Anda di halaman 1dari 7

KAMPUNG NAGA, DESA NEGLASARI, KECAMATAN KAWALU,

KABUPATEN TASIKMALAYA, JAWA BARAT

A. LATAR BELAKANG

Kampung Naga di ambil dari bahasa Sunda yaitu dari kata Nagawir = tebing,
karena kampung Naga dikelilingi oleh tebing-tebing. Kampung Naga ini terutup dari
segala aktivitas modern serta menjaga adat istiadat dan mengikuti aturan-aturan
terdahulunya. Kampung Naga merupakan kampung adat yang masih bertahan di
Indonesia selain Baduy. Sampai saat ini kampung Naga masih menutup diri dari aktivitas
modernisasi, seperti ; tidak menggunakan listrik dalam segala aktivitasnya, serta
teknologi kecuali ; Televisi dan handphone yang di gunakan sebagai sumber informasi
dan komunikasi, akan tetapi mereka tidak menggunakan listrik, melainkan Aki sebagai
pengganti listrik.

Kampung Naga ini sudah berdiri 500 tahun yang lalu, kampung ini pernah di
bakar oleh DI-TII pada tahun 1956. Seluruh rumah dan peninggalan purbakala serta
buku-buku sejarah lenyap dilahap si jago merah. Pada tahun 1957 kampung Naga di
bangun kembali. Kampung Naga dapat ditempuh dengan cara berjalan kaki 2 Km dari
jalan raya, jalannya berupa tangga yang banyaknya sekitar 439 anak tangga. Kampung
Naga terdapat 2 hutan larangan yang tidak boleh di tebang maupun di datangi oleh
masyarakat dalam maupun luar kampung Naga itu sendiri. Di kampung Naga terdapat
112 bangunan, 109 rumah dan 3 bangunan berupa Masjid, lambung padi serta balai
pertemuan. Disana terdapat 314 orang yang terdiri dari 109 kepala keluarga.

B. BUDAYA

Budaya pada kampung naga sama dengan budaya kampung adat sunda lainnya,
yaitu mengutamakan gotong royong. Contohnya bergotong royong dalam membangun
rumah, dalam pekerjaan. Kaum laki-laki biasanya bekerja seperti berkebun sedangkan
kaum wanita banyak berdiam dirumah, karena mereka mengerjakan pekerjaan rumah
seperti mencuci, membersihkan rumah dll.

Religi Masyarakat Kampung Naga adalah penganut agama Islam. Tidak ada
perbedaan dengan penganut Islam lainnya, hanya saja sebagaimana masyarakat adat
lainnya, mereka juga sangat patuh memegang adat istiadat dan kepercayaan nenek
moyangnya. Bagi masyarakat Kampung Naga, agama dan adat merupakan kendali dalam
mengatur kehidupan mereka. Ketaatan mereka kepada agama merupakan kewajiban yang
diturunkan leluhur mereka. Dan ini berarti juga bentuk ketaatan mereka kepada adat
istiadat yang selama ini mereka pegang teguh.

C. SOSIAL

Meskipun teknologi abad 21 menunjukkan perkembangan yang hebat, masyarakat


yang mendiami kampung disebuah lembah di antara pegunungan dan sungai itu
mempertahankan adat yang diamanatkan leluhur mereka. Ketika dibanyak tempat
berbagai kemudahan informasi, transfortasi, dan berbagai peralatan canggih mudah
ditemui, tidak demikian di Kampung Naga. Masyarakat Kampung Naga selalu mengikuti
perkembangan, tetapi mereka selalu memfilternya, mana yang dapat diterima oleh mereka
di masyarakat Kampung Naga. Aturan adat merupakan harga mati yang tidak boleh
dilanggar maupun diubah atau dicampuradukkan dengan adat dan budaya luar.

Warga kampung itu menjalankan aturan yang ada saat menjalani kehidupan
sehari-hari dengan tenteram dan damai walaupun banyak orang modern yang kerap
mengunjungi kampung mereka. Salah satu perkembangan teknologi yang tidak dapat
diterima masyarakat kampung Naga adalah jaringan Listrik. Pemerintah daerah setempat
berulang kali menawarkan fasilitas tersebut, namun masyarakat kampung Naga tetap
menolak. Menurut salah satu warga kampung Naga, penolakan itu sederhana, agar tidak
ada kecemburuan sosial di sana.

Pada orang tua di kampung itu meyakini, jika jaringan listrik masuk ke
permukiman yang memiliki 112 rumah adat, diantaranya bale tempat perkumpulan dan
masjid, maka kehidupa mereka akan berubah. Keberadaan listrik dikhawatirkan
perubahan gaya hidup mereka, misalnya ; rasa ingin memiliki kebutuhan hidup yang
serba canggih, listrik membuat anggota masyarakat yang memiliki uang membeli
peralatan rumah tangga yang serba menggunakan listrik, termasuk televisi berwarna.
Masyarakat kampung Naga, tidak menolak keberadaan pesawat televisi dan sebagian
warga memiliki televisi untuk sekedar mengetahui informasi dari luar. Itu pun hitam putih
yang listriknya dari aki. Di kampung ini aki diperbolehkan, kecuali listrik.

Selain menolak jaringan listrik, masyarakat kampung Naga juga menolak


masuknya perlatan memasak seperti kompor gas. Program pengalihan ke kompor gas,
yang digagas pemerintah untuk mengurangi subsidi bahan bakar, ditolak kampung itu.
Warga kampung Naga mempertahankan kebiasaan memasak dengan menggunakan
tungku dengan bahan bakar kayu. Bagi mereka, tungku itu merupakan peninggalan orang
terdahulu kampung Naga dalam cara memasak. Jika memasak dengan tungku ini di
tinggalkan, bagaimana kita dapat mengenalkan pada anak cucu mereka bahwa dulu itu
memasak dengan tungku.

Warga kampung Naga merupakan penganut Islam yang taat menjalankan ibadah
shalat lima waktu dan kewajiban lainnya, seperti puasa di bulan Ramadhan, mereka
membantah pemberitaan di media massa elektronik dan cetak yang menyebutkan bahwa
masyarakat kampung Naga menunaikan shalat lima waktu hanya pada hari jumat. Pada
sisi lain, masyarakat adat kampung Naga tidak menghilangkan adat dan budaya leluhur
dengan mengadakan upacara ritual ke makam yang berada di hutan yang di sakralkan
masyarakat. Di makam leluhur bernama Sembeh Dalem itu biasa dilakukan ritual jiarah
enam kali dalam setahun, dengan kegiatan upacara adat di hutan larangan dan tidak
sembarangan orang dapat masuk kesana.

Kampung Naga juga terdapat rumah adat bernama Bumi Ageung, yaitu tempet
benda-benda peninggalan leluhur. Rumah itu disakralkan, hanya orang tertentu seperti
kuncen dan sesepuh yang dapat masuk. Larangan tersebut, dijaga dengan ketat, tidak ada
yang boleh melanggar tanpa terkecuali. Jika ada pengunjung yang tetap memaksa untuk
melanggar, maka mereka akan di keluarkan dari kampung Naga tersebut.

Sedangkan mengenai pendidikan, warga kampung Naga diizinkan menempuhnya


hingga pendidikan tinggi. Pendidikan menurut mereka, merupakan sesuatu yang dianggap
penting untuk kemajuan bangsa Indonesia. Dengan itu, anak-anak sekolah dari luar
diizinkan menginap untuk mengenal kegiatan siang dan malam serta mengetahui budaya
di kampung Naga.
D. EKONOMI & MATA PENCAHARIAN

Pada dasarnya, perekonomian Kampung Naga ditunjang oleh lima sektor, yaitu

1. Pertanian
2. Peternakan
3. Kerajinan tangan
4. Penerjemah
5. Pariwisata

E. TATANAN MASA DAN RUANG LUAR

Tatanan massa di kampung naga ini, rumah satu dengan lainnya berdekatan,
dengan bertujuan supaya interaksi sesama tetangga tetap terjaga.

Di tengah-tengah kampung terdapat bale dan masjid, dan di depannya


terdapat lapangan untuk tempat beraktifitas warga, seperti acara adat, gotong
royong, kumpul warga, penerimaan tamu, menjemur padi dan anak-anak bermain
F. PENGAMATAN BLOCK PLAN: ORIENTASI MASA, ARSITEKTUR TROPIS

Orientasi bangunan pada kampung naga yaitu Bubung atap menghadap barat-timur.
Rumah menghadap ke barat-timur dengan pintu di bagian utara-selatan yaitu di sisi panjang.

Arsitektur Tropis sangat berpengaruh di Indonesia, di kampung naga arsitektur tropis banyak
digunakan, ini untuk mencapai tujuan yaitu kenyamanan rumah dalam kondisi alam yg ekstrim.

Dalam terik matahari, suasana di dalam rumah tetap sejuk sedangkan di malam hari suhu
ruangan tetap hangat. Ini dikarenakan material yg digunakan seperti dinding anyam yg memiliki banyak
celah sehingga udara bisa masuk, selain itu rumahnya yang berkonsep rumah panggung memungkinkan
udara masuk dari lantai melalui celah-celah kayu lantai. Lantai palupuh pada dapur memberi kesejukan di
dapur disamping kepraktisan dan kemudahan perawatan. Pada Bagian dapur diberi beberapa bukaan
agar asap dari tungku bisa keluar.

G. KONSEP RUANG DALAM (KELENGKAPAN)

Penghormatan kepada Dewi Sri menyebabkan perletakan goah (ruang tempat


menyimpan beras) dianggap sebagai ruang utama pada sebuah rumah.

Goah diletakkan di sisi barat atau timur sesuai weton (hari lahir) dari istri.

DENAH
Keterangan :

1. Tepas : ruang tempat menerima tamu

2. Pangkeng : ruang tidur

3. Tengah imah : ruang keluarga & r.tidur anak2.

4. Pawon : dapur, tempat makan dan mengobrol.

4a. Hawu : tempat memasak/ kompor.

5. Goah : sbg ruang utama, tempat menyimpan


padi & beras

6. Golodog : undakan
H. STRUKTUR DAN KONSTRUKSI

Struktur dan kontruksi rumah kampung naga pada awalnya hanya berupa sambungan
antar kayu yang dikaitkan dengan teknik kayu pasak. Namun setelah terjadi penyerangan
DI/TII sebagian besar rumah warga menjadi rusak, agar lebih kokoh dari sebelumnya
sehingga konstruksi bangunan menggunakan sambungan dengan paku. Selain lebih kokoh,
penggunaan paku ini juga membuat pembangunan rumah yang rusak menjadi lebih cepat.

Struktur utama dibagi 2 yaitu upper structure dan sub structure. Jika dijabarkan
dari atas yaitu mulai dari atap, dinding, dan kolom berupa tiang kayu albasia 10x10cm.

Sedangkan untuk sub structure jika dijabarkan yaitu lantai berupa papan kayu,
balok berupa golodog bambu, dan pondasi umpak batu kali yang dipahat.

Jika digambarkan maka kerangka struktur rumah di kampung naga ini akan
terlihat seperti gambar di atas. Di bagian depan terdapat teras berupa papan kayu yang
dibuat menanjak melalui beberapa anak tangga.
Atap berbentuk julang ngapak, yaitu atap pelana memanjang dengan kedua sisi
yang diperpanjang sehingga berbentuk seperti sayap burung. Untuk membuat rangka
atapnya, kayu diikat dengan tali Ijuk atau tali rotan. Penutup atap ada 2 lapis, lapisan
yang di dalam adalah ilalang dan lapis terluar adalah ijuk.

Terdapat cagak gunting di ujung atap, mengarah ke timur dan barat dan terbuat
dari bambu berukuran 50 cm yang dilapisi ijuk. Cagak gunting dibuat sebagai lambang
perdamaian dan pelindung dari malapetaka

Menggunakan pondasi umpak/tapakan. Terbuat dari batu sungai yang dipahat


dengan tinggi 50 cm. Ukuran bagian atas sebesar 20x20 cm, sedangkan di bawah
sebesar 30x30 cm. Pondasi ini hanya diletakan begitu saja di atas tanah, lalu rumah
langsung diletakan juga di atas batu tersebut.

Anda mungkin juga menyukai