Anda di halaman 1dari 6

- Allo anamnesis atau Hetero anamnesis, merupakan anamnesis yang didapat dari

orang tua atau sumber lain yang dekat dan tahu betul tentang riwayat pasien.
Heteroanamnesis/alloanamnesis
o Wawancara tidak langsung kpd pasien
o Melalui sumber lain (orang tua/wali,dll
o Data subjektif tetapi optimal
o Perlu keahlian yg mendalam
o Kemungkinan ada bias sekunder
o Suasana yang tenang/tidak emosi
o Penting untuk menegakkan diagnosis
HETEROANAMNESIS DILAKUKAN PADA KEADAAN
1. Anak-anak yg blm mampu menceritakan keluhannya
2. Pasien dg gangguan kesadaran
3. Pasien yg tdk kooperatif (depresi, murung,negativistik)
4. pasien dg gangguan bicara dan atau dg gangguan pendengaran
5. Pasien dg gangguan psikotik
6. Pasien dg inteligensia yg sangat rendah

- Rinoskopi Anterior adalah pemeriksaan rongga hidung dari depan dengan memakai
spekulum hidung. Tangan kiri memegang speculum dengan ibu jari (di atas/depan) dan
jari telunjuk (dibawah/belakang) pada engsel speculum. Jari tengah diletakan dekat
hidung, sebelah kanan untuk fiksasi. Jari manis dan kelingking membuka dan menutup
spekulum. Speculum dimasukkan tertutup ke dalam vestibulum nasi setelah masuk baru
dibuka. Tangan kanan bebas : dapat membantu memegang alat-alat pinset dan kait dsb,
menahan kepala dari belakang/tengkuk atau mengatur sikap kepala. Melebarkan nares
anterior dengan meregangkan ala nasi. Melihat jelas dengan menyisihkan rambut hidung.
Hal-hal yang harus diperhatikan pada rinoskopi anterior :
Mukosa. Dalam keadaaan normal berwarna merah muda, pada
radang berwarna merah, pada alergi pucat atau kebiruan (livid)
Septum. Normalnya terletak ditengah dan lurus, perhatikan apakah
terdapat deviasi, krista, spina, perforasi, hematoma, abses, dll.
Konka. Perhatikan apakah konka normal (eutrofi), hipertrofi,
hipotrofi atau atrofi
Sekret. Bila ditemukan sekret perhatikan jumlah, sfat dan lokalisasinya
Massa.

- Kondisi sputum yang baik ada 5 kriteria yang didapatkan ketika menerima spesimen
sputum yaitu :
1. Purulen yaitu kondisi sputum dalam keadaan kental dan lengket.
2. Mukopurulen yaitu kondisi sputum dalam keadaan kental, berwarna
kuning kehijauan.
3. Mukoid yaitu kondisi sputum dalam keadaan berlendir dan kental.
4. Hemoptisis yaitu kondisi sputum dalam keadaan bercampur darah.
5. Saliva yaitu Air liur.
Nasus Eksternus
Tersusun atas kerangka kerja tulang, katilago hialin, dan jaringan fibroareolar.
Nasus eksternus mempunyai ujung bebas, melekat pada dahi melalui radiks nasi.
Terdiri atas:
1. Apeks nasi: bagian paling anterior dari hidung atau ujung hidung
2. Dorsum nasi: dinding anterior medial hidung.
3. Radix nasi: bagian superior dari hidung atau
pangkal hidung
4. Kolumela
5. Basis nasi: dasar hidung
6. Nares:lubang hidung
7. Ala nasi: bagian inferior lateral hidung.
-

penanggulangan KLB difteri


Penanggulangan KLB Difteri ditujukan pada upaya pengobatan penderita untuk mencegah
komplikasi yang berat serta sekaligus menghilangkan sumber penularan.
Penyelidikan Epidemiologi KLB
Penyelidikan Epidemiologi dilakukan terhadap setiap adanya 1 kasus difteri, baik dari rumah
sakit , puskesmas maupun masyarakat, yang bertujuan untuk menegakkan diagnosis,
memastikan terjadi KLB dan menentukan kasus tambahan serta kelompok rentan.

- Pelacakan kasus : Pelacakan kasus ke lapangan sangat penting karena kemungkinan


akan didapatkan kasus tambahan. Setiap kasus difteri dilakukan pelacakan dan dicatat
dalam formulir penyelidikan KLB difteri Pelacakan ke lapangan sebaiknya segera
setelah mendapatkan informasi dari rumah sakit atau sumber lainnya.
- Identifikasi kontak: Pada Kontak serumah, dilakukan dengan didatangi dengan
menggunakan form pelacakan difteri, seluruh anggota keluarga diperiksa dan diambil
apusan tenggorokan atau apusan hidung. Bagi yang menunjukkan gejala klinis difteri
segera dirujuk ke rumah sakit. Sedangkan pada Kontak sekolah/ tetangga, dilakukan
dengan mengunjungi teman sekolah dan teman bermain atau tetangga terdekat indek
kasus terutama pada kontak yang ditemukan tanda-tanda faringitis atau pilek-pilek
dengan ingus kemerahan, maka segera dilakukan pemeriksaan spesimen/swab
tenggorokan. Guru sekolah dapat dimintakan bantuan melaku kan pengamatan
terhadap anak sekolah yang menunjukkan gejala agar segera melaporkan ke petugas
kesehatan

Penanggulangan KLB
Penanggulangan KLB difteri ditujukan pada upaya pengobatan penderita untuk mencegah
komplikasi yang berat serta sekaligus menghilangkan sumber penularan. Imunisasi diberikan
untuk memberikan perlindungan pada kelompok masyarakat rentan.
Adanya satu kasus difteri mengharuskan upaya pencarian kasus lain pada kelompok rentan
yang dicurigai, terutama kontak serumah, tetangga, teman sepermainan, teman sekolah atau
tempat bekerja, serta upaya pencarian sumber penularan awal atau tempat kemungkinan
adanya carrier. Disamping identifikasi kasus baru lainnya, identifikasi cakupan imunisasi
pada bayi dan anak sekolah selama 5-10 tahun terakhir perlu dilakukan dengan cermat.

Terdapat beberapa standar penanganan difteri, baik pada penderita, kontak dan lingkungan
sekitar, antara lain sebagai berikut :

- Setiap ada kasus diduga difteri harus segera dilaporkan kepada petugas kesehatan
setempat. Alur pelaporan kasus difteri dari sarana pelayanan kesehatan adalah dari
puskesmas ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota berupa laporan W1 yang harus
dilaporkan dalam jangka waktu 1 x 24 jam baik berupa lisan maupun tulisan, serta
harus dilaporkan dalam laporan mingguan (W2). Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
melaporkan ke Dinas Kesehatan Propinsi dan selanjutnya ke Kementerian Kesehatan.
Kecepatan dalam melaporkan kasus sangat menentukan kecepatan dan ketepatan
dalam penanganan kasus.
- Dilakukan Isolasi: Isolasi ketat dilakukan terhadap penderita difteri faringeal. Isolasi
untuk difteri kulit dilakukan terhadap kontak hingga 2 kultur dari sampel tenggorokan
dan hidung (dan sampel dari lesi kulit pada difteri kulit hasilnya negatif tidak
ditemukan baksil. Jarak 2 kultur ini harus dibuat tidak kurang dari 24 jam dan tidak
kurang dari 24 jam setelah penghentian pemberian antibiotika. Jika kultur tidak
mungkin dilakukan maka tindakan isolasi dapat diakhiri 14 hari setelah pemberian
antibiotika yang tepat.
- Dilakukan desinfeksi serentak: Dilakukan terhadap semua barang yang dipakai
oleh/untuk penderita dan terhadap barang yang tercemar dengan discharge penderita.
- Dilakukan tindakan karantina: Karantina dilakukan pada saat terjadi KLB terhadap
orang dewasa yang dinyatakan karier dan pekerjaannya berhubungan dengan
mengolah makanan (khususnya susu) atau terhadap mereka yang dekat dengan anak-
anak yang belum diimunisasi. Mareka harus diistirahatkan sementara dari
pekerjaannya sampai mereka selesai diobati dengan antibiotika yang dianjurkan dan
pemeriksaan bakteriologis menyatakan bahwa mereka bukan karier.
- Melakukan manajemen Kontak: Semua kontak dengan penderita harus dilakukan
kultur sampel hidung dan tenggorokan dan harus diawasi selama 7 hari. Selama
pengawasan kepada semua orang yang tinggal serumah dengan penderita difteri tanpa
melihat status imunisasi mereka, diberikan Profilaksis dosis tunggal Benzathine
Penicillin atau Erythromycin selama 7-10 hari. Khusus untuk kontak yang menangani
makanan atau menangani anak-anak sekolah harus dibebaskan untuk sementara dari
pekerjaan tersebut hingga hasil pemeriksaan bakteriologis menyatakan mereka bukan
karier.
- Untuk meningkatkan imunitas kontak, jika kontak pernah mendapat imunisasi dasar
lengkap dan jarak booster sudah lebih dari lima tahun, maka pada saat ada kasus
difteri harus dibooster, sedangkan bagi kontak yang belum pernah diimunisasi, untuk
meningkatkan kekebalan, pemberian imunisasi pada kontak harus dipilah berdasar
usia apakah dengan vaksinasi: Td, DT, DPT, DtaP atau DPT-Hib
- Dilakukan penyelidikan epidemiologi : setiap ada 1 kasus difteri baik di rumah sakit,
puskesmas maupun masyarakat harus dilakukan penyelidikan epidemiologi yang
bertujuan untuk menegakan diagnosis, memastikan terjadi KLB dan menemukan
kasus tambahan serta kelompok rentan
- Melakukan pengobatan spesifik: Jika diduga kuat bahwa seseorang menderita difteri
didasarkan kepada gejala klinis maka antibodi ADS 40.000 unit IM atau IV harus
diberikan setelah sampel untuk pemeriksaan bakteriologis diambil tanpa harus
menunggu hasil pemeriksaan bakteriologis tersebut. Penanganan pasien tersangka
difteri harus diberi penisilin prokain dengan dosis 50.000 unit/kgBB secara IM setiap
hari selama 7 hari.

Sedangkan prosedur penanggulangan wabah, antara lain dilakukan dengan :


- Program imunisasi yang sudah dilakukan pada saat ini harus lebih ditingkatkan seluas
mungkin terhadap kelompok yang mempunyai risiko terkena difteri karena telah
terbukti memberikan perlindungan bagi bayi dan anak-anak prasekolah. Jika wabah
terjadi pada orang dewasa, imunisasi dilakukan terhadap orang yang paling berisiko
terkena difteri. Imunisasi diulang sebulan kemudian untuk memperoleh sekurang-
kurangnya 2 dosis.
- Penyelidikan epidemiologi untuk mengidentifikasi mereka yang kontak dengan
penderita dan mencari orang-orang yang berisiko. Di lokasi yang terkena wabah dan
fasilitasnya memadai, lakukan penyelidikan epidemiologi terhadap kasus yang
dilaporkan untuk menetapkan diagnosis dari kasus-kasus tersebut dan mengetahui
biotipe dan toksisitas dari Corynebacterium diphtheriae.

Analisis Situasi
Merebaknya kasus difteri menimbulkan beberapa pertanyaan bagi klinisi yang harus dikaji
mengapa hal tersebut dapat terjadi.
1. Cakupan imunisasi gagal mencapai target
Apakah cakupan imunisasi DPT tidak cukup tinggi untuk mencegah penularan
difteri? Data cakupan imunisasi di Indonesia sangat bervariasi bergantung dari mana
dan oleh siapa survei tersebut dilakukan (78%-90%). Pencatatan yang dilaksanakan
kurang akurat sehingga menghasilkan data yang kurang akurat pula. Catatan pada KMS
atau Buku Catatan Kesehatan Anak tidak diisi dengan baik oleh petugas kesehatan yang
melakukan imunisasi dan tidak disimpan dengan baik oleh orang tua, sehingga sulit
diketahui apakah imunisasi anaknya sudah lengkap atau belum.
Adanya negative campaign sebagai gerakan anti imunisasi yang marak akhir-akhir ini
telah menyebabkan banyak orang tua menolak anaknya diimunisasi. Program imunisasi
sebagai program nasional seharusnya diikuti dan dilaksanakan oleh semua masyarakat.
Maka kelompok anti vaksinasi perlu diatasi dengan cara pendekatan tersendiri dan
terencana.
2. Imunisasi gagal membentuk antibodi secara maksimal pada anak
Apakah imunisasi tidak lengkap? Apakah imunisasi ulangan tidak diberikan? Vaksin
DPT merupakan vaksin mati sehingga untuk mempertahankan kadar antibodi menetap
tinggi di atas ambang pencegahan, sangat diperlukan kelengkapan ataupun pemberian
imunisasi ulangan. Imunisasi DPT lima kali harus dipatuhi sebelum anak berumur 6
tahun.

Apakah petugas kesehatan tidak memberikan imunisasi pada anak yang menderita
sakit ringan sehingga mengakibatkan pemberian imunisasi tidak sesuai jadwal
atau bahkan tidak diberikan? Kontra indikasi absolut imunisasi adalah defisiensi
imun dan pernah menderita syok anafilaksis pada imunisasi terdahulu. Sedangkan
demam tinggi atau sedang dirawat karena penyakit berat merupakan kontra indikasi
sementara, sehingga anak tetap harus diimunisasi apabila telah sembuh. Jangan sampai
terjadi missed opportunity untuk memberikan imunisasi hanya karena alasan anak
sering sakit.

Apakah cold chain di semua fasilitas kesehatan telah diperhatikan dengan baik? Vaksin
Bio Farma yang dipergunakan untuk program imunisasi nasional telah dilengkapi
dengan vaccine vial monitor (VVM) yang ditempelkan pada botol vaksin untuk monitor
suhu vaksin. Petugas medis diharapkan memperhatikan VVM, tanggal kadaluwarsa dan
keadaan vaksin (endapan, gumpalan) sebelum disuntikkan. Penyimpanan dan
transportasi vaksin harus memperhatikan prosedur baku cold chain, karena vaksin
DPT akan rusak bila membeku atau dibawah 20 C, atau terpapar suhu di atas 80 C. Hal
tersebut perlu mendapat perhatian para petugas kesehatan baik di rumah sakit, rumah
bersalin, ataupun klinik pribadi.

Penanggulangan dari aspek pencegahan


Upaya pencegahan harus dilakukan bersama-sama dengan tindakan deteksi dini kasus,
pengobatan kasus, rujukan ke rumah sakit, mencegah penularan, dan memberantas karier.
Upaya pencegahan dapat ditujukan kepada anggota IDAI dan kepada masyarakat.
Untuk anggota IDAI
a. Jangka pendek
Di daerah KLB dilakukan outbreak response immunization (ORI), yaitu pemberian
imunisasi DPT/ DT kepada semua anak berumur <15 tahun yang tinggal di daerah KLB
(umur 2-7 tahun diberikan DPT, >7 tahun diberikan DT atau dT).
Di daerah non-KLB diperlukan kesiapsiagaan dengan memperhatikan kelengkapan status
imunisasi setiap anak yang berobat. Segera lengkapi apabila status imunisasi belum
lengkap (3x sebelum umur 1 tahun, 1x pada tahun kedua, 1x pada umur 5 tahun atau
sebelum masuk sekolah dasar). Selain itu perlu juga dilengkapi imunisasi yang
lainnya.
b. Jangka panjang, untuk daerah KLB perlu dilakukan gerakan imunisasi terpadu untuk
meningkatkan cakupan imunisasi DPT sehingga mencapai 95% dari target anak <15 tahun.
c. Seluruh anggota IDAI harus membantu pelaksanaan tindakan preventif dan kuratif
terhadap difteri dengan memberikan edukasi kepada masyarakat melalui media lokal seperti
radio, TV, surat kabar, atau majalah, serta menyebarkan leaflet berisi penjelasan tentang
penyakit, penanggulangan serta pencegahannya.
d. Seluruh anggota IDAI diharapkan bersedia membantu Pemerintah Daerah setempat
untuk bersama-sama menanggulangi difteri secara khusus dan meningkatkan cakupan
imunisasi di daerah terkait. Kegiatan tersebut dapat dilakukan dengan kerjasama IDAI
Cabang, IDI wilayah, dan IBI wilayah.
e. Seluruh anggota IDAI memantau adanya kasus difteri di daerah masing-masing dan
segera melaporkan kepada Dinas Kesehatan setempat apabila ditemukan kecurigaan kasus.

Untuk masyarakat
a. Kenali gejala awal difteri.
b. Segera ke Puskesmas atau Rumah Sakit terdekat apabila ada anak mengeluh nyeri
tenggorokan disertai suara berbunyi seperti mengorok (stridor), khususnya anak berumur <
15 tahun.
c. Anak harus segera dirawat di rumah sakit apabila dicurigai menderita difteria agar segera
mendapat pengobatan dan pemeriksaan laboratorium untuk memastikan apakah anak benar
menderita difteria.
d. Untuk memutuskan rantai penularan, seluruh anggota keluarga serumah harus segera
diperiksa oleh dokter apakah mereka juga menderita atau karier (pembawa kuman) difteri dan
mendapat pengobatan (eritromisin 50mg/kg berat badan selama 5 hari).
e. Anggota keluarga yang telah dinyatakan sehat, segera dilakukan imunisasi DPT.
Apabila belum pernah mendapat DPT, diberikan imunisasi primer DPT tiga kali dengan
interval masing-masing 4 minggu.
Apabila imunisasi belum lengkap segera dilengkapi (lanjutkan dengan imunisasi yang belum
diberikan, tidak perlu diulang),
Apabila telah lengkap imunisasi primer (< 1 tahun) perlu ditambah imunisasi DPT ulangan
1x.
f. Masyarakat harus mengetahui dan memahami bahwa setelah imunisasi DPT, kadang-
kadang timbul demam, bengkak dan nyeri ditempat suntikan DPT, yang merupakan reaksi
normal dan akan hilang dalam beberapa hari. Bila anak mengalami demam atau bengkak di
tempat suntikan, boleh minum obat penurun panas parasetamol sehari 4 x sesuai umur,
sering minum jus buah atau susu, serta pakailah baju tipis atau segera berobat ke petugas
kesehatan terdekat.
Penutup
Kejadian luar biasa pada difteri harus segera diatasi secara terencana, baik untuk jangka
pendek maupun jangka panjang.
Edukasi mengenai imunisasi harus senantiasa diberikan oleh setiap petugas kesehatan pada
setiap kesempatan bertemu orang tua pasien.
Seluruh anggota IDAI diharapkan turut berpartisipasi aktif dalam memberantas difteri dan
meningkatkan cakupan imunisasi DPT.

Anda mungkin juga menyukai