Anda di halaman 1dari 8

SiSTEM PEMERINTAHAN DAERAH

INISIASI 1
Sistem Pemerintahan Daerah
Pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia dapat dilacak dalam kerangka
konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam UUD 1945 terdapat dua nilai dasar yang
dikembangkan, yakni nilai unitaris dan nilai desentralisasi teritorial. Nilai dasar unitaris
diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak akan mempunyai kesatuan pemerintah lain
di dalamnya yang bersifat negara, artinya kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa dan
negara Republik Indonesia tidak akan terbagi diantara kesatuan-kesatuan pemerintahan.
Sementara itu, nilai dasar desentralisasi teritorial diwujudkan dalam penyelenggaraan
pemerintahan di daerah dalam bentuk otonomi daerah. Secara teoritis, sedikitnya ada tujuh
elemen (sub sistem) yang membentuk pemerintahan daerah, yaitu:
1. adanya urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah. Urusan tersebut merupakan isi
otonomi yang menjadi dasar bagi kewenangan daerah untuk mengatur dang mengurus rumah
tangganya;
2. adanya kelembagaan yang merupakan pewadahan dari otonomi yang diserahkan kepada
daerah;
3. adanya personil yaitu pegawai yang mempunyai tugas untuk menjalankan urusan otonomi
yang menjadi isi rumah tangga daerah yang bersangkutan;
4. adanya sumber-sumber keuangan untuk membiayai pelaksanaan otonomi daerah;
5. adanya unsur perwakilan yang merupakan perwujudan dari wakil-wakil rakyat yang telah
mendapatkan legitimasi untuk memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah;
6. adanya manajemen pelayanan publik agar otonomi dapat berjalan secara efektif,efisien dan
akuntabel;
7. adanya pengawasan, supervisi, monitoring dan evaluasi yang efektif dan efisien.
Ketujuh elemen di atas secara integrated merupakan suatu sistem yang membentuk pemerintahan
daerah.
INISIASI 2
Kewenangan Daerah
Penyelenggaraan desentralisasi mensyaratkan pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah
pusat dengan daerah otonom. Pembagian urusan pemerintahan tersebut dapat dibedakan dalam
tiga ajaran rumah tangga yaitu formil, materiil dan riil.
Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pembagian
urusan pemerintahan didasarkan kepada pemikiran bahwa selalu terdapat berbagai urusan
pemerintahan yang sepenuhnya/tetap menjadi kewenangan pemerintah pusat. Urusan
pemerintahan tersebut menyangkut kelangsungan hidup bangsa dan negara secara keseluruhan
seperti politik luar negeri, pertahanan, keamanan, moneter dan fiskal nasional, yustisi dan agama.
Pemerintah daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya di
luar urusan pemerintahan yang ditentukan menjadi urusan pemerintah pusat. Dalam
menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, pemerintahan daerah
menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Pelaksanaan urusan pemerintahan oleh daerah
dapat diselenggarakan secara langsung oleh pemerintahan daerah itu sendiri dan dapat pula
penugasan oleh pemerintah provinsi ke pemerintah kabupaten/kota dan desa atau penugasan dari
pemerintah kabupaten/kota ke desa. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
pemerintahan daerah terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan.
Namun demikian, terdapat bagian urusan pemerintahan yang bersifat concurrent, yaitu urusan
pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu dapat dilaksanakan
bersama antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Pembagian kewenangan yang
concurrent tersebut didasarkan pada kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan
mempertimbangkan keserasian hubungan pengelolaan urusan pemerintahan antar tingkat
pemerintahan.
INISIASI 3
Organisasi Pemerintah Daerah
Pada organisasi pemerintah, kegiatan yang dijalankan untuk mencapai tujuan didasarkan pada
kewenangan yang dimilikinya. Pada era desentralisasi sekarang ini, pemerintah daerah diberi
kebebasan yang luas untuk menyusun organisasinya sendiri. Pola organisasi pemerintah daerah
yang serba seragam pada masa lalu digantikan dengan pola yang beraneka ragam. Pembentukan
organisasi pemerintah daerah untuk menjalankan urusan/kewenangan didasarkan pada prinsip
money follow function. Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah,bentuk dan susunan organisasi pemerintah daerah didasarkan pada kewenangan
pemerintahan yang dimiliki daerah; karakteristik, potensi dan kebutuhan daerah; kemampuan
keuangan daerah; ketersediaan sumber daya aparatur; pengembangan pola kerjasama antar
daerah dan/atau dengan pihak ketiga.
Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, lembaga pemerintahan daerah adalah
Pemerintah daerah dan DPRD, sedangkan Pemerintah daerah adalah kepala daerah dan
perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Kepala daerah adalah
kepala pemerintah daerah yang dipilih secara demokratis, dipilih secara langsung oleh rakyat
yang persyaratan dan tata caranya ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah, kepala daerah dibantu oleh perangkat daerah. Secara
umum perangkat daerah terdiri dari unsur staf yang membantu penyusunan kebijakan dan
koordinasi, diwadahi dalam lembaga sekretariat; unsur pendukung tugas kepala daerah dalam
penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik, diwadahi dalam lembaga
teknis daerah; serta unsur pelaksana urusan daerah diwadahi dalam lembaga dinas daerah.
Perangkat daerah provinsi terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah dan
lembaga teknis daerah. Sedangkan perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat
daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan dan kelurahan.

http://si-itank.blogspot.com/2012/03/sistem-pemerintahan-daerah.html
PEMERINTAHAN DAERAH SECARA UMUM

A. Urgensi Pemerintahan Daerah


Kehadiran pemerintahan dan keberadaan pemerintah adalah sesuatu yang urgen bagi proses
kehidupan masyarakat Sejarah telah membuktikan bahwa masyarakat, sekecil apa pun
kelompoknya, bahkan sebagai individu sekalipun membutuhkan pelayanan pemerintah. Secara
sadar ataupun tidak, harus kita akui bahwa banyak sisi kehidupan kita sehari-hari erat
hubungannya dengan fungsi-fungsi pemerintah di dalamnya. Ketika kita lahir, orang tua kita
mencatatkan data kelahiran ke Kantor Desa/Kelurahan atau pun Kecamatan untuk memperoleh
Akta Kelahiran. Pada masa kanak-kanak, kita membutuhkan sekolah mulai TK hingga Perguruan
Tinggi. maka pemerintah telah menyediakan berbagai macam fasilitas belajar. Setelah tamat
sekolah kita membutuhkan pekerjaan, dalam hal ini juga pemerintah telah sedapat mungkin
menyediakan lapangan pekerjaan di berbagai bidang dan sektor pemerintah. Dalam kehidupan
kita sehari-hari, keamanan dan ketenteraman kita dijamin oleh pemerintah dengan berbagai
sistem keamanan yang diciptakan.
Ketika kita meninggal pun, peranan pemerintah tetap ada, yakni dalam proses pemakaman
sampai membuat Akta Kematian. Masih banyak lagi aktivitas kita sehari-hari yang dilayani
pemerintah demi tercapainya berbagai kebutuhan dan kepentingan kita, baik secara pribadi mau-
pun secara bermasyarakat.
Jika tidak ada pemerintah, maka masyarakat akan hidup dalam serba ketidakteraturan dan
ketidaktertiban yang bukan tidak mungkin akan melahirkan berbagai bentuk kerusuhan dan aksi
kekerasan serta tindakan kejahatan lainnya. Kehadiran pemerintah pertama-tama adalah untuk
mengatur dan melindungi masyarakat warganya agar senantiasa dalam keadaan aman dan tertib.
Jadi, ketika masyarakat menginginkan suatu bentuk kehidupan di luar aturan-aturan pemerintah,
maka saat itulah berbagai bentuk persoalan sosial akan muncul. Sebab pada dasarnya manusia
menurut Thomas Hobes adalah homo homini lupus (manusia adalah serigala bagi manusia yang
lain).
Dalam hal ini para ahli pemerintahan telah menemukan fungsi utama pemerintahan yaitu fungsi
pengaturan (regulation) dan fungsi pelayanan (services). Suatu negara, bagaimana pun bentuknya
dan seberapa luas pun wilayahnya tidak akan mampu menyelenggarakan pemerintahan secara
sentral terus menerus. Keterbatasan kemampuan pemerintah menimbulkan konsekuensi logis
bagi distribusi urusan-urusan pemerintahan negara kepada pemerintah daerah. Demikianlah di
setiap negara di dunia, kewenangan untuk menjalankan fungsi pelayanan umum didistribusikan
secara sentral dan lokal seperti dikatakan Maas (1961).
Dalam suatu negara federal, hal ini semakin tampak, sebab urusan-urusan pemerintahan negara
federal merupakan sejumlah urusan sisa dari pemerintahan negara-negara bagiannya. Negara-
negara bagian tersebut menyelenggarakan pemerintahan secara local self government dengan
sedikit urusannya yang bersifat local state government.
Dalam perkembangannya, kewenangan negara yang ada secara sentral, telah dibagi berdasarkan
kegiatan di berbagai departemen. Di tingkat lokal, kewenangan dibagi berdasarkan wilayah yang
ada di berbagai pemerintahan daerah di seluruh negara. Kedua sistem tersebut, saling terkait dan
melengkapi, sungguhpun dalam praktek, sering tumpang tindih (over lapping) dan saling
bersaing. Salah satu faktor yang telah mendorong peningkatan distribusi kewenangan pusat ke
daerah ialah berkembangnya sistem komunikasi yang cepat dan langsung, transportasi yang lebih
baik, meningkatnya profesionalisme, tumbuhnya asosiasi-asosiasi di samping tuntutan untuk
merangsang pertumbuhan ekonomi lebih tinggi, pelayanan lebih baik, dan kepemimpinan politik
dan administrasi yang lebih efisien. Beberapa hal yang urgen dari keberadaan pemerintah daerah
dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, akan dijelaskan lebih lanjut.
Sejarah perkembangan manusia menunjukkan bahwa akibat perbedaan geografis maupun
geologis, manusia di berbagai belahan bumi mengalami proses evolusi yang berbeda-beda.
Orang Eskimo di kutub es, memiliki perilaku kehidupan tersendiri sesuai dengan tantangan alam
yang ada, yang kemudian melahirkan bentuk-bentuk budaya masyarakat sebagai identitas
mereka. Persekutuan di antara mereka dengan ciri-ciri budaya dan perilaku yang sama, kemudian
menjadi suatu suku yang secara otomatis berbeda dengan suku lainnya di seluruh dunia. Dalam
perkembangan selanjutnya, sebagai akibat hukum alam, maka manusia yang satu akan saling
tergantung dengan manusia yang lain. Perbedaan kebutuhan dan kepentingan di antara mereka,
menyebabkan terjadinya proses interaksi sosial yang kemudian menjadi pangkal berbagai konflik
antar warga atau suku yang saling berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan yang berkaitan
dengan latar belakang etnis, bahasa, budaya dan agama, di samping institusi sosial dan
pertimbangan politik maupun administratif, pada umumnya merupakan indikator penting bagi
perlunya mempertahankan keberadaan sebuah daerah (Maas, 1961).
Dalam aspek potensi yang dimiliki daerah, pertimbangan perlunya pemerintahan daerah
memiliki alasannya sendiri. Potensi daerah yang merupakan kekayaan alam baik yang sifatnya
dapat diperbarui maupun yang tidak dapat diperbarui seperti minyak bumi, batu bara, timah,
tembaga, nikel serta potensi pariwisata lainnya, melahirkan pertimbangan khusus bagi
pemerintah pusat untuk mengatur pemerataan daerah. Hasrat ini kemudian mewajibkan
pemerintah membentuk pemerintahan daerah sekaligus pemberian otonomi tertentu untuk
menyelenggarakan rumah tangga daerahnya. Dalam konteks ini malah ada kecenderungan
pemerintah pusat untuk mengatur pemerintahan sampai-sampai daerah kehilangan kreativitas
dan inovasi. Dengan demikian sering muncul berbagai persoalan yang menempatkan pemerintah
sebagai sasaran kedongkolan masyarakat daerah yang merasa telah dijadikan 'sapi perahan' oleh
pemerintah. 'Ujung' otonominya telah diberikan kepada pemerintah daerah, tapi 'ekornya' masih
dipegang oleh pemerintah pusat. Pemerintah daerah tidak memiliki keleluasaan dalam
menyelenggarakan rumah tangganya, sekaligus menggali potensi-potensi yang ada sebagai
penunjang pendapatan asli daerah.
Kebutuhan untuk memanfaatkan institusi daerah disebabkan oleh adanya variasi dalam hal
kepadatan penduduk, intensitas kebutuhan dan minimnya sumber daya yang tersedia pada
masyarakat (Norton, 1994). Dalam dua dekade terakhir ini, misalnya, kepentingan potensil
pemerintah daerah telah meningkat sejalan dengan tuntutan yang semakin besar terhadap
pembangunan daerah dan peningkatan pelayanan. Di samping itu, walaupun fenomena diatas
mempengaruhi semua lembaga pemerintah daerah, tuntutan bagi yang ada di wilayah perkotaan
makin serius. Semakin besar hambatannya, semakin tidak dapat dihindarkan masalah
kriminalitas, permukiman kumuh, persediaan air yang tidak mencukupi, fasilitas kebersihan yang
terbatas, persekolahan yang tidak memuaskan, dan pengangguran. Hal ini tentunya
membutuhkan penanganan yang serius dengan melibatkan unsur lembaga yang mampu
mencipta- kan keteraturan. Pemerintah daerah dengan berbagai produk peraturannya dipandang
urgen untuk menstabilkan suasana yang rumit ini, sebab jangkauan serta kemampuan pemerintah
pusat terlalu jauh untuk menangani masalah ini. Dengan demikian, masalah keterbatasan
kemampuan pemerintah pusat juga merupakan salah satu alasan urgennya pemerintahan daerah.
Perbedaan kondisi daerah, kebutuhan daerah, sumber daya daerah, aspirasi daerah dan bahkan
prioritas daerah menuntut perlunya diciptakan transportasi kebijaksanaan nasional yang efektif
ke dalam program daerah secara responsif dan bertanggung jawab. Kesulitan untuk menjalankan
serangkaian pelayanan kepada masyarakat daerah oleh departemen yang ada di pusat seringkali
dijumpai di negara mana pun di dunia ini. Bahkan banyak pejabat birokrasi nasional memiliki
pemahaman yang minim dalam hal keberagaman kondisi daerah. Hal ini banyak berdampak pada
kesulitan pemerintah merealisasikan program-program yang ada di daerah. Masyarakat yang
merasa bahwa program pemerintah tidak sesuai dengan aspirasinya, dengan spontan akan
pesimis menolak bahkan antipati terhadap program tersebut. Dengan demikian, sulit diharapkan
tercapainya partisipasi masyarakat secara maksimal.
Program pemerintah yang tidak aspiratif bersumber dan keengganan aparat pemerintah untuk
turun ke lapangan, melihat secara langsung apa yang menjadi kebutuhan mereka, bahkan sedapat
mungkin berdialog secara khusus dengan mereka. Kenyataan yang ada di negara kita, tampak
bahwa guna menyusun berbagai program pembangunan, pemerintah hanya meneropong dari
ketinggian saja atau kalaupun turun ke wilayah, seperti yang dikatakan Chambers (1987) hanya
sebagai 'turisme' saja. Akibatnya kebijakan pembangunan yang didasarkan pada pengamatan
sedemikian itu banyak yang mengalami error, karena apa yang menjadi kebutuhan dan aspirasi
masyarakat tidak sesuai dengan rencana pembangunan yang dibutuhkan. Oleh karena itu,
kemauan baik (good will) pemerintah untuk kontak dengan warga amatlah penting.
Peluang untuk berhubungan secara langsung dengan warga masyarakatnya, memungkinkan
pimpinan daerah memperoleh lebih banyak pemahaman yang spesifik mengenai kebutuhan
daerah. di samping fleksibilitas yang lebih tinggi dalam pengendalian sumber daya
pengalokasian prioritas dan partisipasi masyarakat (Allen, 1990).
Hal-hal di atas merupakan determinan bagi perkembangan dan kesinambungan sistem
pemerintahan yang efektiidan ekonomis. Jika political will di atas terwujud dengan baik, maka
akan tercapai sistem administrasi pemerintahan yang efisien. Motivasi administratif bagi
keberadaan pemerintah daerah ialah bahwa desentralisasi pembuatan keputusan senantiasa lebih
efisien dalam memberikan respon terhadap permasalahan yang dihadapi di daerah.

Berdasarkan uraian diatas, maka dengan memperhatikan fenomena pemerintahan daerah di


Indonesia, dapat dikemukakan beberapa alasan tentang perlunya pemerintahan di daerah sebagai
berikut :

1. Alasan sejarah
Secara hisitoris eksistensi pemda telah dikenal sejak masa pemerintahan kerajaan-kerajaan nenek
moyang dahulu, sampai pada sistem pemerintahan yang diberlakukan oleh pemerintah penjajah,
baik pemerintah Kolonialisme Belanda, Portugis, Spanyol, Inggris maupun Jepang.
Demikian pula mengenai sistem kemasyarakatan dan susunan pemerintahannya mulai dari
tingkat desa, kampung, negeri, atau dengan istilah lainnya sampai pada puncak pimpinan
pemerintahan. Disamping itu upaya membuat perbandingan sistem pemerintahan yang berlaku di
beberapa negara lain, juga amat penting untuk dijadikan pertimbangan bagi pembentukan
pemerintahan daerah. Berdasarkan latar belakang sejarah di atas, maka pemerintah Indonesia
sejak Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, merancang
UUD yang di dalamnya mengatur secara eksplisit tentang Pemerintahan Daerah. Hal-hal ini
terlihat dalam pola pikir dan usulan-usulan yang terungkap sewaktu para pendiri Republik (the
founding fathers) ini mengadakan sidang-sidangnya dalam mempersiapkan Undang-Undang
Dasarnya, yang kemudian dikenal dengan Undang-Undang Dasar 1945. Dikeluarkannya UU No.
1 Tahun 1945 merupakan awal mula peraturan tentang pemerintahan daerah di Indonesia sejak
kemerdekaan. Ditetapkannya UU tentang peraturan daerah tersebut merupakan resultante dari
berbagai pertimbangan tentang sejarah pemerintahan kita di masa kerajaan-kerajaan serta pada
masa pemerintahan kolonialisme. Dengan demikian, produk UU tentang pemerintahan daerah
dan seterusnya, yakni, UU No. 22 Tahun 1948, UU No. 44 Tahun 1950, UU No. 1 Tahun 1957,
UU No. 18 Tahun 1965 maupun UU No. 5 Tahun 1974, UU No. 22 Tahun 1999, merupakan
hasil pertimbangan sejarah pemerintahan negara kita sejak masa lampau, serta dengan
perbandingan dengan sistem pemerintahan yang berlaku di beberapa negara di dunia. Jadi, dalam
pandangan sejarah, urgensi pemerintahan daerah lebih di dorong oleh eksistensi pemerintahan
daerah yang telah berlangsung dan dilaksanakan selang beberapa masa, baik sebelum maupun
sesudah kemerdekaan Indonesia.

2. Alasan Situasi dan Kondisi Wilayah


Secara geografis, wilayah Negara Indonesia merupakan gugusan kepulauan yang terdiri dari
ribuan pulau besar dan kecil yang satu sama lain dipisahkan oleh selat, laut dan dikelilingi lautan
yang amat luas. Kondisi wilayah yang demikian ini, mempunyai konsekuensi logis terhadap
lahirnya berbagai suku dengan adat istiadat, kebiasaan, kebudayaan dan ragam bahasa daerahnya
masing-masing. Demikian pula keadaan dan kekayaan alam serta potensi permasalahan yang
satu sama lain memiliki kekhususan tersendiri. Keanekaragaman yang menjadi ciri bangsa
Indonesia serta potensi-potensi yang melekat di berbagai wilayah Indonesia, tentunya harus di-
manage dengan baik sedemikian rupa sehingga mampu menjadi asset bangsa yang berharga
untuk mendatangkan devisa guna pembentukan pendapatan nasional. Untuk itu, dipandang akan
lebih efisien dan efektif apabila pengelolaan berbagai urusan pemerintahan ditangani oleh unit
atau perangkat pemerintah yang berada di wilayah masing-masing daerah tersebut.
Alasan situasi dan kondisi wilayah di atas, akhirnya mendorong pemerintah pusat untuk
membentuk dan membina pemerintahan di daerah dengan disertai pemberian hak otonom dalam
mengurus rumah tangganya.

3. Alasan Keterbatasan Pemerintah


Setelah disepakatinya azas atau prinsip dan tujuan serta arah perjuangan Indonesia merdeka
sebagaimana tertuang dalam naskah pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, dalam
pelaksanaannya diperlukan perangkat pemerintahan di daerah, karena disadari bahwa tidak
semua urusan pemerintah dapat dilaksanakan sendiri oleh pemerintah pusat. Sebagaimana telah
ditekankan pada proses pengambilan keputusan rapat pengesahan UUD 1945, bahwa perangkat
pemerintah di daerah adalah sebagai bagian dalam mekanisme pemerintahan pusat dan bukan
merupakan negara sendiri. Untuk menjaga kemungkinan agar pemerintahan di daerah itu tidak
memisahkan diri dan pemerintah pusat, maka dinyatakan selanjutnya bahwa di samping ada
daerah otonom, ada juga yang bersifat administrasi belaka, dimana semua daerah itu merupakan
wilayah administrasi Pemerintahan negara yang pembentukannya ditetapkan dengan Undang-
undang.
Pemerintahan negara, berfungsi menyelenggarakan urusan-urusan pemerintahan yang sifatnya
umum. Jika diperhadapkan pada kenyataan bahwa kemampuan pemerintah memiliki
keterbatasan, maka pertimbangan pendelegasian kewenangan kepada unit pemerintahan di
daerah-daerah tidak terhindarkan lagi. Sebab tidaklah mungkin pemerintah dapat menangani
semua urusan pemerintahan yang menyangkut kepentingan masyarakat yang mendiami ribuan
pulau yang tersebar dan Sabang sampai Merauke. Hal ini membawa konsekuensi logis terhadap
kesiapan dan kemauan politik pemerintah untuk menyertakan personel, perangkat dan
pembiayaan dalam urusan-urusan pemerintahan yang telah diserahkan tersebut.

4. Alasan Politis dan Psikologis


Ketika UUD 1945 dalam masa penyusunan, maka pandangan yang menonjol pada saat itu adalah
wawasan integralistis dan demokratis serta semangat persatuan dan kesatuan nasional. Semangat
persatuan dan kesatuan tersebut telah menjiwai berbagai rencana pemerintah pada masa itu,
termasuk dalam merancang sistem pemerintahan daerah. Dengan demikian, untuk tetap menjaga
kekompakan semua tokoh dan keutuhan masyarakat dan wilayah, daerah-daerah perlu memilih
pemerintahan sendiri dalam kerangka negara kesatuan, di samping untuk memberikan rasa
tanggung jawab dalam mengisi kemerdekaan dan sekaligus memberi kesempatan kepada daerah
untuk berperan serta dalam pemerintahan, sebagai perwujudan semangat dan jiwa demokrasi asli
bangsa Indonesia.
Alasan politis dan psikologis ini memang tepat, karena sejarah telah membuktikan bahwa sekian
lamanya kita hidup di bawah pemerintahan penjajah, semata-mata hanya disebabkan satu faktor
utama, yakni lemahnya persatuan dan kesatuan bangsa pada waktu itu. Kondisi wilayah yang
begitu luas dan terpisah-pisah oleh lautan, semakin memberi dorongan bagi krusialnya persoalan
per- satuan dan kesatuan bangsa. Dengan semangat persatuan dan kesatuan bangsa, maka daerah
yang satu akan merasa sebagai bagian dari daerah yang lain, dan merupakan suatu kesatuan,
sekalipun berbeda-beda adat istiadat, suku bangsa, ras dan agama serta bahasanya. Pembentukan
dan pembinaan pemerintahan daerah adalah sarana efektif yang memungkinkan semangat
persatuan dan kesatuan tetap terpelihara dalam ikatan negara kesatuan Republik Indonesia,
karena pemberian kepercayaan kepada pemerintah daerah akan mengurangi beban pemerintah
untuk menjaga keutuhan negara yang berbhinneka tunggal ika:

B. Jenis-jenis Pemerintahan Daerah

Menyimak Pasal 18 UUD 1945, secara sepintas terlihat bahwa Pemerintahan di Daerah terdiri
atas 2 jenis, yakni pemerintahan lokal administratif atau local state government dan
pemerintahan lokal yang mengurus rumah tangga sendiri atau local self government.

1. Local Self Government


Sebagai konsekuensi pelaksanaan asas desentralisasi dalam ikatan negara kesatuan Republik
Indonesia adalah lahirnya local self government atau pemerintah daerah lokal yang mengurus
rumah tangga sendiri. Dalam rangka melaksanakan pemerintahan negara yang sebaik-baiknya di
tingkat daerah, dan upaya penyesuaian pemerintahan di tingkat daerah serta untuk
mempermudah penyelenggaraan yang sifatnya sangat khusus dalam daerah tertentu,
penyelenggaraan dapat diserahkan kepada suatu local government atau pemerintah lokal, yang
diberi kewenangan untuk mengurusi kepentingan daerahnya sendiri. Dilihat dan segi tanggung
jawab negara, maka mau tidak mau daerah yang menjadi organ pemerintahan negara mempunyai
kedudukan sebagai bawahan negara semata-mata.
Dengan Undang-undang, suatu daerah dibentuk, sekaligus ditetapkan kewenangannya.
Selanjutnya dengan Undang-undang suatu daerah dapat juga dipecahkan menjadi beberapa
daerah, atau sebaliknya disatukan dengan daerah-daerah lain. Undang-undang memberikan
kebebasan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, misalnya hak
untuk mempunyai sumber penghasilan sendiri, yaitu dengan memungut pajak dan retribusi.
Daerah yang pemerintahannya berdasarkan sistem ini disebut local self government atau
pemerintah daerah yang mengurus rumah tangganya sendiri. Urusannya disebut urusan rumah
tangga sendiri atau urusan otonom, yang acapkali disebut otonomi. Sedangkan pemerintahannya
disebut pemerintahan daerah otonom. Istilah otonom yang asal katanya autonomy secara
etimologis berasal dan kata autos yang berarti sendiri dan nomos yang berarti perintah. Oleh
karena itu otonomi berarti memerintah sendiri.
Dapat diartikan bahwa Otonomi Daerah adalah "Hak wewenang dan kewajiban daerah untuk
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku". Sedangkan Daerah Otonom adalah "Kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas wilayah tertentu yang berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur dan
mengurus rumah tangga sendiri dalam ikatan negara kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku".
Berdasarkan uraian di atas, dapatlah dikemukakan ciri-ciri local self government atau pemerintah
lokal yang mengurus rumah tangga sendiri, yaitu :
1). Segala urusan yang diselenggarakan merupakan urusan yang sudah dijadikan urusan-urusan
rumah tangga sendiri, oleh sebab itu urusan-urusannya perlu ditegaskan secara terperinci.
2). Penyelenggaraan pemerintahan dilaksanakan oleh alat- alat perlengkapan yang seluruhnya
bukan terdiri dari para pejabat pusat, tetapi pegawai pemerintah daerah.
3). Penanganan segala urusan itu seluruhnya diselenggarakan atas dasar inisiatif atau
kebijaksanaan sendiri.
4). Hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah yang mengurus rumah tangga sendiri
adalah hubungan pengawasan saja.
5). Seluruh penyelenggaraannya pada dasarnya dibiayai dari sumber keuangan sendiri.
Dengan demikian. Local Self Government atau Pemerintahan Lokal daerah dalam sistem
pemerintahan daerah di Indonesia adalah semua daerah dengan berbagai urusan otonomi, yang
mengurus rumah tangga sendiri. Hak otonom bagi local self government tentunya harus berada
dalam kerangka sistem pemerintahan negara.

2. Local state government


Local state government sering diterjemahkan sebagai Pemerintahan Wilayah. Terbentuknya
Local state government adalah sebagai konsekuensi dan penerapan asas Dekonsentrasi. Adanya
pemerintah wilayah administratif atau pemerintah lokal administrate dalam menyelenggarakan
urusan-urusan pemerintah di Daerah adalah sebagai wakil dan pemerintah pusat atau National
Government. Jadi local state government atau pemerintah lokal administratif bertugas hanya
menyelenggarakan perintah-perintah atau petunjuk-petunjuk dari pemerintah pusat. Dalam
kedudukannya sebagai wakil Pemerintah Pusat (national government) yang ditempatkan di
daerah acapkali disebut Pemerintah Lokal Pusat. Juga oleh karena menyangkut nama Pemerintah
Pusat atau Pemerintah Negara, acapkali disebut Pemerintah Negara setempat.
Local state government atau pemerintah lokal administratif dibentuk karena penyelenggaraan
seluruh urusan pemerintahan negara yang tidak dapat dilakukan sendiri oleh pemerintah pusat.
Penyelenggaraan pemerintahan semacam ini disebabkan karena sangat luasnya wilayah dan
banyaknya urusan pemerintahan. Konsekuensi dan penyelenggaraan pemerintahan di daerah
dengan sistem local state government, maka tugas-tugas Pemda hanya terbatas pada tugas-tugas
yang diberikan oleh pemerintah pusat berupa perintah-perintah atau petunjuk-petunjuk. Terbuka
kemungkinan adanya pengaturan yang dapat dilakukan pemerintah daerah dalam rangka upaya
penyelenggaraan atau operasionalisasi petunjuk-petunjuk pemerintah pusat tersebut. Dalam
kaitan dengan ini, maka perlu diterangkan pula mengenai pemerintah umum pusat di daerah dan
pemerintah khusus pusat di daerah dalam kerangka pendalaman tentang konsep local state
government tersebut.

C. Varian Struktur Pemerintahan Daerah

Walaupun terdapat beragam varian dalam sistem desentralisasi dengan karateristik yang berbeda,
namun pada dasarnya ada empat pola (patterns) field administration and local government
system yang dapat diidentifikasi sebagai berikut :

1. Comprehensive Local Government System


Dalam sistem ini, sebagian besar urusan pemerintah pada tingkat daerah diserahkan kepada dan
dikelola sepenuhnya oleh pemerintah daerah, baik urusan itu termasuk kewenangan otonomi
daerah, maupun kewenangan daerah, dengan kemungkinan ditunjang oleh pemerintah pusat.
Pemerintah daerah melaksanakan beberapa fungsi sesuai dengan ketentuan peraturan dan
perundang-undangan yang berlalu, serta melaksanakan fungsi-fungsi lainnya yang memberikan
pelayanan langsung kepada masyarakat, atas nama departemen atau pemerintah pusat. Negara-
negara di dunia yang menerapkan sistem ini, misalnya India, Pakistan, Sudan, dan Uni Arab
Republik.

2. Partnership Local Government System


Dalam sistem ini, beberapa fungsi tertentu yang memberikan pelayanan langsung kepada
masyarakat dilakukan oleh unit pelaksana kantor pusat, dan urusan pelayanan yang lainnya
dilakukan oleh pemerintah daerah. Pemerintah daerah melaksanakan fungsi-fungsi tersebut
sedikit banyak lebih bersifat mandiri (selfstanding, autonomously) sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang mendasarinya, serta dapat melakukan beberapa tugas lainnya atas
nama dan di bawah supervisi-teknik dari departemen pusat. Jadi, dalam sistem ini unsur-unsur
pemerintah tertentu bisa dilakukan oleh unit dari departemen pusat atau pemerintah daerah,
tergantung pada kebutuhan dan situasi. Contoh negara-negara yang menerapkan sistem ini adalah
Srilangka, Kawasan Negara-negara yang berbahasa Inggris di Afrika, Nigeria Barat, dan
sebagainya.

3. Dual System of Local government


Dalam sistem ini, departemen di pusat secara langsung melakukan tugas-tugas pemerintah
daerah, dan tidak membentuk atau menunjuk unit pelaksana. Sedangkan pemerintah daerah,
menurut perundang-undangan mempunyai kewenangan otonomi melakukan tugas-tugas
otonominya, dan melakukan hal-hal yang dapat mendorong perkembangan daerah. Namun,
dalam prakteknya sedikit sekali yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah, sebab dalam
sistem ini sering terjadi konflik dan overlapping tugas-tugas antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah. Yang menonjol dalam sistem ini, adalah pemerintah daerah lebih berperan
sebagai alat political decentralization daripada sebagai alat peningkatan pembangunan sosial
ekonomi. Hal ini berakibat, pemerintah daerah tidak dapat dengan leluasa menyelenggarakan
urusan rumah tangganya untuk memacu pembangunan secara komprehensif multidimensional.
Pemerintah daerah hanya diperlukan untuk mempercepat proses pencapaian tujuan pemerintah
pusat secara sepihak. Sistem seperti ini umumnya diterapkan di Amerika Latin, dan sebagainya.

4. Integrated Administrative System


Di dalam sistem ini, semua badan-badan Pemerintah Pusat langsung melakukan fungsi-fungsi
pelayanan kepada masyarakat, dimana central government area coordinators atau semacam
Kepala Wilayah bertanggung jawab untuk bertindak sebagai koordinator bagi unit pelaksana
termasuk technical agencies dari pemerintah daerah. Dengan demikian, peranan pemerintah
daerah relatif sangat kecil untuk mengontrol kegiatan pemerintah dan staf di wilayahnya, karena
semua kegiatan pemerintah berada di bawah koordinasi koordinator wilayah. Sistem seperti ini
sangat rawan untuk terjadinya pergolakan daerah atau separatisme, karena daerah menjadi
semakin tidak berdaya dan kehilangan wibawa. Sistem seperti ini telah diterapkan di negara-
negara Asia Tenggara dan Timur Tengah.

http://sakatik.blogspot.com/2008/10/blog-post.html

Anda mungkin juga menyukai