Anda di halaman 1dari 4

1.

Febri Hadi 1416100102


2. Dea Faiza Febrianty 2416100153
3. Meila Amrina Rosyadah 3416100059
4. Rizki Utami 5216100014
5. Ramadhan Alana H. 5216100058
6. M Farhan Alharits 5216100128

Aturan Wajib Berbahasa Indonesia untuk Tenaga Kerja Asing Dihapus

Semenjak diberlakukannya Permenaker No. 16 Tahun 2015 tentang Tata


Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing, bahasa Indonesia tidak lagi menjadi syarat
wajib bagi tenaga kerja asing yang ingin bekerja di Indonesia. Hal ini
menimbulkan dampak yang besar, terutama di kalangan pekerja domestik
menengah ke bawah. Dengan tidak diwajibkannya menggunakan bahasa
Indonesia, pekerja asing semakin mudah untuk bekerja di Indonesia. Dalam hal
ini, pekerja domestik menengah ke bawah merupakan kelas yang paling rentan
karena banyak tenaga kerja asing yang menyasar ke sektor mereka. Ditambah
dengan diberlakukannya MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN), persaingan yang
semakin ketat tidak mungkin dapat dihindari oleh tenaga kerja kita.

Selain sektor ekonomi, penghapusan wajib berbahasa Indonesia bagi


tenaga kerja asing juga berdampak pada sektor budaya. Dengan masuknya tenaga
kerja asing ke Indonesia yang tidak disertai dengan kemampuan berbahasa
Indonesia, mau tidak mau kita akan menggunakan bahasa universal yaitu bahasa
Inggris untuk dapat berkomunikasi dengan mereka. Dengan begitu kebiasan
berbahasa Indonesia di kalangan sendiri menjadi jarang dilakukan. Ini merupakan
hal yang memprihatinkan karena seakan-akan kita menjadi asing dengan budaya
sendiri. Bahasa Indonesia yang harusnya menjadi identitas bangsa harus
dikorbankan hanya untuk menarik investor asing. Masih banyak hal lain yang
dilakukan untuk menggalang investasi, misalnya infrastruktur diperbaiki,
diberikan insentif pajak, kemudahan perizinan, bea masuknya dipermudah, dan
hal lain yang berhubungan dengan fasilitas.
Kebijakan pemerintah hasil revisi Permenakertrans No. 12 Tahun 2013
tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing ini, sangat bertentangan
dengan UU No. 24 Tahun 2009 pasal 33 ayat (1) dan (2) yang menyatakan bahwa
bahasa Indonesia wajib digunakan dalam komunikasi resmi di lingkungan kerja
pemerintah dan swasta dan mereka yang belum mampu berbahasa Indonesia wajib
mengikuti atau diikutsertakan dalam pembelajaran untuk meraih kemampuan
berbahasa Indonesia. Hal ini cukup menunjukkan betapa ambisiusnya pemerintah
dalam menarik investor asing yang belum tentu tujuannya untuk kepentingan
rakyat.

Dengan dipermudahnya tenaga kerja asing bekerja di Indonesia, otomatis


dampaknya berbanding lurus dengan jumlah Warga Negara Asing (WNA) yang
masuk ke Indonesia. Banyaknya tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia
dengan berbagai macam budaya yang berbeda-beda tentu membawa dampak yang
besar bagi perkembangan sosial masyarakat Indonesia. Seperti yang diungkapkan
Komisi IX DPR RI, Dede Yusuf, pencabutan syarat wajib bahasa Indonesia ini
akan membawa dampak buruk. Salah satunya menciptakan masalah sosial baru
yaitu akan menyebabkan kesenjangan sosial. Mereka akan membuat komunitas
sendiri, kelompok sendiri, akhirnya mereka menjadi senior. Mereka akan
membawa masuk budaya, politik, termasuk intelijen mereka. Budaya barat bisa
dibilang sangat bertentangan dengan budaya timur, sementara tenaga kerja asing
dari barat banyak menduduki posisi penting di perusahaan swasta di Indonesia.
Hal ini menyebabkan moral masyarakat Indonesia terpengaruh dengan budaya
barat, mulai dari cara berpakaian, bertutur kata, berperilaku, dan sebagainya.
Budaya ketimuran yang luhur mulai tertinggal karena dianggap tidak lebih praktis
dan membebaskan dibanding dengan budaya barat. Bahasa Indonesia yang
diharapkan menjadi kontrol budaya Indonesia dengan mudahnya direvisi menjadi
tidak wajib bagi tenaga kerja asing di dalam Permenaker No. 16 Tahun 2015 oleh
pemerintah.

Penghapusan kewajiban berbahasa Indonesia oleh pemerintah untuk


tenaga kerja asing secara tidak langsung memang dapat menguntungkan
pemerintah. Hal ini bisa jadi merupakan ciri neoliberalisme yang lebih
memprioritaskan WNA daripada rakyatnya sendiri. Ada tiga hal yang menjadi
fokus untuk menghadapi neoliberalisme. Pertama, hendaknya ada kritik yang
memadai terhadap neoliberalisme. Kedua, hendaknya ada solusi alternatif yang
memadai, yaitu suatu kondisi ideal yang diharapkan. Ketiga, hendaknya ada peta
jalan (road map) yang jelas, berupa strategi yang dapat ditempuh untuk mengubah
kondisi yang ada menuju kondisi ideal. Neoliberalisme sendiri adalah paham yang
menghendaki pengurangan peran negara di bidang ekonomi. Dengan kata lain,
negara dianggap sebagai penghambat utama penguasaan ekonomi oleh
individu/korporat. Indonesia yang saat ini dicengkeram neoliberalisme
menjadikan rakyat sebagai korban. Sangat banyak kebijakan-kebijakan yang
dikeluarkan pemerintah yang lebih menguntungkan asing dari pada rakyat hanya
karena pihak asing menawarkan investasi yang menggiurkan. Ini tentu saja
kondisi yang sangat tidak ideal.

Penghapusan wajib berbahasa Indonesia bagi pekerja asing seiring waktu


akan membunuh potensi pekerja lokal. Terlebih jika pekerja asing yang
didatangkan unskilled, maka itu akan semakin melukai pekerja lokal yang
notabene hanya lulusan SD dan SMP. Keduanya seharusnya berada dalam tingkat
yang sama dalam hal kompetensi, namun hanya karena pekerja asing bagi
kebanyakan masyarakat Indonesia identik dengan stigma lebih unggul, peluang
pekerja lokal untuk bekerja pada sektor yang sama menjadi lebih kecil. Belum
lagi masalah tersebut ditambah dengan lesunya pertumbuhan ekonomi negara kita,
sehingga angka pemberhentian kerja secara paksa oleh perusahaan swasta maupun
negeri terhadap pekerja lokal semakin meningkat.

Kepincangan kita di sektor ketenagakerjaan ini dapat berdampak ke sektor


lainnya. Butuh solusi yang bersifat sistematis dan meluas yang harus diterapkan
pemerintah untuk mengatasinya. Jika terus seperti ini, hancurnya impian bangsa
Indonesia yang telah dipupuk sejak awal kemerdekaan bukanlah hal yang
mustahil.
Daftar Pustaka:

http://peraturan.bkpm.go.id/jdih/userfiles/batang/Permentenkertrans_12_2013.pdf

https://www.expat.or.id/business/ManpowerRegulations_16_Tahun_2015-
TenagaKerjaAsing.pdf

https://www.islampos.com/di-balik-kebijakan-penghapusan-syarat-bahasa-
indonesia-bagi-tka-208184/

http://okkyasokawati.com/read/detail/57/ketika-jadi-tamu-di-negeri-sendiri

Anda mungkin juga menyukai