Anda di halaman 1dari 20

2011

Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) Dalam
Formulasi DAU
IPM merupakan ukuran untuk melihat dampak kinerja pembangunan wilayah,
karena memperlihatkan kualitas penduduk suatu wilayah dalam hal harapan
hidup, intelelektualitas dan standar hidup layak. Dalam perencanaan
pembangunan, IPM juga berfungsi dalam memberikan tuntunan dalam
menentukan prioritas dalam merumuskan kebijakan dan menentukan program.
Namun demikian, IPM sebagai sarana pemerataan pembangunan perlu dikaji
lebih dalam dalam penggunaannya secara lebih tepat.

Eko Budiriyanto,S.E
Ditjen Perimbangan Keuangan, Kemenkeu RI
11/28/2011
DAFTAR ISI
Pendahuluan ........................................................................................................................................... 3
Latar belakang ..................................................................................................................................... 3
Dasar Hukum....................................................................................................................................... 4
Ruang lingkup...................................................................................................................................... 4
Dana Alokasi Umum ................................................................................................................................ 6
Formula DAU ....................................................................................................................................... 7
Kebutuhan Fiskal (KbF)........................................................................................................................ 7
Kapasitas Fiskal (KpF) .......................................................................................................................... 7
Index Pembangungan Manusia (IPM) ..................................................................................................... 8
Indeks harapan hidup ......................................................................................................................... 8
Indeks pendidikan ............................................................................................................................... 8
Indeks standar hidup layak ................................................................................................................. 9
Komponen terpenting ....................................................................................................................... 10
Permasalahan........................................................................................................................................ 12
IPM sebagai formula ......................................................................................................................... 12
IPM dan mobilitas penduduk ............................................................................................................ 14
Kesimpulan dan saran ........................................................................................................................... 18
Kesimpulan........................................................................................................................................ 18
Saran ................................................................................................................................................. 19
Daftar Pustaka....................................................................................................................................... 20

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 2


INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
DALAM FORMULASI DAU

PENDAHULUAN

Latar belakang
Negara Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintahan Negara dan
pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur, dan merata berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pasal 18A ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
mengamanatkan agar hubungan keuangan, pelayanan umum, serta pemanfaatan sumber daya alam
dan sumber daya lainnya antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah diatur dan dilaksanakan secara
adil dan selaras berdasarkan Undang-Undang. Dengan demikian, Pasal ini merupakan landasan
filosofis dan landasan konstitusional pembentukan Undang-Undang tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah merupakan suatu


sistem yang menyeluruh dalam rangka pendanaan penyelenggaraan asas Desentralisasi,
Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan
daerah.

Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan
kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Dana
Perimbangan terdiri atas :

1. Dana Bagi Hasil


2. Dana Alokasi Khusus
3. Dana Alokasi Umum.

Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan
kepada Daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka
pelaksanaan Desentralisasi.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 3


Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK, adalah dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu
mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.

Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disebut DAU adalah dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-
Daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka Desentralisasi.

Dari ketiga jenis dana perimbangan di atas jelas bahwa DAU-lah yang akan digunakan
sebagai instrumen pemerintah dalam mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar
daerah. Oleh karena itu, pengalokasian DAU yang tepat menjadi penting untuk pencapaian tujuan
pembangunan nasional yang adil dan merata. Ketimpangan antara daerah yang terlalu besar dan
terlalu lama, dapat mengancam stabilitas dan integrasi negara kesatuan ini.

Tentang perhitungan pengalokasian DAU ini telah diatur dalam UU nomor 33 tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah serta Peraturan
Pemerintah Nomor 55 tahun 2005 tentang Dana Perimbangan. Namun demikian apakah apa yang
diatur dalam peraturan tersebut sudah tepat dalam pencapaian tujuan DAU sendiri yaitu
pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah, hal ini yang menggugah penulis untuk membuat
tulisan ini dengan maksud memberikan pemahaman yang lebih bagi penulis sendiri serta pemicu
bahan diskusi bagi para pembaca.

Dasar Hukum
1. UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah; dan
2. PP No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan

Ruang lingkup
Penghitungan DAU melalui beberapa tahapan, yaitu :

Tahapan Akademis

Konsep awal penyusunan kebijakan atas implementasi formula DAU dilakukan oleh Tim
Independen dari berbagai universitas dengan tujuan untuk memperoleh kebijakan
penghitungan DAU yang sesuai dengan ketentuan UU dan karakteristik Otonomi Daerah di
Indonesia.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 4


Tahapan Administrafif

Dalam tahapan ini Kemenkeu c.q. DJPK melakukan koordinasi dengan instansi terkait untuk
penyiapan data dasar penghitungan DAU termasuk didalamnya kegiatan konsolidasi dan
verifikasi data untuk mendapatkan validitas dan kemutakhiran data yang akan digunakan

Tahapan Teknis

Merupakan tahap pembuatan simulasi penghitungan DAU yang akan dikonsultasikan


Pemerintah kepada DPR RI dan dilakukan berdasarkan formula DAU sebagaimana
diamanatkan UU dengan menggunakan data yang tersedia serta memperhatikan hasil
rekomendasi dari pihak akademis.

Tahapan Politis

Merupakan tahap akhir, pembahasan penghitungan dan alokasi DAU antara Pemerintah
dengan Panitia Kerja (Panja) Belanja Daerah Panitia Anggaran DPR RI untuk konsultasi dan
mendapatkan persetujuan hasil penghitungan DAU.

Formula DAU menggunakan pendekatan Celah Fiskal (fiscal gap) dan Alokasi Dasar (AD).
Celah Fiskal adalah selisih antara Kebutuhan Fiskal (fiscal needs) dikurangi dengan Kapasitas Fiskal
(fiscal capacity), sedangkan Alokasi Dasar berupa jumlah gaji PNS daerah.

Komponen variabel kebutuhan fiskal (fiscal needs) yang digunakan untuk pendekatan
perhitungan kebutuhan daerah terdiri dari: jumlah penduduk, luas wilayah, indeks pembangunan
manusia (IPM), indeks kemahalankonstruksi (IKK), dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per
kapita. Komponen variabel kapasitas fiskal (fiscal capacity) merupakan sumber pendanaan daerah
yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Bagi Hasil (DBH).

Dalam tulisan ini penulis hanya membatasi diri tentang ketepatan penggunaan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) sebagai salah satu komponen variabel kebutuhan fiskal.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 5


DANA ALOKASI UMUM
Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan salah satu transfer dana Pemerintah kepada
pemerintah daerah yang bersumber dari pendapatan APBN, yang dialokasikan dengan tujuan
pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi.

DAU bersifat Block Grant yang berarti penggunaannya diserahkan kepada daerah sesuai
dengan prioritas dan kebutuhan daerah untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam
rangka pelaksanaan otonomi daerah. DAU dialokasikan untuk provinsi dan kabupaten/kota.

Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% (dua puluh enam persen) dari
Pendapatan Dalam Negeri Netto. Pendapatan Dalam Negeri Netto adalah Penerimaan Negara yang
berasal dari pajak dan bukan pajak setelah dikurangi dengan Penerimaan Negara yang dibagihasilkan
kepada Daerah. Proporsi DAU antara provinsi dan kabupaten/kota dihitung dari perbandingan
antara bobot urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi dan kabupaten/kota. Dalam
hal penentuan proporsi tersebut belum dapat dihitung secara kuantitatif, proporsi DAU antara
provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan dengan imbangan 10% (sepuluh persen) dan 90% (sembilan
puluh persen).

DAU untuk suatu daerah dialokasikan berdasarkan formula yang terdiri atas celah fiskal dan
alokasi dasar. Celah fiskal merupakan selisih antara kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal. Alokasi
Dasar dihitung berdasarkan realisasi gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD) tahun sebelumnya (t-1)
yang meliputi gaji pokok dan tunjangan-tunjangan yang melekat sesuai dengan peraturan penggajian
PNS yang berlaku.

Kebutuhan fiscal diukur dengan menggunakan variabel :

1. Jumlah penduduk, mencerminkan kebutuhan akan penyediaan layanan publik di setiap


Daerah.
2. Luas wilayah, mencerminkan kebutuhan atas penyediaan sarana dan prasarana per satuan
wilayah.
3. Indeks Kemahalan Konstruksi, mencerminkan tingkat kesulitan geografis yang dinilai
berdasarkan tingkat kemahalan harga prasarana fisik secara relatif antar-Daerah.
4. Produk Domestik Regional Bruto per kapita, mencerminkan potensi dan aktivitas
perekonomian suatu Daerah yang dihitung berdasarkan total seluruh output produksi kotor
dalam suatu wilayah
5. Indeks Pembangunan Manusia, mencerminkan tingkat pencapaian kesejahteraan penduduk
atas layanan dasar di bidang pendidikan dan kesehatan.

Kapasitas fiskal diukur berdasarkan Pendapatan Asli Daerah dan DBH.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 6


Untuk mendapatkan alokasi berdasar celah fiskal suatu daerah dihitung dengan mengalikan
bobot celah fiskal daerah bersangkutan (CF daerah dibagi dengan total CF nasional) dengan alokasi
DAU CF nasional.

Formula DAU

DAU = Alokasi Dasar (AD) + Celah Fiskal (CF)

Dimana:
AD = Gaji PNS Daerah
CF = Kebutuhan Fiskal Kapasitas Fiskal

Kebutuhan Fiskal (KbF)

KbF = TBR (1IP +2IW + 3IPM +4IKK +5IPDRB/kap)

Dimana:
TBR = Total Belanja Rata-rata APBD
IP = Indeks Jumlah Penduduk
IW = Indeks Luas Wilayah
IPM = Indeks Pembangunan Manusia
IKK = Indeks Kemahalan Konstruksi
IPDRB/kap = Indeks Produk Domestik Regional Bruto per kapita
= Bobot Indeks

Kapasitas Fiskal (KpF)

KpF = PAD + DBH Pajak + DBH SDA

Dimana:
PAD = Pendapatan Asli Daerah
DBH Pajak = Dana Bagi Hasil dari Penerimaan Pajak
DBH SDA = Dana Bagi Hasil dari Penerimaan Sumber Daya Alam

Daerah yang memiliki nilai celah fiskal lebih besar dari 0 (nol), menerima DAU sebesar alokasi dasar
ditambah celah fiskal.

Daerah yang memiliki nilai celah fiskal sama dengan 0 (nol), menerima DAU sebesar alokasi dasar.

Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif tersebut lebih kecil dari alokasi dasar,
menerima DAU sebesar alokasi dasar setelah diperhitungkan nilai celah fiskal.

Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif tersebut sama atau lebih besar dari
alokasi dasar, tidak menerima DAU.

Hasil penghitungan DAU per provinsi, kabupaten, dan kota ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 7


INDEKS PEMBANGUNGAN MANUSIA (IPM)
Dewasa ini persoalan mengenai capaian pembangunan manusia telah menjadi perhatian
para penyelenggara pemerintahan. Berbagai ukuran pembangunan manusia dibuat namun tidak
semuanya dapat digunakan sebagai ukuran standar yang dapat dibandingkan antar wilayah atau
antar negara. Oleh karena itu UNDP (PBB) menetapkan suatu ukuran standar pembangunan manusia
yaitu indeks pembangunan manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI). Secara khusus, IPM
mengukur capaian pembangunan manusia berbasis komponen dasar kualitas hidup. Sejak tahun
1990 UNDP telah melaksanakan penelitian dan menerbitkan buku Laporan Pembangunan Manusia
(Human Development Report/HDR) yang berisi mengenai perkembangan indeks HDI di seluruh dunia
dan pembahasan komprehensif mengenai suatu aspek pembangunan manusia yang menjadi
permasalahan dan keperdulian global. Untuk tahun 2009, UNDP secara resmi telah menerbitkan
Laporan HDR pada tanggal 5 Oktober 2009 dengan tema Mengatasi Hambatan: Mobilitas Manusia
dan Pembangunan.

IPM ini merupakan indeks komposit atas 3 indeks, yaitu :

1. Indeks harapan hidup, sebagai perwujudan dimensi umur panjang dan sehat (longevity)
2. Indeks pendidikan, sebagai perwujudan dimensi pengetahuan (knowledge)
3. Indeks standar hidup layak, sebagai perwujudan dimensi hidup layak (decent living)

Indeks harapan hidup


Terdapat dua jenis data yang digunakan dalam perhitungannya, yaitu Anak Lahir Hidup (ALH)
dan Anak Masih Hidup (AMH). Besarnya nilai maksimum dan minimumnya telah disepakati oleh
semua Negara (175 negara) sebagai standar UNDP, yakni 85 tahun sebagai batas atas dan 25 tahun
sebagai batas terendah.

Indeks pendidikan
Dalam perhitungannya menggunakan dua indikator, yaitu : angka melek huruf (Lit) dan rata-
rata lama sekolah (Man Years School [MYS]). Angka melek huruf adalah persentase dari penduduk
usia 15 tahun ke atas yang bisa membaca dan menulis dalam huruf latin atau huruf lainnya. Rata-
rata lama sekolah adalah rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan oleh penduduk usia 15 tahun ke
atas di seluruh jenjang pendidikan formal yang pernah dijalani atau sedang menjalani. Indikator ini
dihitung dari variabel pendidikan yang tertinggi yang ditamatkan dan tingkat pendidikan yang
sedang ditamatkan dan tingkat pendidikan yang sedang diduduki. Tabel 2.2 di bawah ini menyajikan
faktor konversi dari tiap jenjang pendidikan, rata-rata lama sekolah dihitung berdasarkan formula
sebagai berikut :

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 8


MYS = tahun konversi + kelas tertinggi yang pernah diduduki 1

Tabel 2.2
Tahun Konversi dari
Pendidikan Tertinggi
Pendidikan Tertinggi Tahun Konversi
yang Ditamatkan
yang Ditamatkan No
1 Tidak Pernah Sekolah 0
2 SD 6
3 SMP 9
4 SMA 12
5 D1 13
6 D2 14
7 D3 15
8 S 1/D 4 16
9 S2 18
10 S3 21
Sumber : BPS Sumatera Utara

Indeks standar hidup layak


Perhitungan UNDP menggunakan Produk Domestik Bruto riil yang disesuaikan, sedangkan
BPS menggunakan rata-rata pengeluaran per kapita riil yang disesuaikan dengan formula Atkinson.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 9


Berdasarkan skala internasional capaian IPM dapat dikategorikan menjadi empat : kategori
tinggi (IPM>80), kategori menengah atas (66<IPM<80), kategori menengah bawah (50< IPM<66) dan
kategori rendah (IPM<50).

Sumber : BPS

Komponen terpenting
Mengetahui komponen mana yang memegang peranan penting dalam pembentukan angka
IPM adalah penting agar dapat digunakan dalam menentukan prioritas dan kebijakan yang tepat
bagi pembangunan bangsa.

Diketahui, IPM dibentuk oleh empat komponen; yaitu harapan hidup, melek
huruf, rata-rata lama sekolah dan pengeluran riil perkapita. Terkait dengan
ini, menarik untuk diketahui berapa besar setiap komponen berkontribusi
terhadap besaran angka IPM. Informasi ini sangata diperlukan untuk
menetapkan prioritas pembangunan. Untuk mengetahui besarnya kontribusi
setiap komponen IPM terhadap besaran angka IPM digunakan teknik regresi
yang diperoleh dari koefisien determinasi (R2). Berdasar hasil regresi data IPM
tahun 2007 diperoleh komponen IPM yang mempunyai kontribusi terbesar
adalah rata-rata lama sekolah, yakni sebesar 71 persen per tahun, berikutnya
melek huruf 64 persen per tahun. Adapun harapan hidup dan pengeluran riil
per kapita masing-masing sebesar 48 persen per tahun dan 40 persen per
tahun.(Indeks Pembangunan Manusia 2006-2007, katalog BPS:4102002)

Karena komponen rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf (AMH) menempati urutan
tertinggi masing-masing 71 persen dan 64 persen, maka penulis berasumsi bahwa kedua komponen

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 10


ini memegang peranan yang cukup penting dan tentu lebih mempunyai pengaruh atas pembentukan
angka-angka IPM nantinya. Sehingga fokus kita selanjutnya bisa lebih mengarah pada komponen
rata-rata lama sekolah.

Sumber : BPS

Ditingkat provinsi, DKI Jakarta memiliki rata-rata lama sekolah tertinggi dibandingkan
provinsi lainnya yaitu sebesar 10,8. Tertinggi kedua adalah Provinsi Kepulauan Riau sebesar 8,94
tahun. Berikutnya Provinsi Kalimantan Timur dan Sulawesi Utara masing-masing 8,8 per tahun.
Provinsi Yogyakarta yang merupakan kota pelajar hanya berada di urutan 8 dengan rata-rata lama
sekolah 8,6 per tahun.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 11


PERMASALAHAN
Di dalam perhitungan kebutuhan fiskal (KbF), variabel yang diperhitungkan ada 5, yaitu :
Indeks Jumlah Penduduk (IP), Indeks Luas Wilayah (IW), Indeks Kemahalan Kontruksi (IKK), IndeKS
Produk Domestik (IPDRB/cap), dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Sesuai dengan fokus dari pokok bahasan, yaitu IPM, maka penulis membagi permasalahan menjadi
dua bagian :

IPM sebagai formula


Kalau kita amati terhadap proses suatu daerah dalam mendapatkan masing-masing variabel
tersebut maka nampak bahwa variabel IP, IW dan IKK akan otomatis di dapatkan oleh suatu daerah
sejak berdirinya atau setidaknya tanpa usaha yang berarti dari pemerintah daerah tersebut.
Sementara komponen IPDRB/cap dan IPM harus diperjuangkan untuk mendapatkannya atau
meningkatkannya. Bila suatu daerah mempunyai IPDRB/cap dan IPM yang tinggi berarti daerah
tersebut sebenarnya telah tergolong daerah yang sudah maju.

Formulasi kebutuhan fiskal (KbF) yang di atur dalam PP 55 tahun 2005, seperti di bawah ini :

KbF = TBR (1IP +2IW + 3IPM +4IKK +5IPDRB/kap)

Dengan formulasi seperti di atas, maka suatu daerah yang mempunyai IPDRB/cap dan IPM
yang tinggi, kebutuhan fiskalnya jadi terhitung lebih tinggi, tapi sebaliknya terhadap daerah yang
mempunyai IPDRB/cap dan IPM yang rendah kebutuhan fiskalnya jadi terhitung lebih rendah.
Padahal seperti kita ketahui kebutuhan fiscal merupakan dasar bagi penghitungan celah fiskal, dan
celah fiscal itu sendiri (ditambah alokasi dasar [AD]) akan menjadi besaran DAU suatu daerah.

Dengan kata lain suatu daerah yang sudah maju karena IPDRB/cap dan IPM yang tinggi
justru akan mendapatkan DAU yang besar. Namun daerah yang kurang maju atau tertinggal karena
IPM dan IPDRB/capnya yang masih rendah justru akan mendapat DAU yang kecil. Akibatnya daerah
yang tertinggal justru semakin susah mengejar ketertinggalannya terhadap daerah yang sudah maju.
Akselerasi kemajuaannya pun akan makin ketinggalan. Padahal tujuan semula dari DAU adalah
sebagai instrument pemerataan antar daerah.

Dalam perkembangan berikutnya, penulis juga telah membaca draft revisi Undang-Undang
No.33 tahun 2004 dan mendapati perubahan perhitungan dalam formulasi kebutuhan fiskal (KbF)
yang cukup signifikan, seperti berikut :

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 12


Dalam formulasi baru ini, tampak bahwa variabel Index Produk Domestik (IPDRB/cap) sudah
tidak masuk dalam formulasi lagi. Sementara variabel IPM tetap masuk formula, namun dengan
pembalikan (negasi), yaitu dengan mengurangkan IPM terhadap angka 100. Dengan formula seperti
itu diharapkan variabel IPM justru dapat membantu daerah-daerah yang ber-IPM rendah. Sekilas hal
ini telah menjawab permasalahn formulasi sebelumnya yang diatur dalam PP 55 Tahun 2005, namun
perlu diperhatikan juga bahwa dengan pe-negasi-an variabel IPM, dapat menjadi disinsentif bagi
daerah-daerah untuk lebih meningkatkan IPM-nya. Padahal IPM merupakan hasil dari pelayanan
dasar publik di daerah, seperti penyediaan layanan kesehatan dan pendidikan, penyediaan
infrastruktur, dan pengentasan masyarakat dari kemiskinan.

Berangkat dari hal ini, penulis mengusulkan agar apabila variabel IPM masih juga digunakan
sebagai komponen dalam perhitungan Kebutuhan Fiskal (KbF), sebaiknya angka IPM jangan langsung
digunakan dalam formulasi baik dalam bentuk positif maupun negasi-nya. IPM mungkin bisa
digunakan untuk menciptakan sebuah angka lain yang berupa score prestasi pengembangan IPM.

Score bisa bisa mempertimbangan ketimpangan pembangunan manusia dari daerah-daerah


di kawasan Indonesia barat dan timur. Dimana kawasan timur saat ini relatif tertinggal dibanding
saudaranya di kawasan barat. Di kawasan barat, sekitar 233 kabupaten/kota memiliki status
pembangunan dengan kategori menengah ke atas (66<IPM<80) dibanding 144 kabupaten/kota di
kawasan timur. Pada kategori menengah ke bawah 19 kabupaten/kota di kawasan barat dibanding
54 kabupaten/kota di kawasan timur (data BPS 2006-2007). Sehingga score untuk daerah kawasan
timur bisa diberikan tambahan khusus.

Sumber BPS

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 13


BPS selain mengeluarkan angka IPM juga mengeluarkan nilai reduksi shortfall, yaitu selisih
perkembangan IPM suatu periode terhadap periode sebelumnya. Pada umumnya suatu daerah yang
sudah mempunyai IPM tinggi akan mempunyai nilai reduksi shortfall yang rendah demikian pula
sebaliknya. Walaupun ada juga beberapa pengecualiaannya, misalnya provinsi Riau dan Kalimantan
Barat. Data BPS 2006-2007, meskipun capaian IPM provinsi Riau sudah cukup tinggi namun reduksi
shortfall juga cukup tinggi dibanding provinisi lain .Sementara Kalimantan Barat adalah sebaliknya.
Penulis mengusulkan nilai reduksi shortfall dipertimbangkan untuk menentukan besar kecilnya score
yang akan diberikan kepada suatu daerah.

Dengan sistem pemberian score dalam proses penghitungan kebutuhan fiscal, diharapkan
daerah-daerah yang sedari awalnya memang masih tertinggal dapat semakin mengejar
ketertinggalannya. Demikian juga dengan daerah yang memang berprestasi karena perkembangan
pembangunan yang relatif cepat walaupun berangkat dari IPM yang rendah, merasa lebih dihargai,
sehingga dapat mengurangi ancaman disintegrasi NKRI.

IPM dan mobilitas penduduk


Baik dengan adanya formulasi baru maupun formulasi lama, maka IPM dibanding dengan
komponen lainnya juga tampak berbeda bila dilihat dari kelekatan komponen-komponen tersebut
terhadap suatu daerah. Komponen IP, IW, IKK dan IPDRB/cap relatif akan tetap berada di suatu
daerah , sedangkan IPM menjadi lain karena yang menjadi subyek perhitungannya adalah manusia.

Manusia yang menjadi penduduk suatu daerah dapat dengan mudah meninggalkan
daerahnya menuju daerah lainnya. Sehingga suatu daerah yang sudah berusaha keras meningkatkan
IPM dengan berinvestasi pada bidang pendidikan, yaitu dengan alokasi pada APBD yang cukup besar
di bidang ini, akan gigit jari manakala penduduknya yang sudah mencapai tingkat pendidikan yang
cukup tinggi akan berpindah atau berurbanisasi ke daerah lainnya. Di lain pihak dengan mudahnya
daerah-daerah yang menjadi tujuan utama kepindahaan atau urbanisasi tiba-tiba akan mendapatkan

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 14


penduduk dengan tingkat pendidikan tinggi tanpa keluar keringat, sehingga daerah tersebut dapat
meningkatkan IPM-nya dengan gratis. Maka dari itu validitas IPM sebagai parameter pengukuran
prestasi suatu daerah masih bisa dipertanyakan.

Dalam laporan UNDP itu juga terungkap sebagian besar pergerakan


manusia justru tidak bersifat Eksternal tetapi internal. Artinya, lebih banyak
orang yang bergerak hanya di dalam negeri dan tidak ke luar negeri. Menurut
data-data UNDP terdapat 740 juta penduduk di dunia yang tergolong migran
internal. Jumlah ini empat kali lebih besar dibandingkan jumlah migran
internasional. Khusus untuk Indonesia, kata Benlamlih, terdapat 5,6 juta
pekerja Indonesia di luar negeri (4,1 juta diantaranya perempuan). Sebanyak
20-23 juta orang di Indonesia tidak tinggal di daerah asalnya, ujarnya.
Pergerakan manusia ini wajar mengingat setiap individu memiliki hak untuk
menentukan tempat untuk hidup. Distribusi kesempatan dan pembangunan
ekonomi yang tidak merata antara satu daerah dengan daerah lain atau satu
negara dengan negara yang lain pun menjadi faktor utama yang mendorong
pergerakan manusia. Team Leader Democratic Governance Unit UNDP, Rizal
Malik, mengatakan pergerakan manusia ini bisa dikurangi hanya jika ada
lapangan pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi di daerah asal. Orang
datang ke kota besar karena pertumbuhan ekonominya ada di sana.
Seharusnya ekonomi daerah juga dikembangkan sehingga orang tidak harus
pindah, ujarnya.(kompas: 5 okt 2009)

Angka 20-23 juta orang di Indonesia tidak tinggal di daerah asalnya lagi menunjukkan angka
yang cukup signifikan untuk dapat mengganggu kemurnian hasil perhitungan IPM itu sendiri. Hal ini
tentunya juga masih tergantung metode perhitungan IPM yang digunakan oleh BPS apakah dalam
perhitungannya juga memperhitungkan asal daerah atau tidak.

Kalau kita perhatikan tabel 3.2 tentang Rata-rata Lama Sekolah dan Peringkat Menurut
Provinsi Tahun 2006-2007 (Publikasi BPS), maka tampak kalau daerah-daerah yang saat ini menjadi
daerah tujuan utama urbanisasi seperti DKI Jakarta dan Kepulauan Riau (Batam) menempati
peringkat ke-1 dan ke-2. Sementara D.I Yogyakarta yang selama ini dikenal sebagai kota pelajar
justru hanya ada di peringkat ke-8. Kondisi ini bisa terjadi karena banyak penduduk di Yogyakarta
yang telah sekolah dan atau kuliah di yogyakarta setelah lulus banyak yang bekerja dan tinggal di
luar Yogyakarta. Yang perlu diperhatikan lagi yaitu provinsi-provinsi di wilayah Jawa, seperti Jawa
Timur dan Jawa Tengah yang masing-masing berada di peringkat ke-27 dan 28 dari 33 provinsi yang
ada. Hal ini tentu cukup mengherankan jika mengingat tingkat kemajuan yang telah diraih kedua
provinsi ini.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 15


Gubernur Jawa Timur Dr.H. Soekarwo mengatakan saat ini Jawa Timur
menjadi provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di pulau Jawa.
Tingkat pertumbuhan mencapai 6,67% dengan PDRB Rp 778,45 triyun
melebihi pertumbuhan nasional yang mencapai 6,10% dan DKI Jakarta
6,51%(wartapedia.com 16 april 2011)

Jawa Barat dan Banten berada di posisi yang lebih baik yakni ke-21 dan 12. Hal ini mungkin
bisa dijelaskan karena provinsi ini terbantu oleh daerah-daerah penyangga di kawasan Bodetabek,
yang selama ini juga merupakan daerah tujuan urbanisasi akibat limpahan dari DKI Jakarta.

Perpindahan penduduk dari daerah tertinggal ke daerah yang lebih maju, terutama justru
terjadi pada kelompok penduduk yang sudah berpendidikan. Mereka yang merasa tingkat
penghidupan di daerahnya tidak sebanding dengan tingkat pendidikan yang telah diraihnya, akan
pindah ke daerah yang tingkat kemajuannya dianggap setara dengan tingkat pendidikannya. Dengan
demikian daerah-daerah tertinggal semakin merana karena ditinggalkan oleh penduduk
potensialnya, dan yang tertinggal hanyalah sisanya yaitu penduduk yang berpendidikan rendah. Hal
ini diperparah lagi dengan seringnya anjuran daerah maju melalui media elektronik kalau mau
datang ke daerahnya mesti punya keterampilan atau keahlian terlebih dulu. Ini menjadi tidak adil,
karena daerah maju itu maunya hanya menerima penduduk yang berpendidikan saja, sementera
yang berpendidikan rendah silahkan tetap tinggal di daerahnya masing-masing. Bahkan terdapat
suatu daerah yang menggelar suatu operasi terhadap penduduk yang baru datang dari daerah lain
yang biasanya dilakukan pada kelompok-kelompok penduduk yang termajinalkan yang biasanya
berasal dari kelompok penduduk yang berpendidikan rendah.

Pemerintah maupun pemerintah daerah tidak mungkin membatasi perpindahan penduduk


antar daerah. Bagi banyak orang di seluruh dunia, berpindah dari kota asal atau kampung halaman
merupakan pilihan terbaik, bahkan terkadang merupakan satu-satunya pilihan, yang terbuka untuk
memperbaiki kesempatan dalam hidup mereka. Migrasi dapat menjadi cara yang sangat efektif
untuk meningkatkan penghasilan, tingkat pendidikan dan partisipasi individu dan keluarga, serta
memperbaiki prospek anak-anak mereka di masa depan. Secara mendasar, nilai yang terkandung
dalam migrasi mencerminkan kemampuan seseorang untuk menentukan sendiri tempat untuk
menetap yang merupakan elemen penting dari kebebasan manusia. Laporan UNDP memperlihatkan
bahwa mayoritas migran telah mendapatkan manfaat berupa peningkatan penghasilan, akses
pendidikan dan kesehatan, serta kehidupan yang lebih baik bagi anak mereka.

Mengingat hal ini, penulis mengusulkan agar dalam pembentukan IPM, BPS mengikutkan
daerah asal penduduk terutama untuk unsur pembentuk IPM dari dimensi pendidikan (knowledge).
Penulis menyadari hal ini tidak akan mudah dilakukan oleh BPS, karena perpindahan seorang

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 16


penduduk tidak akan selalu menunggu selesainya pendidikan dari sekolah tingkat dasar sampai
dengan tingkat tinggi barulah pindah. Mereka bebas untuk pindah kapanpun, dari manapun dan
kemanapun sepanjang masih dalam batas wilayah NKRI. Bahkan dalam satu tingkat sekolah
dasarpun seseorang bisa pindah lebih dari satu kali ke luar daerah asalnya.

Hal lain yang mungkin bisa menjadi alternatif adalah mencabut kembali urusan daerah di
bidang pendidikan menjadi urusan pemerintah pusat. Sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945,
bahwa negara berkewajiban mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan menjadi urusan pemerintah
pusat, perpindahan penduduk dari mana dan kemanapun sepanjang masih dalam wilayah NKRI
tidak akan menimbulkan masalah seperti di atas. Dan dengan demikian IPM/HDI sebagaimana
digunakan oleh UNDP dalam membandingkan tingkat pembangunan antar berbagai negara, tidak
tepat lagi dalam konteks perbandingan antar daerah. Perlu dicarikan alternatif lain parameter yang
dapat digunakan untuk membandingkan prestasi pembangunan antar daerah.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 17


KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Dari apa yang telah diuraikan di atas, penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai
berikut :

1. Sebenarnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan alat ukur yang peka untuk
dapat memberikan gambaran perubahan yang terjadi, terutama pada dimensi standar hidup
layak. Terbutki dalam kasus Indonesia yag sangat merosot akibat krisis ekonomi yang terjadi
sejak pertengahan tahun 1997. Dimana pada tahun-tahun tersebut sampai dengan awal
decade tahun 2000-an IPM Indonesia memang terpuruk dan mulai merangkak naik lagi
setelahnya.

2. Namun IPM sebagai alat pengukuran hanya cocok dipakai untuk alat pengukuran dalam
satuan wilayah yang mobilitas penduduk tidak terlalu besar, teruma untuk dimensi
kesehatan dan pendidikan, misalnya satuan wilayah negara. Perpindahan penduduk antar
negara tidaklah sebesar perpindahan penduduk antar provinsi ataupun kab/kota. Karena
migran antar negara tentunya akan lebih sulit. Jikalaupun misalnya perpindahan penduduk
antar negara juga di anggap cukup besar, misalnya TKI ataupun ekspatriat, namun tentunya
mereka masih lebih mudah diidentifikasi asalnya dibandingkan dengan migrant dalam
negeri. Sehingga perbandingan IPM atau HDI antar negara oleh UNDP masih lebih berarti
dan tepat daripada perbandingan IPM antar wilayah dalam suatu negara. Dengan kata lain
IPM tidak lagi terlalu tepat untuk dijadikan ukuran dalam perbandingan kemajuan
pembangunan manusia antar daerah.

3. Harus disadari bahwa pembangunan daerah-daerah di Indonesia tidak dimulai dengan


tingkat kemajuan yang relatif seragam. Dari awal kemerdekaan terdapat daerah-daerah
yang sudah sangat maju, namun terdapat juga daerah-daerah yang jauh terbelakang. Dan
dalam perkembangannya pun terdapat daerah-daerah yang akselerasi pembangunannya
sangat cepat dibanding daerah-daerah lainnya. Bagi daerah yang akselerasinya lambat,
bukan berarti kesalahan daerah tersebut. Banyak faktor yang menyebabkannya, diantaranya
adalah keterbatasan sumber daya baik sumber daya alam maupun sumber daya
manusianya. Tidak semua daerah di wilayah NKRI diberikan keberuntungan sumber daya
alam yang cukup bahkan berlimpah. Terdapat daerah-daerah yang sangat kekurangan
sumber daya alam baik yang sudah diolah maupun yang masih berupa potensi. Keterbatasan

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 18


sumber daya alam inilah yang coba diseimbangkan dengan DAU. Selain itu banyak daerah
yang mempunyai keterbatasan sumber daya manusia baik secara kuantitas maupun kualitas.
Padahal manusia inilah yang akan melakukan pembangunan sekaligus manusia juga yang
akan menjadi tujuan pembangunan itu sendiri.

Saran
1. IPM dalam formulasi DAU perlu pengkajian lebih lanjut tentang :
Apakah IPM masih layak digunakan;
Bagaimana cara penggunaannya yang lebih baik;
Maupun perlu tidaknya alterntif lain sebagai pengganti IPM.

Hal ini mungkin diperlukan agar tujuan DAU sebagai sarana pemerataan kemampuan
keuangan antar daerah lebih dapat tercapai dengan cepat dan tepat.

2. Pelarangan perpindahan penduduk antar daerah dalam suatu wilayah NKRI mustahil
dilakukan. Yang perlu dilakukan adalah pemerataan pembangunan baik manusianya
maupun infrastrukturnya. Perlu didorong perpindahan penduduk berpendidikan tinggi dari
daerah maju ke daerah terbelakang maupun mencegah (bukan melarang) perpindahan dari
daerah terbelakang ke daerah maju, dengan pemberian insentif khusus.

3. Untuk urusan-urusan pemerintah daerah yang berakibat banyak lintas batas antar daerah,
seperti misalnya pendidikan maupun kesehatan, sebaiknya diambil alih kembali oleh
pemerintah pusat. Hal ini agar daerah lebih fokus terhadap fungsi pelayanan dan
pembangunan yang menjadi urusannya sendiri dan mencegah konflik dengan daerah
lainnya.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 19


DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik, 2008, Indeks Pembangunan Manusia 2006-2007, Katalog BPS : 4102002

DJPK-Kemenkeu, Leaflet Dana Alokasi Umum

Ibnu Purna/Adhyawarman, 2009, Indeks Pembangunan Manusia dan Mobilitas Penduduk,


http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=4077&Itemid=29

Ritonga, Rozali, 2006, Indeks Pembangunan Manusia, http://www.yipd.or.id/main/readnews/4831

Luki Aulia, 2009, Kebijakan Perlindungan Pekerja Migran Perlu Direformasi, Kompas 5 okt 2009

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18185/4/Chapter%20II.pdf

http://yapenwaropenkab.bps.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=15:ipm&catid
=31:sosial&Itemid=46

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 20

Anda mungkin juga menyukai