Anda di halaman 1dari 51

REFERAT

GANGGUAN BIPOLAR

Disusun Oleh :
Carmelita Christina 030.12.052
Prazna Shafira Putri 030.12.210
Nathania Kosuhary 030.12.188
Annastasia Adila P 030.12.026
Andry Dimas Dwi Putra 030.11.027
King Panji Islami 030.12.210
Zahra Afifa 030.12.295

Kepaniteraan Klinik Kesehatan Jiwa


Fakultas Kedokteran Trisakti Jakarta
Rumah Sakit Jiwa dr. Soeharto Heerdjan Jakarta

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat-Nya
kami dapat menyelesaikan dan mempresentasikan referat dengan judul: Gangguan Bipolar

Referat ini disusun untuk memenuhi sebagian tugas dalam Kepaniteraan Klinik Kesehatan Jiwa
di Rumah Sakit Jiwa dr. Soeharto Heerdjan Jakarta dan Fakultas Kedokteran Universitas
Trisakti. Dalam kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang
telah berkontribusi dalam penyusunan dan penyelesaian referat ini, terutama kepada:

1. Seluruh dokter di bagian kejiwaan selaku dosen pembimbing dalam referat ini yang telah
membimbing, meluangkan waktu serta dengan penuh kesabaran memberikan pengarahan
dan ilmu kepada penulis
2. Keluarga penulis yang memberikan dukungan moril maupun materil dalam penyelesaian
referat ini.
3. Rekan-rekan Kepaniteraan Klinik Kesehatan Jiwa yang telah memberikan dukungan dan
memberikan semangat untuk penulis dalam penyelesaian penulisan referat ini.
Kami menyadari dalam penyelesaian referat ini masih banyak terdapat kekurangan.

Oleh karena itu, segala kritik dan saran guna penyempurnaan referat ini sangat kami harapkan.

Akhir kata, semoga referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua, terutama dalam bidang ilmu
kesehatan jiwa.

Jakarta, September 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN

BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................. 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 5

BAB III. KESIMPULAN..................................................................................... 49

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 50

3
BAB I
PENDAHULUAN

Gangguan bipolar (GB) merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan ditandai oleh
gejala-gejala manik, hipomanik, depresi, dan campuran, biasanya rekuren serta dapat
berlangsung seumur hidup. Gangguan bipolar cenderung mengenai semua ras dan lebih sering
terjadi pada orang yang lajang. Gangguan bipolar umumnya juga terdapat pada orang dengan
status sosioekonomi lebih tinggi. Rerata usia yang terkena adalah usia 30 tahun. Prevalensi
gangguan bipolar I seumur hidup sekitar 0,4-1,6%,serupa dengan gambaran skizofrenia
sedangkan gangguan bipolar II sekitar 0,5%.
Penyebab gangguan bipolar bersifat multifaktor. Secara biologis dikaitkan dengan faktor genetik
dan gangguan neurotransmitter di otak. Juga pada beberapa penelitian ditemukan perbedaan
dalam gambaran pencitraan otak pada orang normal dan orang dengan gangguan bipolar. Secara
psikososial dikaitkan dengan pola asuh masa kanak-kanak, stress lingkungan dan peristiwa
hidup, faktor kepribadian.
Sampai saat ini masih belum ada pengobatan untuk bipolar yang sudah tuntas. Tujuan dari
pengobatan bipolar adalah dengan mengontrol mood mereka dan gejala yang berkaitan. Penyakit
bipolar dapat menyebabkan rekurensi oleh karena hal tersebut, bipolar merupakan penyakit yang
memerlukan pengobatan jangka masa panjang, walaupun pasien merasakan sudah sembuh.
pengobatan haruslah di atur oleh psikater. Pasien juga bisa mendapat tim perawatan yang terdiri
dari psikolog , pekerja sosial, perawat psikater. Perawatan primer yang dapat dilakukan yaitu
berupa psikofarmaka, konseling pribadi, keluarga atau kelompok, edukasi dan support group.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Gangguan bipolar (GB) merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan
ditandai oleh gejala-gejala manik, hipomanik, depresi, dan campuran, biasanya rekuren serta
dapat berlangsung seumur hidup. Menurut Diagnostik and Statiscal Manual of Mental Disorder
edisi keepat (DSM IV), gangguan Bipolar I adalah gangguan pada pasien dengan episode manik
dan depresif atau pasien dengan episode manik saja. Gangguan bipolar II ditandai oleh adanya
episode depresif berat yang berganti-ganti dengan episode hipomanik.
Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III,
gangguan ini bersifat episode berulang yang menunjukkan suasana perasaan pasien dan tingkat
aktivitasnya jelas terganggu, dan gangguan ini pada waktu tertentu terdiri dari peninggian
suasana perasaan serta peningkatan energi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu
lain berupa penurunan suasana perasaan serta pengurangan energi dan aktivitas (depresi). Yang
khas adalah terdapat penyembuhan sempurna antar episode. Episode manik biasanya mulai
dengan tiba-tiba dan berlangsung antara 2 minggu sampai 4-5 bulan, sedangkan depresi
cenderung berlangsung lebih lama.

5
2.2 Epidemiologi

Gangguan bipolar I adalah gangguan yang lebih jarang dibandingkan dengan gangguan
depresif berat. Prevalensi gangguan bipolar I seumur hidup sekitar 0,4-1,6%,serupa dengan
gambaran skizofrenia sedangkan gangguan bipolar II sekitar 0,5%. Prevalensi antara laki-laki
dan wanita sama besar. Awitan gangguan bipolar I adalah dari masa anak-anak (usia 5-6 tahun)
sampai 50 tahun atau lebih. Rerata usia yang terkena adalah usia 30 tahun. Gangguan bipolar
cenderung mengenai semua ras dan lebih sering terjadi pada orang yang lajang. Gangguan
bipolar umumnya juga terdapat pada orang dengan status sosioekonomi lebih tinggi.1,2

2.3 Etiologi

Penyebab gangguan bipolar bersifat multifaktor. Secara biologis dikaitkan dengan faktor
genetik dan gangguan neurotransmitter di otak. Juga pada beberapa penelitian ditemukan
perbedaan dalam gambaran pencitraan otak pada orang normal dan orang dengan gangguan
bipolar. Secara psikososial dikaitkan dengan pola asuh masa kanak-kanak, stress lingkungan dan
peristiwa hidup , faktor kepribadian1

A. Faktor Biologi
Neurotransmitter monoamine seperti norepinefrin, dopamine, serotonin, dan histamine
menjadi focus teori dan masih diteliti hingga saat ini. Sebagai biogenik amin
norepinefrin dan serotonin adalah neurotransmitter yang paling berpengaruh dalam
patofisiologi gangguan mood ini.1,2,3
a. Norepinefrin. Penurunan regulasi dan penurunan sensitivitas dari reseptor
adrenergik yang dibuktikan oleh adanya respon pada penggunaan anti depresan yang
cukup baik , sehingga hal ini mendukung adanya peran langsung dari system
noradrenergik pada episode depresi. Bukti lainnya melibatkan reseptor 2 presinaps
pada depresi karena aktivasi pada reseptor ini menghasilkan penurunan dari pelepasan
norepinefrin. Reseptor 2 juga terletak pada neuron serotoninergic dan berperan
dalam regulasi pelepasan serotonin.1,3

6
b. Serotonin. Teori ini didukung oleh respon pengobatan SSRI (selective serotonin
reuptake inhibitor) dalam mengatasi depress. Rendahnya kadar serotonin dapat
menjadi factor presipitat depresi, beberapa pasien dengan dorongan bunuh diri
memiliki konsentrasi serotonin yang rendah dalam cairan cerebropinalnya dan
memiliki kadar konsentrasi rendah uptake serotonin pada platelet. 1
c. Dopamine. Selain dari norepinefrin dan serotonin, dopamine juga diduga memiliki
peran. Data memperkirakan bahwa aktivitas dopamine dapat mengurangi depresi dan
meningkat pada mania. Dua teori mengenai dopamine dan depresi adalah bahwa jalur
mesolimbic dopamine tidak berfungsi terjadi pada depresi dan dopamine reseptor D1
hipoaktif pda keadaan depresi. 1,3
d. Kelainan di otak juga dianggap dapat menjadi penyebab gangguan ini. Terdapat
perbedaan gambaran otak antara kelompok sehat dengan penderita bipolar. Melalui
pencitraan magnetic resonance imaging (MRI) dan positron-emission tomography
(PET), didapatkan jumlah aliran darah yang berkurang pada korteks frontal. Volume
yang kecil pada amygdale ,hippocampus dan ventrikel yang membesar juga
umumnya dijumpai pada orang dengan gangguan bipolar I. Korteks prefrontal,
amygdale, dan hippocampus merupakan bagian dari otak yang terlibat dalam respon
emosi.1
B. Faktor Genetik
a. Studi pada keluarga. Data dari studi ini mengatakan 1 orang tua dengan gangguan
mood, anaknya akan memiliki risiko antara 10-25% untuk menderita gangguan
mood. Jika kedua orang tuanya menderita gangguan mood, maka kemungkinannya
menjadi 2 kali lipat. Risiko ini meningkat jika ada anggota keluarga dari 1 generasi
sebelumnya daripada kerabat jauh. Satu riwayat keluarga gangguan bipolar dapat
meningkatkan risiko untuk gangguan mood secara umum, dan lebih spesifik pada
kemungkianan munculnya bipolar. Penurunan gangguan bipolar juga ditunjukkan
oleh fakta bahwa kira-kira 50 % pasien Gangguan bipolar memiliki sekurangnya satu
orangtua dengan suatu Gangguan mood, paling sering Gangguan depresif berat. 1,3
b. Studi pada anak kembar. Studi ini menunjukan bahwa gen hanya menjelaskan 50-
70% etiologi dari gangguan mood. Studi ini menunjukan rentang gangguan mood

7
pada monozigot sekitar 70-90% dibandingkan dengan kembar dizigot sekitar 16-
35%.1,3
C. Faktor Psikososial
a. Stress dari lingkungan dan peristiwa dalam hidup seseorang. Penelitian telah
membuktikan faktor lingkungan memegang peranan penting dalam Gangguan
perkembangan bipolar. Faktor lingkungan yang sangat berperan pada kehidupan
psikososial dari pasien dapat menyebabkan stress yang dipicu oleh faktor
lingkungan. Stress yang menyertai episode pertama dari Gangguan bipolar dapat
menyebabkan perubahan biologik otak yang bertahan lama. Perubahan bertahan lama
tersebut dapat menyebabkan perubahan keadaan fungsional berbagai
neurotransmitter dan sistem pemberian signal intraneuronal. Perubahan mungkin
termasuk hilangnya neuron dan penurunan besar dalam kontak sinaptik. Hasil akhir
perubahan tersebut adalah menyebabkan seseorang berada pada resiko yang lebih
tinggi untuk menderita Gangguan mood selanjutnya, bahkan tanpa adanya stressor
eksternal.1
b. Faktor kepribadian. Tidak ada bukti yang mengindikasikan bahwa gangguan
kepribadian tertentu berhubungan dengan berkembangnya gangguan bipolar I,
walaupun pasien dengan gangguan distimik dan siklotimik berisiko untuk dapat
berkembang menjadi depresi mayor atau gangguan bipolar I. Kejadian tiba-tiba yang
memicu stress yang kuat adalah prediktor dari onset episode depresi.1

2.4 Patofisiologi
Etiologi dari gangguan bipolar memang belum dapat diketahui secara pasti, dan tidak ada
penanda biologis (biological marker) yang objektif yang berhubungan secara pasti dengan
keadaan penyakit ini.

Dahulu virus sempat dianggap sebagai penyebab penyakit ini. Serangan virus pada otak
berlangsung pada masa janin dalam kandungan atau tahun pertama sesudah kelahiran. Namun,
gangguan bipolar bermanifestasi 15-20 tahun kemudian. Telatnya manifestasi itu timbul karena

8
diduga pada usia 15 tahun kelenjar timus dan pineal yang memproduksi hormon yang mampu
mencegah gangguan psikiatrik sudah berkurang 50%.

Penyebab gangguan Bipolar multifaktor. Mencakup aspek bio-psikososial. Secara


biologis dikaitkan dengan faktor genetik dan gangguan neurotransmitter di otak. Secara
psikososial dikaitkan dengan pola asuh masa kana-kanak, stres yang menyakitkan, stres
kehidupan yang berat dan berkepanjangan, dan banyak lagi faktor lainnya.

Didapatkan fakta bahwa gangguan alam perasaan (mood) tipe bipolar (adanya episode
manik dan depresi) memiliki kecenderungan menurun kepada generasinya, berdasar etiologi
biologik. 50% pasien bipolar mimiliki satu orangtua dengan gangguan alam perasaan/gangguan
afektif, yang tersering unipolar (depresi saja). Jika seorang orang tua mengidap gangguan bipolar
maka 27% anaknya memiliki resiko mengidap gangguan alam perasaan. Bila kedua orangtua
mengidap gangguan bipolar maka 75% anaknya memiliki resiko mengidap gangguan alam
perasaan. Keturunan pertama dari seseorang yang menderita gangguan bipolar berisiko
menderita gangguan serupa sebesar 7 kali. Bahkan risiko pada anak kembar sangat tinggi
terutama pada kembar monozigot (40-80%), sedangkan kembar dizigot lebih rendah, yakni 10-
20%.

Beberapa studi berhasil membuktikan keterkaitan antara gangguan bipolar dengan


kromosom 18 dan 22, namun masih belum dapat diselidiki lokus mana dari kromosom tersebut
yang benar-benar terlibat. Beberapa diantaranya yang telah diselidiki adalah 4p16, 12q23-q24,
18 sentromer, 18q22, 18q22-q23, dan 21q22. Yang menarik dari studi kromosom ini, ternyata
penderita sindrom Down (trisomi 21) berisiko rendah menderita gangguan bipolar.

Sejak ditemukannya beberapa obat yang berhasil meringankan gejala bipolar, peneliti
mulai menduga adanya hubungan neurotransmiter dengan gangguan bipolar. Neurotransmiter
tersebut adalah dopamine, serotonin, dan noradrenalin. Gen-gen yang berhubungan dengan
neurotransmiter tersebut pun mulai diteliti seperti gen yang mengkode monoamine oksidase A
(MAOA), tirosin hidroksilase, catechol-O-metiltransferase (COMT), dan serotonin transporter
(5HTT).7

Penelitian terbaru menemukan gen lain yang berhubungan dengan penyakit ini yaitu gen
yang mengekspresi brain derived neurotrophic factor (BDNF). BDNF adalah neurotropin yang

9
berperan dalam regulasi plastisitas sinaps, neurogenesis dan perlindungan neuron otak. BDNF
diduga ikut terlibat dalam mood. Gen yang mengatur BDNF terletak pada kromosom 11p13.
Terdapat 3 penelitian yang mencari tahu hubungan antara BDNF dengan gangguan bipolar dan
hasilnya positif. Kelainan pada otak juga dianggap dapat menjadi penyebab penyakit ini.
Terdapat perbedaan gambaran otak antara kelompok sehat dengan penderita bipolar. Melalui
pencitraan magnetic resonance imaging (MRI) dan positron-emission tomography (PET),
didapatkan jumlah substansia nigra dan aliran darah yang berkurang pada korteks prefrontal
subgenual. Tak hanya itu, Blumberg dkk dalam Arch Gen Psychiatry 2003 pun menemukan
volume yang kecil pada amygdala dan hipokampus. Korteks prefrontal, amygdala dan
hipokampus merupakan bagian dari otak yang terlibat dalam respon emosi (mood dan afek).

Penelitian lain menunjukkan ekspresi oligodendrosit-myelin berkurang pada otak


penderita bipolar. Seperti diketahui, oligodendrosit menghasilkan membran myelin yang
membungkus akson sehingga mampu mempercepat hantaran konduksi antar saraf. Bila jumlah
oligodendrosit berkurang, maka dapat dipastikan komunikasi antar saraf tidak berjalan lancar.

Etiologi dan Patogenesis

Para peneliti masih mempelajari tentang kemungkinan penyebab gangguan afektif

bipolar. Kebanyakan peneliti setuju bahwa tidak ada penyebab tunggal. Sebaliknya,

kemungkinan terdapat interaksi dari banyak faktor untuk menimbulkan gangguan atau

meningkatkan risiko.8

1. Faktor Biologis

Sejumlah besar penelitian telah melaporkan berbagai kelainan di dalam metabolit amin

biogenik-seperti 5-hydroxyindoleacetic acid (5-HIAA), homovanillic acid (HVA), dan 3-

methoxy-4-hydroxyphenylglycol (MHPG) di dalam darah, urin, dan cairan serebrospinalis

pada pasien dengan gangguan mood. Data yang dilaporkan paling konsisten dengan hipotesis

10
bahwa gangguan mood berhubungan dengan disregulasi heterogen pada amin biogenik. Dari

amin biogenik, norepinefrin dan serotonin merupakan dua neurotransmiter yang paling berperan

dalam patofisologi gangguan mood. 1

Regulasi endokrin juga diduga berhubungan dengan gangguan mood. Sumbu

neuroendokrin utama dalam gangguan mood adalah sumbu adrenal, tiroid, dan hormon

pertumbuhan. Kelainan endokrin lainnya yang telah digambarkan pada pasien dengan gangguan

mood adalah penurunan sekresi nokturnal melantonin, penurunan pelepasan prolaktin terhadap

pemberian tryptophan, penurunan kadar dasar follicle-stimulating hormone (FSH) dan luteinizing

hormone (LH), dan penurunan kadar testosteron pada laki-laki.1

Gangguan tidur insomnia awal dan terminal, terbangun berulang kali (multiple

awakening), hipersomnia adalah gejala yang klasik dan sering ditemukan pada depresi, dan

perasaan menurunnya kebutuhan tidur adalah gejala klasik dari mania. Beberapa peneliti telah

menggunakan EEG tidur dalam pemeriksaan diagnostik pasien dengan gangguan mood.1

2. Faktor Genetika

Gangguan afektif bipolar cenderung terjadi dalam keluarga, sehingga peneliti berusaha

menemukan gen yang dapat meningkatkan faktor risiko. Anak-anak dengan orang tua atau

saudara yang memiliki gangguan afektif bipolar memiliki kemungkinan empat sampai enam kali

lebih besar dibandingkan dengan anak-anak yang tidak memiliki riwayat keluarga gangguan

afektif bipolar. Namun, sebagian besar anak-anak dengan riwayat keluarga gangguan afektif

bipolar tidak terkena penyakit ini.8

Akan tetapi, gen bukan satu-satunya faktor risiko untuk gangguan afektif bipolar.

Penelitian terhadap kembar identik telah menunjukkan bahwa saudara kembar dari seseorang

11
dengan gangguan afektif bipolar tidak selalu mengembangkan gangguan tersebut. Hal ini penting

karena kembar identik berbagi semua gen yang sama.8

3. Faktor Psikososial

Suatu pengamatan klinis menunjukkan bahwa peristiwa kehidupan yang menyebabkan

stres, lebih sering mendahului episode pertama gangguan mood daripada episode selanjutnya.

Hubungan tersebut telah dilaporkan untuk pasien gangguan depresif berat dan gangguan bipolar

I.1

Satu teori yang diajukan untuk menjelaskan pengamatan tersebut adalah bahwa stres

yang menyertai episode pertama menyebabkan perubahan biologi otak yang bertahan lama.

Perubahan bertahan lama tersebut dapat menyebabkan perubahan keadaan fungsional berbagai

neurotransmitter dan sistem pemberi signal intraneuronal. Perubahan mungkin termasuk

hilangnya neuron dan penurunan besar dakan kotak sinaptik. Hasil akhirnya dari perubahan

tersebut adalah menyebabkan seseorang pada risiko yang lebih tinggi untuk menderita episode

gangguan mood selanjutnya, bahkan tanpa adanya stresor eksternal.1

12
2.5 Gejala Klinis

Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV, gangguan bipolar dibedakan
menjadi 2 yaitu gangguan bipolar I dan II. Perbedaannya adalah pada gangguan bipolar I
memiliki episode manik sedangkan pada gangguan bipolar II mempunyai episode hipomanik.
Beberapa ahli menambahkan adanya bipolar III dan bipolar IV namun sementara ini yang 2
terakhir belum dijelaskan.

Gangguan bipolar I dibagi lagi menjadi beberapa bagian menurut perjalanan longitudinal
gangguannya. Namun hal yang pokok adalah paling tidak terdapat 1 episode manik di sana.
Walaupun hanya terdapat 1 episode manik tanpa episode depresi lengkap maka tetap dikatakan
gangguan bipolar I. Adapun episode-episode yang lain dapat berupa episode depresi lengkap
maupun episode campuran, dan episode tersebut bisa mendahului ataupun didahului oleh episode
manik.

Gangguan bipolar II mempunyai ciri adanya episode hipomanik. Gangguan bipolar II


dibagi menjadi 2 yaitu tipe hipomanik, bila sebelumnya didahului oleh episode depresi mayor
dan disebut tipe depresi bila sebelum episode depresi tersebut didahului oleh episode hipomanik.

13
DSM-IV-TR: kriteria diagnostik Episode Mania
A. Adanya periode nyata dari mood2 elevasi,expansif atau irritable yg abnormal dan menetap
sedikitnya 1 minggu ( atau lebih singkat dimana harus rawat inap).
B. Selama periode kekacauan mood diatas terdapat 3 gejala menetap ( ataulebih atau 4 jika
moodnya hanya irritable) dan pada derajat yg bermakna dari:
a) rasa harga diri meningkat atau kebesaran.
b) kebutuhan tidur berkurang (mis. merasa telah berisitirahat walaupun hanya tidur 3
jam).
c) lebih aktif bicara dari biasanya atau dorongan kuat bicara terus-menerus.
d) lompat gagasan atau pikiran dirasakan seperti berpacu.
e) disatraktibilitas ( perhatian terlalu mudah berpindah ke stimuli external yg tidak
penting atau berkaitan).
f) peningkatan intensitas aktifitas yg bertujuan (apakah disekolah, tempat kerja,
lingkungan sosial, atau aktifitas sexual) atau agitasi psikomotor.
g) keterlibatan berlebihab dlm aktifitas2 yg menyenangkan dimana berpotensi
menimbulkan konsekuensi yg menyakitkan (mis. kesenangan tak tertahankan utk
berbelanja, perilaku sexual yg takabur, atau penanaman modal tanpa perhitungan)
C. Gejala2 diatas tidak memenuhi kriteri episode campuran.
D. Kekacauan mood ini mampu merusak fungsi2 pekerjaan atau aktifitas2 sosial dgn sesama,
atau dibutuhkan awat inap utk mencegah tindakan membahayakan diri sendir atau orang
lain, atau adanya gambaran psikotik.
E. Gejala2 tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari zat (medikasi,penyalahgunaan
obat, atau terapi lainnya) atau kondisi medis umum (mis, hipertiroid).

Cat.: Episode mirip mania yg jelas2 disebabkan terapi somatis antidepresan (obat,ECT, terapi
cahaya) tidak dimasukaan sbg Gangguan Bipolar I.

DSM-IV-TR: kriteria diagnostik Episode Hipomania


A. Adanya periode nyata dari mood2 elevasi,expansif atau irritable yg abnormal dan menetap
sedikitnya 4 hari yg mana jelas berbeda dgn mood non-depresi lazimnya.

14
B. Selama periode kekacauan mood diatas terdapat 3 gejala memnetap (ataulebih atau 4 jika
moodnya hanya irritable) dan pada derajat yg bermakna dari:
1. rasa harga diri meningkat atau kebesaran.
2. kebutuhan tidur berkurang (mis. merasa telah berisitirahat walaupun hanya tidur 3
jam).
3. lebih aktif bicara dari biasanya atau dorongan kuat bicara terus-menerus.
4. lompat gagasan atau pikiran dirasakan seperti berpacu.
5. disatraktibilitas ( perhatian terlalu mudah berpindah ke stimuli external yg tidak
penting atau berkaitan).
6. peningkatan intensitas aktifitas yg bertujuan (apakah disekolah, tempat kerja,
lingkungan sosial, atau aktifitas sexual) atau agitasi psikomotor.
7. keterlibatan berlebihab dlm aktifitas2 yg menyenangkan dimana berpotensi
menimbulkan konsekuensi yg menyakitkan (mis. kesenangan tak tertahankan utk
berbelanja, perilaku sexual yg takabur, atau penanaman modal bisnis tanpa perhitungan)
C. Episode dimaksud berhubungan dgn nyatanya perubahan fungsi2 yg tidak sesuai dgn ybs
ketika tidak adanya gejala.
D. Gangguan mood dan perubahan2 fungsi diatas dapat diamati sesama.
E. Episodenya tidak cukup kuat merusak fungsi2 pekerjaan atau aktifitas2 sosial dgn sesama,
atau dibutuhkan awat inap, atau adanya gambaran psikotik.
F. Gejala2 tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari zat (medikasi,penyalahgunaan
obat, atau terapi lainnya) atau kondisi medis umum (mis, hipertiroid).

Cat.: Episode mirip mania yg jelas2 disebabkan terapi somatis antidepresan (obat,ECT, terapi
cahaya) tidak dimasukaan sbg Gangguan Bipolar II.

DSM-IV-TR Diagnostic Criteria for Major Depressive Episode


A. Adanya 5 ataulebih gejala2 berikut yg telah berlangsung dalam 2 minggu yg sama dan
menunjukan perubahan dari fungsi2 sebelumnya dimana salah satunya adalah mood depresif
atau kehilangan minat atau rasa senang.Cat. jangan memasukan gejala2 yg jelas ok kondisi
medis umum atau waham dan atau halusinasi tidak serasi mood
1. Mood depresi berlangsung sepanjang hari pada hampir setiap hari sebagaimana
dikeluhkan secara subjektif (merasa sedih atau hampa) atau diamati orang lain (terlihat
berlinangan airmata).Cat pada anak dan remaja tampil sebagai mood irritable.

15
2. Kehilangan minat atau kesenangan yg nyata pd semua atu hampir semua aktifitas
sepanjang hari hampir setiap hari (sebagaimana yang dirasakan atau diamati org lain
thd ybs).
3. Penurunan berat badan yang bermakna tanpa diet atau peningkatannya (
perubahan berat badan lebihdari 5% sebulannya) atau adnay peningkatan atau
penurunan nafsu makan.Cat. pada anak terjadi kegagalan mencapai berat badan yang
diharapkan.
4. Insomnia atau hipersomnia pada hampir setiap harinya.
5. agitasi atau retardasi psikomotor pada hampir tiap hari (yg dpt diamati orang lain
bukan hanya perasaan subjektif restlessness atau lamban).
6. Fatigue atau kehilangan tenaga pada hampir setiap harinya.
7. perasaan tidak berharga atau rasa bersalah berlebihan atau inappropriate (yg mgk
sebagai waham) pada hampir setiap harinya.(bukan hanya menyesali atau merasa
berbeban dgn keadaanya).
8. Kehilangan kemampuan berpikir atau berkonsentrasi atau membuat keputusan
pada hampir setiap harinya (sebagaimana yang dirasakan atau diamati org lain thd
ybs).
9. pikiran berulang ttg kematian ( bukan hanya perasaan takut mati), bunuh diri
tanpa perencanaan atau usaha bunuh diri atau adanya rencana spesifik mengakhiri
hidup.
B. Gejala2 tdk memenuhi kriteri episode campuran.
C. Gejala2 menyebabkab penderitaaan yg bermakna klinis atau hambatan sosial,pekerjaan
atau area penting kehidupan lainnya.
D. Gejala2 tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari zat (medikasi,penyalahgunaan
obat) atau kondisi medis umum (mis, hipotiroid).
E. Gejala2 tidak termasuk: keadaan dukacita (mis. kematian seseorang yg dicintai), atau
menetap lebihdari 2 bulan, atau dikarakterisir oleh gangguan fungsional yan nyata,preokupasi
ttg pikiran tdk berharga,ide bunuh diri,gejala2 psikotik aatau retardasi psikomotor.

GGN DEPRESI MAYOR, EPISODE TUNGGAL


A. Adanya Episode Depresi Mayor tunggal.
B. Episode Depresi Mayor yg ada tdk dpt digolongkan sbg ggn Skizoafektif dan tdk
bertumpang tindih dgn Skizofrenia, Skizofreniform, ggn Waham atau Psikotik YTT.

16
C. Tidak pernah ada episode Mania,Hipomania atau Campuran.Cat.: penyingkiran ggn2 ini
tdk bisa diterapkan apabila merupakan induksi dari zat atau medikasi atau ok efek fisiologis lsg
suatu kondisi medis umum.
Jika criteria episode Depresi Mayor terpenuhi maka tentukangambaran klinisnya saat ini:
1. Ringan, sedang atau berat dgn atau tanpa gambaran psikotik.
2. Kronis.
3. Dengan gambaran katatonik.
4. Dengan gambaran melankolis
5. Dengan gambaran atipik
6. Dengan onset postpatum
Jika tidak maka tentukan juga gambarannya:
1. Dalam remisi parsial atau penuh
2. Kronis
3. Dengan gambaran katatonik.
4. Dengan gambaran melankolis
5. Dengan gambaran atipik
6. Degan onset postpatum

GGN DEPRESI MAYOR, REKUREN


A. Adanya 2 atau lebih Episode Depresi Mayor..Cata: kalau dianggap sbg episode yg berbeda
maka harus ada interval 2 bulan berturut yg tdk memenuhi kriteria Episode Depresi Mayor..
B. Episode Depresi Mayor yg ada tdk dpt digolongkan sbg ggn Skizoafektif dan tdk
bertumpang tindih dgn Skizofrenia, Skizofreniform, ggn Waham atau Psikotik YTT.
C. Tidak pernah ada episode Mania,Hipomania atau Campuran.Cat.: penyingkiran ggn2 ini
tdk bisa diterapkan apabila merupakan induksi dari zat atau medikasi atau ok efek fisiologis lsg
suatu kondisi medis umum.

Jika kriteria episode Depresi Mayor terpenuhi maka tentukangambaran klinisnya saat ini:
1. Ringan, sedang atau berat dgn atau tanpa gambaran psikotik.
2. Kronis.
3. Dgn gambaran katatonik.
4. Dgn gambaran melankolis
5. Dgn gambaran atipik
17
6. Dgn onset postpatum
Jika tidak maka tentukan juga gambarannya:
1. Dlm remisi parsial atau penuh
2. Kronis
3. Dgn gambaran katatonik.
4. Dgn gambaran melankolis
5. Dgn gambaran atipik
6. Dgn onset postpatum
Tentukan:
a. Penentu perjalanan longitudinal.
b. Polanya mengikuti musim
Kriteria penentu tkt keparahan/psikotik/remisi dari Episode Depresi Mayor:
1. Ringan: adanya bbrp gejala diagnostik yg menyebabkan hambatan minor pd
fungi2 okupasional, aktifits2 sosisl atau hub dgn sesama.
2. Sedang: gejala dan hambatan yg ada berada diantara ringan dan berat.
3. Berat tanpa gambaran psikotik: adanya sejumlah gejala diagnostik (lebih dari
ringan dan sedang) dimana nyata menggangu fungi2 okupasional, aktifits2
sosisl atau hub dgn sesama.
4. Berat dgn gambaran psikotik: terdapat waham atau halusinasi, jika
memungkinkan tentukan:
5. -gambaran psikotik sesuai mood: waham dan halusinasi (2) yg menetap
bertema khas depresi ttg ketidak mampuan, rasa bersalah, penyakit, kematian,
nihilistik atu berhak menerima hukuman.
6. -gambaran psikotik tidak sesuai mood: adnay waham2 persekutorik, sisip
pikir, siar pikir, atau dikendalikan.
7. Dlm remisi parsial: kriteria penuh Episode Depresi Mayor tidak terpenuhi atau
adanya periode tanpa gejala2 khas sedikitnya 2 bulan sesudah Episode
Depresi Mayor terakhir (jika bertumpang tindih dgn ggn Distimia maka
diagnosis ini yg ditegakan saat kriteria penuh Episode Depresi Mayor tidak
terpenuhi).
8. Dlm remisi penuh: tidak ada gejala dantanda bermakna Episode Depresi
Mayor dlm 2 bulan terakhir.
9. YTT
18
Kriteria penentu tkt keparahan/psikotik/remisi dari Episode Mania:
a. Ringan: gejala minimal Episode Mania terpenuhi.
b. Sedang: adanya peningkatan tajam aktifitas2 atau ggn penilaian
c. Berat tanpa gambaran psikotik: perlu adanya pengawasan kontinyu utk mencegah
tindakan membahayakan diri sendir atau sesama.
d. Berat dgn gambaran psikotik:, jika memungkinkan tentukan:
i. -gambaran psikotik sesuai mood: adanya waham atau halusinasi yg
bertema khas mania spt peningkatan harga diri,kekuatan, pengetahuan,
identitas, atau punya hub khusus dgn dewa atau org terkenal.
ii. gambaran psikotik tidak sesuai mood: adanya waham atau halusinasi yg
bertema tdk khas mania waham2 persekutorik, sisip pikir, atau
dikendalikan.
iii. Dlm remisi parsial: kriteria penuh Episode Mania tdk terpenuhi atau
adanya periode tanpa gejala2 khas sedikitnya 2 bulan sesudah
Episode Mania terakhir .
iv. Dlm remisi penuh: tdk ada gejala2 atau tanda2 khas sedikitnya 2 bulan
sesudah Episode Mania terakhir .
v. YTT

DSM-IV-TR: kriteria diagnostik Episode Campuran


A. Terpenuhinya kriteri Episode Mania dan Episode Depresif Mayor (kecuali durasinya)
hampir setiap hari dlm periode sedikitnya 1 minggu.
B. Kekacauan mood ini mampu merusak fungsi2 pekerjaan atau aktifitas2 sosial dgn
sesama, atau dibutuhkan awat inap utk mencegah tindakan membahayakan diri sendir
atau orang lain, atau adanya gambaran psikotik.
C. Gejala2 tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari zat
(medikasi,penyalahgunaan obat, atau terapi lainnya) atau kondisi medis umum (mis,
hipertiroid).

Cat.: Episode mirip mania yg jelas2 disebabkan terapi somatis antidepresan (obat,ECT,
terapi cahaya) tidak dimasukaan sbg Gangguan Bipolar I.

19
DSM-IV-TR: kriteria diagnostik GANGGUAN DISTIMIA
A. Berlangsungnya mood depresif hampir sepanjang dan setiap hari yg dikeluhkan ybs
atau diamati sesama selama sedikitnya 2 tahun.Cat.: pada anak2 dan remaja mood dapat
irrritable dgn durasi sedikitnya 1 tahun.
B. Terdapatnya 2 ataulebih hal2 berikut:
1. nafsu makan buruk atau makan berlebihan
2. insomnia atau hipersomnia
3. loyo atau letih
4. rendah diri
5. konsentrasi buruk atau sulit membuat keputusan
6. perasaan putus asa
C. Tidak pernah bebas gejala2 kriteria A dan B lebih dari 2 bulan selama periode 2
tahun pertama gangguan (1 tahun untuk anak2 dan remaja).
D. Tidak pernah terdapat episode Depresi Mayor selama periode 2 tahun pertama
gangguan (1 tahun untuk anak2 dan remaja) dan tidak dapat digolongkan sebagai
Ggn Depresi Mayor kronis atau Ggn Depresi Mayor dlm remisi parsial.Cat.: dapat
didahului episode Depresi Mayor dgn remisi penuh (bebas gejala selama 2 bulan)
sebelum terjadinya ggn Distimia atau mgk tumpang tindih dgn episode depresi
mayor dimana kedua diagnosa dapat diberikan.
E. Tidak pernah ada episode mania,campuran atau hipomania dan tidakmemenuhi
kriteria siklotimia.
F. Gangguan ini tidak terjadi dalam perjalanan ggn psikotik kronis spt skizofrenia atau
ggn waham.
G. Gejala2 tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari zat
(medikasi,penyalahgunaan obat) atau kondisi medis umum (mis, hipotiroid).
H. Gejala2 diatas menyebabkan penderitaan dan hambatan bermakna klinis dlm fungsi
sosial,pekerjaan atau area fungsional penting lainnya.

Tentukan jika:
Onset dini: jika dialami sebelum usia 21 tahun.
Onset tertunda: jika dialami sesudah usia 21 tahun.
Dgn gambaran atipik.

20
DSM-IV-TR kriteria diagnostik Gangguan SIKLOTIMIA
A. Sering munculnya periode gejala2 hipomania dan depresi yg tidak memnuhi
kriteria episode depresi mayor sedikitnya selama 2 tahun. Cat.: pada anak2 dan
remaja durasi sedikitnya 1 tahun.
B. Selama periode 2 tahun diatas (pada anak2 dan remaja durasi sedikitnya 1 tahun),
ybs tidak pernah bebas dari gejala2 kriteria A lebihdari 2 bulan.
C. Tidak pernah ada episode dpresi mayor, mania, atau campuran pada 2 tahun
pertama ggn.
D. Gejala2 kriteria A tidak dapat digolongkan sebagai skizoafektif dan bertumpang
tindih dgn ggn skizofrenia, skizofreniform, waham atau psikotik tak tertentukan.
E. Gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari zat
(medikasi,penyalahgunaan obat) atau kondisi medis umum (mis, hipertiroid).
F. Gejala2 diatas menyebabkan penderitaan dan hambatan bermakna klinis dlm
fungsi sosial,pekerjaan atau area fungsional penting lainnya.

Menurut ICD-X (International Classification of Disease and Related Health Problem) dan
PPDGJ-III (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia) :
F30 F39 Gangguan Suasana Perasaan/ Mood [ Afektif]

F30 Episode manik


F30.0 Hipomania
F30.1 Mania tanpa gejala psikotik
F30.2 Mania dengan gejala psikotik
F30.8 Episode manik lain
F30.9 Episode manik, tidak ditentukan

F31 Gangguan Afektif Bipolar


F31.0 Gangguan Afektif Bipolar, episode sekarang hipomanik
F31.1 Gangguan Afektif Bipolar, episode sekarang manik tanpa gejala psikotik
F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, episode sekarang manik dengan gejala psikotik

21
F31.3 Gangguan Afektif Bipolar, episode sekarang depresi ringan atau sedang
.30 Tanpa gejala somatik
.31 Dengan gejala somatik
F31.4 Gangguan Afektif Bipolar, episode sekarang depresi berat tanpa gejala psikotik
F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, episode sekarang depresi berat dengan gejala psikotik
F31.6 Gangguan Afektif Bipolar, episode sekarang campuran
F31.7 Gangguan Afektif Bipolar, episode sekarang dalam remisi
F31.8 Gangguan Afektif Bipolar lain
F31.9 Gangguan Afektif Bipolar, tidak ditentukan

F32 Episode Depresif


F32.0 Episode depresif ringan
.00 Tanpa gejala somatik
.01 Dengan gejala somatik
F32.1 Episode depresif sedang
.10 Tanpa gejala somatik
.11 Dengan gejala somatik
F32.2 Episode depresif berat tanpa gejala psikotik
F32.3 Episode depresif berat dengan gejala psikotik
F32.8 Episode depresif lain
F32.9 Episode depresif, tidak ditentukan

F33 Gangguan Depresif Rekuren


F34 Gangguan Mood [Afektif] Persisten
F38 Gangguan Mood [Afektif] lain
F39 Gangguan Mood [Afektif] tidak ditentukan

F.30.0.
Hipomania

22
Paling sedikit, selama empat hari, secara persisten terjadi peningkatan mood atau mood
iritabel yang derajatnya ringan dan disertai dengan tiga gejala berikut yaitu meningkatnya energi
dan aktivitas, meningktanya sosiabilitas, banyaknya bicara, lebih ramah, perilaku ceroboh dan
meningkatnya energi seksual, berkurangnya kebutuhan tidur, dan sulitnya berkonsentrasi dan
distraktibilitas.
Gejala-gejla di atas tidak menyebabkan gangguan berat fungsi pekerjaan dan penolakan
sosial. Gangguan mood dan perilaku tidak disertai oleh adanya halusinasi atau waham.

F.30.1.
Mania Tanpa Simtom Psikotik
Paling sedikit, selama satu minggu (bisa kurang bila pasien mendapat perawatan), secara
persisten , terjadi peningkatan mood (elasi, ekspansif) atau iritabel yang tidak bergantung kepada
suasana lingkungan pasien. Paling sedikit ditemui tiga gejala berikut yaitu meningkatnya
aktivitas atau kegelisahan fisik, desakan berbicara, lompatan gagasan atau berlombanya isi
pikiran, hilangnya inhibisi sosial, berkurangnya kebutuhan tidur, distraktibilitas, berubah-
ubahnya perencanaan, melambungnya harga diri, banyaknya ide-ide kebesaran, perilaku
ceroboh, dan meningkatnya gairah seksual.

F.30.2
Mania dengan Simtom Psikotik
Sama dengan simtom-simtom di atas dan ditambah dengan adanya waham (biasanya
waham kebesaran) atau halusinasi (biasanya suara-suara yang berbicara langsung kepada
pasien), atau adanya gaduh gelisah, aktivitas motorik yang berlebihan, dan lompatan gagasan
yang sangat berlebihan sehingga pasien tidak mungkin melakukan komunikasi seperti biasanya.
F31 Gangguan Afektif Bipolar
Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (yaitu sekurang-kurangnya dua) yang
menunjukkan suasana perasaan (mood) pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, dan
gangguan ini pada waktu tertentu terdiri dari peninggian suasana perasaan (mood) serta
peningkatan energi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan
suasana perasaan (mood) serta pengurangan energi dan aktivitas (depresi). Yang khas adalah
bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna antar episode. Episode manik biasanya mulai

23
dengan tiba-tiba dan berlangsung antara 2 minggu sampai 4-5 bulan, episode depresi cenderung
berlangsung lebih lama (rata-rata sekitar 6 bulan) meskipun jarang melebihi 1 tahun kecuali pada
orang usia lanjut. Kedua macam episode itu seringkali terjadi setelah peristiwa hidup yang penuh
stres atau trauma mental lain (adanya stres tidak esensial untuk penegakkan diagnosis).

F31.0 Gangguan Afektif Bipolar,Episode Kini Hipomanik:


Pedoman diagnostik, pasti :
a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria hipomania (F30.0) ataupun sedang
b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik,depresif atau
campuran) di masa lampau.

F31.1 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik tanpa Gejala Psikotik:
Pedoman diagnostik, pasti :
a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria mania tanpa gejala psikotik (F30.1).
b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik,depresif atau
campuran) di masa lampau.

F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik Dengan Gejala Psikotik:
Pedoman diagnostik, pasti :
a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria mania dengan gejala psikotik (F30.2)
waham atau halusinasi dapat di tentukan sebagai serasi atau tidak serasi dengan mood,dam
b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik,depresif atau
campuran) di masa lampau.

F31.3 Gangguan Afektif Bipolar, episode kini Depresif Ringan atau Sedang
a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif ringan (F32.0)
ataupun sedang (F32.1), dan
b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau campuran di
masa lampau.

24
Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan ada atau tidaknya gejala somatic
dalam episode depresif yang sedang berlangsung.
F31.30 Tanpa gejala somatik
F31.31 Dengan gejala somatik

F31.4 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik
a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat tanpa gejala
psikotik (F32.2), dan
b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau campuran di
masa lampau.

F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat dengan Gejala Psikotik
a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat dengan
gejala psikotik (F32.3), dan
b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau campuran di
masa lampau.
Jika dikehendaki, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi
dengan afeknya.

F31.6 Gangguan Afektif Bipolar,Episode Kini Campuran:


Manifestasi klinis :
Pernah sekurangnya mengalami sekurangnya satu episode afektif manik,hipomanik atau
campuran di masa lampau, sekarang sedang menunjukan gejala gejala manik, hipomanik dan
depresif yang tercampur atau bergantian dengan cepat.
Pedoman diagnostik:
a. Episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manik, hipomanik, dan depresif yang
tercampur atau bergantian dengan cepat (gejala mania/hipomania dan depresif yang sama-sama
mencolok selama masa terbesar dari episode penyakit yang sekarang, dan telah berlangsung
sekurang-kurangnya 2 minggu); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau campuran di
masa lampau.

25
F31.7 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini dalam remisi:
Pedoman diagnostik:
Sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata selama beberapa bulan terakhir
ini, tetapi pernah mengalami sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau
campuran di masa lampau dan ditambah sekurang-kurangnya satu episode afektif lain
(hipomanik, manik, depresif atau campuran).

Episode Depresif
Walaupun banyak penelitian telah berusaha untuk menemukan perbedaan yang dapat
dipercaya antara episode depresif gangguan bipolar dan episode gangguan depresif, perbedaan
tersebut sulit ditemukan. Di dalam situasi klinis, hanya riwayat penyakit pasien, riwayat
keluarga, dan perjalanan penyakit di masa mendatang dapat membantu membedakan kedua
kondisi tersebut5.
F32 Episode Depresif
Pada semua tiga variasi dari episode depresif khas yang tercantum di bawah ini, ringan
(F32.0), sedang (F32.1), dan berat (F32.2 dan F32.3), gejala utama yang ditemukan adalah :
a) Afek depresif
b) Kehilangan minat dan kegembiraan
c) Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
Gejala lainnya adalah :
a) Konsentrasi dan perhatian berkurang
b) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
c) Gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna (bahkan pada episode tipe ringan
sekali pun)
d) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
e) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
f) Tidur terganggu
g) Nafsu makan berkurang

26
Mood yang menurun bervariasi pada tiap individu. Pada beberapa kasus, kegelisahan,
ansieas, dan agitasi motorik lebih menonjol pada waktu tertentu, afek iritabel perilaku histrionik,
minum alkohol berlebihan eksaserbasi gejala fobik atau obsesif yang sudah ada sebelumnya atau
preokupasi hipokondrik. Lama episode sekurangnya dua minggu, atau lebih pendek bila gejala
luar bisa berat dan berlangsung cepat.

Gejala somatik :
Sindrom somatik di anggap ada bila terdapat sekurangnya gajala di bawah ini :
a) Kehilangan minat atau kesenangan terhadap kegiatan yang biasanya dapat di nikmati.
b) Tidak bereaksi emosional terhadap lingkungan atau peristiwa yang biasanya
menyenangkan.
c) Bangun pagi lebih awal 2 jam atau lebih dari biasanya.
d) Depresi lebih parah pada pagi hari
e) Bukti obyektif dari retardasi atau agitasi psikomotor yang nyata
f) Kehilangan nafsu makan secara mencolok
g) Penurunan berat badan (5% atau lebih dari berat badan bulan terahir)
h) Penurunan libido yang mencolok
Kategori ringan (F32.0), sedang (F32.1), atau berat (F32.2) untuk episode depresif
tunggal/pertama, bila berulang masuk dalam gangguan depresi berulang (F33.-)
Bila ada demensi (F00-E03) atau retardasi mental (F70-F79), timbul kesukaran
komunikasi, diagnosis mengandalkan gejala somatik obyektif seperti retardasi psikomotor,
kehilangan nafsu makan dan berat badan serta gangguan tidur.

F32.0 Episode Depresif Ringan


Pedoman diagnostik :
Sekurangnya dua dari :
a. Suasana perasaan (mood) yang depresif
b. Kehilangan minat dan kesenangan
c. Mudah menjadi lelah biasanya dipandang sebagai gejala dari depresi yang paling khas
Sekurang-kurangnya dua gejala dari ini, ditambah sekurang-kurangnya dua gejala lain
(untuk F32.-) harus ada untuk menegakkan diagnosis pasti.

27
a) Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya.
b) Lamanya episode berlangsung ialah sekurangkurangnya sekitar 2 minggu.
c) Individu yang mengalami episode depresif ringan biasanya resah tentang gejalanya dan
agak sukar baginya untuk meneruskan pekerjaan biasa dan kegiatan sosial, namun mungkin ia
tidak akan berhenti berfungsi sama sekali.
Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan adanya sindrom somatik :

F32.00 Tanpa gejala somatik


Kriteria untuk episode depresif ringan telah dipenuhi, dan tidak ada atau hanya sedikit
sekali gejala somatik
F32.01 Dengan gejala somatik
Kriteria untuk episode depresif ringan telah dipenuhi, dan empat atau lebih gejala
somatik juga ditemukan. (jika hanya dua atau tiga gejala somatik ditemukan tetapi luar biasa
beratnya, maka penggunaan kategori ini mungkin dapat dibenarkan)

F32.1 Episode Depresif Sedang


Sekurang-kurangnya harus ada dua dari tiga gejala paling khas yang ditentukan untuk
episode depresif ringan (F32.0),
Ditambah sekurang-kurangnya tiga (dan sebaiknya empat) gejala lainnya. Beberapa
gejala mungkin amat menyolok, namun tidak esensial apabila secara keseluruhan ada cukup
banyak variasi gejalanya.
Lamanya keseluruhan episode berlangsung ialah sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu.
Individu yang mengalami episode depresif taraf sedang biasanya menghadapi kesulitan
nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan, dan urusan rumah tangga.
Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan adanya sindrom somatik :
F32.10 Tanpa gejala somatik
Kriteria untuk episode depresif sedang telah dipenuhi, dan tidak ada atau hanya sedikit
sekali gejala somatik

28
F32.11 Dengan gejala somatik
Kriteria untuk episode depresif sedang telah dipenuhi, dan ada empat atau lebih gejala
somatik juga ditemukan. (jika hanya dua atau tiga gejala somatik ditemukan tetapi luar biasa
beratnya, maka penggunaan kategori ini mungkin dapat dibenarkan)

F32.2 Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik


Pada episode depresif berat, penderita biasanya menunjukkan ketegangan atau
kegelisahan yang amat nyata, kecuali apabila retardasi mental merupakan ciri terkemuka.
Kehilangan harga diri dan perasaan dirinya tak berguna mungkin mencolok
Bunuh diri merupakan bahaya nyata terutama pada beberapa kasus berat.
Anggapan disini ialah bahwa sindrom somatik hampir selalu ada pada episode depresif
berat.

Pedoman diagnostik :
a) Semua ketiga gejala khas yang ditentukan untuk episode depresif ringan dan sedang
harus ada
b) Ditambah sekurang-kurangnya empat gejala lainnya
c) Beberapa di antaranya harus berintensitas berat. Namun, apabila gejala penting (misalnya
agitasi atau retardasi) menyolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk
melaporkan banyak gejalanya secara terinci. Dalam hal demikian, penentuan menyeluruh dalam
subkategori episode berat masih dapat dibenarkan.
d) Episode depresif biasanya seharusnya berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, akan
tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka mungkin dibenarkan untuk
menegakkan diagnosis dalam waktu kurang dari 2 minggu.
e) Selama episode depresif berat, sangat tidak mungkinpenderita akan mampu meneruskan
kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.
f) Kategori ini hendaknya digunakan untuk episode depresif berat tunggal tanpa gejala
psikotik, untuk episode selanjutnya harus digunakan subkategori dari gangguan depresif
berulang.

29
F32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik
a) Episode depresif berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2 tersebut diatas, disertai
waham, halusinasi atau stupor depresif.
b) Wahamnya biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang
mengancam, dan pasien dapat merasa bertanggung jawab atas hal itu.
c) Halusinasi auditorik atau olfaktorik biasanya berupa suara yang menghina atau bau
kotoran atau daging membusuk.
d) Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor.
e) Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi
dengan afek (mood congruent).

2.6 Tatalaksana

1. Farmakoterapi

Farmakoterapi Pada Gangguan Bipolar


Sehingga ke masa ini masih belum ada yang sudah pengobatan untuk bipolar yang
tuntas. Tetapi harus ia dapat mengontrol mood mereka dan gejala yang berkaitan. Oleh kerna
penyakit bipolar bisa menyebabkan rekurensi ia menyebakan pengobatannya berlaku sepanjang
hayat. Bipolar merupakan penyakit yang memerlukan pengobatan jangka masa panjang,
walaupun pasien merasakan sudah sembuh. pengobatan haruslah di atur oleh psikater. Pasien
juga bias mendapat tim perawatan yang terdiri dari psikolog , pekerja sosial, perawat psikater.
Perawatan primer yang bisa berupa dalam bentuk obat, konseling peribadi, keluarga atau
kelompok. Atau bisa juga edukasi dan support group.2,3
Paramedis mungkin akan mengambil langkah untuk merawat inapkan pasien
dengan indikasi jika pasien bertingkah berbahaya, atau pasien ingin bunuh diri atau menjadi
psikotik. Obat yang digunakan adalah obat yang berguna untuk menstabilkan mood dengan
segera. Apabila gejala telah membaik dan bisa dikontrol, psikiater akan mencoba pengobatan
yang terbaik untuk jangka masa yang panjang.2,3
Pengobatan rumatan digunakan untuk mencegah penyakit bipolar dalam jangka
yang panjang. Pasien yang tidak patuh pada pengobatan rumatan akan relaps dan timbul gejala

30
bipolar atau akan timbul perubahan mood yang minor dan bisa berganti dengan episode depresi
dan episode mania yang lengkap. Jika pasien mempunyai masalah penyalahgunaan zat atau
alkohol, pengobatannya juga akan berbeda karena harus memperbaiki keadaan penyalahgunaan
zat. Jika tidak, pengobatan akan menjadi lebih sulit karena pengobatan harus memperkirakan zat
yang disalahgunakan.2,3
Pengobatan bipolar adalah termasuk menstabilkan mood pasien agar tidak berada
dikutub mood yaitu episode mania dan episode depresi. Oleh karena itu mood stabilizer
diperlukan dalam pengobatan, dan juga pengobatan yang dapat meghilangkan anxietas dan
depresi. Berikut adalah obat-obatan yang dapat digunakan pada gangguan bipolar :2,3

Lithium
Lithium (lithobid) adalah merupakan obat yang efektif dalam menstabilkan mood dan mencegah
pasien berada di episode mania dan episode depresi , dan ia juga digunakan sejak sekian lama.
Lithium digunakan pada pengobatan bipolar pada kebiasaannya. Pada umumnya ia merupakan
pengobatan lini pertama untuk pengobatan bipolar. Lithium (escalith atau lithobid) merupakan
mood stabilizer yang pertama yang diluluskan oleh FDA di tahun 470 untuk pengobatan episode
mania. Penggunaan litium ini begitu efektif dalam mengawal symptom episode manik dan
mencegah terjadinya rekuren episode manik dan episode depresi. Penggunaan lithium haruslah
disertai dengan pemeriksaan darah rutin karena pengunaan litihium pada jangka panjang bisa
menyebabkan kegagalan ginjal dan masalah tiroid.1,2,3

Farmakologi
Sejumlah kecil lithium terikat dengan protein. Lithium diekskresikan dalam bentuk utuh hanya
melalui ginjal.
Indikasi

Episode mania akut, depresi, mencegah bunuh diri, dan bermanfaat sebagai terapi rumatan GB.2,4

Dosis
Respons lithium terhadap mania akut dapat dimaksimalkan dengan mentitrasi dosis hingga
mencapai dosis terapeutik yang berkisar antara 1,0-1,1 mEq/L. Perbaikan terjadi dalam 7-11 hari.
Dosis awal yaitu 20 mg/kg/hari. Dosis untuk mengatasi keadaan akut lebih tinggi bila

31
dibandingkan dengan terapi rumatan. Untuk terapi rumatan, dosis berkisar antara 0,1-0,8 mEq/L.
Dosis kecil dari 0,1 mEq/L, tidak efektif sebagai terapi rumatan. Sebaliknya, gejala toksisitas
litium dapat terjadi bila dosis 1,5 mEq/L.2,3,4

Efek samping
Efek samping yang dilaporkan adalah mual, muntah, tremor, somnolen, penambahan berat
badan, dan penumpulan kognitif. Neurotoksisitas, delirium, dan ensefalopati dapat pula terjadi
akibat lithium. Neurotoksisitas bersifat irreversible. Akibat intoksikasi litium, defisit neurologi
permanen dapat terjadi misalnya, ataksia, deficit memori, dan gangguan pergerakan. Untuk
mengatasi intoksikasi litium, hemodialisis harus segera dilakukan. Litium dapat merusak tubulus
ginjal. Faktor resiko kerusakan ginjal adalah intoksikasi litium, polifarmasi dan adanya penyakit
fisik yang lainnya. Pasien yang mengkonsumsi litium dapat mengalami poliuri. Oleh karena itu,
pasien dianjurkan untuk banyak meminum air.2,4

Pemeriksaan laboratorium
Sebelum memberikan litium, fungsi ginjal (ureum dan kreatinin) dan fungsi tiroid, harus
diperiksa terlebih dahulu. Untuk pasien yang berumur di atas 3 tahun, pemeriksaan EKG harus
dilakukan. Fungsi ginjal harus diperiksa setiap 2-3 bulan dan fungsi tiroid dalam enam bulan
pertama. Setelah enam bulan, fungsi ginjal dan tiroid diperiksa sekali dalam 6-4 bulan atau bila
ada indikasi.2,4

Wanita hamil
Penggunaan litium pada wanita hamil dapat menimbulkan malformasi janin. Kejadiannya
meningkat bila janin terpapar pada kehamilan yang lebih dini. Wanita dengan GB yang
derajatnya berat, yang mendapat rumatan litium, dapat melanjutkan litium selama kehamilan bila
ada indikasi klinis. Kadar litium darahnya harus dipantau dengan seksama. Pemeriksaan USG
untuk memantau janin, harus dilakukan. Selama kehamilannya, wanita tersebut harus disupervisi
oleh ahli kebidanan dan psikiater. Sebelum kehamilan terjadi, risiko litium terhadap janin dan
efek putus litium terhadap ibu harus didiskusikan.1

Valproat

32
Valproat merupakan obat antiepilepsi yang disetujui oleh FDA sebagai antimania. Asam valproat
atau divaproex (depatoke) diluluskan oleh FDA pada tahun 425 dignakan untuk mengobati
mania, ia merupakan pengobatan yang popular karena bisa mengantikan litium untuk pengobatan
bipolar karena ia juga berfungsi sebagai mood stabilizer. Dari segi efektifitas asam valproat juga
sama efektif dengan menggunaan lithiumValproat tersedia dalam bentuk :2,3,2
1. Preparat oral;
a. Sodium divalproat, tablet salut, proporsi antara asam valproat dan sodium valproat
adalah sama (1:1)
b. Asam valproat
c. Sodium valproat
d. Sodium divalproat, kapsul yang mengandung partikel-partikel salut yang dapat
dimakan secara utuh atau dibuka dan ditaburkan ke dalam makanan.
e. Divalproat dalam bentuk lepas lambat, dosis sekali sehari
2. Preparat intravena
3. Preparat sipusitoria
Farmakologi
Terikat dengan protein. Diserap dengan cepat setelah pemberian oral. Konsentrasi puncak
plasma valproat sodium dan asam valproat dicapai dalam dua jam sedangkan sodium divalproat
dalam 3-8 jam. Awitan absorbsi divalproat lepas lambat lebih cepat bila dibandingkan dengan
tablet biasa. Absorbsi menjadi lambat bila obat diminum bersamaan dengan makanan. Ikatan
valproat dengan protein meningkat bila diet mengandung rendah lemak dan menurun bila diet
mengandung tinggi lemak.2,4

Dosis

Dosis terapeutik untuk mania dicapai bila konsentrasi valproat dalam serum berkisar antara 15 -
45 mg/mL. Untuk GB II dan siklotimia diperlukan divalproat dengan konsentrasi plasma < 50
mg/mL. Dosis awal untuk mania dimulai dengan 15-20 mg/kg/hari atau 250 500 mg/hari dan
dinaikkan setiap 3 hari hingga mencapai konsentrasi serum 15- 45 mg/mL. Efek samping,
misalnya sedasi, peningkatan nafsu makan, dan penurunan leukosit serta trombosit dapat terjadi
bila konsentrasi serum > 30 mg/mL. Untuk terapi rumatan, konsentrasi valproat dalam plasma
yang dianjurkan adalah antara 75-30 mg/mL.2,3,4

33
Indikasi
Valproat efektif untuk mania akut, campuran akut, depresi mayor akut, terapi rumatan GB,
mania sekunder, GB yang tidak berespons dengan litium, siklus cepat, GB pada anak dan remaja,
serta GB pada lanjut usia.2,4

Efek Samping
Valproat ditoleransi dengan baik. Efek samping yang dapat terjadi, misalnya anoreksia, mual,
muntah, diare, dispepsia, peningkatan (derajat ringan) enzim transaminase, sedasi, dan tremor.
Efek samping ini sering terjadi pada awal pengobatan dan bekurang dengan penurunan dosis atau
dengan berjalannya waktu. Efek samping gastrointestinal lebih sering terjadi pada penggunaan
asam valproat dan valproat sodium bila dibandingkan dengan tablet salut sodium divalproat.2,4

Lamotrigin
Lamotrigin efektif untuk mengatasi episode bipolar depresi. Ia menghambat kanal Na+. Selain
itu, ia juga menghambat pelepasan glutamat.1,2,3

Farmakokinetik
Lamotrigin oral diabsorbsi dengan cepat. Ia dengan cepat melewati sawar otak dan mencapai
konsentrasi puncak dalam 2-3 jam. Sebanyak 3% lamotrigin dieksresikan dalam bentuk utuh.2,4

Indikasi
Efektif untuk mengobati episode depresi, GB I dan GB II, baik akut maupun rumatan.
Lamotrigin juga efektif untuk GB, siklus cepat.
Dosis
Berkisar antara 50-200 mg/hari.2,4

Efek Samping
Sakit kepala, mual, muntah, pusing, mengantuk, tremor, dan berbagai bentuk kemerahan di
kulit.2,4

34
Antipsikotika Atipik
Antipsikotika atipik, baik monoterapi maupun kombinasi terapi, efektif sebagai
terapi lini pertama untuk GB. Beberapa antipsikotika atipik tersebut adalah olanzapin, risperidon,
quetiapin, dan aripiprazol.1,2,4

Risperidon
Risperidon adalah derivat benzisoksazol. Ia merupakan antipsikotika atipik pertama yang
mendapat persetujuan FDA setelah klozapin.2,4

Absorbsi
Risperidon diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian oral. Ia dimetabolisme oleh enzim hepar
yaitu CYP 2D6.2,4

Dosis
Untuk preparat oral, risperidon tersedia dalam dua bentuk sediaan yaitu tablet dan cairan. Dosis
awal yang dianjurkan adalah 2 mg/hari dan besoknya dapat dinaikkan hingga mencapai dosis 1
mg/hari. Sebagian besar pasien membutuhkan 1-6 mg/hari. Risperidon injeksi jangka panjang
(RIJP) dapat pula digunakan untuk terapi rumatan GB. Dosis yang dianjurkan untuk orang
dewasa atau orang tua adalah 25 mg setiap dua minggu. Bila tidak berespons dengan 25 mg,
dosis dapat dinaikkan menjadi 37,5 mg - 50 mg per dua minggu.2,3,4

Indikasi
Risperidon bermanfaat pada mania akut dan efektif pula untuk terapi rumatan.3,11

Efek Samping
Sedasi, fatig, pusing ortostatik, palpitasi, peningkatan berat badan, berkurangnya gairah seksual,
disfungsi ereksi lebih sering terjadi pada risperidon bila dibandingkan dengan pada plasebo.
Meskipun risperidon tidak terikat secara bermakna dengan reseptor kolinergik muskarinik, mulut
kering, mata kabur, dan retensi urin, dapat terlihat pada beberapa pasien dan sifatnya hanya
sementara. Peningkatan berat badan dan prolaktin dapat pula terjadi pada pemberian
risperidon.2,4

35
Olanzapin
Olanzapin merupakan derivat tienobenzodiazepin yang memiliki afinitas terhadap dopamin
(DA), D2, D3, D1, dan D5, serotonin 2 (5-HT2); muskarinik, histamin 1(H1), dan a1-
adrenergik.1,2,4

Indikasi
Olanzapin mendapat persetujuan dari FDA untuk bipolar episode akut mania dan campuran.
Selain itu, olanzapin juga efektif untuk terapi rumatan GB.2,4

Dosis
Kisaran dosis olanzapin adalah antara 5-30 mg/hari.2,3,4

Efek Samping
Sedasi dapat terjadi pada awal pengobatan tetapi berkurang setelah beberapa lama. Efek
antikolinergik dapat pula terjadi tetapi kejadiannya sangat rendah dan tidak menyebabkan
penghentian pengobatan. Risiko terjadinya diabetes tipe-2 relatif tinggi bila dibandingkan
dengan antipsikotika atipik lainnya. Keadaan ini dapat diatasi dengan melakukan psikoedukasi,
misalnya merubah gaya hidup, diet dan latihan fisik.2,4

Quetiapin
Berfungsi untuk mengurangkan simptom episode manik yang sudah berat dan episode manik
yang datang dengan tiba-tiba. Quetiapin merupakan suatu derivat dibenzotiazepin yang bekerja
sebagai antagonis 5-HT1A dan 5 -HT2A, dopamin D1, D2, histamin H1 serta reseptor
adrenergik a1 dan a2. Afinitasnya rendah terhadap reseptor D2 dan relatif lebih tinggi terhadap
serotonin 5-HT2A.2,4

Dosis
Kisaran dosis pada gangguan bipolar dewasa yaitu 200-800 mg/hari. Tersedia dalam bentuk
tablet IR (immediate release) dengan dosis 25 mg, 30 mg, 200 mg, dan 300 mg, dengan

36
pemberian dua kali per hari. Selain itu, juga tersedia quetiapin-XR dengan dosis 300 mg, satu
kali per hari.2,3,4

Indikasi
Quetiapin efektif untuk GB I dan II, episdoe manik, depresi, campuran, siklus cepat, baik dalam
keadaan akut maupun rumatan.2,4

Efek Samping
Quetiapin secara umum ditoleransi dengan baik. Sedasi merupakan efek samping yan sering
dilaporkan. Efek samping ini berkurang dengan berjalannya waktu. Perubahan dalam berat badan
dengan quetiapin adalah sedang dan tidak menyebabkan penghentian pengobatan. Peningkatan
berat badan lebih kecil bila dibandingkan dengan antipsikotika tipik.2,4

Aripiprazol
Seperti olanzapine, aripiprazol juga dipakai untuk pengobatan antipiskotik dengan episode
campuran dan episode manik. Aripiprazole juga digunakan untuk pengobatan rumatan penyakit
bipolar, dan mempunyai sediaan injeksi yang digunakan sebagai usaha dalam penatalaksanaan
pada saat darurat. Ia juga digunakan pada episode manik yang datang dengan tiba-tiba dan juga
pada keadaan manik yang berat. Aripiprazol adalah stabilisator sistem dopamin-serotonin.1,2,4

Farmakologi
Aripiprazol merupakan agonis parsial kuat pada D2, D3, dan 5-HT1A serta antagonis 5- HT2A.
Ia juga mempunyai afinitas yang tinggi pada reseptor D3, afinitas sedang pada D1, 5-HT2c, 5-
HT7, a1-adrenergik, histaminergik (H1), dan serotonin reuptake site (SERT), dan tidak terikat
dengan reseptor muskarinik kolinergik.2,4

Dosis
Aripiprazol tersedia dalam bentuk tablet 5,3,15,20, dan 30 mg. Kisaran dosis efektifnya per hari
yaitu antara 3-30 mg. Dosis awal yang direkomendasikan yaitu antara 3 - 15 mg dan diberikan
sekali sehari. Apabila ada rasa mual, insomnia, dan akatisia, dianjurkan untuk menurunkan dosis.
Beberapa klinikus mengatakan bahwa dosis awal 5 mg dapat meningkatkan tolerabilitas.2,3,4

37
Indikasi
Aripiprazol efektif pada GB, episode mania dan episode campuran akut. Ia juga efektif untuk
terapi rumatan GB. Aripiprazol juga efektif sebagai terapi tambahan pada GB I, episode
depresi.2,4

Efek Samping
Sakit kepala, mengantuk, agitasi, dispepsia, anksietas, dan mual merupakan kejadian yang tidak
diinginkan yang dilaporkan secara spontan oleh kelompok yang mendapat aripiprazol. Efek
samping ekstrapiramidalnya tidak berbeda secara bermakna dengan plasebo. Akatisia dapat
terjadi dan kadang-kadang dapat sangat mengganggu pasien sehingga sering mengakibatkan
penghentian pengobatan. Insomnia dapat pula ditemui. Tidak ada peningkatan berat badan dan
diabetes melitus pada penggunaan aripiprazol. Selain itu, peningkatan kadar prolaktin juga tidak
dijumpai. Aripiprazol tidak menyebabkan perubahan interval QTc.2,4

Antidepresan
Antidepresan efektif untuk mengobati GB, episode depresi. Penggunaannya harus
dalam jangka pendek. Penggunaan jangka panjang berpotensi meginduksi hipomania atau mania.
Untuk menghindari terjadinya hipomania dan mania, antidepresan hendaklah dikombinasi
dengan stabilisator mood atau dengan antipsikotika atipik. Tergantung pada simptom dokter yang
merawat mungkin akan merekomendasikan pasien untuk mengunakan anti depresan. Pada
beberapa pasien yang menderita gangguan bipolar, obat anti depresan juga bisa menyebabkan
tercetusnya episode manik. Dengan itu dokter yang merawat akan merekomendasikan juga
pengobatan dengan kombinasi mood stabilizer dan hal ini tidak menjadi satu masalah. Efek
samping anti depresan yang sering adalah penurunan kegairahan sex dan masalah untuk
mencapai orgasme. Anti depresan generasi terdahulu yang terdiri dari trisiklik dan inhibitor
MAO juga bisa menyebabkan efek samping yang berbahaya dan membutuhkan monitoring
pengobatan yang rutin. Fluoxetine (Prozac), paroxetine (paxil), sertraline (Zoloft) dan bupropion
(wellbutrin) adalah contoh anti depresan yang digunakan untuk pengobatan kelainan bipolar.13

Symbyax

38
Pengobatan symbyax ini terdiri dari dari kombinasi antidepresan fluoxetine dan
atipsikotik olanzepin. Ia berfungsi sebagai penggobatan depresi dan penstabil mood/mood
stabilizer. Symbyax juga teah diluluskan oleh FDA terutama pada pengobatan bipolar. Efek
samping symbyax termasuk peningkatan berat badan, pusing dan peningkatan nafsu makan Obat
ini juga dapat menyebabkan masalah seksual mirip dengan yang disebabkan oleh antidepresan.13

Benzodiazepin
Benzodiazepin merupakan suatu obat anti anxietas, dimana ia berfungsi untuk
mengurangkan anxietas dan memperbaiki kualitas tidur. Contoh obat golongan benzodiazepin
termasuk clonezepam (klonopin), lorazepam (ativan), diazepam (valium), chlordiazepoxide
(Librium) dan alprozolam (niravam, xanax). Benzodiazepin pada umumnya digunakan untuk
mengurangkan anxietas hanya pada jangka waktu yang pendek. Efek samping benzodiazepine
antaranya pusing, penurunan koodinasi otot, masalah keseimbangan dan memori.2-4

FDA-approved Bipolar Disorder Treatments


Agents Manic Mixed Depression Maintenance

MOOD STABILISER

Lithium

Divalproex DR

Divalproex ER

Carbamazepine ER

ATYPICALS

Risperidone

Olanzapine

Quetiapine

Ziprasidone

Aripiprazole

OTHER

Lamotrigine +

Olanzapine/fluoxetine
- Drugs listed in order of approval for a bipolar disorder indication. This chart does not
imply comparable efficacy or tolerability profiles.
- Physicians Desk Reference. 60th ed. Montvale, NJ: Medical Economics Co; 2006

39
Mencari pengobatan yang sesuai

Pada umumnya pengobatan harus sentiasa dimonitor oleh dokter dan perawat dan
distribusi terapi dengan obat haruslah diawasi oleh dokter yang merawat. Ini bertujuan untuk
mengevaluasi antara gagal dan berhasilnya terapi tersebut. Selain untuk menilai pengobatan
mana yang paling berhasil, monitoring juga berfungsi untuk mengurangkan simptom dan
menghindari efek samping yang disebabkan oleh obat-obatan tertentu. Jika terjadi efek samping
yang menggangu kehidupan atau aktifitas sehari-hari, maka pasien haruslah berkonsultasi
dengan dokter yang merawat agar bisa menggantikan obat yang tidak memiliki efek samping
atau efek samping yang lebih rendah. Untuk menilai keberhasilan pengobatan dokter yang
merawat haruslah memiliki grafik dan catatan untuk simptom mood, pengobatan, pola tidur, dan
peristiwa dalam kehidupan yang bisa membantu dokter menilai pengobatan. 4

Pengobatan ketika dalam tempoh kehamilan


Banyak obat-obatan yang digunakan pada terapi ganngguan bipolar bisa
menyebabakan defek kongenital pada janin. Pada wanita hamil, menjalani terapi farmakologi
merupakan satu cobaan yang sukar untuk para psikater. Dokter yang merawat haruslah
mempertimbangkan pengobatan dan resiko pada janin, namun jika terapi obat-obatan dihentikan,
ia dapat menyebabkan simptom bipolar timbul ketika usia kehamilan masih berjalan. Beberapa
penelitian mengatakan bahwa penggunaan lithium bersifat aman, namun ada juga penelitian yang
mengatakan ia bisa membahayakan janin di dalam kandungan. Dan kebanyakkan obat-obatan
untuk gangguan bipolar bisa menebusi ASI. Dengan itu regimen pengobatan yang lebih ketat
haruslah di lakukan. 1,11
Berikut merupakan efek samping pengobatan pada wanita yang sedang hamil :
Asam valproate mempunyai resiko kepada fetus dan mempengaruhi perkembangan anak
tersebut.
Carbamazepine mempunyai limitasi dalam efektifitas dan mempunyai resiko
membahayakan fetus.
Lithium mempunyai resiko kepada bayi seperti masalah jantung.
Iamotrigine mempunyai risko membahayakan fetus.
Paroxetine memiliki reskio kepada fetus seperti masalah kadiovaskular malformation.

40
Penggunanaan jangka masa panjang benzodiazepine bisa menyebabkan masalah kepada
anak seperti cleft plate dan floppy baby syndrome.
Penatalaksanaan Kedaruratan Agitasi Akut Pada Gangguan Bipolar3,4
Lini 1
Terapi:
- Injeksi IM aripiprazol efektif untuk pengobatan agitasi pada pasien dengan episode mania
atau campuran akut. Dosis adalah 2,75 mg/injeksi. Dosis maksimum adalah 22,25
mg/hari (tiga kali injeksi perhari dengan interval dua jam). Berespon dalam 15-60
menit.3,4
- Injeksi IM olanzapin efektif untuk agitasi pada pasien dengan episode mania atau
campuran akut. Dosis 3 mg/injeksi. Dosis maksimum adalah 30 mg/hari. Berespon dalam
15-30 menit. Interval pengulangan injeksi adalah dua jam. Sebanyak 20% pasien
menerima hanya satu kali injeksi dalam 21 jam pertama. Injeksi lorazepam 2 mg/injeksi.
Dosis maksimum Lorazepam 4 mg/hari. Dapat diberikan bersamaan dengan injeksi IM
Aripiprazol atau Olanzapin. Jangan dicampur dalam satu jarum suntik karena
mengganggu stabilitas antipsikotika.
Lini 2
Terapi:
- Injeksi IM Haloperidol yaitu 5 mg/kali injeksi. Dapat diulang setelah 30 menit. Dosis
maksimum adalah 15 mg/hari.
- Injeksi IM Diazepam yaitu 3 mg/kali injeksi. Dapat diberikan bersamaan dengan injeksi
haloperidol IM. Jangan dicampur dalam satu jarum suntik.

Penatalaksanaan Terapi Farmakologi Pada Mania Akut3,4


Lini 1
Terapi:
- Litium, diivalproat, olanzapin, risperidon, quetiapin, quetiapin XR, aripiprazol, litium
atau divalproat + risperidon, litium atau divalproat + quetiapin, litium atau divalproat +
olanzapin, litium atau divalproat + aripiprazol.3,4
Lini 2

Terapi:
41
- Karbamazepin, Terapi Kejang Listrik (TKL), litium + divalproat, paripalidon
Lini 3

Terapi:
- Haloperidol, klorpromazin, litium atau divalproat haloperidol, litium +karbamazepin,
klozapin

42
Tabel 1. Algoritma Terapi Mania Akut pada Gangguan Bipolar

43
Penatalaksanaan Episode Depresi Akut pada Gangguan Bipolar 13,4

Lini 1
Terapi:
- Litium, lamotrigin, quetiapin, quetiapin XR, litium atau divalproat + SSRI, Olanzapin +
SSRI, litium + divalproat.3,4
Lini 2
Terapi:
- Quetiapin + SSRI, divalproat, litium atau divalproat + lamotrigin
Lini 3
Terapi:
- Karbamazepin, olanzapin, litium + karbamazepin, litium atau divalproat + venlafaksin,
litium + MAOI, TKL, Litium atau divalproat atau AA + TCA, litium atau divalproat atau
karbamazepin + SSRI + Lamotrigin, penambahan topiramat.3,4
Obat-obat yang tida direkomendasikan :
- Gabapentin monoterapi, aripiprazol mono terapi

44
Tabel 2. Algoritma terapi Episode Depresi pada Gangguan Bipolar.

Rekomendasi terapi rumatan pada gangguan bipolar 13,4


Lini 1
Terapi:
- Litium, lamotrigin monoterapi, divalproat, olanzapin, quetiapin, litium atau divalproat +
quetiapin, risperidon injeksi jangka panjang (RIJP), penambahan RIJP, aripiprazol
Lini 2
Terapi:

45
- Karbamazepin, litium +divalproat, litium + karbamazepine, litium + divalproat +
olanzapin, litium + risperidon, litium + lamotrigin, olanzapin + fluoksetin
Lini 3

Terapi:
- Penambahan fenitoin, penambahan olanzapin, penambahan ECT, penambahan topiramat,
penambahan asam lemak omega-3, penambahan okskarbazepin
Obat-obatan yang tidak direkomendasikan:
- Gabapentin, topiramat atau antidepresan monoterapi.3,4

Penatalaksanaan Depresi akut pada Gangguan Bipolar II3,4


Lini 1
Terapi:
- Quetiapin
Lini 2
Terapi:
- Litium, lamotrigin, divalproat, litium atau divalproat + antidepresan, litium + divalproat,
antipsikotika atipik + antidepresan.
Lini 3
Terapi:
- Antidepresan mono terapi (terutama untuk pasien yang jarang mengalami hipomania).

Rekomendasi Terapi Rumatan pada Gangguan Bipolar II3,4


Lini 1
Terapi:
- Litium, lamotrigin
Lini 2
Terapi:
- Divalproat, litium atau divalproat atau antipsikotika atipik + antidepresan, kombinasi dua
dari: litium, lamotrigin, divalproat, atau antipsikotika atipik.3,4
Lini 3
Terapi:

46
- Karbamazepin, antipsikotika atipik, ECT
Obat-obatan yamg tidak dianjurkan:

Sumber : International Psychopharmacology Algorithm Project (IPAP) 2004-2006

2. Terapi Psikososial

Pasien mendapat farmakoterapi dan psikoedukasi, yang terdiri dari psikoedukasi individu yang

diberikan dalam 8 sesi pertemuan secara face to face dan psikoedukasi keluarga. Keluarga adalah

sebagai caregiver utama bagi pasien, yang harus mendampingi dan memberikan suport bagi

47
pasien, sementara di sisi lain, keluarga juga merasakan beban subyektif yang berat dalam

merawat pasien gangguan Bipolar.

Psikoedukasi dalam tatalaksana gangguan Bipolar, diantaranya adalah:

1. meningkatkan daya tahan terhadap protokol pengobatan medis

2. meningkatkan kemampuan deteksi dini gejala kekambuhan

3. meningkatkan kemampuan dalam mengatasi penyakit

4. menurunkan risiko bunuh diri

5. meningkatkan kualitas hidup

6. meningkatkan kepatuhan minum obat

7. menurunkan rehospitalisasi

8. meningkatkan pengetahuan tentang penyakit

9. meningkatkan fungsi dalam pekerjaan dan adaptasi social

10. meningkatkan kualitas hidup caregiver (pengetahuan meningkat, stres turun, beban

11. keluarga menurun, strategi sosial meningkat)

12. menurunkan angka kekambuhan,

13. menurunkan durasi perawatan di Rumah Sakit

14. menurunkan stigma (psikoedukasi memiliki efek positif dalam menurunkan stigma bagi

pasien. Beberapa pasien memiliki persepsi negatif tentang sakitnya sehingga

menghambat pasien dalam koping terhadap penyakitnya dan kepatuhan dalam

manageman)

48
BAB III
KESIMPULAN

Gangguan bipolar (GB) merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan ditandai oleh
gejala-gejala manik, hipomanik, depresi, dan campuran, biasanya rekuren serta dapat
berlangsung seumur hidup. Penyebab gangguan bipolar bersifat multifaktor. Secara biologis
dikaitkan dengan faktor genetik dan gangguan neurotransmitter di otak. Secara psikososial
dikaitkan dengan pola asuh masa kanak-kanak, stress lingkungan dan peristiwa hidup, faktor
kepribadian.
Sampai saat ini masih belum ada pengobatan untuk bipolar yang sudah tuntas. Tujuan dari
pengobatan bipolar adalah dengan mengontrol mood mereka dan gejala yang berkaitan.
Paramedis mungkin akan mengambil langkah untuk merawat inapkan pasien dengan indikasi
jika pasien bertingkah berbahaya, atau pasien ingin bunuh diri atau menjadi psikotik. Obat yang
digunakan adalah obat yang berguna untuk menstabilkan mood dengan segera. Apabila gejala
telah membaik dan bisa dikontrol, psikiater akan mencoba pengobatan yang terbaik untuk
jangka masa yang panjang.
Pengobatan rumatan digunakan untuk mencegah penyakit bipolar dalam jangka yang panjang.
Pasien yang tidak patuh pada pengobatan rumatan akan relaps dan timbul gejala bipolar atau
akan timbul perubahan mood yang minor dan bisa berganti dengan episode depresi dan episode
mania yang lengkap. Jika pasien mempunyai masalah penyalahgunaan zat atau alkohol,
pengobatannya juga akan berbeda karena harus memperbaiki keadaan penyalahgunaan zat. Jika
tidak, pengobatan akan menjadi lebih sulit karena pengobatan harus memperkirakan zat yang
disalahgunakan
Pengobatan bipolar adalah termasuk menstabilkan mood pasien agar tidak berada dikutub mood
yaitu episode mania dan episode depresi. Oleh karena itu mood stabilizer diperlukan dalam
pengobatan, dan juga pengobatan yang dapat meghilangkan anxietas dan depresi.

49
Daftar Pustaka

1. Muttaqin H, Sihombing RNE, penyunting. Gangguan Bipolara. In: Sadock BJ, Sadock
VA. Kaplan & Sadocks concise textbook of Clinical Psychiatry. 2nd ed. Jakarta: EGC;
2010.p.189-217.
2. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders
(DSM). 5th ed. Arlington: American Psychiatric Publishing;2013.p.123-55.
3. Elvira SD, Hadisukanto G, penyunting. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010.p.197-208.
4. Bipolar disorder. National Institute of Mental Health.
http://www.nimh.nih.gov/health/publications/bipolar-disorder/complete-index.shtml.
Accessed Nov. 2, 2011
5. Martinez M, et al. Psychopharmacology. In: Hales RE, et al. The American Psychiatric
Publishing Textbook of Psychiatry. 5th ed. Washington, D.C.: American Psychiatric
Publishing; 2008. http://www.psychiatryonline.com/content.aspx?aID=320111. Accessed
Nov. 3, 2011.
6. Post RM. Bipolar disorder in adults: Maintenance treatment.
http://www.uptodate.com/home/index.html. Accessed Nov. 2, 2011.
7. Sarris J, et al. Bipolar disorder and complementary medicine: Current evidence, safety
issues, and clinical considerations. The Journal of Alternative and Complementary
Medicine. 2011;17:881.
8. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA, 2010. Sinopsis Psikiatri Jilid 1. Hal 791-825.
Tangerang: Binarupa Aksara Publisher.
9. Departemen Kesehatan R.I., 1995. Hal 141-145. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta: Direktorat Jenderal Pelayanan Medik
Departemen Kesehatan R.I.
10. Elsevier, 2012. Bipolar Disorder. Diakses melalui
https://www.clinicalkey.com/topics/psychiatry/bipolar-disorder.html pada tanggal 5 Maret
2014.
11. Konsil Kedokteran Indonesia, 2012. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta:
Konsil Kedokteran Indonesia.

50
12. Salim R, 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas dari PPDG III.
Hal 60-62. Jakarta: PT Nuh Jaya.
13. World Health Organization. The global burden of disease: 2004 update. Part 3: disease
incidence, prevalence and disability. Diakses melalui
http://www.who.int/healthinfo/global_burden_disease/2004_report_update/en/ pada tanggal 5
Maret 2014.
14. Soreff S, 2014. Bipolar Affective Disorder. Diakses melalui
http://emedicine.medscape.com/article/286342-overview#showall pada tanggal 5 Maret 2014.
15. National Institute of Mental Health USA, 2008. Bipolar Disorder. Diakses melalui
http://www.nimh.nih.gov/health/publications/bipolar-disorder/index.shtml pada tanggal 5 Maret
2014.
16. Israr YA, 2009. Gangguan Afektif Bipolar. Fakultas Kedokteran Universitas. Diakses
melalui
http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/06/gangguan_afektif_bipolar_files_of_drsmed.pdf
17. Ingram IM, Timbury GC, Mowbray RM. Catatan Kuliah Psikiatri. Edisi 6. Jakarta: EGC.
Hal 43-50.

51

Anda mungkin juga menyukai