Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN INDIVIDU

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA TN. M DENGAN RIWAYAT DBD

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners


Departemen Komunitas

Disusun Oleh :
NITA PURNAMA SARI
NIM. 160070301111024

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui nyamuk Aedes aegepty dan
Aedes albopictus yang tersebar luas di rumah-rumah dan tempat umum di seluruh
Indonesia kecuali yang ketinggiannya lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut
(Dinkes Kab. Karanganyar, 2010). Penyakit ini terutama menyerang anak yang
ditandai dengan panas tinggi, perdarahan, dan dapat mengakibatkan kematian,
serta menimbulkan wabah (Djunaedi, 2006).

Jumlah kasus dan penyebaran dari penyakit Demam Berdarah Dengue


(DBD) semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan
penduduk. Jumlah penduduk Indonesia lebih dari 250 juta jiwa dan menempati
urutan ke empat dalam negara yang memiliki jumlah populasi tertinggi di dunia.
WHO mencatat Negara Indonesia sebagai negara dengan kasus Demam Berdarah
tertinggi di Asia Tenggara (Kemenkes, 2010).

Menurut data dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur pada tahun 2015
terjadi peningkatan jumlah kasus DBD. Selama bulan Januari 2015 di Provinsi Jawa
Timur KLB DBD terjadi di 37 kabupaten/kota dengan jumlah total kasus sebanyak
3.136 kasus DBD dan angka kematian sebanyak 52 kasus. Di Kabupaten Malang
sendiri terdapat 95 kasus dengan DBD dan di Kota Malang terdapat 11 kasus
dengan DBD (Dinkes Jatim, 2015).

RW 10 Dusun Jetis Desa Mulyoagung merupakan salah satu komunitas yang


terdiri dari unit-unit terkecil rumah tangga yang berperan dalam kesehatan
lingkungan. RW 10 Dusun Jetis terdiri dari 405 KK yang di 25% rumah
masyarakatnya dekat dengan sungai. Sebagian besar rumahnya berdempetan dan
sirkulasi udaranya kurang baik. Di beberapa rumah tidak memiliki selokan untuk
pembuangan air limbah rumah tangga sehingga untuk pembuangannya langsung
menuju sungai. Sebanyak 75% warga RW 10 Dusun Jetis tidak menggunakan abate
pada bak mandinya. Dari kondisi tersebut bisa menjadi resiko timbulnya angka
kejadian DBD. Selain itu, hal ini didukung oleh tingkat kesadaran pada sebagian
masyarakat akan pentingnya perilaku dalam memahami dan melakukan kebersihan
lingkungan dalam pencegahan DBD terulang kembali. Oleh karena itu, demi
peningkatan kesehatan rumah tangga yang lebih baik pemberian asuhan
keperawatan perlu dilakukan.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengenali dan mengamati keadaan kesehatan
keluarga serta mampu menanggulangi masalah kesehatan terkait DBD
bersama keluarga dengan memanfaatkan sumber daya dan potensi yang
terdapat di keluarga
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengkaji dan mengumpulkan data kesehatan keluarga terkait DBD.
2. Menganalisis data dan menentukan diagnosis keperawatan
berdasarkan data kesehatan keluarga terkait DBD.
3. Menyusun perencanaan asuhan keperawatan dalam menanggulangi
masalah DBD yang terdapat di keluarga.
4. Melakukan implementasi asuhan keperawatan dalam mengatasi
masalah DBD yang pernah dihadapi.
5. Mengevaluasi hasil pelaksanaan asuhan keperawatan dan tindak lanjut
dari tiap masalah keperawatan yang telah ditemukan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Keluarga
2.1.1 Definisi Keluarga
Keluarga adalah dua atau lebih individu bergabung karena ikatan
tertentu untuk berbagi pengalaman dan pendekatan emosional dan
mengidentifikasikan diri mereka sebagai bagian dari keluarga (Friedman,1998).
2.1.2 Tipe Keluarga
Tipe keluarga menurut Friedman (1998)
a. Keluarga inti (nuclear family)
Keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak (kandung/angkat)
b. Keluarga besar (extended family)
Keluarga besar adalah keluarga inti ditambah keluarga lain yang
mempunyai hubungan darah misalnya : kakek, nenek, bibi, paman, dan
keponakan
c. Keluarga "Dyad" (Dyad family)
Keluarga dyad adalah satu keluarga terdiri dari suami istri tanpa anak
d. Keluarga berantai (serial family)
Terdiri dari keluarga wanita dan pria menikah lebih dari satu kali dan
merupakan keluarga inti
e. Single family (Single parent)
Keluarga dimana suatu rumah tangga terdiri dari satu orang tua dengan
anak (kandung/angkat) terjadi karena perceraian atau kematian
f. Keluarga Usila
terdiri atas suami istri yang usia lanjut
2.1.3 Fungsi Keluarga
a. Fungsi afektif
Fungsi afektif adalah dasar utama bagi pembentukan dan
keberlanjutan keluarga dan ini menggantikan satu fungsi utama di dalam
keluarga. Ketika banyak pekerjaan yang dilakukan di luar rumah, banyak
usaha yang dilakukan oleh setiap keluarga untuk memenuhi kebutuhan
anggota keluarga untuk meningkatkan kassih sayang dan pemahaman satu
sama lain.Kemampuan untuk melakukan hal ini merupakan kunci yang
menentukan apakah sebuah keluarga akan tetap utuh atau melebur.
Seperti yang dikatakan Duvall (1977), Kebahagiaan keluarga dapat diukur
dengan kekuatan cinta dari keluarga itu sendiri. Masing-masing anggota
keluarga harus dapat menemukan kasih sayang dengan anggota keluarga
lainnya, karena hal tersebut merupakan penghargaan bagi setiap
kehidupan keluarga. Peran utama orang dewasa dalam keluarga, fungsi ini
disepakati dengan pendapat keluarga dan menjaga kebutuhan
sosioemosional dari semua anggota keluarga. Ini menyangkut
pemeliharaan moral. Fungsi ini akan membentuk kepribadian orang-orang
dewasa dan menemukan kebutuhan psikologis anggota
keluarga.berhubungan dg fungsi internal keluarga dlm pemenuhan
kebutuhan psikososial ( saling menyayangi, saling membantu, keakraban
antar anggota)
b. Fungsi Sosialisasi
Inti dari fungsi sosialisasi adalah membentuk anak-anak menjadi
individu yang mampu berpartisipasi dalam lingkungan dan masyarakat.
Sosialisasi dalam keluarga merupakan hal yang umum. Ini bertujuan untuk
belajar dari pengalaman yang ada dalam keluarga untuk mengajarkan
pada anak-anak bagaimana peran seorang ayah dan ibu. Keluarga memiliki
tanggung jawab utama, yaitu untuk membentuk seorang individu dari bayi
menjadi seseorang yang mampu berpartisipasi di masyarakat. Lebih dari
itu, sosialisasi seharusnya tidak hanya diartikan sebagai pembentukan bayi
dan pola asuh anak , tapi lebih sebagai proses kehidupan yang panjang
yang mencakup internalisasi nilai dan norma yang tepat untuk menjadi
seorang remaja, orang tua, karyawan pada pekerjaan baru, kakek-nenek
dan seorang yang sudah pensiun. Singkatnya, sosialisasi merupakan proses
pembelajaran terhadap budaya. Karena pemberian fungsi ini meningkat di
sekolah, fasilitas perawatan anak dan tempat rekreasi serta institusi diluar
keluarga , peran keluarga semakin sedikit dalam hal sosialisasi, sehingga
sebaiknya orang tua tetap memberikan wadah dan pengetahuan
mengenai budaya leluhurnya kepada anak-anaknya. Kohlberg (1970)
menjelaskan bahwa proses perkembangan moral anak dimiliki dari wadah
yang ada di dalam keluarga. Perkembangan moral dilihat sebagai suatu
proses yang mirip dengan tahap perkembangan emosional dan kognitif.
Peran (figur) orang tua mampu mempengaruhi perkembangan moral anak
baik dari segi positf maupun negatif.
Sosialisasi dimulai sejak lahir. keberhasilan perkembangan individu
dan keluarga dicapai melalui interaksi/hubungan antar anggota. Anggota
keluarga belajar disiplin, norma , budaya, dan perilaku melalui hubungan
dan interaksi dlm keluarga
c. Fungsi Reproduksi
Salah satu fungsi utama keluarga adalah memastikan keberlanjutan
generasi dalam keluarga. Dahulu pernikahan dan keluarga dibentuk untuk
mengatur dan mengontrol perilaku seksual. Aspek ini (mengatur dan
megontrol perilaku seksual, kontrasepsi dan reproduksi) saat ini fungsinya
menjadi kurang penting dalam keluarga. Sampai saat ini reproduksi
merupakan fungsi utama dari sebuah keluarga.
d. Fungsi ekonomi
Fungsi ekonomi meliputi usaha-usaha yang dilakuakan oleh
keluarga untuk mencukupi kebutuhan (keuangan, ruangan, dan barang-
barang kebutuhan) dan proses pembuatan keputusan mengenai ketepatan
alokasinya. Pengkajian sumber-sumber ekonomi oleh perawat dengan
sumber data yang relevan dari kemampuan keluarga untuk
mengalokasikan dana dengan tepat dalam mencukupi kebutuhan seperti
pakaian, makan, tempat tinggal dan perawatan kesehatan secara adekuat.
Karena fungsi ini dapat dikatakan sulit untuk keluarga yang kurang mampu
untuk memenuhi kepuasannya, perawat keluarga harus dapat menerima
tanggung jawab dalam membantu keluarga-keluarga tersebut untuk
mendapatkan sumber yang tepat dimana mereka bisa mengamankan
informasi yang dibutuhkan, pekerjaan, bimbingan vokasional, dan bantuan
keuangan.
e. Fungsi Perawatan Kesehatan .
Kesanggupan keluarga melaksanakan pemeliharaan kesehatan
yang dilihat dari 5 tugas kesehatan keluarga yaitu :
1. Mengenali masalah kesehatan
2. Mengambil keputusan dalam melaksanakan tindakan yang tepat
3. Merawat keluarga yang sakit
4. Memodifikasi lingkungan (menciptakan dan mempertahankan
suasana rumah yang sehat)
5. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada dimasyarakat
2.1.4 Tahap dan Tugas Perkembangan Keluarga
Tahap perkembangan menurut Friedman
1. Pasangan baru
Dimulai saat individu laki-laki (suami) dan perempuan (istri)
membentuk keluarga melalui ikatan perkawinan. Tugas
perkembangan keluarga adalah perencanaan keluarga (membahas
tentang bagaimana menjadi orang tua), menciptakan sebuah
perkawinan yang saling memuaskan, menghubungkan jaringan
persaudaraan secara harmonis.
2. Keluarga kelahiran anak pertama
Dimulai dengan kelahiran anak pertama hingga bayi berusia
30 bulan, tugas perkembangan keluarga adalah : Setting up keluarga
baru sebagai kesatuan yang stabil (integrasi kelahiran seorang bayi
masuk ke dalam sebuah keluarga), mempertahankan hubungan
pernikahan, mengembangkan hubungan dengan menambahkan
peranan orang tua dan peranan kakek-nenek
3. Keluarga dengan anak pra-sekolah
Dimulai ketika anak pertama berusia 2,5 tahun. Tugas
perkembangan: memenuhi kebutuhan anggota keluarga (tempat
tinggal, privacy, rasa aman), membantu anak bersosialisasi,
beradaptasi dengan anak yang baru lahir
4. Keluarga dengan anak sekolah
Dimulai ketika anak pertama telah berusia 6 tahun dan mulai
masuk sekolah dasar dan berakhir pada usia 13 tahun, awal dari
masa remaja.Tugas keluarga pada tahap ini adalah: sosialisasi
terhadap anak yang meliputi promosi prestasi sekolah hubungan
yang baik dengan teman sebaya, mempertahankan hubungan
pernikahan, memenuhi kebutuhan fisik untuk kesehatan anggota
keluarga
5. Keluarga dengan anak remaja
Dimulai ketika anak pertama melewati umur 13 tahun, tahap
ini berlangsung selama 6-7 tahun, meskipun tahap ini dapat lebih
singkat jika anak meninggalkan keluarga lebih awal atau lebih lama
jika anak masih tinggal di rumah hingga berumur 19 atau 20 tahun.
Tugas keluarga pada tahap ini adalah menyeimbangkan kebebasan
dengan tanggung jawab sebagai remaja yang sudah mature dan
menjadi semakin mengurus kebutuhan sendiri, kembali fokus
terhadap hubungan pernikahan. Komunikasi yang terbuka antara
orang tua dan anak.
6. Keluarga dengan anak dewasa
Permulaan dari fase kehidupan keluarga ini ditanggung oleh
anak pertama meninggalkan rumah orang tua dan berakhir dengan
"rumah kosong" ketika anak terakhir meninggalkan rumah.Tugas
keluarga pada tahap ini adalah komunikasi terkait persoalan antara
orang tua dan dewasa muda, orang tua (suami-istri) ssudah mulai
timbul penuaan dan penyakit.
7. Keluarga dengan usia pertengahan
Merupakan tahap usia pertengahan bagi orang tua, dimulai
ketika anak terakhir meninggalkan rumah dan berakhir pada saat
pensiun atau kematian salah satu pasangan. Tugas keluarga pada
tahap ini adalah mempertahankan kenyamanan dan hubungan yang
penuh arti dengan orang tua dan anak. memperkuat hubungan
pernikahan, komunikasi dan memperkuat hubungan dengan anak,
menantu, cucu dan orang tua
8. Keluarga dengan usia lanjut
Dimulai dengan salah satu atau kedua pasangan memasuki
masa pensiun, terus berlangsung hingga salah satu pasangan
meninggal dan berakhir dengan pasangan meninggal dan berakhir
dengan pasangan lain meninggal. Tugas keluarga pada tahap ini
adalah meningkatakan fungsi akibat ketidakmampuan (gangguan
mobilitas maupun karena penyakit kronis pada usia tua,
mempertahanakan rencana hidup yang menyenangkan,
berkurangnya kegiatan fisik dan fungsi.

Demam Berdarah Dengue (DBD)


2.1.1 Pengertian Demam Berdarah Dengue (DBD)
Demam berdarah dengue merupakan salah penyakit menular yang di
sebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang
ditandai dengan demam mendadak selama 2-7 hari tanpa penyebab yang jelas
disertai dengan lemah/lesu, gelisah, nyeri ulu hati disertai tanda perdarahan di kulit
berupa bintik merah, lebam (echymosis) atau ruam (purpura). kadang-kadang
disertai dengan mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran menurun atau
renjatan (syok) (Depkes RI, 2010).
Menurut Depkes RI (2013), Demam berdarah dengue (DBD) merupakan
penyakit yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes yang terinfeksi dengan salah
satu dari empat virus dengue. Virus tersebut dapat menyerang bayi, anak-anak dan
orang dewasa. Sedangkan menurut Depkes RI (2011), Demam berdarah dengue
adalah penyakit akut yang disebabkan oleh Virus DBD dan ditularkan kepada
manusia melalui gigitan nyamuk (Aedes aegypti atau Aedes albopictus) yang
terinfeksi virus DBD.
Demam dengue adalah demam virus akut yang disertai sakit kepala, nyeri
otot, sendi dan tulang. Penurunan jumlah sel darah putih dan ruam-ruam. Demam
berdarah dengue/dengue hemorraghagic fever (DHF) adalah demam dengue yang
disertaipembesaran hati dan manifestasi perdarahan. Pada keadaan yang parah bisa
terjadi kegagalan sirkulasi darah dan pasien jatuh dalam syok hipovolemik akibat
kebocoran plasma. Keadaan ini disebut dengue shock syndrome (DSS) (Mardiana,
2010).
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia. Pada tahun 2011 tercatat terjadi 65.432 kasus dengan 595 kematian di
Indonesia dengan angka Case Fatality Rate (CFR) DBD sebesar 0,91% dan
IR27,56/100.000 penduduk dengan daerah terjangkit mencapai lebih dari 78%
kabupaten/kota. Tiga provinsi dengan kasus DBD tertinggi adalah Daerah Khusus Ibu
Kota Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah (Depkes RI, 2012a).

2.1.2 Etiologi
Penyakit demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue dari genus
Flavivirus, famili Flaviviridae. DBD ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk
Aedes yang terinfeksi virus dengue. Virus Dengue penyebab Demam Dengue (DD),
Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Dengue Shock Syndrome(DSS) termasuk dalam
kelompok B Arthropod virus Arbovirosis yang sekarang dikenal sebagai genus
Flavivirus, famili Flaviviride, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu : DEN-1, DEN-2,
DEN-3, DEN-4 (Depkes RI, 2010).
Di Indonesia pengamatan virus dengue yang di lakukan sejak tahun 1975 di
beberapa rumah sakit menunjukkan ke empat serotipe di temukan dan bersirkulasi
sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan
diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat (Depkes RI,
2012).
2.1.3 Patogenesis dan Patofisiologi
Secara umum, kelainan yang terjadi pada penyakit DBD akibat adanya
kebocoran plasma yang disebabkan oleh Virus dengue. Hal ini disebabkan oleh Virus
dengue yang dapat menyebabkan kerusakan pada kapiler sehingga dapat
menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan penurunan
volume plasma. Akibatnya, plasma akan keluar ke ekstravaskular (ruang interstisial
dan rongga serosa). Sedangkan pada intravaskular akan terjadi peningkatan
konsentrasi plasma (hematrokrit/HT meningkat, trombosit menurun, dan leukosit
menurun. Selain itu, akibat virus dengue menginfeksi endotel dan menyebabkan
gangguan fungsi dari endotel maka pembuluh darah tidak berfungsi dengan baik dan
mengakibatkan kebocoran darah. Apabila kebocoran ini terjadi pada pembuluh
darah kulit akan tampak bercak-cak kemerahan pada kulit yang disebut petekiae.
Sedangkan bila terjadi kebocoran pada saluran pencernaan akan menyebabkan
perdarahan yang terus menerus (Soedarmo, 2010).
Virus dengue masuk kedalam tubuh inang kemudian mencapai sel target
yaitu makrofag. Sebelum mencapai sel target maka respon imun non-spesifik dan
spesifik tubuh akan berusaha menghalanginya. Aktivitas komplemen pada infeksi
virus dengue diketahui meningkat seperti C3a dan C5a mediator-mediator ini
menyebabkan terjadinya kenaikan permeabilitas kapiler celah endotel melebar lagi.
Akibat kejadian ini maka terjadi ekstravasasi cairan dari intravaskuler ke
extravaskuler dan menyebabkan terjadinya tanda kebocoran plasma seperti
hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi pleura, asites, penebalan dinding vesica
fellea dan syok hipovolemik. Kenaikan permeabilitas kapiler ini berimbas pada
terjadinya hemokonsentrasi, tekanan nadi menurun dan tanda syok lainnya
merupakan salah satu patofisiologi yang terjadi pada DBD (Depkes RI, 2010).
2.1.4 Gambaran Klinis
Menurut Sudjana (2010), gambaran klinis penderita dengue terdiri atas 3 fase
yaitu fase febris, fase kritis dan fase pemulihan.
a. Pada fase febris, biasanya demam mendadak tinggi terus menerus
berlangsung selama 2-7 hari (380C-400C), naik turun (demam bifosik) dan tidak
mempan obat antipirektik. Kadang-kadang suhu tubuh sangat tinggi sampai 400C
disertai muka kemerahan, eritema kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia dan
sakit kepala.
Pada beberapa kasus ditemukan nyeri tenggorok, injeksi farings dan
konjungtiva, anoreksia, mual dan muntah dapat terjadi kejang demam. Akhir fase
demam merupakan fase kritis pada demam berdarah dengue. Pada saat fase
tersebut sebagai awal kejadian syok, biasanya pada hari ke 3, 4, 5 adalah fase kritis
yang harus dicermati pada hari ke 6 dapat terjadi syok kemungkinan dapat terjadi
perdarahan dan kadar trombosit sangat rendah (<20.000/ul). Pada fase ini dapat
pula ditemukan tanda perdarahan seperti ptekie, perdarahan mukosa, walaupun
jarang dapat pula terjadi perdarahan pervaginam dan perdarahan gastrointestinal.
b. Fase kritis, Pada kasus ringan dan sedang, semua tanda dan gejala kliniks
menghilang setelah demam turun sertai keluarnya keringat, perubahan pada denyut
nadi dan tekanan darah, akan teraba dingin di sertai dengan kongesti kulit.
Perubahan ini memperlihatkan gejala gangguan sirkulasi, sebagai akibat dari
perembasan plasma yang dapat bersifat ringan atau sementara. Pada kasus berat,
keadaan umum pada saat atau beberapa saat setelah suhu turun antara 3-7 terdapat
tanda kegagalan sirkulasi, kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung jari
kaki, sianosis di sekitar mulut, pasien menjadi gelisah, nadi cepat, lemah kecil sampai
tidak teraba dan ditandai dengan penurunan suhu tubuh disertai kenaikan
permeabilitas kapiler dan timbulnya kebocoran plasma yang biasanya berlangsung
selama 2448 jam. Kebocoran plasma sering didahului oleh lekopeni progresif
disertai penurunan hitung trombosit dibawah 100.000/mm3 (trombositopeni). Pada
saat akan terjadi syok pasien mengeluh nyeri perut.
c. Fase pemulihan,bila fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian cairan
dari ekstravaskuler ke intravaskuler secara perlahan pada 4872 jam setelahnya.
Keadaan umum penderita membaik, nafsu makan pulih kembali, hemodinamik stabil
dan dieresis membaik.
2.1.5 Klasifikasi Demam Berdarah Dengue
Menurut Kementerian Kesehatan RI (2010), klasifikasi penyakit
DemamBerdarah Dengue yaitu :
a. Dengue tanpa tanda bahaya dan dengue dengan tanda bahaya (Dengue
Without Warning Signs). Kriteria dengue tanpa tanda bahaya dan dengue dengan
tanda bahaya :
1) Bertempat tinggal di atau bepergian ke daerah endemik dengue.
2) Demam disertai 2 dari hal berikut : mual, muntah, ruam, sakit dan nyeri, uji
tournikuet positif, lekopenia, adanya tanda bahaya.
Tanda bahaya adalah nyeri perut atau kelembutannya, muntah
berkepanjangan, terdapat akumulasi cairan, perdarahan mukosa, letergis, lemah,
pembesaran hati >2cm, kenaikan hematokrit seiring dengan penurunan jumlah
trombosit yang cepat. Dengue dengan konfirmasi laboratorium (penting bila bukti
kebocoran plasma tidak jelas)
b. Dengue Berat (Severe Dengue). Kriteria dengue berat : kebocoran plasma
berat, yang dapat menyebabkan syok (DSS), akumulasi cairan dengan distress
pernafasan. Perdarahan hebat, sesuai pertimbangan klinisi gangguan organ berat,
hepar (AST atau ALT1000, gangguan kesadaran, gangguan jantung dan organ lain).
Untuk mengetahui adanya kecenderungan perdarahan dapat dilakukan uji
tourniquet.
2.1.6 Siklus Penularan Demam Berdarah Dengue
Siklus hidup dan prilaku nyamuk Aedes aegypti :
Telur Jentik Kepompong Nyamuk Perkembangan dari telur sampai menjadi
nyamuk kurang lebih dari 9-10 hari :
1. Setiap kali bertelur, nyamuk betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 100
butir.
2. Telur nyamuk Aedes aegypti berwarna hitam dengan ukuran 0,80 mm
3. Telur ini ditempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan sampai 6 bulan
4. Telur itu akan menetas menjadi jentik dalam waktu lebih kurang dari 2 hari
setelah terendam air
5. Jentik kecil yang menetas dari telur itu akan tumbuh menjadi besar yang
panjangnya 0,5-1 cm
6. Jentik Aedes aegyptiakan selalu bergerak aktif dalam air, geraknya berulang-
ulang dari bawah ke atas permukaan air untuk bernafas (mengambil udara)
kemudian turun, kembali kebawah dan seterusnya.
7. Pada waktu istirahat, posisinya hampir tegak lurus dengan permukaan air
biasanya berada di sekitar dinding tempat penampungan air.
8. Setelah 6-8 hari jentik itu akan berkembang/berubah menjadi kepompong
9. Kepompong berbentuk koma
10. Gerakannya lambat
11. Sering berada dipermukaan air
12. Setelah 1-2 hari akan menjadi nyamuk dewasa.
Nyamuk Aedes aegypti menyenangi area gelap dan benda-benda berwarna
hitam atau merah. Nyamuk ini banyak ditemukan di bawah bangku, meja, kamar
yang gelap, atau dibalik baju-baju yang di gantung. Nyamuk ini menggigit pada siang
hari (pukul 09-10) dan sore hari (pukul 16.00-17.00), demam berdarah sering
menyerang anak-anak karena anak-anak cenderung duduk didalam kelas selama pagi
sampai siang hari. (Anggraeni, 2010)
Menurut Sitio (2008), Penularan DBD antara lain dapat terjadi di semua
tempat yang terdapat nyamuk penularnya, tempat yang potensial untuk penularan
penyakit DBD antara lain :
a. Wilayah yang banyak kasus DBD atau rawan endemis DBD.
b. Tempat-tempat umum yang merupakan tempat berkumpulnya orang, orang
dating dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa
tipe virus dengue cukup besar seperti sekolah, pasar, hotel, puskesmas, rumah sakit
dan sebagainya.
c. Pemukiman baru di pinggir kota, karena dilokasi ini, penduduk umumnya
berasal dari berbagai wilayah, maka memungkinkan diantaranya terdapat penderita
atau karier yang membawa tipe virus dengue yang berlainan dari masing-masing
lokasi asal.
2.1.7 Epidemiologi Demam Berdarah Dengue (DBD)
2.1.7.1 Distribusi Penyakit DBD
1. Distribusi Penyakit DBD Berdasarkan Variabel Umur dan Jenis Kelamin
Kasus DBD pada jenis kelamin selama ini tidak terlihat kerentanan pada
kelompok mana, berdasarkan data distribusi kasus berdasarkan jenis kelamin pada
tahun 2008, persentase penderita laki-laki dan perempuan hampir sama. Jumlah
penderita berjenis kelamin laki-laki adalah 10.463 orang (53,78%) dan perempuan
berjumlah 8.991 orang (46,23%). Hal ini menggambarkan bahwa risiko terkena DBD
untuk laki-laki dan perempuan hampir sama, tidak tergantung jenis kelamin, dan
data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dalam Profil Kesehatan Indonesia
tahun 2010 menyebutkan bahwa penyakit DBD termasuk kedalam sepluh penyakit
terbesar pada pasien rawat inap rumah sakit di Indonesia dengan jumlah kasus pada
laki-laki 30.232 kasus dan 28.883 kasus pada perempuan (Anonim, 2011).
Sedangkan distribusi golongan umur pada kasus DBD di Indonesia dari tahun
1993 sampai tahun 2009 terjadi pergeseran, dimana pada tahun 1993 sampai tahun
1998 kelompok umur terbesar kasus DBD adalah kelompok umur dibawah 15 tahun.
Akan tetapi, mulai dari tahun 1999 sampai tahun 2009 kelompok umur terbesar
kasus DBD cenderung pada kelompok umur diatas 15 tahun merupakan kelompok
umur dengan kasus DBD terbanyak di Indonesia. Sedangkan, penyebab kematian
dengan jumlah yang signifikan pada kasus DBD terdapat pada kelompok umur
dibawah 15 tahun. Namun saat ini kasus DBD telah menyerang semua kelompok
umur, bahkan lebih banyak pada usia produktif (Anonim, 2013).
2. Distribusi Penyakit DBD Berdasarkan Tempat
Penyakit DBD dapat menyebar pada semua tempat kecuali tempat dengan
ketinggian 1000 meter dari permukaan laut karena pada tempat yang tinggi dengan
suhu yang rendah siklus perkembangan Aedes aegypti tidak sempurna. Daerah yang
terjangkit demam berdarah pada umumnya adalah kota atau wilayah yang padat
penduduknya. Hal ini disebabkan dikota atau wilayah yang padat penduduk rumah-
rumahnya saling berdekatan, sehingga lebih memungkinkan penularan penyakit
demam berdarah mengingat jarak terbang Aedes aegypti 100 m. Meningkatnya
jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit disebabkan karena
semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya pemukiman baru, dan
terdapatnya vektor nyamuk hampir diseluruh pelosok tanah air serta adanya tipe
virus yang bersikulasi sepanjang tahun (Depkes RI, 2010)
3. Distribusi Penyakit DBD Berdasarkan Waktu
Musim penularan demam berdarah pada umumnya terjadi pada awal musim hujan
(permulaan tahun dan akhir tahun). Hal ini dikarenakan pada musim hujan vektor
penyakit demam berdarah populasinya meningkat dengan bertambah banyaknya
sarang nyamuk diluar rumah sebagai akibat sanitasi lingkungan yang kurang bersih,
sedang pada musim kemarau Aedes aegypti bersarang di bejana yang selalu terisi air
seperti bak mandi, tempayan, drum, dan tampungan air (Depkes RI, 2010)
2.1.7.2 Determinan Penyakit DBD
Menurut Budiarto (2003), Pada prinsipnya kejadian penyakit yang
digambarkan sebagai segitiga epidemiologi menggambarkan hubungan tiga
komponen penyakit yaitu pejamu (host), penyebab (agent), lingkungan
(environment).
1. Agent
Agent penyebab penyakit demam berdarah dengue adalah virus Dengue yang
termasuk kelompok arthropoda borne virus (Arboviruses). Anggota dari genus
Flavivirus, famili flaviviridae yang di tularkan oleh nyamuk Ae.aegypti dan juga
nyamuk Ae.albopictus yang merupakan vektor infeksi DBD.
2. Host (Penjamu)
Penjamu adalah manusia atau organisme yang rentan oleh pengaruh agent dalam
penelitian ini yang diteliti dari faktor penjamu adalah (umur, pendidikan, pekerjaan,
motivasi, pengetahuan dan sikap) dalam peran serta masyarakat terhadap
kewaspadaan dini pencegahan penyakit DBD.
3. Environment
Lingkungan adalah kondisi atau faktor berpengaruh yang bukan bagian agent
maupun penjamu, tetapi mampu menginteraksikan agent penjamu. Dalam
penyebaran penyakit DBD faktor lingkungan seperti tempat penampungan air
sebagai perindukan nyamuk Aedes aegypti, ketinggihan tempat suatu daerah
mempengaruhi perkembangbiakan nyamuk dan virus, curah hujan serta kebersihan
lingkungan.
2.1.8 Tata Laksana Kasus Demam Berdarah Dengue
Dalam penatalaksanaan kasus demam berdarah dengue dikutip oleh WHO
(2004) menyatakan bahwa dasar pengobatan demam berdarah Dengue adalah
pemberian cairan ganti secara adekuat. Penderita DBD tanpa renjatan tersebut
dapat di beri minum banyak 1,5-2 liter perhari, berupa air putih, teh manis, sirup,
susu, oralit. Terhadap penderita DBD yang tidak disertai dengan renjatan tersebut
dapat diberikan dengan penurun panas. Karena besarnya risiko bahaya yang
mengancam, setiap orang yang diduga menderita DBD harus sesegera mungkin di
bawa ke rumah sakit.
Perawatan di rumah sakit diperlukan untuk pemantauan kemungkinan
terjadinya komplikasiyaitu perdarahan dan renjatan (shock). Pada orang dewasa
kemungkinan ini sangat kecil dan banyak terjadi pada anak-anak. Penderita biasanya
mengalami demam 2-7 hari diikuti fase kritis 2-3 hari. Pada fase kritis ini,
suhumenurun tetapi risiko terjadinya penyakit justru meningkat bahkan bila tidak
diatasi dengan baik dapat menimbulkan kematian.
2.1.9 Pencegahan Penyakit DBD
Pencegahan penyakit DBD dapat dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu
pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier (Depkes RI,
2012).
1. Pencegahan Primer
Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mempertahankan
orang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang sehat menjadi sakit. Secara garis
besar, upaya pencegahan ini dapat berupa pencegahan umum dan khusus.
Surveilans untuk nyamuk Aedes aegypti sangat penting untuk menentukan distribusi,
kepadatan populasi, habitat utama larva, faktor resiko berdasarkan waktu dan
tempat yang berkaitan dengan penyebaran dengue, dan tingkat kerentanan atau
kekebalan insektisida yang dipakai, untuk memprioritaskan wilayah dan musim
untuk pelaksanaan pengendalian vektor. Data tersebut akan memudahkan pemilihan
dan penggunaan sebagian besar peralatan pengendalian vektor, dan dapat dipakai
untuk memantau keefektifannya. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah survei
jentik. Pengendalian vektor, surveilans kasus, dan gerakan pemberantasan sarang
nyamuk merupakan pencegahan primer.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan tingkat kedua ini murupakan upaya manusia untuk mencegah
orang yang sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit, menghindarkan
komplikasi dan mengurangi ketidakmampuan. Pencegahan skunder dapat
dilakukandengan cara mendeteksi penyakit secara dini dan pengadaan pengobatan
yang cepat dan tepat.
Penemuan, pertolongan, dan pelaporan penderita DBD dilaksanakan oleh
petugas kesehatan dan masyarakat dengan cara :
1. Bila dalam keluarga ada yang menunjukkan gejala penyakit DBD, berikan
pertolongan pertama dengan banyak minum, kompres dingin dan berikan obat
penurun panas yang tidak mengandung asam salisilat serta segera bawa ke dokter
atau unit pelayanan kesehatan.
2. Dokter atau unit kesehatan setelah melakukan pemeriksaan/diagnosa dan
pengobatan segaera melaporkan penemuan penderita atau tersangka DBD tersebut
kepada Puskesmas, kemudian pihak Puskesmas yang menerima laporan segera
melakukan penyelidikan epidemiologi dan pengamatan penyakit dilokasi penderita
dan rumah disekitarnya untuk mencegah kemungkinan adanya penularan lebih
lanjut.
3. Kepala Puskesmas melaporkan hasil penyelidikan epidemiologi dan
kejadianluar biasa (KLB) kepada Camat, dan Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten,
disertai dengan cara penanggulangan seperlunya serta diagnosis dan diagnosis
laboratorium.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan ini dimaksudkan untuk mengurangi ketidakmampuan dan mengadakan
rehabilitasi. Upaya pencegahan tingkat ketiga ini dapat dilakukan dengan
memaksimalkan organ yang cacat. Pengobatan penderita DBD pada dasarnya
bersifat simptomatik dan suportifyaitu dukungan pada penderita serta mendirikan
pusat-pusat rehabilitasi medik.
Penanggulangan Demam Berdarah Dengue
Penanggulangan pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian
vektornya, yaitu nyamuk aides aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat
dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat baik secara
lingkungan, biologis maupun secara kimiawi yaitu:
1. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara
lain dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), pengelolaan sampah
padat, modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan
manusia, dan perbaikan desain rumah.
PSN pada dasarnya merupakan pemberantasan jentik atau mencegah
agar nyamuk tidak berkembang tidak dapat berkembang biak. Pada dasarnya
PNS ini dapat dilakukan dengan:
Menguras bak mandi dan tempat-tempat penampungan air sekurang-
kurangnya seminggu sekali,. Ini dilakukan atas dasar pertimbangan
bahwa perkembangan telur agar berkembang menjadi nyamuk adalah
7-10 hari.
Menutup rapat tempat penampungan air seperti tempayan, drum,
dan tempat air lain dengan tujuan agar nyamuk tidak dapat bertelur
pada tempat-tempat tersebut.
Mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burung setidaknya
seminggu sekali.
Membersihkan pekarangan dan halaman rumah dari barang-barang
bekas terutama yang berpotensi menjadi tempat berkembangnya
jentik-jentik nyamuk, seperti sampah kaleng, botol pecah, dan ember
plastik.
Munutup lubang-lubang pada pohon terutama pohon bambu dengan
menggunakan tanah.
Membersihkan air yang tergenang di atap rumah serta membersihkan
salurannya kembali jika salurannya tersumbat oleh sampah-sampah
dari daun.
2. Biologis
Pengendalian secara biologis adalah pengandalian perkambangan
nyamuk dan jentiknya dengan menggunakan hewan atau tumbuhan. seperti
memelihara ikan cupang pada kolam atau menambahkannya dengan bakteri
Bt H-14
3. Kimiawi
Pengendalian secara kimiawi merupakan cara pengandalian serta
pembasmian nyamuk serta jentiknya dengan menggunakan bahan-bahan
kimia. Cara pengendalian ini antara lain dengan:
Pengasapan/fogging dengan menggunakan malathion dan fenthion
yang berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan Aides
aegypt sampai batas tertentu.
Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat
penampungan air seperti gentong air, vas bunga, kolam dan lain-lain.
Cara yang paling mudah namun efektif dalam mencegah penyakit
DBD adalah dengan mengkombinasikan cara-cara diatas yang sering kita
sebut dengan istilah 3M plus yaitu dengan menutup tempat
penampungan air, menguras bak mandi dan tempat penampungan air
sekurang-kurangnya seminggu sekali serta menimbun sampah-sampah
dan lubang-lubang pohon yang berpotensi sebagai tempat
perkembangan jentik-jentik nyamuk. Selain itu juga dapat dilakukan
dengan melakukan tindakan plus seperti memelihara ikan pemakan
jentik-jentik nyamuk, menur larvasida, menggunakan kelambu saat tidur,
memasang kelabu, menyemprot dengan insektisida, menggunakan
repellent, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik nyamuk secara
berkala serta tindakan lain yang sesuai dengan kondisi setempat.
Pemberantasan Sarang Nyamuk
PSN merupakan tindakan untuk memutus mata rantai perkembangan nyamuk.
Tindakan PSN terdiri atas beberapa kegiatan antara lain:
1. 3 M
3M adalah tindakan yang dilakukan secara teratur untuk memberantas jentik
dan menghindari gigitan nyamuk Demam Berdarah dengan cara:
Menguras:
Menguras tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi,
tempayan, ember, vas bunga, tempat minum burung dan lain-lain
seminggu sekali.
Menutup:
Menutup rapat semua tempat penampungan air seperti ember,
gentong, drum, dan lain-lain.
Mengubur:
Mengubur semua barang-barang bekas yang ada di sekitar rumah
yang dapat menampung air hujan.
2. Memelihara ikan pemakan jentik-jentik nyamuk
3. Cegah gigitan nyamuk dengan cara:
1. Membunuh jentik nyamuk Demam Berdarah di tempat air yang sulit
dikuras atau sulit air dengan menaburkan bubuk temephos (abate) atau
altosoid 2-3 bulan sekali dengan takaran 1 gram abate untuk 10 liter air
atau 2,5 gram altosoid untuk 100 liter air. Abate dapat di peroleh/dibeli di
Puskesmas atau di apotek.
2. Mengusir nyamuk dengan obat anti nyamuk.
3. Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat nyamuk gosok.
4. Memasang kawat kasa di jendela dan di ventilasi
5. Tidak membiasakan menggantung pakaian di dalam kamar.
6. Gunakan sarung kelambu waktu tidur
DAFTAR PUSTAKA

Anonym. 2011. Ciri-Ciri Nyamuk Penyebab Penyakit Demam


Berdarahhttp://danialonline.wordpress.com/2009/08/07/ciri-ciri-nyamuk-
penyebab-penyakit-demam-berdarah-nyamuk-aedes-aegypti/. Di akses
tanggal 18 Februari 2017
Anonym. 2011. Penyakit Demam
Berdarah Dengue. http://www.infopenyakit.com/2008/03/penyakit-demam-
berdarah-dengue-dbd.html. Di akses tanggal 17 Februari 2017
Anonym.2011. Demam_berdarah dengue. http://id.wikipedia.org/wiki/Demam_berdar
ah. Di akses tanggal 23 maret 2012.
Dr.Faziah A. Siregar.2004.Epidemiologi dan Pemberantasan Demam Berdarah
Dengue di Indonesia.www.library.usu.co.id Di akses tanggal 19 februari2017.
Suroso, T. (2003). Strategi Baru Penanggulangan DBD di Indonesia. Jakarta :
Depkes RI
WHO. (2000). Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah
Dengue. Terjemahan dari WHO Regional Publication SEARO No.29 :
Prevention Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. Jakarta :
Depkes RI

Anda mungkin juga menyukai