BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Modul Penyajian Laporan Keuangan ini disusun untuk memudahkan
pemahaman terhadap Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 01
tentang Penyajian Laporan Keuangan. Modul ini disusun sebagai bahan
pelatihan untuk pelatih Standar Akuntansi Pemerintahan, sehingga dengan
mempelajari modul ini peserta diharapkan dapat belajar mandiri (self study)
atas materi Penyajian Laporan Keuangan pada pemerintah pusat. Modul ini
menguraikan kembali paragraf-paragraf SAP maupun penjelasan disertai
dengan contoh-contoh yang aplikatif sehingga diharapkan dapat dijadikan
rujukan dalam implementasi SAP yang berkaitan dengan penyajian laporan
keuangan.
Tujuan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 01
adalah mengatur penyajian laporan keuangan untuk tujuan umum (general
purpose financial statements) dalam rangka meningkatkan keterbandingan
laporan keuangan baik terhadap anggaran, antar periode, maupun antar
entitas. Laporan keuangan untuk tujuan umum adalah laporan keuangan yang
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pengguna
laporan. Untuk mencapai tujuan tersebut, standar ini menetapkan seluruh
pertimbangan dalam rangka penyajian laporan keuangan, pedoman struktur
laporan keuangan, dan persyaratan minimum isi laporan keuangan. PSAP
Nomor 01 ini berlaku untuk entitas pelaporan dalam menyusun laporan
keuangan suatu entitas pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan laporan
keuangan konsolidasian, tidak termasuk perusahaan negara/daerah.
B. Tujuan Pembelajaran
Tujuan Pembelajaran Umum:
Setelah mengikuti pelatihan ini diharapkan peserta mampu:
1. Memahami Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)
2. Mengimplementasikan SAP dalam menyusun dan menyajikan laporan
keuangan.
C. Deskripsi Ringkas
Materi Modul Penyajian Laporan Keuangan disusun sesuai dengan PSAP
01 dengan susunan tujuan laporan keuangan, basis akuntansi, jenis laporan
keuangan, periode pelaporan, hubungan antar komponen laporan keuangan,
unsur-unsur neraca, yaitu aset, kewajiban, dan ekuitas dana, serta soal
latihan.
D. Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran dalam pelatihan ini dilakukan dengan cara
pemaparan teori oleh fasilitator yang diikuti dengan tanya jawab serta diskusi
soal-soal latihan dan contoh kasus yang berkaitan dengan Penyajian Laporan
Keuangan. Keberhasilan pembelajaran ini juga sangat tergantung pada
partisipasi aktif dari para peserta pelatihan dalam aktivitas diskusi, latihan,
dan tanya jawab.
BAB II
TUJUAN PELAPORAN KEUANGAN DAN BASIS AKUNTANSI
B. Basis Akuntansi
Basis akuntansi merupakan prinsip-prinsip akuntansi yang menentukan
kapan pengaruh atas transaksi atau kejadian harus diakui untuk tujuan
pelaporan keuangan. Basis akuntansi pada umumnya ada dua yaitu basis kas
(cash basis of accounting) dan basis akrual (accrual basis of accounting).
Dalam akuntansi berbasis kas, transaksi ekonomi dan kejadian lain
diakui ketika kas diterima oleh kas pemerintah (Kas Umum Negara) atau
dibayarkan dari kas pemerintah (Kas Umum Negara). Sedangkan dalam
akuntansi berbasis akrual berarti suatu basis akuntansi di mana transaksi
ekonomi dan peristiwa-peristiwa lain diakui dan dicatat dalam catatan
akuntansi dan dilaporkan dalam periode laporan keuangan pada saat
terjadinya transaksi tersebut, bukan pada saat kas atau ekuivalen kas
diterima atau dibayarkan. Contoh transaksi yang membedakan basis kas dan
basis akrual adalah dalam peristiwa pada saat pemerintah menerbitkan Surat
Keputusan Penetapan Pajak (SKPP). Dalam basis kas, saat terbitnya SKPP
tersebut belum diakui sebagai pendapatan, karena pemerintah belum
menerima kas. Namun, dalam basis akrual, terbitnya SKPP tersebut oleh
pemerintah sudah diakui sebagai pendapatan, walaupun pemerintah belum
menerima kas atas pendapatan pajak tersebut.
Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, pemerintah diwajibkan menerapkan basis akuntansi
akrual secara penuh atas pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja
negara paling lambat tahun anggaran 2008. Sedangkan basis akuntansi yang
digunakan dalam penyusunan laporan keuangan pemerintah pada saat ini
menurut PSAP Nomor 01 adalah basis kas untuk pengakuan pendapatan,
belanja, transfer, dan pembiayaan dan basis akrual untuk pengakuan aset,
kewajiban, dan ekuitas dana. Basis kas adalah basis akuntansi yang mengakui
pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas
diterima atau dibayar. Sedangkan basis akrual adalah basis akuntansi yang
mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat transaksi dan
peristiwa itu terjadi, tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas diterima
atau dibayar.
Entitas pelaporan diperkenankan untuk menyelenggarakan akuntansi
dan penyajian laporan keuangan dengan menggunakan sepenuhnya basis
akrual (fully accrual basis), baik dalam pengakuan pendapatan, belanja,
transfer, dan pembiayaan, maupun dalam pengakuan aset, kewajiban, dan
ekuitas dana. Namun, entitas pelaporan tersebut tetap menyajikan Laporan
Realisasi Anggaran (LRA) berdasarkan basis kas. Rekonsiliasi dari LRA
berbasis akrual ke LRA berbasis kas wajib disajikan dalam Catatan atas
Laporan Keuangan (CaLK).
BAB III
STRUKTUR DAN ISI LAPORAN KEUANGAN
b. Belanja
Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara
yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran
bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh
pemerintah.
c. Transfer
Transfer adalah penerimaan/pengeluaran uang dari suatu entitas
pelaporan dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana
perimbangan dan dana bagi hasil.
d. Surplus/defisit
Surplus/defisit adalah selisih lebih/kurang antara pendapatan dan
belanja selama satu periode pelaporan.
e. Pembiayaan
Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali
dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun
anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya,
yang dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk
menutup defisit atau memanfaatkan surplus anggaran.
f. Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran
Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran (SiLPA/SiKPA) adalah selisih
lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran APBN selama
satu periode pelaporan.
Unsur-unsur dari LRA dapat digambar dalam tabel di bawah ini:
a. Pendapatan Rp xxx
b. Belanja Rp xxx
c. Transfer Rp xxx
d. Surpus (Defisit) = (a (b+c)) Rp xxx
e. Pembiayaan (Neto) Rp xxx
f. Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran = (d f) Rp xxx
Akuntansi LRA ini lebih detail diatur dalam PSAP Nomor 02 tentang
Laporan Realisasi Anggaran.
2. Neraca
Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan
mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu.
Mengenai neraca lebih detail dibahas dalam Bab III modul ini.
CaLK meliputi penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai
suatu pos yang disajikan dalam LRA, Neraca, dan LAK. Termasuk pula
dalam CaLK adalah penyajian informasi yang diharuskan dan dianjurkan
oleh SAP serta pengungkapan-pengungkapan lainnya yang diperlukan
untuk penyajian yang wajar atas laporan keuangan, seperti kewajiban
kontinjensi dan komitmen-komitmen lainnya.
Bagian kebijakan akuntansi pada CaLK setidak-tidaknya
menjelaskan hal-hal sebagai berikut:
1). basis pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan
keuangan;
2). sampai sejauh mana kebijakan-kebijakan akuntansi yang berkaitan
dengan ketentuan-ketentuan masa transisi SAP diterapkan oleh suatu
entitas pelaporan; dan
3). setiap kebijakan akuntansi tertentu yang diperlukan untuk memahami
laporan keuangan.
Untuk menentukan apakah suatu kebijakan akuntansi perlu
diungkapkan, manajemen harus mempertimbangkan apakah
pengungkapan tersebut dapat membantu pengguna untuk memahami
setiap transaksi yang tercermin dalam laporan keuangan. Kebijakan-
kebijakan akuntansi yang perlu dipertimbangkan untuk disajikan meliputi,
tetapi tidak terbatas pada, hal-hal sebagai berikut:
1). Pengakuan pendapatan;
B. Periode Pelaporan
Laporan keuangan disajikan sekurang-kurangnya sekali dalam setahun.
Penyajian laporan keuangan sebagai laporan pertanggungjawaban
pelaksanaan APBN diwajibkan untuk setiap periode tahun anggaran APBN, di
mana dalam masa 1 (satu) tahun anggaran terhitung mulai 1 Januari sampai
dengan tanggal 31 Desember. Dengan demikian, periode pelaporan keuangan
tahunan adalah per tanggal 31 Desember untuk Neraca, dan untuk tahun
yang berakhir 31 Desember untuk LRA dan LAK.
Dalam situasi tertentu, tanggal laporan suatu entitas berubah dan
laporan keuangan tahunan disajikan dengan suatu periode yang lebih panjang
atau lebih pendek dari satu tahun, misalnya sehubungan dengan adanya
perubahan tahun anggaran. Contoh selanjutnya adalah dalam masa transisi
dari akuntansi berbasis kas ke akrual, suatu entitas pelaporan mengubah
tanggal pelaporan entitas-entitas akuntansi yang berada dalam entitas
pelaporan untuk memungkinkan penyusunan laporan keuangan konsolidasian.
Dalam kondisi seperti itu entitas pelaporan harus mengungkapkan informasi
mengenai alasan penggunaan periode pelaporan tidak satu tahun, dan fakta
bahwa jumlah-jumlah komparatif untuk laporan tertentu seperti arus kas dan
catatan-catatan terkait tidak dapat diperbandingkan.
Sesuai dengan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
batas waktu penyampaian laporan keuangan sebagai laporan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN selambat-lambatnya 6 (enam) bulan
setelah berakhirnya tahun anggaran. Dengan demikian, kegunaan laporan
keuangan tersebut berkurang bilamana laporan tidak tersedia bagi pengguna
BAB IV
NERACA
A. Aset
Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh
pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat
ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh
pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang,
termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa
bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena
alasan sejarah dan budaya.
Aset diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan diperoleh
oleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan
andal. Aset diakui pada saat diterima atau kepemilikannya dan/atau
kepenguasaannya berpindah. Jika suatu entitas memiliki aset moneter dalam
mata uang asing maka harus dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang
rupiah. Penjabaran mata uang asing tersebut menggunakan kurs tengah bank
sentral pada tanggal neraca. Aset diklasifikasikan menjadi aset lancar dan
aset nonlancar.
1. Aset Lancar
Suatu aset diklasifikasikan sebagai aset lancar jika:
1.diharapkan segera untuk direalisasikan, dipakai, atau dimiliki untuk
dijual dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan,
atau
2.berupa kas dan setara kas.
Aset lancar disajikan dalam neraca meliputi kas dan setara kas, investasi
jangka pendek, piutang, dan persediaan.
Debet Kredit
Aset Lancar Kewajiban Jangka Pendek
Utang PFK Rp XXX
Ekuitas Dana Lancar
Kas Umum Negara Rp XXX SILPA Rp XXX
Debet Kredit
Aset Lancar Ekuitas Dana Lancar
Kas di Bendahara
Pengeluaran Rp XXX SILPA Rp XXX
Debet Kredit
Aset Lancar Ekuitas Dana Lancar
Investasi Jangka Pendek Rp XXX SILPA Rp XXX
c). Piutang
Pos-pos piutang antara lain terdiri dari piutang pajak, piutang
retribusi, bagian lancar tagihan penjualan angsuran, bagian lancar
tuntutan ganti rugi, dan piutang lainnya yang diharapkan diterima
dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Piutang
dicatat sebesar nilai nominalnya.
Penjualan aset, seperti rumah dinas kepada pegawai negeri sipil
biasanya diangsur lebih dari 12 bulan. Penjualan tersebut oleh
pemerintah disebut sebagai Tagihan Penjualan Angsuran (TPA). Dalam
neraca, TPA akan disajikan sebagai aset lainnya, sedangkan TPA yang
akan jatuh tempo dalam jangka waktu 12 bulan setelah tanggal
pelaporan, akan direklasifikasi dan disajikan tersendiri dalam aset
lancar sebagai Bagian Lancar TPA. Reklasifikasi TPA ini dilakukan hanya
untuk tujuan penyusunan neraca karena pembayaran atas tagihan
penjualan angsuran akan mengurangi perkiraan Tagihan Penjualan
Angsuran bukan Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran.
Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain
yang karena perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan
kewajiban yang dibebankan kepadanya secara langsung merugikan
keuangan Negara, wajib mengganti kerugian tersebut. Sejumlah
kewajiban untuk mengganti kerugian tersebut dikenal dengan istilah
Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi (TP/TGR). Dalam
neraca, TP/TGR disajikan sebagai aset lainnya, sedangkan TP/TGR yang
akan jatuh tempo dalam jangka waktu 12 bulan setelah tanggal
pelaporan, akan direklasifikasi dan disajikan tersendiri dalam aset
lancar sebagai Bagian Lancar TP/TGR. Reklasifikasi TP/TGR ini
dilakukan hanya untuk tujuan penyusunan neraca. Pada awal tahun
berikutnya bagian lancar piutang ini dikembalikan pada TP/TGR dalam
kelompok aset lainnya karena penerimaan kembali dari Tuntutan Ganti
Rugi akan mengurangi perkiraan Tuntutan Ganti Rugi bukan Bagian
Lancar Tuntutan Ganti Rugi.
Perkiraan pasangan (balancing account) Piutang Pajak, Piutang
Retribusi, Bagian Lancar TPA, dan Bagian Lancar TP/TGR dalam neraca
LKPP, Neraca K/L dan satuan kerja adalah Cadangan Piutang , yang
dapat digambarkan sebagai berikut:
Debet Kredit
Aset Lancar Ekuitas Dana Lancar
Piutang Pajak Rp XXX Cadangan Piutang* Rp XXX
Piutang Retribusi Rp XXX
Bagian Lancar TPA Rp XXX
Bagian Lancar TP/TGR Rp XXX
Rincian jenis piutang pajak, retribusi, bagian lancar TPA dan TP/TGR
dapat diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.
d). Persediaan
Persediaan mencakup barang atau perlengkapan yang dibeli dan
disimpan untuk digunakan, misalnya barang pakai habis seperti alat
tulis kantor, barang tak habis pakai seperti komponen peralatan dan
pipa, dan barang bekas pakai seperti komponen bekas. Jenis-jenis
persediaan beserta nilainya perlu diungkap dalam catatan atas laporan
keuangan.
Debet Kredit
Aset Lancar Ekuitas Dana Lancar
Persediaan Rp XXX Cadangan Persediaan* Rp XXX
2. Aset Nonlancar
Aset nonlancar mencakup aset yang bersifat jangka panjang dan aset
tak berwujud, yang digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk
kegiatan pemerintah atau yang digunakan masyarakat umum. Yang termasuk
dalam aset nonlancar adalah aset yang tidak memenuhi kriteria sebagai aset
lancar sebagaimana diuraikan terdahulu.
Aset nonlancar diklasifikasikan menjadi investasi jangka panjang, aset
tetap, dana cadangan, dan aset lainnya.
a). Investasi Jangka Panjang
Investasi jangka panjang adalah investasi yang dimaksudkan
untuk dimiliki selama lebih dari 12 (dua belas) bulan. Investasi jangka
panjang dicatat sebesar biaya perolehan termasuk biaya tambahan
lainnya yang terjadi untuk memperoleh kepemilikan yang sah atas
investasi tersebut. Investasi jangka panjang terdiri dari investasi
nonpermanen dan investasi permanen. Investasi nonpermanen adalah
investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak
berkelanjutan. Investasi nonpermanen terdiri dari:
1. Pinjaman kepada perusahaan negara;
2. Penanaman modal dalam proyek pembangunan yang dapat
dialihkan kepada pihak ketiga; dan
3. Investasi nonpermanen lainnya.
Investasi permanen adalah investasi jangka panjang yang
dimaksudkan untuk dimiliki secara berkelanjutan. Investasi permanen
terdiri dari:
1. Penyertaan Modal Pemerintah pada perusahaan negara,
lembaga keuangan negara, badan hukum milik negara, badan
internasional dan badan hukum lainnya bukan milik negara.
2. Investasi permanen lainnya.
Perkiraan pasangan (balancing account) Investasi Jangka
Panjang dalam neraca LKPP adalah Diinvestasikan dalam Investasi
Jangka Panjang, yang dapat digambarkan sebagai berikut:
Debet Kredit
Investasi Jangka Panjang Ekuitas Dana Investasi
Pinjaman kepada Perusahaan Negara Rp XXX Diinvestasikan dalam
Investasi Obligasi Rp XXX Investasi Jangka Panjang* Rp XXX
Investasi Nonpermanen Lainnya Rp XXX
Penanaman Modal Pemerintah Rp XXX
Investasi Permanen Lainnya Rp XXX
Debet Kredit
Aset Tetap Ekuitas Dana Investasi
Tanah Rp XXX Diinvestasikan dalam
Peralatan dan Mesin Rp XXX Aset tetap* Rp XXX
Gedung dan Bangunan Rp XXX
Jalan, irigasi, dan Jaringan Rp XXX
Aset Tetap Lainnya Rp XXX
Konstruksi dalam Pengerjaan Rp XXX
Penyajian aset tetap dalam neraca LKPP, K/L dan satuan kerja adalah:
Aset Tetap
Tanah Rp XXX
Peralatan dan Mesin Rp XXX
Gedung dan Bangunan Rp XXX
Jalan, Irigasi, dan Jaringan Rp XXX
Aset Tetap Lainnya Rp XXX
Konstruksi dalam Pengerjaan Rp XXX
Total Rp XXX
Dikurangi:
Akumulasi Penyusutan (Rp XXX)
Total Aset Tetap Rp XXX
untuk tujuan lainnya termasuk hak atas kekayaan intelektual. Aset tak
berwujud meliputi :
1. Software komputer
2. Lisensi dan franchise
3. Hak cipta (copyright), paten, goodwill dan hak lainnya
4. Hak jasa dan operasi
5. Aset tak berwujud dalam pengembangan.
Tagihan Penjualan Angsuran menggambarkan jumlah yang dapat
diterima dari penjualan aset pemerintah secara angsuran kepada
pegawai pemerintah. Tagihan penjualan angsuran dinilai sebesar nilai
nominal dari kontrak penjualan aset yang bersangkutan. Contoh
tagihan penjualan angsuran antara lain adalah penjualan rumah dinas
dan penjualan kendaraan dinas.
Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi menggambarkan
tagihan kepada pegawai pemerintah yang terbukti menyalahgunakan
uang negara atau menghilangkan aset pemerintah. Tuntutan
perbendaharaan/tuntutan ganti rugi dinilai sebesar nilai nominal dalam
Surat Ketetapan Tanggung jawab Mutlak atau Surat Keputusan
Pembebanan dari pejabat yang berwenang.
Kemitraan dengan Pihak Ketiga menggambarkan nilai hak yang
akan diperoleh atas suatu aset yang dibangun dengan cara kemitraan
pemerintah dan swasta berdasarkan perjanjian. Kemitraan dengan
pihak ketiga dinilai sebesar nilai kontrak kerjasama antara pemerintah
dengan pihak ketiga. Bentuk kemitraan tersebut antara lain Bangun
Kelola Serah (BKS)/Built operate Transfer (BOT) , Bangun Serah Kelola
(BSK)/Built Transfer Operate (BTO) dan bentuk kemitraan lainnya.
Perkiraan pasangan (balancing account) Aset Lainnya dalam
neraca LKPP, Neraca K/L dan satuan kerja adalah Diinvestasikan dalam
Aset Lainnya, yang dapat digambarkan sebagai berikut:
Debet Kredit
Aset Lainnya Ekuitas Dana Investasi
Aset Tak Berwujud Rp XXX Diinvestasikan dalam
Tagihan Penjualan Angsuran Rp XXX Aset Lainnya* Rp XXX
Tuntutan Perbendaraan/Tuntutan Ganti Rugi Rp XXX
Kemitraan dengan Pihak Ketiga Rp XXX
B. Kewajiban
Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang
penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi
pemerintah. Kewajiban diakui jika besar kemungkinan bahwa pengeluaran
sumber daya ekonomi akan dilakukan atau telah dilakukan untuk
menyelesaikan kewajiban yang ada sekarang, dan perubahan atas kewajiban
tersebut mempunyai nilai penyelesaian yang dapat diukur dengan andal.
Kewajiban diakui pada saat dana pinjaman diterima atau pada saat kewajiban
timbul.
Kewajiban dicatat sebesar nilai nominal. Kewajiban dalam mata uang
asing dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah. Penjabaran mata
uang asing menggunakan kurs tengah bank sentral (Bank Indonesia) pada
tanggal neraca.
Kewajiban diklasifikasikan menjadi kewajiban jangka pendek dan
kewajiban jangka panjang.
1. Kewajiban Jangka Pendek
Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek jika
diharapkan dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal
pelaporan. Kewajiban jangka pendek dapat dikategorikan dengan cara yang
sama seperti aset lancar. Beberapa kewajiban jangka pendek, seperti utang
transfer pemerintah atau utang kepada pegawai merupakan suatu bagian
yang akan menyerap aset lancar dalam tahun pelaporan berikutnya.
Kewajiban jangka pendek lainnya adalah kewajiban yang jatuh tempo dalam
waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Misalnya bunga
pinjaman, utang jangka pendek kepada pihak ketiga, utang perhitungan fihak
ketiga (PFK), dan bagian lancar utang jangka panjang.
Kewajiban jangka pendek antara lain terdiri atas:
a. Bagian lancar utang jangka panjang
Bagian lancar utang jangka panjang merupakan bagian utang jangka
panjang yang diharapkan akan dibayar dua belas bulan sesudah
tanggal pelaporan. Contohnya Pemerintah Pusat meminjam uang
kepada Pemerintah Jepang sebesar Rp20 miliar pada tanggal 1
Oktober 2005. Pinjaman tersebut dibayar mulai tahun 2006 sampai
2015 (selama 10 Tahun). Pemerintah Pusat akan melaporkan Bagian
Lancar Utang kepada Pemerintah Jepang sebesar yang akan dibayar
pada tahun 2006 yaitu Rp2 miliar.
b. Utang Bunga
Utang bunga merupakan utang yang timbul pada akhir periode
pelaporan sehubungan dengan adanya bunga terutang akibat dari
adanya pinjaman yang diambil pemerintah.
c. Utang PFK
Debet Kredit
Kewajiban Jangka Pendek
Bagian Lancar Utang Jangka Pendek Rp XXX
Utang Bunga Rp XXX
Utang Jangka Pendek Lainnya Rp XXX
Apabila terdapat pungutan PFK yang belum disetor artinya saldo uang
tersebut masih berada di Kas Negara-KPPN. Oleh karena itu, perkiraan
pasangan (balancing account) Utang PFK dalam neraca LKPP adalah Kas di
KPPN, yang dapat digambarkan dalam diagram sebagai berikut:
Debet Kredit
Aset Lancar Kewajiban Jangka Pendek
Kas di KPPN Rp XXX Utang PFK Rp XXX
Khusus pada K/L atau satuan kerja terdapat akun Uang Muka dari KUN
sebagai akun lawan dari Kas Di bendahara Pengeluaran, dan Akun Pendapatan
yang ditangguhkan sebagai akun lawan dari Kas Di Bendahara penerimaan.
Penyajian Kewajiban Jangka Pendek dalam neraca K/L dan satuan kerja
adalah:
Kewajiban Jangka Pendek
Utang Belanja Rp XXX
Utang kepada KUN Rp XXX
Informasi lebih rinci mengenai jenis dari kewajiban jangka pendek dapat
diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.
Debet Kredit
Kewajiban Jangka Panjang
Utang Dalam Negeri-Perbankan Rp XXX
Utang Dalam Negeri-Obligasi Rp XXX
Utang Luar Negeri Rp XXX
Utang Jangka Panjang Lainnya Rp XXX
C. Ekuitas Dana
Ekuitas Dana adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan
selisih antara aset dan kewajiban pemerintah. Ekuitas Dana diklasifikasikan
menjadi Ekuitas Dana Lancar, Ekuitas Dana Investasi, dan Ekuitas Dana
Cadangan.
DAFTAR BACAAN