Anda di halaman 1dari 31

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Modul Penyajian Laporan Keuangan ini disusun untuk memudahkan
pemahaman terhadap Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 01
tentang Penyajian Laporan Keuangan. Modul ini disusun sebagai bahan
pelatihan untuk pelatih Standar Akuntansi Pemerintahan, sehingga dengan
mempelajari modul ini peserta diharapkan dapat belajar mandiri (self study)
atas materi Penyajian Laporan Keuangan pada pemerintah pusat. Modul ini
menguraikan kembali paragraf-paragraf SAP maupun penjelasan disertai
dengan contoh-contoh yang aplikatif sehingga diharapkan dapat dijadikan
rujukan dalam implementasi SAP yang berkaitan dengan penyajian laporan
keuangan.
Tujuan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 01
adalah mengatur penyajian laporan keuangan untuk tujuan umum (general
purpose financial statements) dalam rangka meningkatkan keterbandingan
laporan keuangan baik terhadap anggaran, antar periode, maupun antar
entitas. Laporan keuangan untuk tujuan umum adalah laporan keuangan yang
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pengguna
laporan. Untuk mencapai tujuan tersebut, standar ini menetapkan seluruh
pertimbangan dalam rangka penyajian laporan keuangan, pedoman struktur
laporan keuangan, dan persyaratan minimum isi laporan keuangan. PSAP
Nomor 01 ini berlaku untuk entitas pelaporan dalam menyusun laporan
keuangan suatu entitas pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan laporan
keuangan konsolidasian, tidak termasuk perusahaan negara/daerah.

B. Tujuan Pembelajaran
Tujuan Pembelajaran Umum:
Setelah mengikuti pelatihan ini diharapkan peserta mampu:
1. Memahami Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)
2. Mengimplementasikan SAP dalam menyusun dan menyajikan laporan
keuangan.

Tujuan Pembelajaran Khusus:


Setelah mengikuti pelatihan ini diharapkan peserta mampu:
1. Peserta memahami tujuan penyajian laporan keuangan;
2. Peserta memahami pengertian dan unsur-unsur laporan keuangan;
3. Peserta memahami pengertian dan pos-pos dalam neraca;
4. Peserta memahami pengakuan aset dan kewajiban;
5. Peserta memahami pengukuran aset dan kewajiban;
6. Peserta memahami penyajian dan pengungkapan aset dan kewajiban
dalam laporan keuangan;
7. Setelah memahami sebagaimana dimaksud pada angka 1 s.d 6 di
atas, peserta diharapkan mampu menerapkannya dalam penyusunan
dan penyajian laporan keuangan pemerintah.

Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah 1


Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

C. Deskripsi Ringkas
Materi Modul Penyajian Laporan Keuangan disusun sesuai dengan PSAP
01 dengan susunan tujuan laporan keuangan, basis akuntansi, jenis laporan
keuangan, periode pelaporan, hubungan antar komponen laporan keuangan,
unsur-unsur neraca, yaitu aset, kewajiban, dan ekuitas dana, serta soal
latihan.

D. Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran dalam pelatihan ini dilakukan dengan cara
pemaparan teori oleh fasilitator yang diikuti dengan tanya jawab serta diskusi
soal-soal latihan dan contoh kasus yang berkaitan dengan Penyajian Laporan
Keuangan. Keberhasilan pembelajaran ini juga sangat tergantung pada
partisipasi aktif dari para peserta pelatihan dalam aktivitas diskusi, latihan,
dan tanya jawab.

Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah 2


Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB II
TUJUAN PELAPORAN KEUANGAN DAN BASIS AKUNTANSI

A. Tujuan Pelaporan Keuangan


Tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi mengenai
posisi keuangan, realisasi anggaran, arus kas, dan kinerja keuangan suatu
entitas pelaporan yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan
mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya. Secara spesifik,
tujuan pelaporan keuangan pemerintah adalah untuk menyajikan informasi
yang berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan
akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber daya yang dipercayakan
kepadanya, dengan:
a) menyediakan informasi mengenai posisi sumber daya ekonomi,
kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah;
b) menyediakan informasi mengenai perubahan posisi sumber daya
ekonomi, kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah;
c) menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi, dan penggunaan
sumber daya ekonomi;
d) menyediakan informasi mengenai ketaatan realisasi terhadap
anggarannya;
e) menyediakan informasi mengenai cara entitas pelaporan mendanai
aktivitasnya dan memenuhi kebutuhan kasnya;
f) menyediakan informasi mengenai potensi pemerintah untuk membiayai
penyelenggaraan kegiatan pemerintahan;
g) menyediakan informasi yang berguna untuk mengevaluasi kemampuan
entitas pelaporan dalam mendanai aktivitasnya.
Laporan keuangan untuk tujuan umum juga mempunyai peranan
prediktif dan prospektif, menyediakan informasi yang berguna untuk
memprediksi besarnya sumber daya yang dibutuhkan untuk operasi yang
berkelanjutan, sumber daya yang dihasilkan dari operasi yang berkelanjutan,
serta risiko dan ketidakpastian yang terkait. Pelaporan keuangan juga
menyajikan informasi bagi pengguna mengenai:
a) indikasi apakah sumber daya telah diperoleh dan digunakan sesuai
dengan anggaran;
b) indikasi apakah sumber daya diperoleh dan digunakan sesuai dengan
ketentuan, termasuk batas anggaran yang ditetapkan oleh DPR/DPRD.
Untuk memenuhi tujuan umum ini, laporan keuangan menyediakan informasi
mengenai entitas pelaporan dalam hal: aset; kewajiban; ekuitas dana;
pendapatan; belanja; transfer; pembiayaan; dan arus kas.
Menurut PSAP 01 Paragraf 13, tanggung jawab penyusunan dan
penyajian laporan keuangan berada pada pimpinan entitas. Dalam lingkup
pemerintah pusat yang dimaksud dengan pimpinan entitas adalah setiap
kepala satuan kerja sebagai entitas akuntansi dan setiap Menteri/Pimpinan
Lembaga sebagai entitas pelaporan. Kewajiban dan tanggung jawab
penyusunan dan penyajian laporan keuangan untuk setiap Menteri/pimpinan
lembaga juga dinyatakan dalam Pasal 55 ayat (2) huruf a Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yang berbunyi:

Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah 3


Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna


Barang menyusun dan menyampaikan laporan keuangan yang meliputi
laporan realisasi anggaran, neraca, dan catatan atas laporan keuangan
dilampiri laporan keuangan Badan Layanan Umum pada kementerian
negara/lembaga masing-masing.

B. Basis Akuntansi
Basis akuntansi merupakan prinsip-prinsip akuntansi yang menentukan
kapan pengaruh atas transaksi atau kejadian harus diakui untuk tujuan
pelaporan keuangan. Basis akuntansi pada umumnya ada dua yaitu basis kas
(cash basis of accounting) dan basis akrual (accrual basis of accounting).
Dalam akuntansi berbasis kas, transaksi ekonomi dan kejadian lain
diakui ketika kas diterima oleh kas pemerintah (Kas Umum Negara) atau
dibayarkan dari kas pemerintah (Kas Umum Negara). Sedangkan dalam
akuntansi berbasis akrual berarti suatu basis akuntansi di mana transaksi
ekonomi dan peristiwa-peristiwa lain diakui dan dicatat dalam catatan
akuntansi dan dilaporkan dalam periode laporan keuangan pada saat
terjadinya transaksi tersebut, bukan pada saat kas atau ekuivalen kas
diterima atau dibayarkan. Contoh transaksi yang membedakan basis kas dan
basis akrual adalah dalam peristiwa pada saat pemerintah menerbitkan Surat
Keputusan Penetapan Pajak (SKPP). Dalam basis kas, saat terbitnya SKPP
tersebut belum diakui sebagai pendapatan, karena pemerintah belum
menerima kas. Namun, dalam basis akrual, terbitnya SKPP tersebut oleh
pemerintah sudah diakui sebagai pendapatan, walaupun pemerintah belum
menerima kas atas pendapatan pajak tersebut.
Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, pemerintah diwajibkan menerapkan basis akuntansi
akrual secara penuh atas pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja
negara paling lambat tahun anggaran 2008. Sedangkan basis akuntansi yang
digunakan dalam penyusunan laporan keuangan pemerintah pada saat ini
menurut PSAP Nomor 01 adalah basis kas untuk pengakuan pendapatan,
belanja, transfer, dan pembiayaan dan basis akrual untuk pengakuan aset,
kewajiban, dan ekuitas dana. Basis kas adalah basis akuntansi yang mengakui
pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas
diterima atau dibayar. Sedangkan basis akrual adalah basis akuntansi yang
mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat transaksi dan
peristiwa itu terjadi, tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas diterima
atau dibayar.
Entitas pelaporan diperkenankan untuk menyelenggarakan akuntansi
dan penyajian laporan keuangan dengan menggunakan sepenuhnya basis
akrual (fully accrual basis), baik dalam pengakuan pendapatan, belanja,
transfer, dan pembiayaan, maupun dalam pengakuan aset, kewajiban, dan
ekuitas dana. Namun, entitas pelaporan tersebut tetap menyajikan Laporan
Realisasi Anggaran (LRA) berdasarkan basis kas. Rekonsiliasi dari LRA
berbasis akrual ke LRA berbasis kas wajib disajikan dalam Catatan atas
Laporan Keuangan (CaLK).

Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah 4


Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB III
STRUKTUR DAN ISI LAPORAN KEUANGAN

A. Jenis Laporan Keuangan


Dalam rangka pelaksanaan APBN setiap entitas baik pemerintah pusat,
kementerian negara/lembaga, pemerintah daerah, dan satuan kerja di tingkat
pemerintah pusat/daerah wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban
berupa laporan keuangan. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara, laporan keuangan pemerintah pokok
setidak-tidaknya terdiri atas:
a) Laporan Realisasi Anggaran (LRA),
b) Neraca,
c) Laporan Arus Kas (LAK),
d) Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).
Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan
atas Laporan Keuangan disajikan oleh setiap entitas pelaporan. Hal ini berarti
setiap Menteri/pimpinan lembaga wajib menyusun dan menyajikan laporan
keuangan di atas. Namun demikian, Laporan Arus Kas hanya disajikan oleh
unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan (Bendahara Umum
Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara). Oleh karena itu kepala satuan kerja
sebagai entitas akuntansi dan menteri/pimpinan lembaga tidak menyusun dan
menyajikan Laporan Arus Kas.
Di samping menyajikan laporan keuangan pokok, suatu entitas
pelaporan diperkenankan menyajikan Laporan Kinerja Keuangan berbasis
akrual dan Laporan Perubahan Ekuitas. Laporan Kinerja Keuangan adalah
laporan yang menyajikan pendapatan dan beban serta surplus/defisit selama
suatu periode yang disusun berdasarkan basis akrual. Laporan Perubahan
Ekuitas adalah laporan yang menyajikan mutasi atau perubahan saldo ekuitas
dana pemerintah selama suatu periode.

1. Laporan Realisasi Anggaran


Laporan Realisasi Anggaran menggambarkan realisasi pendapatan,
belanja, dan pembiayaan selama suatu periode.
Laporan Realisasi Anggaran (LRA) mengungkapkan kegiatan
keuangan pemerintah pusat/daerah yang menunjukkan ketaatan terhadap
APBN dengan menyajikan ikhtisar sumber, alokasi dan penggunaan
sumber daya ekonomi yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah dalam
satu periode pelaporan. LRA menggambarkan perbandingan antara
anggaran dengan realisasinya dalam satu periode pelaporan.
LRA menyajikan sekurang-kurangnya unsur-unsur sebagai berikut:
a. Pendapatan
Pendapatan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara
yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran
yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu
dibayar kembali oleh pemerintah.

Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah 5


Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

b. Belanja
Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara
yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran
bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh
pemerintah.
c. Transfer
Transfer adalah penerimaan/pengeluaran uang dari suatu entitas
pelaporan dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana
perimbangan dan dana bagi hasil.
d. Surplus/defisit
Surplus/defisit adalah selisih lebih/kurang antara pendapatan dan
belanja selama satu periode pelaporan.
e. Pembiayaan
Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali
dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun
anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya,
yang dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk
menutup defisit atau memanfaatkan surplus anggaran.
f. Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran
Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran (SiLPA/SiKPA) adalah selisih
lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran APBN selama
satu periode pelaporan.
Unsur-unsur dari LRA dapat digambar dalam tabel di bawah ini:

a. Pendapatan Rp xxx
b. Belanja Rp xxx
c. Transfer Rp xxx
d. Surpus (Defisit) = (a (b+c)) Rp xxx
e. Pembiayaan (Neto) Rp xxx
f. Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran = (d f) Rp xxx

Akuntansi LRA ini lebih detail diatur dalam PSAP Nomor 02 tentang
Laporan Realisasi Anggaran.

2. Neraca
Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan
mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu.
Mengenai neraca lebih detail dibahas dalam Bab III modul ini.

3. Laporan Arus Kas


Laporan Arus Kas (LAK) adalah laporan yang menyajikan informasi
mengenai sumber, penggunaaan, perubahan kas dan setara kas selama
satu periode akuntansi, dan saldo kas dan setara kas pada tanggal
pelaporan. Arus masuk dan keluar kas diklasifikasikan berdasarkan
aktivitas operasi, investasi aset nonkeuangan, pembiayaan, dan

Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah 6


Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

nonanggaran. Penyajian LAK dan pengungkapan yang berhubungan


dengan arus kas diatur dalam PSAP Nomor 03 tentang Laporan Arus Kas.

4. Catatan atas Laporan Keuangan


Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) adalah bagian yang tak
terpisahkan dari laporan keuangan yang menyajikan informasi tentang
penjelasan pos-pos laporan keuangan dalam rangka pengungkapan yang
memadai. CaLK ditujukan agar laporan keuangan dapat dipahami dan
dibandingkan dengan laporan keuangan entitas lainnya. CaLK sekurang-
kurangnya disajikan dengan susunan sebagai berikut:
1). informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi makro,
pencapaian target Undang-Undang APBN, berikut kendala dan
hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target;
2). ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama tahun pelaporan;
3). informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan-
kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-
transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya;
4). pengungkapan informasi yang diharuskan oleh PSAP yang belum
disajikan dalam lembar muka laporan keuangan;
5). pengungkapan informasi untuk pos-pos aset dan kewajiban yang
timbul sehubungan dengan penerapan basis akrual atas pendapatan
dan belanja dan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas;
6). informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang
tidak disajikan dalam lembar muka laporan keuangan.

CaLK meliputi penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai
suatu pos yang disajikan dalam LRA, Neraca, dan LAK. Termasuk pula
dalam CaLK adalah penyajian informasi yang diharuskan dan dianjurkan
oleh SAP serta pengungkapan-pengungkapan lainnya yang diperlukan
untuk penyajian yang wajar atas laporan keuangan, seperti kewajiban
kontinjensi dan komitmen-komitmen lainnya.
Bagian kebijakan akuntansi pada CaLK setidak-tidaknya
menjelaskan hal-hal sebagai berikut:
1). basis pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan
keuangan;
2). sampai sejauh mana kebijakan-kebijakan akuntansi yang berkaitan
dengan ketentuan-ketentuan masa transisi SAP diterapkan oleh suatu
entitas pelaporan; dan
3). setiap kebijakan akuntansi tertentu yang diperlukan untuk memahami
laporan keuangan.
Untuk menentukan apakah suatu kebijakan akuntansi perlu
diungkapkan, manajemen harus mempertimbangkan apakah
pengungkapan tersebut dapat membantu pengguna untuk memahami
setiap transaksi yang tercermin dalam laporan keuangan. Kebijakan-
kebijakan akuntansi yang perlu dipertimbangkan untuk disajikan meliputi,
tetapi tidak terbatas pada, hal-hal sebagai berikut:
1). Pengakuan pendapatan;

Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah 7


Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

2). Pengakuan belanja;


3). Prinsip-prinsip penyusunan laporan konsolidasian;
4). Investasi;
5). Pengakuan dan penghentian/penghapusan aset berwujud dan tidak
berwujud;
6). Kontrak-kontrak konstruksi;
7). Kebijakan kapitalisasi pengeluaran;
8). Kemitraan dengan fihak ketiga;
9). Biaya penelitian dan pengembangan;
10). Persediaan, baik yang untuk dijual maupun untuk dipakai sendiri;
11). Dana cadangan;
12). Penjabaran mata uang asing dan lindung nilai.

Suatu entitas pelaporan juga dapat mengungkapkan hal-hal berikut


ini apabila belum diinformasikan dalam bagian manapun dari laporan
keuangan, yaitu:
1). domisili dan bentuk hukum suatu entitas serta jurisdiksi dimana entitas
tersebut beroperasi;
2). penjelasan mengenai sifat operasi entitas dan kegiatan pokoknya;
3). ketentuan perundang-undangan yang menjadi landasan kegiatan
operasionalnya.
Catatan atas Laporan Keuangan diatur secara detail dalam PSAP Nomor 04
tentang Catatan atas Laporan Keuangan.

B. Periode Pelaporan
Laporan keuangan disajikan sekurang-kurangnya sekali dalam setahun.
Penyajian laporan keuangan sebagai laporan pertanggungjawaban
pelaksanaan APBN diwajibkan untuk setiap periode tahun anggaran APBN, di
mana dalam masa 1 (satu) tahun anggaran terhitung mulai 1 Januari sampai
dengan tanggal 31 Desember. Dengan demikian, periode pelaporan keuangan
tahunan adalah per tanggal 31 Desember untuk Neraca, dan untuk tahun
yang berakhir 31 Desember untuk LRA dan LAK.
Dalam situasi tertentu, tanggal laporan suatu entitas berubah dan
laporan keuangan tahunan disajikan dengan suatu periode yang lebih panjang
atau lebih pendek dari satu tahun, misalnya sehubungan dengan adanya
perubahan tahun anggaran. Contoh selanjutnya adalah dalam masa transisi
dari akuntansi berbasis kas ke akrual, suatu entitas pelaporan mengubah
tanggal pelaporan entitas-entitas akuntansi yang berada dalam entitas
pelaporan untuk memungkinkan penyusunan laporan keuangan konsolidasian.
Dalam kondisi seperti itu entitas pelaporan harus mengungkapkan informasi
mengenai alasan penggunaan periode pelaporan tidak satu tahun, dan fakta
bahwa jumlah-jumlah komparatif untuk laporan tertentu seperti arus kas dan
catatan-catatan terkait tidak dapat diperbandingkan.
Sesuai dengan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
batas waktu penyampaian laporan keuangan sebagai laporan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN selambat-lambatnya 6 (enam) bulan
setelah berakhirnya tahun anggaran. Dengan demikian, kegunaan laporan
keuangan tersebut berkurang bilamana laporan tidak tersedia bagi pengguna

Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah 8


Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

dalam suatu periode tertentu setelah tanggal pelaporan. Faktor-faktor yang


dihadapi seperti kompleksitas operasi suatu entitas pelaporan bukan
merupakan alasan yang cukup atas kegagalan pelaporan yang tepat waktu.
Selain laporan keuangan tahunan, setiap entitas pelaporan juga
diwajibkan menyusun laporan keuangan interim, yaitu setidak-tidaknya setiap
semester sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20
Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian
Negara/Lembaga dan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang
Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.

C. Hubungan antar Komponen Laporan Keuangan


Pos-pos yang terdapat dalam masing-masing laporan keuangan adalah
saling terkait satu sama lain.
1. Laporan Realisasi Anggaran dengan Laporan Arus Kas.
Pos-pos pendapatan, belanja, dan pembiayaan yang disajikan dalam
Laporan Realisasi Anggaran (LRA) pada dasarnya sama dengan pos-pos
yang disajikan dalam Laporan Arus Kas (LAK), karena Laporan Realisasi
Anggaran disusun berdasarkan basis kas. Perbedaan utama antara LRA
dan LAK adalah disajikannya transaksi nonanggaran di LAK tetapi tidak
disajikan di LRA. Disamping itu juga terdapat perbedaan klasifikasi
anggaran karena perbedaan tujuan pelaporannya.

2. Laporan Realisasi Anggaran dengan Neraca


Keterkaitan antara Laporan Realisasi Anggaran dengan Neraca
adalah dalam penghitungan Saldo Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan
Anggaran (SiLPA/SiKPA). SiLPA /SiKPA dalam Laporan Realisasi Anggaran
yang merupakan selisih antara surplus/defisit dan total pembiayaan akan
dimasukkan pada perkiraan Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran
dalam Neraca sebagai Ekuitas Dana Lancar. Perkiraan Sisa Lebih/Kurang
Pembiayaan Anggaran dalam Neraca tersebut merupakan akumulasi
SiLPA/SiKPA dalam LRA dari tahun-tahun sebelumnya.

3. Neraca dengan Laporan Arus Kas


Keterkaitan antara Neraca dan LAK adalah dalam penyajian saldo
kas. Selisih antara saldo awal dan akhir Kas Umum Negara dalam Neraca
merupakan kenaikan/penurunan kas sebagaimana yang disajikan dalam
LAK. Dengan kata lain selisih saldo awal dan akhir Kas Umum Negara
dalam Neraca harus sama dengan kenaikan/penurunan kas dalam Laporan
Arus Kas. Selain itu saldo akhir kas di Kas Umum Negara dalam Neraca
harus sama dengan saldo akhir kas di Kas Umum Negara dalam Laporan
Arus Kas.

4. Catatan atas Laporan Keuangan dengan Laporan Realisasi


Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas
Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari LRA, Neraca, dan LAK, karena CaLK menjelaskan/
mengungkapkan lebih rinci atas pos-pos dalam LRA, Neraca, dan LAK
tersebut.

Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah 9


Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB IV
NERACA

Neraca merupakan laporan yang menggambarkan posisi keuangan


suatu entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada
tanggal pelaporan. Neraca disusun dengan sistem sentralisasi dan
desentralisasi. Dengan Sistem sentralisasi, neraca disusun secara terpusat
oleh bagian akuntansi suatu entitas pelaporan. Sedangkan dengan
desentralisasi neraca disusun oleh entitas-entitas akuntansi yang kemudian
digabung oleh entitas pelaporan. Pada pemerintah pusat, satuan kerja
merupakan entitas akuntansi yang berkewajiban menyusun laporan keuangan
yang akan digabungkan oleh menteri/pimpinan lembaga menjadi neraca K/L.
Neraca K/L selanjutnya akan dikonsolidasikan menjadi laporan
keuangan pemerintah pusat (LKPP). Konsolidasi tersebut dilakukan dengan
menjumlahkan akun-akun neraca K/L dan bendahara umum negara (pos
khusus) serta mengeliminasi akun-akun timbal balik.
Neraca terdiri dari aset, kewajiban, dan ekuitas dana (net asset).
Ekuitas dana merupakan selisih dari aset setelah dikurangi kewajiban, atau
dalam persamaan akuntansi dapat dirumuskan:
Aset = Kewajiban + Ekuitas Dana
Hubungan aset, kewajiban, dan ekuitas dana dapat digambarkan sebagai
berikut:
Neraca
Aset Rp XXX Kewajiban Rp XXX
Ekuitas Dana Rp XXX
Total Rp XXX Total Rp XXX

A. Aset
Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh
pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat
ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh
pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang,
termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa
bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena
alasan sejarah dan budaya.
Aset diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan diperoleh
oleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan
andal. Aset diakui pada saat diterima atau kepemilikannya dan/atau
kepenguasaannya berpindah. Jika suatu entitas memiliki aset moneter dalam
mata uang asing maka harus dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang
rupiah. Penjabaran mata uang asing tersebut menggunakan kurs tengah bank
sentral pada tanggal neraca. Aset diklasifikasikan menjadi aset lancar dan
aset nonlancar.

Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah 10


Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

1. Aset Lancar
Suatu aset diklasifikasikan sebagai aset lancar jika:
1.diharapkan segera untuk direalisasikan, dipakai, atau dimiliki untuk
dijual dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan,
atau
2.berupa kas dan setara kas.
Aset lancar disajikan dalam neraca meliputi kas dan setara kas, investasi
jangka pendek, piutang, dan persediaan.

a). Kas dan Setara Kas


Kas diakui pada saat diterima atau pada saat kepemilikannya
dan/atau kepenguasaannya berpindah. Kas dicatat sebesar nilai
nominal artinya disajikan sebesar nilai rupiah tersebut. Apabila terdapat
kas dalam valuta asing, maka kas tersebut dikonversi menjadi rupiah
dengan menggunakan kurs tengah BI pada tanggal laporan. Termasuk
dalam klasifikasi kas adalah kas di bank, kas yang dipegang bendahara,
dan deposito berjangka kurang dari 3 (tiga) bulan. Dalam neraca
pemerintah pusat (LKPP), kas biasanya disajikan meliputi kas di BI, Kas
di KPPN, kas di bendahara penerimaan, dan kas di bendahara
pengeluaran. Pada K/L dan satuan kerja kas meliputi Kas di Bendahara
Penerimaan dan Kas di Bendahara Pengeluaran.
Perkiraan pasangan (balancing account) Kas di dalam neraca
LKPP adalah Hutang PFK dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA),
yang dapat digambarkan dalam diagram sebagai berikut:

Debet Kredit
Aset Lancar Kewajiban Jangka Pendek
Utang PFK Rp XXX
Ekuitas Dana Lancar
Kas Umum Negara Rp XXX SILPA Rp XXX

* SILPA disajikan di Neraca sebagai


Ekuitas Dana Lancar.

Perkiraan pasangan (balancing account) Kas di Bendahara


Pengeluaran dalam neraca K/L dan satuan kerja adalah Uang Muka dari
BUD, yang dapat digambarkan dalam diagram sebagai berikut:
Debet Kredit
Aset Lancar Kewajiban
Kas di Bendahara
Pengeluaran Rp XXX Uang Muda dari KUN Rp XXX

Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah 11


Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Perkiraan pasangan (balancing account) Kas di Bendahara


Pengeluaran dalam neraca LKPP adalah Sisa Lebih Pembiayaan
Anggaran (SILPA), yang dapat digambarkan dalam diagram sebagai
berikut:

Debet Kredit
Aset Lancar Ekuitas Dana Lancar
Kas di Bendahara
Pengeluaran Rp XXX SILPA Rp XXX

Perkiraan pasangan (balancing account) Kas di Bendahara


Penerimaan dalam neraca K/L dan satuan kerja adalah Pendapatan
yang Ditangguhkan, yang dapat digambarkan sebagai berikut:
Debet Kredit
Aset Lancar Kewajiban
Kas di Bendahara Pendapatan yang
Penerimaan Rp XXX Ditangguhkan Rp XXX

* Pendapatan yang Ditangguhkan


disajikan di Neraca sebagai
Kewajiban Jangka Pendek

Perkiraan pasangan (balancing account) Kas di Bendahara


Penerimaan dalam neraca LKPP adalah Pendapatan yang Ditangguhkan,
yang dapat digambarkan dalam diagram sebagai berikut:
Debet Kredit
Aset Lancar Ekuitas Dana Lancar
Kas di Bendahara Pendapatan yang
Penerimaan Rp XXX Ditangguhkan Rp XXX

* Pendapatan yang Ditangguhkan


disajikan di Neraca sebagai
Ekuitas Dana Lancar.
Pada neraca K/L dan satuan kerja, kas disajikan sebagai berikut:
Aset
Aset Lancar
Kas dan Setara Kas
Kas di Bendahara Pengeluaran Rp XXX
Kas di Bendahara Penerimaan Rp XXX
Total Kas dan setara kas Rp XXX

Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah 12


Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Pada neraca LKPP, kas disajikan sebagai berikut:


Kas dan Setara Kas
Kas di BI Rp XXX
Kas di KPPN Rp XXX
Kas di Bendahara Pengeluaran* Rp XXX
Kas di Bendahara Penerimaan* Rp XXX
Deposito (2 bulan)** Rp XXX
Total Kas dan setara kas Rp XXX
*) Rincian kas di bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran
pada beberapa K/L dapat diungkapkan dalam catatan atas laporan
keuangan.
**) Apabila pemerintah daerah memiliki deposito berjangka kurang dari
3 bulan pada beberapa bank, maka rincian atau daftar dari deposito
tersebut dapat diungkap dalam catatan atas laporan keuangan.

b). Investasi Jangka Pendek


Investasi jangka pendek diakui pada saat terjadinya pemindahan
kepemilikan, yaitu pada saat pemerintah menerima bukti investasi. Pos-
pos investasi jangka pendek antara lain deposito berjangka 3 (tiga)
sampai 12 (dua belas) bulan dan surat berharga yang mudah
diperjualbelikan. Investasi jangka pendek dicatat sebesar nilai
perolehan. Jenis-jenis deposito beserta jangka waktunya perlu diungkap
dalam catatan atas laporan keuangan. Akuntansi investasi jangka
pendek diatur lebih detail dalam PSAP Nomor 06 tentang Akuntansi
Investasi.
Perkiraan pasangan (balancing account) Investasi Jangka Pendek
dalam neraca LKPP adalah Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA),
yang dapat digambarkan dalam diagram sebagai berikut:

Debet Kredit
Aset Lancar Ekuitas Dana Lancar
Investasi Jangka Pendek Rp XXX SILPA Rp XXX

c). Piutang
Pos-pos piutang antara lain terdiri dari piutang pajak, piutang
retribusi, bagian lancar tagihan penjualan angsuran, bagian lancar
tuntutan ganti rugi, dan piutang lainnya yang diharapkan diterima
dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Piutang
dicatat sebesar nilai nominalnya.
Penjualan aset, seperti rumah dinas kepada pegawai negeri sipil
biasanya diangsur lebih dari 12 bulan. Penjualan tersebut oleh
pemerintah disebut sebagai Tagihan Penjualan Angsuran (TPA). Dalam

Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah 13


Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

neraca, TPA akan disajikan sebagai aset lainnya, sedangkan TPA yang
akan jatuh tempo dalam jangka waktu 12 bulan setelah tanggal
pelaporan, akan direklasifikasi dan disajikan tersendiri dalam aset
lancar sebagai Bagian Lancar TPA. Reklasifikasi TPA ini dilakukan hanya
untuk tujuan penyusunan neraca karena pembayaran atas tagihan
penjualan angsuran akan mengurangi perkiraan Tagihan Penjualan
Angsuran bukan Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran.
Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain
yang karena perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan
kewajiban yang dibebankan kepadanya secara langsung merugikan
keuangan Negara, wajib mengganti kerugian tersebut. Sejumlah
kewajiban untuk mengganti kerugian tersebut dikenal dengan istilah
Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi (TP/TGR). Dalam
neraca, TP/TGR disajikan sebagai aset lainnya, sedangkan TP/TGR yang
akan jatuh tempo dalam jangka waktu 12 bulan setelah tanggal
pelaporan, akan direklasifikasi dan disajikan tersendiri dalam aset
lancar sebagai Bagian Lancar TP/TGR. Reklasifikasi TP/TGR ini
dilakukan hanya untuk tujuan penyusunan neraca. Pada awal tahun
berikutnya bagian lancar piutang ini dikembalikan pada TP/TGR dalam
kelompok aset lainnya karena penerimaan kembali dari Tuntutan Ganti
Rugi akan mengurangi perkiraan Tuntutan Ganti Rugi bukan Bagian
Lancar Tuntutan Ganti Rugi.
Perkiraan pasangan (balancing account) Piutang Pajak, Piutang
Retribusi, Bagian Lancar TPA, dan Bagian Lancar TP/TGR dalam neraca
LKPP, Neraca K/L dan satuan kerja adalah Cadangan Piutang , yang
dapat digambarkan sebagai berikut:
Debet Kredit
Aset Lancar Ekuitas Dana Lancar
Piutang Pajak Rp XXX Cadangan Piutang* Rp XXX
Piutang Retribusi Rp XXX
Bagian Lancar TPA Rp XXX
Bagian Lancar TP/TGR Rp XXX

* Cadangan Piutang disajikan


di Neraca sebagai Ekuitas
Dana Lancar.

Rincian jenis piutang pajak, retribusi, bagian lancar TPA dan TP/TGR
dapat diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.

d). Persediaan
Persediaan mencakup barang atau perlengkapan yang dibeli dan
disimpan untuk digunakan, misalnya barang pakai habis seperti alat
tulis kantor, barang tak habis pakai seperti komponen peralatan dan
pipa, dan barang bekas pakai seperti komponen bekas. Jenis-jenis
persediaan beserta nilainya perlu diungkap dalam catatan atas laporan
keuangan.

Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah 14


Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Pada umumnya metode pencatatan persediaan ada 2 metode,


yaitu metode periodik dan metode perpetual. Dalam metode periodik,
persediaan dicatat berdasarkan penghitungan/ inventarisasi fisik
persediaan yang dilakukan pada akhir periode pelaporan. Sedangkan
dalam metode perpetual, persediaan dicatat setiap terjadi transaksi
yang mengakibatkan penambahan atau pengurangan persediaan.
Metode periodik biasanya digunakan untuk persediaan yang berjumlah
banyak dengan harga relatif rendah, sedangkan metode perpetual
biasanya digunakan untuk persediaan yang berjumlah relatif sedikit
dengan harga relatif tinggi.
Sesuai dengan PSAP 01, Persediaan dicatat sebesar:

biaya perolehan apabila diperoleh dengan pembelian;


biaya standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri;
nilai wajar apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti
donasi/rampasan.
Biaya perolehan atas persediaan sebagaimana dimaksud di atas
meliputi harga pembelian, biaya pengangkutan, biaya penanganan dan
biaya lainnya yang secara langsung dapat dibebankan pada perolehan
persediaan. Sedangkan potongan harga, rabat, dan lainnya yang serupa
mengurangi biaya perolehan. Dalam rangka penyajian nilai wajar, nilai
pembelian yang digunakan adalah biaya perolehan persediaan yang
terakhir diperoleh.
Biaya standar persediaan meliputi biaya langsung yang terkait
dengan persediaan yang diproduksi dan biaya tidak langsung yang
dialokasikan secara sistematis berdasarkan ukuran-ukuran yang
digunakan pada saat penyusunan rencana kerja dan anggaran.
Perkiraan pasangan (balancing account) Persediaan dalam neraca
LKPP, Neraca K/L dan satuan kerja adalah Cadangan persediaan, yang
dapat digambarkan sebagai berikut:

Debet Kredit
Aset Lancar Ekuitas Dana Lancar
Persediaan Rp XXX Cadangan Persediaan* Rp XXX

* Cadangan Persediaan yang


disajikan di Neraca sebagai
Ekuitas Dana Lancar.

Akuntansi mengenai persediaan diatur secara rinci dalam PSAP Nomor


05 tentang Akuntansi Persediaan.
Secara keseluruhan, penyajian aset lancar dalam neraca adalah:
Aset Lancar
Kas Rp XXX
Investasi Jangka Pendek Rp XXX
Piutang Pajak Rp XXX

Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah 15


Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Piutang Retribusi Rp XXX


Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran Rp XXX
Bagian Lancar Tagihan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rp XXX
Rugi
Persediaan Rp XXX
Total Aset Lancar Rp XXX

2. Aset Nonlancar
Aset nonlancar mencakup aset yang bersifat jangka panjang dan aset
tak berwujud, yang digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk
kegiatan pemerintah atau yang digunakan masyarakat umum. Yang termasuk
dalam aset nonlancar adalah aset yang tidak memenuhi kriteria sebagai aset
lancar sebagaimana diuraikan terdahulu.
Aset nonlancar diklasifikasikan menjadi investasi jangka panjang, aset
tetap, dana cadangan, dan aset lainnya.
a). Investasi Jangka Panjang
Investasi jangka panjang adalah investasi yang dimaksudkan
untuk dimiliki selama lebih dari 12 (dua belas) bulan. Investasi jangka
panjang dicatat sebesar biaya perolehan termasuk biaya tambahan
lainnya yang terjadi untuk memperoleh kepemilikan yang sah atas
investasi tersebut. Investasi jangka panjang terdiri dari investasi
nonpermanen dan investasi permanen. Investasi nonpermanen adalah
investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak
berkelanjutan. Investasi nonpermanen terdiri dari:
1. Pinjaman kepada perusahaan negara;
2. Penanaman modal dalam proyek pembangunan yang dapat
dialihkan kepada pihak ketiga; dan
3. Investasi nonpermanen lainnya.
Investasi permanen adalah investasi jangka panjang yang
dimaksudkan untuk dimiliki secara berkelanjutan. Investasi permanen
terdiri dari:
1. Penyertaan Modal Pemerintah pada perusahaan negara,
lembaga keuangan negara, badan hukum milik negara, badan
internasional dan badan hukum lainnya bukan milik negara.
2. Investasi permanen lainnya.
Perkiraan pasangan (balancing account) Investasi Jangka
Panjang dalam neraca LKPP adalah Diinvestasikan dalam Investasi
Jangka Panjang, yang dapat digambarkan sebagai berikut:

Debet Kredit
Investasi Jangka Panjang Ekuitas Dana Investasi
Pinjaman kepada Perusahaan Negara Rp XXX Diinvestasikan dalam
Investasi Obligasi Rp XXX Investasi Jangka Panjang* Rp XXX
Investasi Nonpermanen Lainnya Rp XXX
Penanaman Modal Pemerintah Rp XXX
Investasi Permanen Lainnya Rp XXX

Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah 16


Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

* Diinvestasikan dalam Investasi


Jangka Panjang disajikan di
Neraca sebagai Ekuitas Dana
Investasi.

Penyajian Investasi Jangka Panjang dalam neraca LKPP adalah:


Investasi Jangka Panjang
Investasi Nonpermanen Rp XXX
Pinjaman kepada Perusahaan Negara Rp XXX
Investasi Obligasi Rp XXX
Investasi Nonpermanen Lainnya Rp XXX
Total Investasi Nonpermanen Rp XXX
Investasi Permanen Rp XXX
Penanaman Modal Pemerintah Rp XXX
Investasi Permanen Lainnya Rp XXX
Total Investasi Permanen Rp XXX
Total Investasi Jangka Panjang Rp XXX

Rincian atas masing-masing jenis investasi jangka panjang dapat


diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.
Akuntansi Investasi tidak diselenggarakan oleh K/L dan satuan kerja
tetapi hanya diselenggarakan oleh Menteri Keuangan selaku BUN.
Akuntansi Investasi Jangka Panjang diatur secara rinci dalam PSAP
Nomor 06 tentang Akuntansi Investasi.

b). Aset Tetap


Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat
lebih dari dua belas bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah
atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Aset tetap dicatat sebesar
biaya perolehan. Apabila penilaian aset tetap dengan menggunakan
biaya perolehan tidak memungkinkan, maka nilai aset tetap didasarkan
pada nilai wajar pada saat perolehan. Selain tanah dan konstruksi
dalam pengerjaan, seluruh aset tetap dapat disusutkan sesuai dengan
sifat dan karakteristik aset tersebut. Biaya perolehan aset tetap yang
dibangun dengan cara swakelola meliputi biaya langsung untuk tenaga
kerja, bahan baku, dan biaya tidak langsung termasuk biaya
perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga listrik, sewa
peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan
pembangunan aset tetap tersebut.
Aset tetap terdiri dari:
1. Tanah
2. Peralatan dan Mesin
3. Gedung dan Bangunan
4. Jalan, Irigasi, dan Jaringan
5. Aset Tetap Lainnya
6. Konstruksi dalam Pengerjaan.

Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah 17


Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Perkiraan pasangan (balancing account) Aset Tetap dalam neraca LKPP,


neraca K/L dan satuan kerja adalah Diinvestasikan dalam Investasi Aset
Tetap, yang dapat digambarkan sebagai berikut:

Debet Kredit
Aset Tetap Ekuitas Dana Investasi
Tanah Rp XXX Diinvestasikan dalam
Peralatan dan Mesin Rp XXX Aset tetap* Rp XXX
Gedung dan Bangunan Rp XXX
Jalan, irigasi, dan Jaringan Rp XXX
Aset Tetap Lainnya Rp XXX
Konstruksi dalam Pengerjaan Rp XXX

* Diinvestasikan dalam Aset


Tetap disajikan di Neraca
sebagai Ekuitas Dana
Investasi.

Penyajian aset tetap dalam neraca LKPP, K/L dan satuan kerja adalah:
Aset Tetap
Tanah Rp XXX
Peralatan dan Mesin Rp XXX
Gedung dan Bangunan Rp XXX
Jalan, Irigasi, dan Jaringan Rp XXX
Aset Tetap Lainnya Rp XXX
Konstruksi dalam Pengerjaan Rp XXX
Total Rp XXX
Dikurangi:
Akumulasi Penyusutan (Rp XXX)
Total Aset Tetap Rp XXX

Jenis, umur, dan kondisi dari masing-masing aset tetap dapat


diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.
Akuntansi Aset Tetap diatur lebih rinci dalam PSAP Nomor 07
tentang Akuntansi Aset Tetap.

c). Aset Lainnya


Yang termasuk dalam aset lainnya adalah:
1. Aset Tak Berwujud
2. Tagihan Penjualan Angsuran yang jatuh tempo lebih dari 12
(dua belas) bulan
3. Tuntutan perbendaharaan/tuntutan ganti rugi yang jatuh
tempo lebih dari 12 (dua belas) bulan
4. Aset Kerjasama dengan Fihak Ketiga (Kemitraan).
Aset tak berwujud (intangible asset) adalah aset nonkeuangan
yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki
untuk digunakan dalam menghasilkan barang atau jasa atau digunakan

Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah 18


Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

untuk tujuan lainnya termasuk hak atas kekayaan intelektual. Aset tak
berwujud meliputi :
1. Software komputer
2. Lisensi dan franchise
3. Hak cipta (copyright), paten, goodwill dan hak lainnya
4. Hak jasa dan operasi
5. Aset tak berwujud dalam pengembangan.
Tagihan Penjualan Angsuran menggambarkan jumlah yang dapat
diterima dari penjualan aset pemerintah secara angsuran kepada
pegawai pemerintah. Tagihan penjualan angsuran dinilai sebesar nilai
nominal dari kontrak penjualan aset yang bersangkutan. Contoh
tagihan penjualan angsuran antara lain adalah penjualan rumah dinas
dan penjualan kendaraan dinas.
Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi menggambarkan
tagihan kepada pegawai pemerintah yang terbukti menyalahgunakan
uang negara atau menghilangkan aset pemerintah. Tuntutan
perbendaharaan/tuntutan ganti rugi dinilai sebesar nilai nominal dalam
Surat Ketetapan Tanggung jawab Mutlak atau Surat Keputusan
Pembebanan dari pejabat yang berwenang.
Kemitraan dengan Pihak Ketiga menggambarkan nilai hak yang
akan diperoleh atas suatu aset yang dibangun dengan cara kemitraan
pemerintah dan swasta berdasarkan perjanjian. Kemitraan dengan
pihak ketiga dinilai sebesar nilai kontrak kerjasama antara pemerintah
dengan pihak ketiga. Bentuk kemitraan tersebut antara lain Bangun
Kelola Serah (BKS)/Built operate Transfer (BOT) , Bangun Serah Kelola
(BSK)/Built Transfer Operate (BTO) dan bentuk kemitraan lainnya.
Perkiraan pasangan (balancing account) Aset Lainnya dalam
neraca LKPP, Neraca K/L dan satuan kerja adalah Diinvestasikan dalam
Aset Lainnya, yang dapat digambarkan sebagai berikut:

Debet Kredit
Aset Lainnya Ekuitas Dana Investasi
Aset Tak Berwujud Rp XXX Diinvestasikan dalam
Tagihan Penjualan Angsuran Rp XXX Aset Lainnya* Rp XXX
Tuntutan Perbendaraan/Tuntutan Ganti Rugi Rp XXX
Kemitraan dengan Pihak Ketiga Rp XXX

* Diinvestasikan dalam Aset


Lainnya disajikan di Neraca
sebagai Ekuitas Dana Investasi.
Penyajian aset lainnya dalam neraca adalah:
Aset Lainnya
Tagihan Penjualan Angsuran Rp XXX
Tuntutan Perbendaraan/Tuntutan Ganti Rugi Rp XXX
Kemitraan dengan Pihak Ketiga Rp XXX
Aset Tak Berwujud Rp XXX
Aset Lain-lain Rp XXX
Total Aset Lainnya Rp XXX

Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah 19


Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Informasi mengenai jenis dari masing-masing komponen aset


lainnya dapat diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.

B. Kewajiban
Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang
penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi
pemerintah. Kewajiban diakui jika besar kemungkinan bahwa pengeluaran
sumber daya ekonomi akan dilakukan atau telah dilakukan untuk
menyelesaikan kewajiban yang ada sekarang, dan perubahan atas kewajiban
tersebut mempunyai nilai penyelesaian yang dapat diukur dengan andal.
Kewajiban diakui pada saat dana pinjaman diterima atau pada saat kewajiban
timbul.
Kewajiban dicatat sebesar nilai nominal. Kewajiban dalam mata uang
asing dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah. Penjabaran mata
uang asing menggunakan kurs tengah bank sentral (Bank Indonesia) pada
tanggal neraca.
Kewajiban diklasifikasikan menjadi kewajiban jangka pendek dan
kewajiban jangka panjang.
1. Kewajiban Jangka Pendek
Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek jika
diharapkan dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal
pelaporan. Kewajiban jangka pendek dapat dikategorikan dengan cara yang
sama seperti aset lancar. Beberapa kewajiban jangka pendek, seperti utang
transfer pemerintah atau utang kepada pegawai merupakan suatu bagian
yang akan menyerap aset lancar dalam tahun pelaporan berikutnya.
Kewajiban jangka pendek lainnya adalah kewajiban yang jatuh tempo dalam
waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Misalnya bunga
pinjaman, utang jangka pendek kepada pihak ketiga, utang perhitungan fihak
ketiga (PFK), dan bagian lancar utang jangka panjang.
Kewajiban jangka pendek antara lain terdiri atas:
a. Bagian lancar utang jangka panjang
Bagian lancar utang jangka panjang merupakan bagian utang jangka
panjang yang diharapkan akan dibayar dua belas bulan sesudah
tanggal pelaporan. Contohnya Pemerintah Pusat meminjam uang
kepada Pemerintah Jepang sebesar Rp20 miliar pada tanggal 1
Oktober 2005. Pinjaman tersebut dibayar mulai tahun 2006 sampai
2015 (selama 10 Tahun). Pemerintah Pusat akan melaporkan Bagian
Lancar Utang kepada Pemerintah Jepang sebesar yang akan dibayar
pada tahun 2006 yaitu Rp2 miliar.
b. Utang Bunga
Utang bunga merupakan utang yang timbul pada akhir periode
pelaporan sehubungan dengan adanya bunga terutang akibat dari
adanya pinjaman yang diambil pemerintah.
c. Utang PFK

Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah 20


Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Utang PFK merupakan utang yang timbul akibat pemerintah kurang


menyetor kepada pihak lain atas pungutan Penerimaan Perhitungan
Pihak Ketiga (PFK) yang dilakukannya. Dengan kata lain Utang PFK
adalah Penerimaan PFK dikurangi Pengeluaran PFK. Sebagai contoh,
Pemerintah melakukan pemotongan dari gaji untuk iuran Tabungan
Asuransi Pensiun (Taspen) Rp10 juta selama tahun 2005. Tetapi
potongan tersebut baru disetor ke rekening PT Taspen sebesar Rp8
juta selama tahun 2005. Utang PFK yang dilaporkan dalam neraca
LKPP adalah sebesar Rp2 juta.
Perkiraan pasangan (balancing account) Kewajiban Jangka Pendek
(kecuali Utang PFK) dalam neraca adalah Dana yang Harus Disediakan untuk
Pembayaran Utang Jangka Pendek, yang dapat digambarkan dalam diagram
sebagai berikut:

Debet Kredit
Kewajiban Jangka Pendek
Bagian Lancar Utang Jangka Pendek Rp XXX
Utang Bunga Rp XXX
Utang Jangka Pendek Lainnya Rp XXX

Ekuitas Dana Lancar


Dana yang Harus Disediakan untuk
Pembayaran Utang Jangka Pendek * (Rp XXX)

* Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran


Utang Jangka Pendek disajikan di Neraca sebagai
pengurang Ekuitas Dana Lancar.

Apabila terdapat pungutan PFK yang belum disetor artinya saldo uang
tersebut masih berada di Kas Negara-KPPN. Oleh karena itu, perkiraan
pasangan (balancing account) Utang PFK dalam neraca LKPP adalah Kas di
KPPN, yang dapat digambarkan dalam diagram sebagai berikut:

Debet Kredit
Aset Lancar Kewajiban Jangka Pendek
Kas di KPPN Rp XXX Utang PFK Rp XXX

Khusus pada K/L atau satuan kerja terdapat akun Uang Muka dari KUN
sebagai akun lawan dari Kas Di bendahara Pengeluaran, dan Akun Pendapatan
yang ditangguhkan sebagai akun lawan dari Kas Di Bendahara penerimaan.
Penyajian Kewajiban Jangka Pendek dalam neraca K/L dan satuan kerja
adalah:
Kewajiban Jangka Pendek
Utang Belanja Rp XXX
Utang kepada KUN Rp XXX

Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah 21


Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Pendapatan Ditangguhkan Rp XXX


Utang Jangka Pendek Lainnya Rp XXX
Total Kewajiban Jangka Pendek Rp XXX

Penyajian Kewajiban Jangka Pendek dalam neraca LKPP adalah:


Kewajiban Jangka Pendek
Utang Belanja Rp XXX
Bagian Lancar Utang Jangka Panjang Rp XXX
Utang Bunga Rp XXX
Utang PFK Rp XXX
Utang Jangka Pendek Lainnya Rp XXX
Total Kewajiban Jangka Pendek Rp XXX

Informasi lebih rinci mengenai jenis dari kewajiban jangka pendek dapat
diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.

2. Kewajiban Jangka Panjang


Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang jika
diharapkan dibayar dalam waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan. Suatu entitas
pelaporan tetap mengklasifikasikan kewajiban jangka panjangnya, meskipun
kewajiban tersebut jatuh tempo dan untuk diselesaikan dalam waktu 12 (dua
belas) bulan setelah tanggal pelaporan jika:
1. jangka waktu aslinya adalah untuk periode lebih dari 12 (dua belas)
bulan;
2. entitas bermaksud mendanai kembali (refinance) kewajiban tersebut
atas dasar jangka panjang; dan
3. maksud tersebut didukung dengan adanya suatu perjanjian
pendanaan kembali (refinancing), atau adanya penjadwalan kembali
terhadap pembayaran, yang diselesaikan sebelum laporan keuangan
disetujui.
Beberapa kewajiban yang jatuh tempo untuk dilunasi pada tahun
berikutnya mungkin diharapkan dapat didanai kembali (refinancing) atau
digulirkan (roll over) berdasarkan kebijakan entitas pelaporan dan diharapkan
tidak akan segera menyerap dana entitas. Kewajiban yang demikian
dipertimbangkan untuk menjadi suatu bagian dari pembiayaan jangka
panjang dan diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang. Namun dalam
situasi di mana kebijakan pendanaan kembali tidak berada pada entitas
(seperti dalam kasus tidak adanya persetujuan pendanaan kembali),
pendanaan kembali ini tidak dapat dipertimbangkan secara otomatis dan
kewajiban ini diklasifikasikan sebagai pos jangka pendek kecuali penyelesaian
atas perjanjian pendanaan kembali sebelum persetujuan laporan keuangan
membuktikan bahwa substansi kewajiban pada tanggal pelaporan adalah
jangka panjang.
Beberapa perjanjian pinjaman menyertakan persyaratan tertentu
(covenant) yang menyebabkan kewajiban jangka panjang menjadi kewajiban
jangka pendek (payable on demand) jika persyaratan tertentu yang terkait
dengan posisi keuangan peminjam dilanggar. Dalam keadaan demikian,

Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah 22


Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

kewajiban dapat diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang hanya


jika:
1. pemberi pinjaman telah menyetujui untuk tidak meminta pelunasan
sebagai konsekuensi adanya pelanggaran, dan
2. tidak mungkin terjadi pelanggaran berikutnya dalam waktu 12 (dua
belas) bulan setelah tanggal pelaporan.
Kewajiban jangka panjang dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Utang Dalam Negeri-Sektor Perbankan
Merupakan utang jangka panjang yang timbul akibat pemerintah
melakukan pinjaman kepada perbankan dalam negeri
b. Utang Dalam Negeri- Obligasi
Merupakan utang jangka panjang yang timbul akibat pemerintah
melakukan penarikan dana dari masyarakat melalui pengeluaran surat
utang/obligasi.
c. Utang Luar Negeri
Merupakan utang jangka panjang yang timbul akibat pemerintah
melakukan pinjaman kepada negara/lembaga asing. Penarikan
pinjaman luar negeri ini dapat dilakukan melalui penerbitan obligasi
yang diperuntukkan bagi pihak asing.
d. Utang Jangka Panjang Lainnya
Merupakan utang jangka panjang yang tidak dapat dikelompokkan ke
dalam Utang Dalam Negeri- sektor Perbankan, Utang Dalam Negeri-
Obligasi, Utang Luar Negeri.
Perkiraan pasangan (balancing account) Kewajiban Jangka Panjang
dalam neraca LKPP adalah Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran
Utang Jangka Panjang, yang dapat digambarkan sebagai berikut:

Debet Kredit
Kewajiban Jangka Panjang
Utang Dalam Negeri-Perbankan Rp XXX
Utang Dalam Negeri-Obligasi Rp XXX
Utang Luar Negeri Rp XXX
Utang Jangka Panjang Lainnya Rp XXX

Ekuitas Dana Investasi


Dana yang Harus Disediakan untuk
Pembayaran Utang Jangka Panjang * Rp XXX

* Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran


Utang Jangka Panjang disajikan di Neraca sebagai
pengurang Ekuitas Dana Investasi.

Penyajian Kewajiban Jangka Panjang di neraca adalah:


Kewajiban Jangka Panjang
Utang Dalam Negeri-Perbankan Rp XXX
Utang Dalam Negeri-Obligasi Rp XXX

Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah 23


Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Utang Luar Negeri Rp XXX


Utang Jangka Panjang Lainnya Rp XXX
Total Kewajiban Jangka Panjang Rp XXX

Informasi lebih rinci mengenai jenis dari masing-masing kewajiban


jangka panjang dapat diungkapkan dalam catatan atas laporan
keuangan.
Akuntansi kewajiban lebih rinci diatur dalam PSAP Nomor 09 tentang
Akuntansi Kewajiban.

C. Ekuitas Dana
Ekuitas Dana adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan
selisih antara aset dan kewajiban pemerintah. Ekuitas Dana diklasifikasikan
menjadi Ekuitas Dana Lancar, Ekuitas Dana Investasi, dan Ekuitas Dana
Cadangan.

1. Ekuitas Dana Lancar


Ekuitas Dana Lancar adalah selisih antara aset lancar dan kewajiban
jangka pendek. Ekuitas Dana Lancar terdiri dari:
Sisa lebih pembiayaan anggaran (SiLPA), yang merupakan akun
pasangan yang menampung kas dan setara kas serta investasi jangka
pendek.
Pendapatan yang Ditangguhkan, yang merupakan akun pasangan untuk
menampung Kas di Bendahara Penerimaan.
Cadangan Piutang, yang merupakan akun pasangan yang dimaksudkan
untuk menampung piutang lancar.
Cadangan Persediaan, yang merupakan akun pasangan dari persediaan.
Dana yang Disediakan Untuk Pembayaran Utang Jangka Pendek,
merupakan akun pasangan dari kewajiban jangka pendek lainnya.

Penyajian Ekuitas Dana Lancar di neraca LKPP adalah:


Ekuitas Dana Lancar
SiLPA Rp XXX
Pendapatan yang Ditangguhkan Rp XXX
Cadangan Piutang Rp XXX
Cadangan Persediaan Rp XXX
Dana yang Disediakan Untuk Pembayaran Utang Rp XXX
Jangka Pendek
Total Ekuitas Dana Lancar Rp XXX

2. Ekuitas Dana Investasi


Ekuitas Dana Investasi mencerminkan kekayaan pemerintah yang
tertanam dalam investasi jangka panjang, aset tetap, dan aset lainnya,

Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah 24


Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

dikurangi dengan kewajiban jangka panjang. Ekuitas Dana Investasi terdiri


dari:
Diinvestasikan dalam Investasi Jangka Panjang, yang merupakan akun
pasangan dari Investasi Jangka Panjang.
Diinvestasikan dalam Aset Tetap merupakan akun pasangan dari Aset
Tetap,
Diinvestasikan dalam Aset Lainnya, yang merupakan akun pasangan
Aset Lainnya.
Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka Panjang
(contra account), yang merupakan akun pasangan dari seluruh Utang
Jangka Panjang.

Penyajian Ekuitas Dana Investasi di neraca adalah:


Ekuitas Dana Investasi
Diinvestasikan dalam Investasi Jangka Panjang Rp XXX
Diinvestasikan dalam Aset Tetap Rp XXX
Diinvestasikan dalam Aset Lainnya Rp XXX
Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang
Jangka Panjang Rp XXX
Total Ekuitas Dana Lancar Rp XXX

Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah 25


Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah 26


Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah 27


Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

DAFTAR BACAAN

1. UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara;


2. UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara;
3. UU No. 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara;
4. UU No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;
5. PP No. 14/2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah,
sebagaimana telah diubah dengan PP No. 33/2006;
6. PP No. 20/2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah;
7. PP No. 21/2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian
Negara/ Lembaga;
8. PP No. 23/2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU;
9. PP No. 24/2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan;
10. PP No. 65/2005 tentang Peraturan Pemerintah tentang Pedoman Penyusunan dan
Penerapan Standar Pelayanan Minimal;
11. PP No. 2/2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah
serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri;
12. PP No. 6/2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah;
13. PP No. 8/2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah;
14. PP No. 8/2007 tentang Investasi Pemerintah;
15. PP No. 39/2007 tentang Pengelolaan Uang Negara/Daerah;

Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah 28


Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

CONTOH FORMAT NERACA

Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah 29


Modul PSAP No. 01 Penyajian Laporan Keuangan

Modul PSAP Nomor 01 tentang Penyajian Laporan Keuangan 30

Anda mungkin juga menyukai