Dalam Rangka Memenuhi Kebutuhannya Akan Energy
Dalam Rangka Memenuhi Kebutuhannya Akan Energy
Pada makalah ini disajikan kajian mengenai organ pengeluaran pada berbagai
hewan, baik vertebrata maupun invertebrate. Kajian akan dititikberatkan pada
fungsi oragan pada sistem eksretori. Setelah memepelajari makalah ini, kita
diharapkan dapat memahami struktur berbagai organ pengeluaran pada hewan
vertebrata dan invertebrate, serta cara kerja organ tersebut.
Vakuola kontraktil adalah organ pengeluaran yang terdapat pada protozoa dan
Koelenterata, yang bekerja dengan cara mengatur tekanan osmotic dalam
tubuhnya. Protozoa merupakan contoh yang baik untuk menunjukkan mekanisme
berfungsinya vakuola kontraktil. Suatu hasil penelitian menunujukkan bahwa
semua spesies Protozoa yang hidup di air tawar memiliki vakuola, sedangkan
yang hidup di air laut tidak banyak yang memilikinya.
Vakuola Kontraktil
Vakuola kontraktil merupakan organella berbentuk bulat yang berisi cairan dan
dibatasi oleh membran. vakuola kontraktil dimiliki oleh dua kelompok hewan,
yaitu binatang karang (sponge) dan Protozoa. Semua Protozoa air tawar memiliki
vakuola kontraktil. Apakah Protozoa laut juga memilikinya? Hal ini belum
diketahui dengan pasti, namun sudah dapat dipastikan bahwa sejumlah Cilliata
laut juga memiliki vakuola kontraktil.
Cilliata air tawar memiliki cairan tubuh yang hiperosmotik sehingga tubuhnya
cenderung kemasukan air dalam jumlah besar. Kelebihan air yang masuk ke
tubuhnya itu harus selalu dibuang. Kecepatan pengeluaran air ke lingkungannya
berkorelasi dengan konsentrasi osmotic cairan di lingkungannya. Apabila
konsentrasi osmotic lingkungan sekitarnya menurun (menjadi lebih encer), laju
pemasukan air ke dalam tubuh hewan pun akan meningkat sehingga dia harus
bekerja lebih keras untuk mengeluarkan sejumlah besar air. Untuk melakukan hal
tersebut, membran vakuola akan berfusi dengan membran sel, lalu air di dalamnya
dikeluarkan ke lingkungannya.
Protonefridia
Cara kerja protonefridia secara tepat belum diketahui dengan jelas. Akan tetapi,
ada dugaan bahwa protonefridia bekerja menggunakan prinsip tekanan negative.
Pada saat silia yang terdapat dalam tubulus tertutup bergetar, pada bagian tersebut
akan timbul tekanan negative. Hal ini menyebabkan cairan tersedot ke dalam
ujung tubulus yang buntu, dengan melintasi membran pada ujung tubulus. Hal ini
juga merupakan cara untuk menyaring cairan yang melewati membran tubulus
tersebut. Proses yang disebut ultrafiltrasi ini adalah satu-satunya mekanisme dasar
dalam semua organ pengeluaran. Dalam proses tersebut, hanya molekul kecil saja
yang tersaring dan masuk protonefridia, sedangkan molekul besar tetap
dipertahankan di dalam cairan tubuh. Akhirnya, dalam saluran protonefridia akan
terbentuk urin, yang mempunyai konsentrasi osmotic lebih rendah daripada
cairan tubuh.
Metanefridia
Tubulus Malpighi adalah organ pengeluaran pada serangga. Organ ini berupa
saluran/pipa yang salah satu ujungnya buntu, sedangkan ujung lainnya membuka
ke arah usus, terletak di antara usus tengah dan rectum. Tubulus Malpighi tersebar
di rongga tubuh yang penuh cairan (disebut hemosol), yang jumlahnya sangat
bervariasi dari beberapa hingga ratusan.
Oleh karena insekta mempunyai sistem sirkulasi terbuka, sistem tersebut bekerja
dengan tekanan rendah sehingga tidak tersedia kekuatan yang cukup untuk
mendorong terjadinya ultrafiltrasi cairan tubuh. Oleh karena itu, Tubulus
Malpighi bekerja dengan cara yang sedikit berbeda dari organ pengeluaran yang
lain. Selama proses pembentukan uri, mula-mula ion K+ akan disekresikan ke
tubulus Malpighi. Hal tersebut menyebabkan penarikan air dan ion Cl- ke dalam
tubulus sehingga terbentik urin awal. Selama berada dalam tubulus, urin awal
tersebut akan domodifikasi dengan cara mereabsorpsi sejumlah besar air sehingga
dihasilkan urin yang pekat.
Kelenjar hijau atau kelenjar antenna adalah organ pengeluaran yang dimiliki
krustasea, yang terletak di daerah kepala. Kelenjar jijau memiliki suatu kantong
berujung buntu, yang disebut the end sac (pundi-pundi). Pundi-pundi tersebut
berhubungan dengan saluran nefridia dan berakhir pada kandung kemih. Pundi-
pundi terendam diantara cairan selomik, yang nantinya akan disaring untuk
membentuk urin awal.
Sama seperti urin awal pada hewan lainnya, urin awal Krustasea masih memiliki
komposisi yang serupa dengan cairan tubuh, namun tidak mengandung senyawa
bermolekul besar. Selama mengalir di sepanjang saluran nefridia, air dan berbagai
macam zat direabsorpsi, hingga akhirnya terbentuk urin yang akan ditampung
dalam kandung kemih. Kandung kemih berhubungan dengan lingkungan sekitar
melalui lubang pengeluaran yang terletak di dekat dasar antenna.
Nefron adalah organ fungsional terkecil penyusun ginjal yang merupakan organ
pengeluaran utama pada vertebrata. Pengeluaran pada vertebrata juga dapat terjadi
melalui saluran pernapasan dan kulit. Pada ginjal vertebrata dapat ditunjukkan
beberapa bagian ginjal, yaitu korteks, medulla, pelvis ginjal, papilla ginjal, dan
ureter. Ginjal tersusun atas sejumlah besar nefron. Tiap unit nefron memiliki
badan Malpighi atau korpuskulus ginjal, glomelurus, tubulus proksimal, lengkung
henle, tubulus diesnatalis, dan tubulus pengumpul.
Ginjal vertebrata membentuk urin melalui proses filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi.
Sama seperti proses pembentunakan urin pada hewan lain, cairan pada tubulus
proksimal masih sama seperti plasma yang dihilangkan proteinnya. Pada tubulus
proksimal berlangsung reabsorpsi berbagai zat yang masih berguna bagu tubuh
dan sekresi urea ke urin. Reabsorpsi dan sekresi tersebut akan berlangsung terus
hingga terbentuk urin yang lebih pekat. Proses pemekatan filtrate dalam nefron (di
tubulus ginjal) hingga akhirnya terbentuk urin. Pada mamalia, reabsorpsi air pada
tubulus ginjal dipengaruhi oleh hormone ADH. ADH dapat meningkatkan
peremeabilitas membran sel pada tubulus ginjal sehingga jumlah air yang
direabsorpsi meningkat. Apabila jumlah ADH cukup banyak, volume urin yang
dihasilkan akan semakin berkuarang.
Metabolism asam amino disebut deaminasi. Proses ini menghasilkan zat sisa
berupa ammonia. Reaksi deaminasi dapat terjadi secara langsung atau melalui
reaksi transdeaminasi. Dalam reaksi transdeaminasi, mula-mula asam amino
diubah menjadi senyawa lain yang dapat dideaminasi lebih lanjut untuk
menghasilkan ammonia. Proses tersebut terjadi menurut reaksi berikut.
Asam nukleat (purin dan pirimidin) akan diuraikan dengan cara yang sama dan
menghasilkan ammonia. Apabila zat tersebut tidak dikeluarkan, tubuh hewan akan
penuh dengan ammonia, suatu senyawa yang sangat toksik. Oleh karena itu,
hewan harus berusaha untuk mengeluarkan ammonia dari dalam tubuhnya.
Pengeluaran ammonia dapat dilakukan dengan salah satu dari tiga pilihan cara
berikut, yaitu (1) mengeluarkan tanpa mengubahnya, (2) mengubahnya terlebih
dahulu menjadi urea dan kemudian mengeluarkannya, atau (3) mengubahnya
terlebih dahulu menjadi asam urat lalu mengeluarkannya.
Pengeluaran nitrogen dalam bentuk amonia hanya dilakukan oleh hewan akuatik
(amonotelik). Bagi hewan akuatik, pembentukan ammonia di dalam tubuh tidak
menimbulkan masalah karena ammonia sangat mudah larut dalam air dan mudah
menembus membran sel sehingga akan segera keluar dari tubuh. Apalagi, di luar
tubuh tersedia air dalam jumlah yang snagat banyak, yang akan segera melarutkan
dan menetralkan sifat toksik ammonia. Pada teleostei, sebagian besar ammonia
dikeluarkan dari dalam tubuh melalui insang. Ikan karper dan ikan mas
melakukannya melalui insang dan ginjal. Dalam hal ini, pengeluaran ammonia
melaui insang mencapai 6-10 kali lebih besar daripada pengeluaran melaui ginjal.
Oleh karena itu, ammonia yang terbentuk dalam jumlah besar dengan sifat toksik
yang tinggi, tidak menjadi masalah bagi hewan akuatik, terutama sekali yang
hidup di perairan yang luas.
Urea adalah senyawa yang mudah larut dalam air, memiliki toksisitas lebih rendah
daripada ammonia, dan merupakan hasil sisa bernitrogen yang utama pada hewan
teretrial. Jadi, dibandingkan dengan ammonia, urea memiliki toksisitas dan tingkat
kelarutan dalam air yang lebih kecil.
Asam urat sangat sulit larut dalam air. Kelarutan asam urat hanya 6 mg per liter
air. Apabila air direabsorpsi dari cairan yang mengandung asam urat, misalnya
cairan dalam saluran pengeluaran atau tubulus ginjal, sejumlah garam dan asam
urat akan tersisa sebagai endapan. Hal ini dapat diamati pada burung, yang
meneteskan cairan pekat (kental) berwarna putih, yang ternyata kandungan
utamanya ialah asam urat. Oleh karena itu, mengeluarkan nitrogen dalam bentuk
asam urat hanya memerlukan air dalam jumlah yang sangat sedikit. Dengan
demikian, hewan urikotelik yang hidup di darat dengan tingkat ketersediaan air
yang sangat rendah tidak perlu menggunakan air terlalu banyak untuk
mengeluarkan zat sisa bernitrogen, sperti yang dibutuhkan hewan amonotelik dan
ureotelik.
Sistem Eksresi
Pertama, selama filtrasi, darah dan cairan tubuh lain, bergantung pada jenis sistem
eksresi, terpapar ke suatu perkakas penyaringan yang terbuat dari membran
epitellium transport yang selektif semipermeabel. Membran itu menahan protein
dan molekul besar lainnya dalam cairan tubuh; tekanan hidrostatik (tekanan darah
pada banyak hewan) memaksa air dan zat terlarut kecil, seperti garam, gula, asam
amino, dan limbah bernitrogen, melewati perkakas itu dan masuk ke dalam sistem
eksresi. Larutan cair dalam sistem eksresi itu disebut sebagai filtrate.
Sistem eksresi menghasilkan urin dari filtrate melalui dua mekanisme, dan
keduanya melibatkan transport aktif. Transpor selektif air dan zat-zat terlarut
penting, seperti glukosa, garam, dan asam amino, dari filtrate dan kembali ke
dalam cairan tubuh disebut sebagai reabsorpsi. Karena filtrasi bersifat nonselektif
sangatlah penting bahwa molekul kecil yang essensial bagi tubuh akan
dikembalikan ke cairan tubuh. Dalam sekresi, zat-zat terlarut (misalnya, kelebihan
garam, dan toksin) dikeluarkan dari cairan tubuh hewan dan ditambahkan ke
dalam filtrate.
Sistem bola-api cacing pipih air tawar tampaknya terutama berfungsi dalam
osmoregulasi; sebagian besar limbah metabolism berdifusi keluar dari permukaan
tubuh atau dieksresikan ke dalam rongga gastrovaskuler dan dikeluarkan melalui
mulut. Akan tetapi, pada beberapa cacing pipih parasit yang isoosmotik dengan
cairan di sekitar organisme inangnya, fungsi utama protonefridia adalah dalam
eksresi, dan membuang limbah bernitrogen. Perbedaan dalam fungsi ini
menggambarkan bagaimana struktur yang sama bagi suatu kelompok organisme
dapat diadaptasikan dalam berbagai cara yang beragammelalui evolusi dalam
lingkungan yang berbeda-beda. Protonefridia juga ditemukan pada rotifer,
beberapa cacing annelida, larva, moluska, dan lancelet, yang merupakan hewan
kordata invertebrate.
Metanefridia
Osmolaritas darah manusia adalah sekitar 300 mosm/L, tetapi ginjal dapat
mensekresikan urin sampai kepekatan empat kali lipat, yaitu sekitar 1200
mosm/L. kerja kooperatif lengkung Henle dan duktus pengumpul
mempertahankan gradient osmolaritas dalam jaringan interstisial ginjal yang
memungkinkan pemekatan urin. Kedua zat terlarut yang bertanggung jawab
atas gradient osmolaritas ini adalah NaCl, yang dideposit di dalam medulla
renal oleh lengkung Henle, dan urea, yang bocor menenmbus epithelium
duktus pengumpul itu ke bagian dalam medulla.
Pengehematan Air Melalui Dua Gradien Zat Terlarut.
Untuk dapat lebih baik memahami fisiologi ginjal mamalia sebagai sebuah
organ penghematan (konservasi) air, mari kita melacak aliran filtrate melalui
tubula eksresi, yang pada saat ini memfokuskan pada bagaimana nefron
jukstamedulari mempertahankan gradient osmolaritas dalam ginjal dan
menggunakan gradient tersebut untuk mensekresikan urin yang hiperosmotik.
Filtran yang lewat dari kapsula Bowman ke tubula proksimal mempunyai nilai
osmolaritas sekitar 300 mosm/L, sama seperti darah. Ketika filtrate itu
mengalir melalui tubula proksimal, yang terletak dalam korteks renal,
sejumlah besar air dan garam diserap kembali; dengan demikian, volume
filtrate menurun secara signifikan pada tahap ini, tetapi nilai osmolaritas kira-
kira masih sama.
Ketika filtrate mengalir dari korteks ke medulla dalam saluran menurun
lengkung Henle, air meninggalkan tubula melalui osmosis, dan osmolaritas
filtrate itu meningkat ketika zat terlarut, termasuk NaCl, menjadi semakin
pekat. Meningkat secara perlahan-lahan dari korteks ke medulla, konsentrasi
garam filtrate tersebut memuncak pada siku lengkung Henle tersebut. Hal
tersebut memaksimalkan difusi garam keluar dari tubula ketika filtrate itu
mengitari lengkungan dan memasuki saluran menaik, yang permeable
terhadap garam tetapi tidak terhadap air. Dengan demikian, kedua saluran
lengkung Henle itu bekerja sama untuk mempertahankan gradient osmolaritas
dalam cairan interstisial ginjal. Saluran yang menurun itu menghasilkan
filtrate yang menghasilkan filtrate yang semakin lama semakin tinggi kadar
garamnya, dan saluran yang menaik memanfaatkan konsentrasi NaCl ini untuk
membantu mempertahankan osmolaritas yang tinggi dalam cairan interstisial
medulla adrenal.
Lengkung Henle tersebut mempunyai beberapa kualitas sistem lawan-arus,
yang prinsipnya mirip dengan mekanisme lawan-arus yang memaksimalkan
pengambilan oksigen oleh insang ikan. Meskipun kedua saluran lengkung
Henle itu tidak berada dalam kontak fisik langsung, keduanya berjarak cukup
dekat satu sama lain sehingga dapat mempengaruhi pertukaran kimiawi
masing-masing dengan cairan interstisial yang sama. Lengkung Henle dapat
memekatkan garam dalam medulla bagian dalam hanya karena lalu lintas
dalam saluran yang menurun itu menghadapi gradient osmolaritas yang
dihasilkan oleh saluran yang menaik dalam cairan interstisial.
Apa yang mencegah kapiler medulla renal sehingga tidak kehilangan gradient
osmolaritas dengan cara membawa NaCl yang keluar dari saluran yang
menaik ke dalam cairan interstisial? Vasa rekta juga merupakan suatu sistem
lawan-arus, dengan pembuluh yang menaik dan menurun yang membawa
darah dengan arah yang berlawanan melalui gradient osmolaritas ginjal.
Ketika pembuluh yang menurun mengirimkan darah menuju ke medulla
bagian dalam, air hilang dari darah dan NaCl berdifusi ke dalam darah. Aliran
ini hanya dibalik seiring dengan aliran darah yang kembali menuju ke korteks
pada pembuluh yang menaik, dengan air yang masuk kembali ke darah dan
garam yang berdifusi keluar dari darah. Dengan demikian, vasa rakta dapat
meyediakan nutrient dan zat-zat penting lainnya yang dibawa oleh darah tanpa
menghalangi gradient osmolaritas yang memungkinkan ginjal mengeksresikan
urin yang hiperosmotik.
Ketika filtran itu mencapai tubula distal, cairan itu sama sekali tidak
hiperosmotik dibandingkan dengan cairan tubuh, melainkan hipoosmotik. Hal
ini terjadi karena segmen tebal saluran yang menaik lengkung Henle itu secara
aktif memompa NaCl keluar dari tubula, yang membuat filtrate itu menjadi
semakin encer. Sekarang filtrate itu turun sekali lagi menuju medulla, kali ini
dalam duktus pengumpul, yang permeable terhadap air tetapi tidak permeable
terhadap garam. Mengalir dari korteks ke medulla, filtrate itu kehilangan air
melalui osmosis ketika menghadapi cairan interstisial dengan osmolaritas
yang semakin meningkat. Dengan demikian, urea mengalami pemekatan
dalam filtrate itu. Sebagian di antaranya, bocor dari daerah yang lebih rendah
pada duktus pengumpul itu, sehingga turut berkontribusi terhadap osmolaritas
interstisial yang tinggi pada bagian dalam medulla. (Urea ini didaur ulang
melalui difusinya ke dalam lengkung Henle, tetapi kebocoran urea secara
terus-menerus dari duktus pengumpul itu mempertahankan konsentrasi zat
terlarut tersebut agar tetap tinggi dalam cairan interstisia). Urea yang masih
tetap berada dalam duktus pengumpul dieksresikan, dengan air yang hilang
dalam jumlah minimum, dari tubuh karena osmosis menyebabkan filtrate
dalam duktus pengumpul menyamai osmolaritas cairan interstisial, yang dapat
mencapai 1200 mosm/L pada bagian dalam medulla. Perhatikan bahwa urin,
pada kepekatan yang paling tinggi pun, sebenarnya isoosmotik dibandingkan
dengan cairan interstisial bagian dalam medulla; akan tetapi, urin tersebut
hiperosmotik dibandingkan dengan darah dan cairan interstisial dimana pun
dalam tubuh. Nefron, jukstamedulari, dengan cirri pemekatan urinnya itu,
merupakan adaptasi yang utama bagi kehidupan terrestrial, yang membuat
mamalia mampu membuang limbah bernitrogen tanpa membuang air secara
percuma.
Sistem Saraf dan Perputaran Umpan-Balik Hormonal Mengatur Fungsi Ginjal
Meskipun ginjal dapat mengeksresikan urin yang hiperosmotik, namun tidak
selalu menguntungkan bagi ginjal untuk melakukan hal itu. Sebagai contoh,
jika anda mengkonsumsi cairan dalam jumlah berlebihan, ginjal sebenarnya
dapat mengekskresikan sejumlah besar urin hipoosmoti (seencer 70 mosm/L,
dibanding dengan sekitar 300 mosm.L darah manusia). Hal tersebut
memungkinkan ginjal membuang sejumlah besar air tanpa kehilangan garam-
garam yang penting. Ginjal adalah organ osmoregulasi yang serba bisa,
dimana penyerapan kembali air dan garam tunduk pada suatu kombinasi
sistem saraf dan control hormonal.