam
24 jam kedua
Sesuai kebutuhan faal

PERAWATAN DI UNIT LUKA BAKAR


a) Perawatan luka umum
1. Pembersihan luka, cuci dengan savlon NaCL 0.9% 1:3 + buang jaringan nekrotik
2. Topical dan tutup luka
Tule
Silver sulfoidiazin
Tutup kasa tebal evaluasi 5-7 hari balutan kotor
3. Ganti balutan
4. Hidroterapi
5. Terapi obat-obatan ; antibiotic, analgesic, antacid
6. Debridement
7. Balutan luka biosintetik dan sintetik bio-brone/sufratulle
8. Penalaksanaan nyeri
9. Dukungan nutrisi
10. Fisioterapi/mobilisasi
11. Perawatan rehabilitasi
I. KOMPLIKASI
1. Hipertrofi jaringan parut
Terbentuk hipertrofi jaringan parut dipengaruhi oleh:
a. Kedalaman luka bakar
b. Sifat kulit
c. Usia klien
d. Lamanya waktu penutupan
Jaringan parut terbentuk secara aktif pada 6 bulan post luka bakar dengan warna
awal merah muda dan menimbulkan rasa gatal. Pembentukan jaringan parut terus
berlangsung dan warna berubah merah, merah tua dan sampai coklat muda dan
terasa lebih lembut.
1. Kontraktur
Kontraktur merupakan komplikasi yang sering menyertai luka bakar serta
menimbulkan gangguan fungsi pergerakan. Beberapa hal yang dapat mencegah atau
mengurangi terjadinya kontraktor antara lain:
a. Pemberian posisi yang baik dan benar sejak dini
b. Latihan ROM baik pasif maupun aktif
c. Presure garmen yaitu pakaian yang dapat memberikan tekanan yang bertujuan
menekan timbulnya hipertrofi scar
3. Systemic Inflammatory Response Syndrome atau SIRS terdiri dari rangkaian kejadian
sistemik yang terjadi sebagai bentuk respons inflamasi. Respons yang terjadi pada
SIRS merupakan respons selular yang menginisiasi sejumlah mediator-induced
respons pada inflamasi dan imun (Burns M. & Chulay, 2006). SIRS (Systemic
Inflammatory Response Syndrome) adalah respon klinis terhadap rangsangan (insult)
spesifik dan nonspesifik.
4. Multiple Organ Dysfunction Syndrome/ MODS) didefinisikan sebagai adanya fungsi
organ yang berubah pada pasien yang sakit akut, sehingga homeostasis tidak dapat
dipertahankan lagi tanpa intervensi. Disfungsi dalam MODS melibatkan >2 sistem
organ.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen kimia / termal ditandai dengan melaporkan
nyeri secara verbal
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 30 menit klien menunjukkan kriteria
hasil sesuai dengan skala NOC
NOC: Pain Level
Indikator 1 2 3 4 5
Skala nyeri 7 5-6 3-4 1-2 0
Ekspresi
nyeri

TD Sistole >170 >161-170 151-160 140-150 <140


Diastole >120 110-120 100-109 90-99 <90
RR 32 29-32 25-28 21-24 12-20

Keterangan:
1 = Sangat Parah
2 = Parah
3 = Sedang
4 = Ruangan
5 = Normal
NIC: Pain Management
1. Kaji klien secara komperehensif
2. Amati isyarat non verbal terkait keluhan nyeri
3. Monitor TTV terhadap nyeri
4. Ajarkan teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri
5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat anti nyeri

2. Kerusakan integritas kulit b.d cidera termal ditandai dengan kerusakan integritas
kulit
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 jam integritas kulit klien
dapat membaik
Kriteria hasil sesuai skala NOC
NOC: Burn Healing
Indikator 1 2 3 4 5
Prosentase luka bakar >70% 60-70% 41-59% 20-40% <20%
Tanda-tanda infeksi Ya Tidak
Edema luka bakar Ya Tidak
Kjkemerahan jaringan Ya Tidak

NIC: Wound care burn


1. Dinginkan luka bakar dengan air hangat 200C/ NS
2. Bersihkan luka dengan zat kimia selama 30 menit
3. Kaji luka, kedalaman, nyeri eksudat, granulasi dan tanda-tanda infeksi
4. Kaji mulut dan hidung untuk identifikasi adanya cedera inhalasi
5. Kolaborasi pemberian obat topical dan rawat luka

3. Resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan denan defisiensi volume


cairan ditandai dengan penggunaan serum elektrolit
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 30 menit kebutuhan cairan dan
elektrolit klien terpenuhi
Kriteria Hasil : Sesuai Skala NOC
NOC: Electrolite Acid/bare balance
Indikator 1 2 3 4 5
Serum natrium <120 120-125 125-130 130-135 136-145
Serum kalium <2,3 2,3-2,6 2,6-3,0 3,1-3,4 3,5-5,5
Serum klorida <7,0 7,0 7,9 8,0 8,9 9,0 9,7 9,8 10,6
Albumin <2,0 2,0-2,4 2,5-2,9 2,0-3,4 3,5-5,0
Osmolalitas urine <1,5 1,5-1,8 1,9-2,5 2,6-2,9 3,0-4,7

NIC: Fluid Electrolyte


1. Monitor serum elektrolit pasien
2. Monitor tanda-tanda kekurangan cairan dan elektrolit
3. Monitor tanda dan gejala retensi cairan
4. Monitor TTV
5. Kolaborasi dengan tim medis mengenai koreksi Elektrolit
DAFTAR PUSTAKA
Broghers VL, 2003, Aplikasi dan patofisiologi: pemeriksaan dan manajemen ED 2. Jakarta :
EGC

Grace et al, 2007. At giance ilmu bedah. Jakarta: Erlangga

Mancon, m, 2003. Manajemen Luka, Jakarta : EGC

Sabistan D, 2000. Buku Ajar Bedah, Jakarta : EGC

Sam, 2011. Asuhan Keperawatan dengan Combustio, Jakarta: EGC

Schwartz, Seymour I. 2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.

Stppler, Melissa Conrad MD. Frost bite.


http://www.emedicinehealth.com/frostbite/article_em.htm#Frostbite Causes

Wahab, Abdul. 2011. Resusitasi Cairan Pasien Luka Bakar. PPT Fakultas Kedokteran
Universitas Hassanudin: Makassar.

Wim, de Jong. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah Bab 3 Luka Bakar Edisi 2. EGC. Jakarta.

Rahman. 2015. Pengaruh Tingkat Kelembaban Kompres Cairan Betaine PolyHexanide 0,1%
Terhadap Jumlah Fibroblas Luka Bakar Derajat IIA pada Tikus Putih (Rattus
Norvegicus) Galur Wistar. Skripsi. Tidak diterbitkan. Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya.
Perdanakusuma, D.S. 2007. Anatomi Fisiologi Kulit Dan Penyembuhan Luka. Surabaya:
Airlangga University School Of Medicine Dr. Soetomo General Hospital. Hal.1-
8.
Potter, PA., dan Perry, AG. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan
Praktik. Edisi 4. Jakarta: EGC.
Price, S. A. dan Wilson, L. M. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit,
Edisi 6, Volume 1. Jakarta: EGC.
Hettiarachy, S., Dziewulski, P. 2004. ABC of Burn. The First in Series of 12 articles. BMJ. 328:
1366-8.
PATOFISIOLOGI LUKA BAKAR

Panas Bahan Kimia Radiasi


Radiasi Listrik/Petir

Mengenai kulit

Di ruang tertutup Kerusakan kulit Pada wajah


Keracunan gas CO2 Kerusakan mukosa
Ekstravasasi cairan Kehilangan kulit
CO2 mengikat Hb Penyumbatan jalan nafas
(H2O, Elektrolit, protein)
Hb tidak mampu mengikat Pelepasan Port de entry
Tekanan osmotic meningkat mediator nyeri microorganisme Sesak
O2 di otak menurun
Cairan intravaskuler menurun Rangsang SSP
Hipoksia MK :Resiko MK :Ketidakefektifan
Hipovolemia dan Hemokonsentrasi MK :Nyeri Infeksi pola nafas
MK :Resiko Ketidakefektifan
perfusi jaringan otak Gangguan Sirkulasi mikroba MK :Gangguan Keseimbangan cairan
elektrolit
Gangguan perfusi organ

Otak Jantung Ginjal Hepar

Hipoksia Kebocoran kapiler Hipoksia sel ginjal Pelepasan katekolamin


Penurunan curah jantung Penurunan fungsi ginjal
Kegagalan fungsi Ileus paralitik
sentral Gagal jantung Hipoksia Hepatic
Gastrointestinal Neuro Imun
Penurunan peristaltik Daya tahan tubuh menurun
Kerusakan saraf

SIRS (Systemic Inflammatory Respons Syndrome)


MODS (Multiple Organ Dysfunction Syndrome)

MOF (Multiple Organ Failure)

Kematian

Anda mungkin juga menyukai