Cedera Termis
Menimbulkan gangguan sirkulasi keseimbangan cairan & elektrolit, sehingga
Definisi :
berakibat terjadi perubahan permeabilitas kapiler odema syok hipovolemi.
Kerusakan / kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas : api, air panas,
Kejadian ini akan menimbulkan :
bahan kimia, listrik dan radiasi. Prognosis penderita diramalkan jelek bila = luas
- Paru Perubahan inflamatorik mukosa bagian nafas bawah, akan
luka bakar + umur penderita > 80 (dr.med Puruhito).
menimbulkan gangguan difusi oksigen Acquired Respiratory Distress
Tindakan pertama yang dilakukan pada penderita :
Syndrome(ARDS), ini akan timbul hari ke-4,5 pasca cedera termis
a. Menyelamatkan penderita dengan mengatasi syok, rasa nyeri
- Hepar : SGOT, SGPT meningkat
b. Usaha menyembuhkan / menghindarkan hilangnya fungsi dari organ yang
- Ginjal : ARF ATN
terbakar.
- Lambung: Stres Ulcer
- Usus Illeus translokasi bakteri sepsis perforasi peritonitis
Anatomi Kulit
Fase Sub-Akut
Terjadi setelah shock teratasi, luka terbuka disini akan menimbulkan :
- Proses Inflamasi disertai eksudasi dan kebocoran protein
- Infeksi yang menimbulkan sepsis
- Proses penguapan cairan tubuh disertai panas(evaporasi heat loss)
Fase Lanjut
Terjadi setelah penutupan luka sampai terjadi maturasi. Masalah yang timbul
Fungsi Kulit : adalah jaringan parut, kontraktur dan deformitas akibat kerapuhan jaringan atau
Mencegah kehilangan cairan syok hipovolemik organ strukturil.
Mencegah infeksi Sepsis
Pembungkus elastis dari sendi kekakuan sendi / kontraktur Klasifikasi Luka Bakar
A. Berdasarkan Penyebab
Fase Luka Bakar Suhu
Fase Awal/Akut/shock Baik panas ataupun dingin (frost bite), pada ujung ekstremitas dapat
Keadaan yang ditimbulkan berupa : menimbulkan nekrosis akibat dingin. Penanganan dengan pemberian antibiotik
Cedera Inhalasi propilaksis sampai putus dengan sendirinya, karena puntungnya akan lebih baik
Mekanisme trauma dibagi 3 : hasilnya dari amputasi.
1. Inhalasi Carbon Monoksida (CO) Listrik akibat terkena petir
CO merupakan gas yang dapat merusak oksigenasi jaringan , dalam darah Kimia
berikatan dengan Hb dan memisahkan Hb dengan O2 sehingga akan Radiasi
menghalangi penggunaan oksigen. Laser CO2 laser
2. Trauma panas langsung mengenai saluran nafas B. Berdasarkan Kedalaman kerusakan jaringan
Sering mengenai saluran nafas bagian atas jarang mengenai bagian bawah Derajat I (superficial skin burn)
karena sebelum mencapai trachea secara reflek terjadi penutupan plica dan - Hanya reaksi inflamasi, kerusakan mengenai epidermis
penghentian spasme laryng. Edema mukosa akan timbul pada saluran nafas - Kulit kering, merah (erithema)
bagian atas yang menyebabkan obstruksi lumen, 8 jam pasca cedera. - Nyeri ujung saraf sensorik teriritasi
Komplikasi trauma ini merupakan penyebab kematian terbanyak. - Sembuh spontan 5 10 hari
Atau menggunakan tabel Lund & Browder
- Kepala leher : 15 %
- Depan belakang : 20 %
- Ekstermitas atas kanan kiri : 10 %
- Ekstremitas bawah ka/kiri : 15 %
S DOM adalah kumpulan gejala dengan adanya gangguan fungsi organ pada pasen Pemilihan jenis cairan
sedemikian rupa sehingga homeostasis tidak dapat dipertahankan tanpa intervensi. Pengembalian cairan pada luka bakar merupakan hal yang sangat penting. Resusitasi
SRIS selalu berkaitan dengan SDOM karena SDOM merupakan akhir dari SIRS. yang adekuat akan memberi kestabilan dan mengembalikan curah jantung dan
Bila penyebab dari SIRS adalah suatu infeksi maka disebut sebagai SEPSIS tekanan darah ke nilai normalnya.
Cairan resusitasi yang terbaik adalah bila diimbangi dengan kadar elektrolit. Pada
formula Evans Brooke, pemberian koloid (darah) bertujuan untuk : mengatasi
Penanganan Luka
---------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002
penurunan HB, disamping itu koloid akan menarik cairan yang mengalami pasasi
ekstravaskuleralasan ini dianggap tidak tepat karena:
Penanganan luka secara umum meliputi 2 hal, yaitu.
- Syok yang terjadi adalah syok hipovoleia yang hanya memerlukan penggantian
cairan. 1. Preparasi Bed Luka
- Penurunan kadar HB terjadi karena perlekan eritrosit , trombosit, lekosit dan Debridement
komponen sel pada dinding pembuluh darah kapiler darah yang mengalami Suatu proses untuk menghilangkan jaringan mati dan jaringan yang sangat
vasokonstriksi sehingga sefara klinis tampak sebagai kondisi anemia terkontaminasidari bed luka dengan mempertahankan secara maksimal struktur
- Sementara terjadi gangguan permeabilitas kapiler yang mengakibatkan anatomi yang normal. Beberapa teknik debridement antara lain :
kebocoran plasma pemberian koloid tidak akan efektif dan akan menaikkan Surgical debridement
beban jantung, paru dan ginjal. Debridement dengan menggunakan skalpel, kuret atau instrumen lain disertai
- Pemberian cairan isotonis yang diperkaya denagan elektrolit irigasi untuk menghilangkan jaringan mati dari luka. Ini merupakan cara
- Koloid / plasma diberkan (bila diperlukan) setelah sirkulasi mengalami debridemant yang paling cepat dan efisien. Pada luka bakar, disebut sebagai
pemulihan (>24-36 jam) Escharectomi, yaitu membuang jaringan yang mati (eschar). Teknik ini
pertama kali ditemukan oleh Janzekavix 1970 dengan teknik eksisi
Sampai sekarang diyakini RL merupakan cairan yang paling sering diberikan pada tangensial, dilandasi oleh tidak perlunya membuang jaringan vital pada eksisi
resusitasi luka bakar. RL merupakan cairan isotonic terbaik yang mendekati primer luka bakar, yaitu berupa eksisi lapis demi lapis sampai didapati
komposisi cairan ekstraseluler. Cairan yang diproduksi terkini adalah Ringer Asetat permukaan yang bintikbintik berdarah yang merupakan tanda telah
(AR) yang mengandung bikarbonat disampngg laktat. mencapai jaringan vital. Teknik ini menggunakan Humby knife /
RL dan AR merupakan cairan fisiologi yang berbeda dalam hal sumber bikarbonat . dermatome. Indikasi escharektomi pada luka bakar yang diperkirakan tidak
RL mengandung 27 mmol laktat perliter, sedang AR mengandung 27 mmol asetat sembuh dalam 3 mg, permukaan luka bakar yang berwarna putih, merah,
perliter. (Kveim cit Yefta, 2001) dilakukan penelitian dengan membandingkan coklat / hitam dan juga tidak adanya capiler refill maupun sensibilitas
penggnaan AR dan RL sebagai larutan yang digunakan dalam resusitasi syok
hemoragik. Pada pemberian RL terjadi akumulasi ion ion laktat, sementara pada Mechanical debridement atau gauze debridement
pemberian AR dimana asetat segera dimetabolisme dengan cepat (meskipun dalam Prinsip kerjanya wet to dry dressing. Luka ditutup dengan kassa yang telah
keadaan syok) dengan AR ini akan diikuti dengan perbaikan asam basa. (Connahan dibasahi normal saline, setelah kering, kasa akan melekat dengan jaringan
cit Yefta, 2001) membandingkan pemberian cairan resusitasi pada luka bakar yang mati. Saat ganti balut jaringan mati akan ikut terbuang. Dilakukan 26X
derajat III , dengan menilai Fungsi miokard, kadar fosfat berenergi tiggi (ATP,CTP) sehari.
dan survival rate nya. Curah jantung pada pemberian RL jelas menunjukkan
perbaikan tetapi masih dibawah nilai pada kondisi normal, sedang pemberian Autolitic debridement (inivivo Enzymes Self Digest Devitalized tissue)
Asering curah jantung membaik, yang dapat dijelaskan akibat vasodilatasi dan Merupakan proses tubuh untuk melakukan pembuangan jaringan yang mati.
perbaikan aliran koroner yang diinduksi oleh asetat. Survaival rate pada pemberian Di dalam luka akan muncul enzim yang berefek mencairkan jairngan non
RL 24 jam pertama 87-100 % setelah 48 jam survival AR lebih tinggi. RL vital. Hal ini perlu dibantu dengan mempertahankan suasana luka supaya
memberikan keuntungan sesaat , namun tidak jangka panjang, hal ini diduga karena tetap lembab menggunakan penutup luka yang dapat mempertahankan
efek toksisk akibat pemberian laktat. AR memiliki tosisitas rendah., konversinya kelembaban luka. Dalam suasana lembab tubuh mampu membersihkan
menjadi karbonat terjadi dalam waktu cepat dan menghasilkan ATP dan CTP yang jaringan non vital. Produk yang dapat mempertahankan suasana lembab dan
merupakan bahan bakar jantung. menjadikan autolitik debridement berhasil adalah hidrocolloid, transparant
film dan hidrogels.
Enzymatic debridement
Debridement menggunakan oinment. Teknik ini pertama kali dipakai pada
tahun 1975, digunakan untuk melepas eschar pada luka bakar. Enzim tesebut
adalah soutilens bacteria (travase). Sedangkan oinment topikal yang
digunakan saat ini adalah kolagenase (Santyl). Enzim kolagenase adalah hasil
fermentasi dari Clostridium histolyticum yang mempunyai kemampuan untuk
mencerna kolagen dalam jaringan nekrotik.
Kolagenase dapat dapat membersihkan luka dari jaringan mati dan Penanganan LB dg hematemesis dan melena
menjadikan bed luka siap untuk penyembuhan. Enzim ini terutama efektif ---------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002
untuk luka ulkus kronis seperti presure ulcers, arterial ulcers, venous ulcers,
diabetes ulcers dan juga untuk luka bakar.
Bacterial Balance Halhal yang menjadi perhatian untuk memperbaiki masalah dan mortalitas akibat
Infeksi luka sangat ditentukan oleh keseimbangan daya tahan lukadengan luka bakar adalah :
1.
jumlah mikroorganisme. Bila jumlah mikroorganisme < 104/ gram jaringan Penanganan gawat darurat dan resusitasi awal yang progresif
2.
kemungkinan terjadinya infeksi adalah 6%, bila > 104/ gram jaringan Penatalaksanaan pernafasan dan penanganan cedera inhalasi
3.
kemungkinan infeksi hampir 89% dan bila >105/ gram jaringan hampir dapat Mengontrol infeksi
dipastikan terjadi infeksi dan penutupan luka akan gagal. Sehingga dalam 4. Eksisi luka bakar dan skin graft lebih awal
5.
keadaan hal ini perlu pemberian antibiotik sesuai dengan pola kumannya Modulasi respon hipermetabolik terhadap cedera.
disamping debridement. 6. Pemberian enteral dini.
7.
Pengelolaan nyeri luka bakar yang adekuat.
Exudate Managementt.
Pada fase awal / akut / syok suatu luka bakar berat terjadi suatu kondisi klinik yang
Secara direct dan indirect.secara direct, luka dibalut tekan disertai ndengan
didominasi gangguan sirkulasi, yang menyebabkan kondisi hipoksia pada jaringan ,
higly absorbent dressing yang sebelumnya telah diberikan pencucian dan
perfusi seluler terganggu dan metabolisme aerob diganti menjadi proses anaerob,
irigasi menggunakan NaCl 0,95 atau sterile water. Tindakan ini tidak hanya
dengan akibat perfusi oksigenasi yang terganggu. Dalam hal dijumpai perfusi
membuang exudat dan seluler debris tapi juga dapat menurunkan jumlah
oksigenasi yang tidak baik, gangguan kesadaran yang bermanifestasikan
bakteri yang sering menyebabkan berlebihnya jumlah eksudat. Sedangkan
kegelisahan, disorientasi sampai penurunan kesadaran menunjukkan hipoksia otak,
secara indirect dengan menggunakan dressing yang sesuai dan bisa
yang memerlukan penatalaksanaan resusitasi cairan yang progresif / secepatnya.
mempertahankan kondisi luka tetap lembab (moist).
Syok hipovolemik merupakan suatu proses yang terjadi pada luka bakar sedang
sampai berat. Syok menyebabkan kontriksi perifer, yang tidak hanya dimonitor dari
2. Penutupan Luka produksi urin, tetapi juga di daerah splangnikus. Iskemia di daerah mesenterium
Penutupan luka dapat dilakukan bila preparasi bed telah dilakukan dan didapatkan
menyebabkan disrupsi mukosa usus dan gangguan peristaltik usus (ileus). Disrupsi
suatu kondisi luka yang relatif bersih dan tidak ada infeksi. Luka dapat menutup
mukosa usus yang terjadi menyebabkan beberapa hal, salah satunya adalah
tanpa prosedur pembedahan secara persekundam yaitu dengan proses epitelisasi.
perdarahan saluran cerna dikenal sebagai stress ulcer (curling ulcer), yang sama
Selain tiu dapat pula dengan skin grafting atau flap.
sekali tidak berhubungan dengan hiperasiditas cairan lambung. Stress ulcer
Pada luka bakar, penutupan luka terjadi dengan persekundam yaitu dengan
memberikan gejala perdarahan saluran cerna massif yang tampil sebagai
epitelisasi pada permukaan luka bakar yang relatif superfisial. Untuk luka bakar
hematemsis dan atau melena. Bila keadaan baik, gejala awal yang dijumpai adalah
yang dalam biasanya dengan menggunakan skin grafting. Jenis skin grafting yang
dispepsi dengan derajad berbeda dari ringan sampai berat, disusul dengan
digunakan adalah split thickness, karena umumnya area yang perlu ditutup relatif
hematemesis dan atau melena. Pada penderita dengan gangguan kesadaran , stress
luas dan kondisi bed luka tidak begitu baik akibat trauma panas.
ulcer dicurigai timbul pada berbagai kondisi berat.
STSG dapat diambil sebagai tindakan definitif sebagai penutup defek yang
permanen ataupun hanya tindakan sementara sambil menunggu tindakan definitif.
Menurut American Burn Association, penderita ini termasuk dalam kategori luka
Sedangkan pada luka bakar, STSG merupakan tindakan definitif sebagai penutup
bakar berat oleh karena luka bakar yang diderita derajad II III dengan luas luka
luka yang luas. Pada luka bakar yang luas sering kali timbul masalah dalam
bakar 26% terhadap luas seluruh permukaan tubuh.. Pada luka bakar berat terjadi
mengambil donor, dikarenakan kulit sehat yang digunakan sebagai donor belum
pembukaan permeabilitas yang akan diikuti ekstravasasi cairan/plasma protein dan
tentu cukup tersedia sehingga diperlukan tindakan untuk memperluas kulit dari
elektrolit intravaskulair ke jaringan intersisial, sehingga terjadi penimbunan cairan di
donor dengan cara Mesh Grafting.
jaringan intersisial, keseimbangan tekanan hidrotatik dan onkotik terganggu
Mesh Grafting merupakan cara memperluas skin graft. Prinsipnya adalah membuat
akibatnya sirkulasi ke distal terhambat, menyebabkan gangguan perfusi sel atau
insici kecil multipel dengan jarak yang teratur. Mesh grafting membuat kulit seperti
organ. Gangguan perfusi sel atau organ pada luka bakar ini disebut syok
jala dan bertambah luas sekitar 1,5 9 kali. Dengan metode ini memungkinkan
hipovolemik. Syok yang terjadi menyebabkan penurunan sirkulasi di daerah
menutup defek yang luas. Alternatif lain bila donor tidak mencukupi dengan
splangnikus, mengakibatkan perfusi ke saluran cerna dan hepar terganggu,
cultured epithelial autograft (CEA), allograft,xenograft, biological dressing ataupun
sehingga timbul iskemia dan disrupsi mukosa saluran cerna yang mengakibatkan
dengan synthetic dressing.
gangguan integritas mukosa. Gangguan integritas integritas mukosa menyebabkan
disrupsi mukosa, mulanya berupa suatu erosi mukosa yang pada keadaan lanjut
terjadi atrofi.
Salah satu manifestasi klinik yang dijumpai akibat gangguan integritas mukosa ini Pemberian inhibitor H-K ATPase seperti omeperazol memiliki efektifitas yang baik
adalah gejala perdarahan gastrointestinal yang dikenal dengan istilah stress ulcer. pada kondisi terjadinya perdarahan dan efektifitasnya yang tidak memiliki korelasi
Stress ulcer memberikan gejala perdarahan gastrointestinal, dalam bentuk melena dengan gangguan pertumbuhan bakteri. Pemberian obat-obatan yang bersifat
dan atau hematemesis yang terjadi biasanya dalam 3 5 hari pasca luka bakar sitoprotektor seperti sukralfat ,bismuth yang memiliki efek perlindungan pada
dengan lokasi anatomik tersering adalah fundus gaster, korpus gaster dan mukosa dengan cara meningkatkan kadar prostaglandin mukosa dan produksi musin
dinding posterior duodenum. sangat baik untuk proteksi mukosa. Obat ini tidak merubah pola bakteri dan
Diagnosis stress ulcer dicurigai berdasarkan riwayat cedera, disertai gaejala klinis keasaman lambung.
hematemesis dan atau melena cairan hitam pada pipa nasi gastrik dan pada
pemeriksaana endoskopik dijumpai keseluruhan mukosa pucat , eritema mukosa Penatalaksanaan pada saat terjadi komplikasi hematemesis melena dengan
akut tanpa indurasi disekitarnya , dijumpai ptekhiae eritematosus dan macula disertai penyebab stress ulcer atau kemungkinan penyebab lain mengikuti protokol
focus haemoragik pada mukosa. Pada pemeriksaan histopatologik dijumpai penatalaksanaan hematemesis melena sebagai berikut:
gambaran erosi mukosa yang khas ditandai oleh edema mukosa akut kongestive 1. Prioritas utama adalah pengenalan tanda dan gejala klinik syok dan
mikrovaskulair dengan mikorofibrin, dengan shunt submukosa atau adanya penatalaksanaannya. Jika ada ada tanda - tanda syok, elevasi kaki, oksigenasi,
vasokontriksi local disertai focus haemoragik. resusitasi cairan khristaloid dengan NaCl atau Ringer lactate
2. Ambil darah untuk pemeriksaan darah rutin, jumlah trombosit, golongan darah
Penatalaksanaan luka bakar berat dibedakan atas penatalaksanaan awal yang bersifat dan cross match. Jika curiga ada penyakit hepar atau pembekuan (gangguan
pencegahan terhadap terjadinya komplikasi perdarahan hematemesis dan atau hemostasis) periksa APPT, PTT dan test fungsi hepar
melena (stress ulcer), dan penatalaksanaan disaat timbulnya kompliksai 3. Jika ada gangguan fungsi koagulasi atau hemostasis berikan Vitamin K, Fresh
hematemesis melena (stress ulcer). Penatalaksanaan awal dikaitkan dengan Frozen Plasma atauu trombosit
penatalaksanaa fase akut (fase syok) termasuk penatalaksanaan cedera inhalasi, 4. Jika perdarahan berlangsung ,transfusi dengan Fresh Whole Blood
penatalaksanaan gangguan sirkulasi (syok) dengan resusitasi cairan, antagonis H2 5. Pasang pipa naso gastrik sebagai terapi dan diagnosa. Lavase dengan 3-5
reseptor, sitoprotektif mukosa lambung, serta pemberian nutrisi enteral dini. cc/KgBB NaCl suhu kamar , bukan NaCl dingin yang mana keuntungannya
Penatalaksanaan gangguan sirkulasi yang berorientasi ada tidaknya syok merupakan tidak terbukti dan menyebabkan hipotermia
tindakan resusitasi yang sangat bermakna mengupayakan pengembalian gangguan 6. Pemberian obat antagonis H2 reseptor (Ranitidine) dan inhibitor H-K ATPase
hemostasis dan mencegah perkembangan lebih lanjut penyulit yang terjadi pada (omeperazole)
kasus luka bakar berat seperti systemic inflamasi respiratory syndrome, Multy 7. Jika perdarahan cukup cepat dan tidak terkonrol lagi konsul kepada
system organ disfunction syndrome, dan sepsis, termasuk stress ulcer. gastroenterologist atau ahli bedah anak untuk terapi vasopressin dan
skleroterapi emergensi. Endoskopi darurat atau pembedahan jika dengan
Bila penderita dipuasakan atas dasar bahaya yang dapat timbul karena adanya ileus, terapi diatas perdarahan tetap tidak terkontrol.
mukosa usus yang mengalami iskemi akan mengalami atrofi .Pada saat ini justru
diperlukan suatu bentuk stimulasi pada mukosa, sehingga tindakan mempuasakan Pada pasien ini penatalaksanaan pada saat timbulnya hematemesis melena antara
penderita bukanlah tindakan yang tepat. Stimulasi pada mukosa dilakukan dengan lain resusitasi cairan dan transfusi darah fresh whole blood dan pack red cell,
pemberian nutrisi enteral secara agresif, yang saat ini menjadi pola penatalaksanaaan pemeriksaan darah rutin termasuk trombosit, test fungsi hepar,test pembekuan darah
kasus-kasus luka bakar. Dengan pemberian nutrisi enteral dini erosi mukosa dapat (hemostasis), fungsi ginjal, elekrolit dengan menunjukkan hasil fungsi hepar normal,
dicegah, secara langsung mencegah berkembangya stress ulcer. tidak ada gangguan sistem koagulasi, fungsi ginjal baik, anemia , hiponatremia,
hipokalemia, adan hipoalbumin.
Pemberian antasida sebagai upaya menetralisir asam lambung yang dicurigai Selain transfusi darah pasien ini juga mendapatkan koreksi elektrolit dan koreksi
terjadinya kondisi stress. Bila diberikan sudah terjadi perdarahan saluran cerna, albumin . kemudian dilakukan lavase dengan Nacl suhu kamar sebanyak 4 cc/kgBB
efektivitasnya diragukan Dari segi mortalitas dilaporkan tidak terdapat perbedaan 3 kali per hari sampai cairan di naso gastric tube bersih, obat-obatan seperti
bermakna dengan kasus yang diberikan antasida. Pemberian antagonis H2 reseptor antagonis H2 reseptor ( ranitidine ), inhibitor H-K ATPase ( omeperazole ),
seperti ranitidine, cimetidin, dilaporkan memiliki efektifitas yang sama dengan sitoprotektif mukosa ( sukralfat ). Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan
antasida. Kelebihan yang dimiliki antara lain dapat diberikan bila sudah terjadi endoskopi karena perdarahan hematemesis melena dapat terkonrol. Tetapi untuk
perdarahan saluran cerna. Dilaporkan bahwa pemberian antasida dan antagonis H2 menentukan penyebab pasti hematemesis melena lebih baik dilakukan pemeriksaan
reseptor bisa terjadi komplikasi perubahan flora normal usus yang akan memicu endoskopi. serta histopatologi .
terjadinya tranlokasi bakteri penyebab sepsis .
PROTOKOL PENERIMAAN PASIEN LB BARU DI IRD
Hipotesis penyebab
Penyebab sumbing bibir dan langitan sampai saat ini belum diketahui dengan pasti.
Beberapa hipotesis yang dikemukakan dalam perkembangan kelainan ini antara lain
1. Insufisiensi zat-zat atau materi yang diperlukan untuk proses tumbuh-kembang
organ-organ terkait selama masa embrional, seperti juga pada anomali kongenital
lainnya. Insufisiensi ini disebabkan beberapa hal :
1.1. Kuantitas; misalnya gangguan sirkulasi feto-maternal, termasuk stress pada
masa kehamilan ) dan syok hipovolemik terutama pada trismester pertama
kehamilan.
1.2. Kualitas, defisiensi gizi ( vitamin dan mineral; khususnya asam folat,
Embryo berusia 2 minggu dengan sentra-sentra pertumbuhan: vitamin C dan Zn/seng ), anemi dan kondisi hipoksik. Defisiensi zat-zat
a sentra prosensefalik b.sentra diasefalik dan c sentra rombensefalik atau materi yang diperlukan menyebabkan gangguan dan/atau hambatan
pada pusat pertumbuhan dan rangkaian proses kompleks yang dijelaskan
diatas.
1.3. Teori bioseluler Bentuk dan dasar kelainan
Perkembangan palatum melibatkan interaksi mesenkhim epitelial. Proses Kelainan yang segera terlihat :
signaling melibatkan molekul matriks dan growth factor yang 1. Alveolus dengan kolaps lengkung yang nyata, akibat pertumbuhan yang
mempengaruhi ekspresi genetik dari sel-sel neural crest yang mengalami tidak terkoordinasi dengan premaksila.
migrasi dan kematian sel terprogram ( dan ini dipengaruhi oleh asam 2. Deformitas hidung, melibatkan jaringan lunak ( khususnya kolumela Celah
retinoat, glukokortikoid ); dan gen-gen yang terpengaruh ini akan bibir yang memisahkan kedua sisi lateral dengan prolabia, dengan
mengakibatkan timbulnya gangguan fusi. defisiensi dan abnormalitas konfigurasi otot.
Mediator-mediator yang kemudian diketahui mempengaruhi gen-gen 3. Prolabia yang miskin jaringan ( kecil, pendek ) disertai disparitas warna,
tersebut antara lain Hox B ( murine Hox2 ), Transforming Growth Factor khususnya di daerah vermilion, filtrum dan komponen otot.
( TGFA&B ), Epidermal Growth Factor ( EGF ), Retinoic Acid Receptor ( 4. Premaksila yang menonjol / mencuat ke anterior, akibat pertumbuhan yang
RARA ), Insulin Growth Factor ( IGF1&2 ). Pola ekspresi dari gen-gen ini tidak terkontrol.
melibatkan proses replikasi mRNA dan penurunan kadar protein, 5. Celah langitan, memisahkan kedua sisi lateral palatum durum dengan os
sehingga sel yang bersangkutan tidak memiliki kemampuan bermigrasi, vomer. pendek ) dan rangka ( kartilago alae yang flare, bahkan os nasal ).
proliferasi, dsb.
Kelainan yang terlihat setelah anak tumbuh:
2. Pengaruh penggunaan obat-obatan yang bersifat teratologik, termasuk jamu- 1. Hiperplasi / hipertrofi mukosa nasal termasuk choana, akibat iritasi kronik
jamuan dan penggunaan kontrasepsi hormonal. karena adanya hubungan antara rongga nasal dengan rongga mulut.
3.
Infeksi khususnya infeksi viral dan khlamidial ( toksoplasmosis ). 2. Gigi insisivus 1-2 dan kaninus hipoplastik
4.
Faktor genetik, yang diduga kuat pada keluarga dengan riwayat kelainan yang 3. Otot palatum molle hipoplastik
sama. 4. Palatum durum pendek
5. Hipoplasi maksila, disertai anomali hidung ( long nose, relatif ) dan
Dugaan mengenai hal ini ditunjang kenyataan, telah berhasil diisolasi suatu X-linked anomali orbita ( telekantus, bahkan sampai hipertelorism ).
gen, yaitu Xq13-21 pada lokus 6p24.3 pada pasien sumbing bibir dan langitan.
Kenyataan lain yang menunjang, bahwa demikian banyak kelainan / sindrom disertai
celah bibir dan langitan ( khususnya jenis bilateral ), melibatkan anomali skeletal, Penatalaksanaan
maupun defek lahir lainnya. Penanganan sumbing bibir dan langitan merupakan suatu seri pengobatan /
penatalaksanaan jangka panjang; yang terdiri dari beberapa tahap.
1. Penutupa n Celah
Bentuk kelainan ( Klasifikasi ) Penutupan celah bibir
Secara anatomik, kelainan ini mencakup organ-organ antara lain labium oris, Dikerjakan berdasarkan kriteria rule of ten. Bila memungkinkan ( pasien
gnathum yang melibatkan gigi-geligi, palatum, nasal bahkan maksila. Pada jenis datang sedini mungkin ) dilakukan preliminary treatment, berupa tindakan
bilateral komplit, seringkali dijumpai stigmata lainnya, yaitu anomali pada kedua non bedah yang bertujuan mengendalikan pertumbuhan premaksila,
orbita berupa telekantus bahkan sampai hipertelorism dan distopi. mendekatkan celah bibir; agar memperoleh hasil yang baik.
Klasifikasi Beberapa metoda dapat dikerjakan, antara lain teknik :
Berdasarkan organ terlibat ( kelainan anatomik ) 1. Straight line closure ( de la faye, Veau, Vaughan, dsb )
1. Celah bibir 2. Triangular flap ( Thompson, Barsky, Blair, Le Mesurier, Cronin, dsb )
2. Celah gusi 3. Quadrilateral flap ( Bauer, Tennison, dsb ).
3. Celah langitan Tehnik penutupan celah ini dikerjakan dalam dua kesempatan (
Randalls lip adhesion, Millard ) maupun satu tahap ( Manchester ).
Berdasarkan lengkap atau tidaknya celah yang terbentuk:
4. Inkomplit Penutupan celah langitan
5. Komplit Diharapkan langitan sudah tertutup pada usia anak mulai bisa berbicara,
yaitu usia kurang lebih 2 ( dua ) tahun.
Pembagian berdasarkan International Classification of the Diseases ( ICD ), Metode yang dikerjakan antara lain teknik mucoperiosteal flap ( von
mencakup celah anatomis organ terlibat, lengkap atau tidaknya celah, unilateral Langenbeck, Wardill, dsb), aplikasi z-plasty ( Furlow, Cronin, dsb ) dsb.
atau bilateral; digunakan untuk sistim pencatatan dan pelaporan yang dilakukan
oleh World Health Organization ( WHO )
Penutupan celah gusi Penanganan hipoplasi maksila
Dikerjakan bila gigi geligi permanen sudah tumbuh, kurang lebih 8-9 - Tindakan operatif
tahun; dengan alasan, tindakan operasi yang dilakukan sebelum gigi Tergantung berat ringannya kondisi hipoplastik, berbagai metoda
permanen ini tumbuh akan mempengaruhi pertumbuhan tulang? Celah yang osteotomi rahang atas dapat dilakukan ( osteotomi LeFort, Wasmund )
ada diisi bone graft dengan donor berasal dari os iliaka. yang kadang-kadang perlu dikombinasi dengan osteotomi rahang bawah
( Obwegesser, dsb )
2. Pena ng a na n sekunder/seconda ry repa ir
Perbaikan yang diperlukan sangat tergantung pada penatalaksanaan awal, - Tindakan non operatif
terutama labioplasti. Teknik / metoda yang diterapkan dalam penutupan celah Penggunaan maxillary expansion. Ada 2 metoda, yaitu rapid expansion
bibir yang baik, selain berorientasi pada simetrisitas dan patokan-patokan dan non rapid expansion. Dikerjakan bersamaan dengan tindakan
anatomik bibir; juga memperhitungkan koreksi kelainan yang sering dijumpai ortodontik.
bersamaan, misalnya hidung, baik pada saat bersamaan dengan labioplasti
maupun pada kesempatan yang direncanakan kemudian ( mempersiapkan Penanganan problem bicara
jaringan dan menghindari parut yang tidak menguntungkan ) Masalah umum Gangguan bicara, berupa SUARA SENGAU dijumpai pada celah langitan;
yang dijumpai pada sumbing bibir dan langitan bilateral antara lain dimana terdapat hubungan antara rongga mulut dan rongga hidung. Otot-
sebagaimana disebutkan sebelumnya ( butir3.1 halaman6 ) adalah kolumela otot palatum dan faring ( m.tensor vellipalatini dan levator vellipalatini;
yang pendek, konfigurasi nasal tip yang tidak harmonis, problem gigi dan m.monstriktor faringeus ) tidak tumbuh dan berkembang sempurna (
maksila; dan parut operasi sebelumnya. hipoplastik ) dan tidak terkoordinasi baik akibat adanya celah.
Tindakan rekonstruksi awal ( sebelum usia 2 tahun ) mengupayakan
Perbaikan konfigurasi anatomik bibir pengembalian anatomik otot-otot ini, sehingga fungsinya diharapkan
Termasuk perbaikan parut dan pembentukan tuberkulum labii superior, dapat normal dan suara sengau terkoreksi.
cupids bow, filtrum dengan philtral ridge-nya. Penggunaan flap lokal, Upaya lain yang secara nyata mempengaruhi keberhasilan tindakan ini
dalam hal ini termasuk lip switch surgery ( misal Abbe flap ) setelah proses adalah usaha pasien mengucapkan kata-kata dengan baik dan benar; dan ini
maturasi jaringan pasca bedah sebelumnya, atau pada kesempatan tindakan dapat dilakukan apabila tingkat kecerdasan (nilai intelligence quotient / IQ )
operasi berikutnya anak normal, sentra bicara pasien terbiasa (memiliki memori)
mendengarkan kata-kata yang baik dan benar. Kondisi ini hanya dapat
diperoleh bila sejak awal ( beberapa saat sejak kelahiran ) orang tua pasien
Penanganan hidung membiasakan mengucapkan kata-kata yang baik dan benar di telinga
Tindakan koreksi diperlukan untuk memperbaiki bentuk hidung. Kelainan anaknya / pasien ( pendidikan non formal ). Bila upaya non formal belum
bentuk dan letak dari kartilago alae dan kolumela yang pendek pada berhasil memberikan perbaikan, seringkali diperlukan pendidikan formal
sumbing bibir bilateral merupakan masalah utama. Tindakan koreksi pada berupa terapi wicara ( speech therapy ).
kelainan ini dikerjakan pada rentang waktu antara usia 6 bulan sampai Bila usaha-usaha ini telah dikerjakan, namun tidak juga memberikan hasil,
dengan usia 6 tahun; sedangkan koreksi nasal tip dan nasal vault pada penilaian adanya nasal escape merupakan indikasi tindakan
correction sebagai tindakan koreksi hidung, dikerjakan pada usia 15-16 faringoplasti.
tahun.
Vaskularisasi
Berasal dari a. labialis superior dan inferior, cabang dari a. facialis. Arteri
labialis terletak antara m. orbicularis oris dan submukosa sampai zona transisi
vermilion-mukosa.
Inervasi
Inervasi sensoris bibir atas berasal dari cabang n. cranialis V (n. trigeminus) dan
n. infraorbitalis. Bibir bawah mendapat inervasi sensoris dari n. mentalis.
Pengetahuan inervasi sensoris ini penting untuk melakukan tindakan blok anestesi.
Inervasi motorik bibir berasal dari n. cranialis VII (n. facialis). Ramus buccalis
n.facialis meninervasi m. orbicularis oris dan m. elevator labii. Ramus mandibularis
n. facialis menginervasi m. orbicularis oris dan m. depressor labii.
Labioschisis
Adanya gangguan fusi maxillary swelling dengan medial nasal swelling pada satu
sisi akan menimbulkan kelaianan berupa labioschisis unilateral. Bila kegagalan fusi 3. Rectangulair flap (Le Mesurier) Untuk
ini menimbulkan celah di daerah prealveolaris, maka celah tersebut dikatakan mengoreksi defek m. orbicularis oris, namun
inkomplet, sedang selebihnya dikatakan labioschisis komplet. tidak mampu mengoreksi alsr base dan
Klasifikasi : columella.
L. Unilateral sinistra / dekstra Inkomplet
L. Unilateral sinistra / dekstra Komplet
L. Bilateral Inkomplet / Komplet
Anamnesa :
- Sumbing bibir sejak lahir
- Riwayat keluarga sakit serupa 4. Rotation advancement Flap (Milard)
- Riwayat defisiensi nutrisi/vit pada ibu, obat2an pengganggu pertumbuhan Rencana irisan dapat dibuat sementara
operasi sedang berjalan, dapat meninggikan
PemeriksaanINKOMPLET bila celah bibir tidak sampai dasar lubang hidung alar base dan memperlebar ala nasi.
Penanganan :
Tidur miring pada sisi sumbing plester penahan premaksila pada
Labioschisis bilateral complet
Labioplasty (milard) bila memenuhi rule of ten
Fraktur Zigoma.
Disebabkan trauma langsung pada sisi lateral wajah sehingga sering
menyebabkan fraktur yang mendesak bola mata, memberi gambaran klinis berupa
penglihatan ganda / diplopia, perdarahan dan pembengkakan pipi didaerah arkus
zigomatikus. Zigoma yang membentuk dinding lateral orbita sering mengalami
fraktur akibat trauma langsung sehingga terjadi impresi yang mendesak bola mata
yang menyebabkan diplopia. Fraktur ini sering terbatas pada arkus dan pinggir
orbita sehingga tidak disertai dengan hematom orbita, tetapi terlihat sebagai
pembengkakan pipi didaerah arkus zygomatikus. Diagnosis ditegakkan secara
klinik atau foto rontgen menurut waters yaitu posisi temporooksipital.
Bila tidak terdapat pergeseran atau dengan pergeseran minimal fragmen fraktur
konservatif dengan evaluasi selama 2 6 minggu. Bila didapatkan adanya
pergeseran bola mata dengan atau tanpa jepitan saraf atau otot OPERATIF
Zygomatikomaksilaris komplek berperan utama dalam pembentukan, fungsi dan Klasifikasi
penampilan estetik kerangka wajah. Komplek ini memberikan kontur pipi yang Dalam hal fraktur zygoma, para dokter menghadapi fraktur yang bukan hanya
normal dan memisahkan isi orbita dari fosa temporalis dan sinus maksila. Juga sekedar fraktur struktur anatomis tunggal. Fraktur zygoma sering kali mengenai
mempunyai peran dalam penglihatan dan mastikasi. Zygomatikomaksilaris tulang yang didekatnya yang berartikulasio. Knight dan North mengatakan bahwa
menopang bola mata dari lateral untuk penglihatan binokuler. Arkus zygoma adalah fraktur pada zygoma dari sudut klinis dianggap sebagai fraktur malar. Para peneliti
tempat insersi otot maseter dan melindungi otot temporalis dan prosesus coronoid. menyatakan bahwa fraktur pada regio zygoma, separasi kearah medial biasanya
Frekuensi fraktur zygoma merupakan kedua tersering setelah fraktur nasal. diakibatkan oleh fraktur pada maksila yang melalui dasar orbita dan dinding anterior
Permukaan yang cembung menonjol menjadikannya mudah terkena trauma. dan lateral maksila, kearah lateral diakibatkan oleh fraktur pada prosesus zigoma
Meskipun hanya terjadi minimal displace pada fraktur zygoma dapat menimbulkan temporalis, serta keatas dan belakang oleh separasi pada zygomatikofrontalis dan
deformitas fungsional dan estetik. zygomatikosphenoidalis. Fraktur pada arkus zygoma melibatkan prosesus temporalis
pada zygoma dan prosesus zigomtikus pada tulang temporalis.
Anatomi Knight dan North membuat klasifikasi kedalam 6 group, sebagai berikut :
Zygoma kadang disebut juga tulang malar, bersudut empat dengan permukaan 1. Grup I
cembung bagian luar yang tidak rata, permukaan bagian dalam cekung dan empat Tidak terdapat pergeseran yang signifikan . Pada grup ini yang meliputi 6% . dari
prosesus yang berartikulasio dengan tulangtulang frontalis, maksilaris dan keseluruhan kasus, dari temuan rontgen mengindisikan fraktur, tetapi tidak
temporalis serta sphenoidalis. Melalui artikulasio ini menghasilkan penyangga yang ditemukan bukti klinis terjadinya pergeseran.
kuat antara maksila dan kranium. Permukaan yang cembung membentuk prominen.
Permukaan bagian dalam yang cekung ikut serta membentuk fosa temporalis. 2. Grup II,
Zygoma memiliki artikulasio yang kuat dengan maksila dan frontalis, mempunyai Frktur arkus zygomatikus meliputi 10% dari keseluruhan kasus yang diteliti.
artikulasio yang lemah dengan sphenoidalis dan temporalis. Posisi ini ikut serta Pada grup ini, dimana fraktur diakibatkan oleh trauma langsung terhadap arkus
dalam membentuk sebagian besar dasar lateral orbita dan dinding superior lateral zygomatikus, Arkus melengkung atau bengkok kedalam tanpa melibatkan
sinus maksilaris. Permukaannya memberikan perlekatan untuk otototot masseter, dinding antrum atau orbita. Pembengkokan ini menghasilkan kerusakan anguler
temporalis, dan zygomatikus. Tulang zygoma mempunyai foramina kecil yang tipikal dengan tiga garis fraktur dan dua fragmen.
dilalui nervus zygomtikomaksilaris dan zygomatikofrontalis yang memberikan
inervasi sensoris pada jaringan lunak dan kulit pipi yang terletak diatas prominen 3. Grup III.
zygoma dan sebagian besar regio anterior temporalis. Fraktur corpus tanpa rotasi meliputi 33% dari keseluruhan kasus. Yang
merupakan bagian terbanyak, dan traumanya disebabkan oleh karena trauma
langsung terhadap prominen corpus zygoma dimana fraktur dan pergeseran
tulang kedalam antrum. Tulang biasanya mengarah langsung kebelakang,
kedalam, dan agak kebawah, menghasilkan pipi yang rata dengan kerusakan
yang teraba pada margin infraorbita. Pada pemeriksaan rontgen, pergeseran
tampak kearah bawah pada infraorbita dan kearah dalam pada prominen zygoma
dengan sedikit pergeseran pada sutura zygomatikofrontalis
4. Grup IV.
Fraktur corpus dengan rotasi kemedial
a. Kearah luar pada prominen zygomakus
b. Kearah dalam pada suturaa zygomatikofrontal
Fraktur corpus dengan rotasi kemedial meliputi 11% dari keseluruhan kasus.
Fraktur dan pergeseran tampaknya disebabkan oleh trauma pada prominen
zygoma diatas aksis horisontalnya, sehingga fraktur tulang bergeser kebelakng,
kedalam dan kebawah. Tulang sebelah kiri tampak berotasi berlawanan dengan
arah jarum jam bila dilihat depan, dan searah jarum jam atau ketengah / midline
pada sebelah kanan. Pemeriksaan rontgen pada posisi woters memperlihatkan
pergeseran kearah bawah pada margin infraorbita dan pergeseran kearah luar
pada prominen zygomatikus(Tipe A) ataupun kearah dalam pada sutura
zygomatikofrontalis.(Tipe B)
Gambaran Klinis
5. Grup V. Zygoma adalah salah satu penyangga utama antara maksila dengan kranium. Fraktur
Fraktur corpus dengan rotasi kelateral zygoma biasanya melibatkan rim infraorbita, zygoma akan terdorong masuk
a. Kearah atas pada margin infraorbita kedalam sinus maksilaris. Cideranya daerah sinus akan menyebabkan hematom atau
b. Kearah luar pada sutura zygomatikofrontal pecahnya pembuluh darah yang mengakibatkan keluarnya darah masuk kedalam
sinus dan kedalam jaringan dibawah pipi dan canthus lateral mata. Biasanya
Fraktur corpus dengan rotasi kearah lateral. Grup ini meliputi 22% dari ditemukan adanya epitaksis, hematom, dan echimosis. Fraktur zygoma komplek
keseluruhan kasus. Fraktur pada grup ini tampaknya disebabkan oleh trauma akan menekan menurut arah trauma, yang pada kebanyakan kasus kearah posterior,
dibawah aksis horizontal tulang, yang mengarah kedalam dan kebelakang. arah bawah dan arah medial. Fraktur berat dengan pergeseran kemedial arkus
Tulang tampak rotasi searah jarum jam pada sebelah kiri dan bila dilihat dari zigoma menyebabkan fragmen-fragmen tulang mengenai otot temporalis daan
depan dan berlawanan dengan jarum jam atau menjauh dari garis tengah pada prosesus koronoid pada mandibula. Kesulitan membuka mulut hampir selalu
sebelah kanan. Pemeriksaan rontgen memeperlihatkan pergeseran kedalam pada berhubungan dengan fraktur pada arkus, yang disebabkan oleh karena pergeseran
prominen zygomatikus dan keatas pada margin infraorbita (Tipe A) atau kearah segmen dan bergeraknya prosesus koronoid mandibula kearah depan dan belakang
luar pada sutura zygomatikofrontlis (Tipe B) ketika pasien berusaha untuk membuka mulutnya.Bila fragmen-fragmen yang tidak
tereduksi terjadi penetrasi kedalam jaringan lunak dan tetap berkontak dengan
6. Fraktur kompleks prosesus koronoid, hal ini akan mengakibatkan ankilosis fibro-osesuous dengan
Fraktur komplek meliputi 18% . Yang termasuk disini adalah seluruh kasus yang fiksasi yang komplit dengan mandibula. Komplikasi ini memerlukan eksisi prosesus
terdapat tambahan garis fraktur yang melalui fragmen utama, derajad frakturnya koronoid. Pada fraktur zigoma komplek yang mengalami pergeseren, kerusakan
kominutif. yang terjadi dapat teraba melalui kulit pada regio sutura zygomatikofrontalis atau
sepanjang margin orbita inferior. Kerusakan yang dapat terjadi pada fraktur dengan
pergeseran di rim orbita lateral, Dimana ligamen palpebra lateral yang melekat pada
zygoma rim orbita dan terjadi pergeseran tulang yang dipalpebra lateral yang
dilekatinya, akan menyebabkan kerusakan yang berat.
Kelainan pada dasar dan dinding lateral orbita menyebabkan disfungsi bola mata.
Septum orbita pada kelopak mata bawah, yang melekat pada orbitalis inferior,
pergeseran pada fraktur displaced ridge infraorbitnya, akan mengakibatkan retraksi
dan pemendekan kelopak mata. Hilangnya dukungan tulang pada dasar orbita
menyebabkan pergeseran bola mata dan isi orbita , yang selanjutnya akan
mengakibatkan bergesernya kapsul tenon dan ligamen palpebra lateral kearah
bawah. Fraktur mungkin bertambah komplek dengan adanya fragmentasi dan
fenomena kerusakan dasar orbita, Rusaknya periorbita dan lapisan sinus dengan
fragmentasi dan bergesernya segmen tulang mengakibatkan terbukanya sinus
maksilaris. Isi orbita dapat keluar sebagian kedalam sinus maksilaris dimana lemak,
periosteum dan otot menjadi terperangkap diantara segmen segmen tulang yang
fraktur. Kegagalan untuk mengenali dan merawat keadaan ini akan mengakibatkan
diplopia permanen karena terperangkapnya otot oblique inferior dan kemungkinan
otot rectus inferior. Otot yang terperangkap tidak dapat merotasi mata kearah bawah
dan kearah luar serta sebagai pengendali terhadap fungsi otot rectus superior yang
menggerakkan rotasi keatas. Hilangnya sensasi pada regio yang disupali oleh
nervus infraorbita adalah bisa ditemukan pada fraktur zigomatikomaksilaris
komplek. Nervus infraorbita muncul dari arah rim orbita dari kanal melalui atap
maksila tetapi sangat dekat dengan zigoma. Fraktur pada regio ini akan merusak
nervus karena cidera atau tertekan fragmen tulang didalam kanal.Laserasi nervus
didalam kanal oleh impaksi fragmen tulang akan mengakibatkan anestesi permanen.
Jika terjadi anestesi permanen merupakan indikasi untuk dilakukan eksplorasi kanal
nervus.
Diagnosis Radiologis
Pemeriksaan yang terperinci akan membantu dalam menegakkan diagnosis. Dari Pemeriksaan radiologis yang paling berguna untuk mengevaluasi fraktur
pengetahuan tentang mekanisme trauma dan arah tekanan, derajad dan kerusakan zygomatikomaksilaris komplek adalah proyeksi oblique posteroanterior wajah yang
dapat diprediksi. Kerusakan yang disebabkan oleh pukulan dan jatuh mengenai dikenal sebagai posisi Waters. Dengan proyeksi ini memperlihatkan struktur tulang
benda yang keras , atau luka yang berat pada daerah wajah akan memngakibatkan dan outline kontur irreguler zygoma dengan superimposisi minimal terhadap struktur
fraktur pada zygoma. Bila pasien ditangani segera setelah cidera, sebelum gambaran lainnya. Roentgenogrm harus dibuat dengan metode stereoskopik.. Arkus
klinis menjadi kabur karena odem dan hemaatom, tanda-tanda fraktur pada regio ini zigomatikkus dapat diperlihatkan dengan baik melalui proyeksi submental vertical
dapat terlihat. Wajah yang menjadi rata mungkin disertai dengan depresi bola mata, pada arkus zygomatikus.
bergesernya ligamen palpebra lateral, retraksi kelopak mata bawah dengan perataan Pemeriksaan radiologis tergantung pada lokasi fraktur dan derajad pergeseran. Hasil
promienen malar, dan ekimosis pada kelopak mata, konjunctiva dan sclera serta pemeriksaan yang bisanya ditemukan adalah kerusakan pada margin infraorbita dan
epitaksis unilateral. Rasa sakit ketika menggerakan mandibula dan kesulitan separasi pada sutura zygomatikofrontlis. Irregularitas dinding lateral maksila terlihat
membuka mulut menunjukan terjadinya fraktur yang melibatkan arkus zigoma. dengan baik pada posisi Water. Opasitas atau pengkabutan pada sinus maksilaris
Anestesia pada distribusi nervus infra orbita yaitu, kelopak mata atas, alis mata yang disebabkan oleh darah terlihat hampir pada seluruh kejadian fraktur
bawah dan nasal lateral menunjukkan fraktur maksila yang berdekatan dengan zygomatikomaksilaris.
trauma pada nervus infraorbita. Fraktur dengan pergeseran yang berat dapat
mengakibatkan diplopia.
Penatalaksanaan
Palpasi komparatif bimanual pada struktur tulang wajah mungkin menunjukkan
aadanyaa fraktur. Kedua sisi wajah dipalpasi secara simultan dan ketika jari tangan 1. Pendekatan Intraoral
Keen menjelaskan metode pendekatan intraoral unuk menangani fraktur zygoma.
sampai disekitar rim orbita, fraktur pada atau yang berdekatan dengan sutura
Biasanya dengan general anestesi, dengan posisi pipi ditarik oleh asisten,
zygomatikofrontalis atau zygomatikomaksilaris dapat teraba. Fraktur arkus zygoma
operator melewatkan alat elevator yang tajam melalui vestibulum bukalis
dapat ditentukan dengan irregulritas atau lekukan pada arkus. Fraktur pada dinding
dibelakang tuberositas maksila. Dapat dengan insisi atau dengan elevator yang
lateral dan anterior maksila pada sambungan dengan prosesus zygoma akan terlihat
tajam ditusukan menembus mukosa sampai prominen zygoma. Dengan tekanan
secara intraoral dengan gambaran irregularitas dibawah mukosa ketika jari tangan
keatas, kedepan dan keluar atau lateral akan mengangkat zegoma dan
meraba dinding maksila anterior dan lateral. Prominen zygoma intraoral normal
mengembalikan ke posisi semula.
mungkin hilang dan depress yang dalam mungkin teraba dari pergeseran medial
prosesus maksilaris pada zygoma.
2. Pendekatan melalui Sinus Maksilaris
Lohtrop menggunakan pendekatan antrostomi pada turbinate inferior dan
memasukkan trokar berbentuk kurva ke dalam sinus maksilaris dan
dihubungkan dengan dinding superior lateral dan kemudian diputar sehingga
dapat mengakibatkan fraktur zygoma bergerak naik, keluar dan kembali
keposisinya.
4. Pendekatan Dingman
Dibawah pengaruh general anestesi, disuntikan epineprin 1:100 000 kedalam
jaringan didaerah lateral brow dan infraorbita. Dilakukan insisi dilateral brow
kurang lebih 1,5 cm. Insisi yang lain di infraorbita. Dengan menggunakan
elevator , maka sutura zygomatikofrontalis dan zygomatikomaksilaris terekpos.
Elevator dimasukan melalui insisi dibelakang atas lateral menuju margin orbita
kedalam fosa temporalis. Dengan gerakan keatas, kedepan dan keluar maka
segmen fraktur tulang dapat dikembalikan keposisinya. Selama proses reposisi
sigoma dipalpasi dan diarahkan kedalam posisinya kemudian dibuat lobang
dengan bor ditiap tiap sisi fraktur pada sutura zygomatikofrontalis dan
zygomatikomaksilaris. Wire dipasang melalui lubang-lubang dan saling
diikatkan untuk menahan fragmen tulang. Arkus zygoma juga dapaat diangkat
melalui supraorbita.
3. Pendektan Temporal
Pendekatan temporal untuk menangani fraktur zygoma telah dijelaskaan oeh
beberapa ahli ntara lain: Gillies, Kilner dan Stone. Pendekatan temporal sangat
baik dan efektif , melalui pendekatan temporal ini pengungkitan yang kuat dapat
menempatkaan zygoma pada posisi yang diinginkan.
Operasi dilakukan melalui vertical temporal dengan insisi kuranglebih 2 cm di
bagian atas dan belakang hair line. Insisi kemudian diperdalam dari kulit,
subkutan dan fascia temporalis, indentifikasi fascia temporalis, Kemudian
elevator dimasukan sampai temporal zygoma. Sponge diletakan di scalp sebagai
tempat trumpuan untuk pengungkitan. Elevator melewati bagian samping
menuju arkus zygoma dan bukan ke dalam fosa temporalis. Palpasi tulang untuk
menghindari over koreksi.
Fraktur zygoma kominutif 3. Metode Suspensi
1. Packing Sinus Maksilaris Metode ini dikemukakan oleh Kazanjian dan digunakan dalam fraktur yang
Pendekatan sinus maksilaris pada fraktur kominutif zygoma bisa jadi efektif setelah dilakukan reduksi cenderung kambuh lagi. Dibuat ekpose langsung pada
tetapi tidak sering digunakan untuk fraktur zygoma karena bagian kecil dari margin infraorbita dan dengan lubang bor kecil dibuat sepanjang margin
zygoma yang memberi kontribusi pada sinus maksilaris. Jika frakturnya infraorbita zygoma, batas bawah zygoma dapat juga diekpose melalui
berkaitan dengan fraktur maksila yang melibatkan dasar orbita, sinus maksilaris pendekatan intraoral dan dibuat lubang bor, dari kulit ke zygoma , wire
bisa jadi efektif. Manipulasi dasar orbita melalui sinus maksilaris harus dibuat dimsukan kedalam lubang dan ujungnya dikeluarkan dan diputar, lalu diikatkan
sehubungan dengan dasar orbita yang terekpos untuk memperkecil kemungkinan dengan pita karet pada alat.yang ditempatkan didahi.
fragmen tulang yang merusak globe atau saraf orbita. Packing dilakukan melalui
Caldwell-Luc intraoral insisi. Mukoperiosteum diatas canina dari maksila
diangkat, dan jika tidak terjadi fraktur dinding anterior maksila dibuat lubang.
Melalui lubang ini ada kemungkinan mengurangi fragmen zygoma dengan
tekanan keatas dan keluar. Fragmen dasar orbita yang mungkin turun dalam
sinus maksilaris diposisikan dan ditahan dengan packing kuat sinus dengan
salvage-edge gauze.Drain penrose gauze rubber dapat dipergunakan
2. Pendekatan Intraoral
Reduksi fraktur zygoma dapat dilakukan dengan merefleksikan mukoperiosteal
flap dari dinding lateral maksila untuk mengekpose zygomatikomaksilaris
junction. Frktur yang terjepit atau sembuh sebagian dikeluarkan dengan elevator
atau osteotomi. Kemudian dilakukan fiksasi dengan wire.
4. Open Reduksi
Tehnik ini efektif untuk reduksi pada fraktur simple atau komplek fraktur
kominutif. Insisi 1,5 cm melalui alis mata dan kelopak mata subciliary untuk
ekpose dan akses di margin lateral dan inferior orbita lalu dibuat lubang dengan
bor dan wire dipasang untuk fiksasi.
Compound Fraktur kominutif
1. Open Reduksi Dilakukan open reduksi dan fiksasi langsung intraoseus
2. Fiksasi dengan Pin
Brown, Freyer dn McDowell memakai tehnik dengan satu atau lebih pin
(Kirshner wire atau Steinmann pin).
Fraktur Maksila Pemeriksaan Fraktur Maxila
Struktur tulang maksilofasial terdiri dari os maksila, zigomatikus dan etmoid, yang
berperan sebagai pelindung otak. Golden Period luka di wajah 24 jam, sedang
Golden Periode luka di tempat lain sekitar 8 jam. Fraktur maksila umumnya
bilateral. Fraktur unilateral terjadi pada trauma local langsung.
Secara klinik wajah tampak bengkak, mata tertutup karena hematom, ingus
berdarah dan seringkali disertai gangguan kesadaran. Pemeriksaan local dilakukan
dengan inspeksi dan palpasi ekstraoral maupun intraoral. Inspeksi diperhatikan
adanya asimetri muka, udeem, hematom, trismus, dan nyeri spontan serta
maloklusi. Fraktur maksilofacial biasanya disertai udeem dan hematom sehingga
muka tampak sangat bengkak. Terapi dengan . Fiksasi dan immobilisasi selama 6-
8 minggu.
LeFort membedakan fraktur maksilofacial menjadi 3 macam yaitu :
1. LeFort III Fraktur 1/3 atas dengan batas tepi atas orbita yaitu bagian os
frontalis , craniofacial dysjunction / melintasi fissura orbitalis
superior os disjuction) ethmoidalis dan os nasalis
2. LeFort II Fraktur 1/3 tengah yang dibatasi oleh tepi atas orbita dan tepi bawah
baris gigi atas yaitu bagian maksila. fraktur berbentuk piramid / Fraktur Mandibula
melintasi posterolateral sinus maxilaris dan uperomedial Mandibula merupakan tulang berbentuk U yang dapat bergerak, terdiri dari
sulcus infraorbitalis corpus, dua ramus dan berhubungan dengan tengkorak bilateral pada sendi
3. LeFort I Faktur 1/3 bawah yang meliputi daerah mandibula. fraktur temporomandibuler; dilekatkan pada tulang-tulang wajah oleh otot dan ligamen.
berbentuk horizontal / pada Superior proc. Alveolaris melewati Juga berhubungan dengan maksila oleh gigi-geligi
septum nasi
Pada anamnesa biasanya ada riwayat trauma baik langsung maupun tidak langsung, Derajat berat ringannya fraktur
gangguan oklusi dan kemungkinan disertai fraktur servikal. Pemeriksaan dengan X- - Simple fracture : tidak ada kontak tulang yang fraktur dengan dunia luar. Di
foto panoramic / OPG untuk melihat fraktur halus dan pergeseran tulang yang sini tidak ada diskontinuitas struktur jaringan lunak sekitarnya.
minimal, juga pada fraktur condylus mandibula. - Compound fracture : fraktur di mana terdapat kerusakan kulit atau mukosa
Prinsip penanganan fraktur mandibula adalah reduksi dan imobilisasi fragmen dan struktur sekitarnya dengan hubungan langsung tempat fraktur dengan
fraktur secara dini , bertujuan untuk memperbaiki anatomis dan mengurangi nyeri. dunia luar.
Konservatif dengan Burton Sling pada anak usia < 10 tahun.
Operatif Penyebab fraktur
- Reposisi terbuka dilakukan jika didapatkan lokasi fraktur pada bagian - Trauma langsung : benturan pada tempat fraktur yang menimbulkan
belakang, fiksasi mandibula-maksila gagal, pada pasien retardasi mental, diskontinuitas tulang
pasien asma, pasien miastenia gravis, atau dengan fraktur kominutif. - Trauma tidak langsung : benturan pada sisi yang berlawanan dari rahang
-
Reposisi tertutup dilanjutkan dengan imobilisasi menggunakan interdental bawah atau terdapat jarak dengan tempat fraktur
fixation/wiring dan intermaxillary fixation/wiring dengan atau tanpa arch
bar. Ada tidaknya gigi pada segmen mandibula
- Klas I : terdapat gigi pada kedua sisi garis fraktur
- Klas II : gigi hanya terdapat pada satu sisi dari garis fraktur
- Klas III : tidak terdapat gigi pada kedua sisi garis fraktur
Gambaran Klinis
1. Nyeri timbul pada gerakan dan dijumpai segera setelah fraktur karena
trauma dari nervus alveolaris inferior dan jaringan lunak sekitarnya.
2. Nyeri tekan nyeri tekan hebat pada tempat fraktur. membantu menentukan
lokasi fraktur
3. Disability. Pasien tidak dapat membuka mulutnya dan menolak makan
makanan yang biasa karena merasa tidak nyaman
4. Edema. Pembesaran jaringan lunak pada tempat fraktur sebagai hasil
perdarahan dan edema. Segera setelah trauma biasanya terdapat distorsi dan
pembesaran jaringan lunak sekitarnya.
5. Ekimosis. Perdarahan dapat terlihat sebagai ekimosis atau hematom jaringan
lunak pada tempat fraktur
6. Deformitas. Karena segmen fraktur dislokasi, pasien sulit untuk membuka
atau menutup mulutnya
7. Gerakan abnormal.
Pada fraktur condylus dengan pergeseran, waktu pasien mencoba membuka
mulutnya mandibula dapat bergeser ke sisi yang terlibat. Hal ini karena non
fungsi muskulus pterygoideus lateralis pada tempat fraktur.
8. Krepitasi. Pasien merasa mendengar suara yang mengganggu pada gerakan
mandibula
Pada pemeriksaaan harus diperhatikan adanya asimetri dan maloklusi. Pada palpasi 9.
Salivasi. Nyeri dan nyeri tekan merangsang hiperaktivitas kelenjar ludah
teraba garis fraktur dan mungkin terdapat mati rasa bibir bawah akibat kerusakan n. 10.
Bau mulut. Karena tidak ada aktifitas gerakan normal saat mengunyah,
mandibularis. Fraktur pada umumnya akan disertai dislokasi fragmen tulang sesuai setelah satu atau dua hari debris tertimbun di sekeliling gigi. Makanan, jendalan
dengan tonus otot yang berinsersi ditempat tersebut. Pada fraktur daerah dagu, otot darah, jaringan mati dan mucus menyebabkan pertumbuhan bakteri.
akan menarik fragmen tulang kearah dorsokaudal, sedangkan fraktur bagian lateral
tulang akan tertarik kekranial. Fraktur pada bagian tulang yang menyangga gigi Dia g nosis fraktur mandibula dibuat dg satu atau lebih temuan klinis berikut :
dapat difiksasi dengan kawat interdental untuk menjamin pulihnya oklusi dengan
1. Gerakan pada tempat fraktur.
baik. Jika tidak dapat dilakukan dengan pemasangan kawat, diperlukan reposisi dan
Manipulasi bimanual menimbulkan gesekan pada tempat fraktur khususnya
fiksasi terbuka dengan osteosintesis.
corpus mandibula. Satu tangan memegang ramus mandibula, sedang tangan
yang lain menggerakkan simphisis mandibula. Fraktur akan tampak dengan
Pemeriksaan Fraktur Mandibula adanya gerakan dan rasa tidak nyaman.
2. Maloklusi.
Mungkin temuan yang paling sering didapatkan pada fraktur mandibula adalah
maloklusi.
3. Disfungsi.
Pasien sulit untuk menggunakan rahang bawahnya dan akan meminta makanan
lunak yang hanya memerlukan gerakan minimal rahang bawah saat
mengunyah. Berbicara sulit karena nyeri atau karena gerakan mandibula.
4. Krepitasi.
Hal ini dapat ditunjukkan dengan manipulasi tempat fraktur, tetapi tidak sering
digunakan karena ketidaknyamanan pasien.
5.
Bengkak pada tempat fraktur.
Bengkak biasanya cepat membesar dan berhubungan dengan ekimosis dan
hematom subkutan.
6.
Nyeri tekan di atas tempat fraktur.
Teutama daerah sendi temporomandibuler, merupakan dugaan kuat adanya
fraktur.
PEMERIKSAAN RADIOLOGIS PENATALAKSANAAN
Evaluasi radiologis rutin yang standar digunakan pada mandibula adalah proyeksi Pertimbangan utama dalam penanganan fraktur mandibula adalah mengembalikan
postero-anterior (PA), lateral, dan lateral oblik kiri dan kanan. Bila ada indikasi fungsi mandibula dan efisiensi mastikasi gigi. Prinsip-prinsip penanganan fraktur
dapat ditambahkan proyeksi dari sendi temporomandibuler, panoramic, yaitu :
submentovertek dan Townes, serta intraoral dental. 1. Mengembalikan fragmen tulang yang fraktur ke posisi anatomis
Proyeksi PA dapat memperlihatkan ramus ascenden, angulus dan corpus 2. Memfiksasi fragmen tulang yang fraktur pada posisinya sampai proses
mandibula dari depan. Karena ada superimposisi dengan vertebra cervical, penyembuhan selesai
gambaran simphisis mandibula tidak begitu jelas. 3. Mengendalikan infeksi
Proyeksi lateral oblik merupakan proyeksi konvensional yang paling sering Fraktur Mandibula Klas I
digunakan. Proyeksi ini dapat memperlihatkan corpus mandibula, termasuk Fiksasi segmen fraktur dapat dilakukan tanpa fiksasi intermaksila dengan
alveolus, angulus,dan ramus ascenden, serta condylus dan processus coronoideus menggunakan beberapa metode sederhana.
mandibula. Bagian kanalis mandibularis yang berisi nervus alveolaris inferior 1. Horizontal I nterdental W iring
juga terlihat. Proyeksi lateral memberikan informasi terbatas, karena Fraktur dapat direduksi secara manual dan disatukan bersama dengan
superimposisi dengan kedua bagian mandibula. Proyeksi ini dapat mengetahui menggunakan stainless steel wire ukuran 25, dipilin di sekitar leher dari beberapa
simetri pertumbuhan mandibula dan hubungan dasar tengkorak dengan gigi pada kedua sisi fraktur.
mandibula.
Radiografi intraoral dilakukan dengan paket film gigi kecil. Ada tiga proyesi
dasar intraoral : periapical, bitewing, dan occlusal. Bila ada kecurigaan fraktur,
proyeksi occlusal merupakan pemeriksaan yang paling penting karena tampak
gambaran permukaan anterior dan posterior simphisis.
Pertama awal pada kasus fraktur maksilofasial berpatokan pada prinsip-prinsip ATLS, Airway
dengan proteksi servikal, Breathing dengan ventilasi dan oksigenisasi, Circulation dengan
kontrol perdarahan dan pemeriksaan neurologis singkat. Penanganan dini pada fraktur
maksilofasial bergantung pada dimana lokasi, jenis, pergeseran fraktur.
Operatif
- Klas I & II Inter Dental Wire / IDW
- Klas III pasang plate (trans osseous wiring / TOW)
Infeksi pada garis fraktur merupakan kontra indikasi
LUKA
Luka adalah terjadinya diskontinuitas jaringan yang disebabkan oleh trauma dari
luar. Secara umum luka pada kulit dibedakan menjadi dua macam yaitu: luka
terbuka bila terjadi kerusakan kulit dan ini masih didiskripsikan lebih lanjut
mengenai keadaannya bersih atau kotor, kulitnya hilang atau tidak. Luka tertutup
bila terjadi diskkontinuitas jaringan tanpa kerusakan kulit penutup diatasnya.
Terminologi pada luka terbuka atau tertutup yang disertai dengan penjelasan
tambahan sudah cukup menggambarkan tentang luka tersebut dan tindakan yang
akan dilakukan.
Dalam keadaan normal penyembuhan luka melalui 3 tahap yaitu :
1. Fase Inflamasi (0 5 hari).
Pada fase inflamasi ini terjadi reaksi vaskuler, reaksi seluler dan reaksi humoral.
Pada reaksi vaskuler terjadi vasokonstriksi dan retraksi ujung pembuluh darah
yang terputus serta terjadi hemostasis karena adanya trombosit yang keluar dari
pembuluh darah yang saling melengket dan bersama-sama benang fibrin akan
terjadi pembekuan darah. Pada reaksi seluler terjadi gerakan lekosit menembus
pembuluh darah (diapedesis ) menuju ke luka karena adanya daya kemotaksis.
Lekosit mengeluarkan enzim hidrolitik yang membantu mencerna bakteri dan
kotoran luka,kemudian difagosit oleh adanya sel polimorfonuklear.
Imunutas seluler dilakukan oleh limfosit T yang menghasilkan limfokin, yaitu
suatu zat yang merangsang aktivitas sel fagosit.Sedangkan pada reaksi humoral
merupakan reaksi yang melibatkan system komplemen dan antibady. Sistem
komplemen terdiri dari beberapa komponen protein plasma yang menyebabkan
reaksi biologik berantai. Antibodi adalah imunoglobulin yang dihasilkan oleh
limfosit B akibat rangsangan spesifik antigen.