Anda di halaman 1dari 3

Penatalaksanaan pada pasien dengan epiglotitis diarahkan kepada mengurangi obstruksi

saluran nafas dan menjaganya agar tetap terbuka, serta mengeradikasi agen penyebab. Intubasi
tidak boleh dilakukan di lapangan kecuali sudah terjadi obstruksi saluran nafas yang akut. Pada
pasien dengan keadaan yang tidak stabil, penatalaksanaan saluran nafas sangat diperlukan. Tanda
dan gejala yang berhubungan dengan kebutuhan intubasi termasuk distres pernafasan, keadaan
saluran nafas yang membahayakan yang ditemukan saat pemeriksaan, stridor, ketidakmampuan
untuk menelan, saliva yang menggenang, dan keadaan yang makin memburuk dalam 8 12 jam.
Epiglotis yang membesar pada pemeriksaan radiografi berhubungan dengan obstruksi saluran
nafas. Jika masih ragu-ragu, mengamankan saluran nafas merupakan pendekatan yang paling
aman. Keadaan pasien dapat memburuk secara cepat, dan peralatan untuk membuka saluran
nafas harus tersedia. Jika intubasi gagal, dapat dilakukan trakeostomi atau krikotirotomi segera.

Pada pasien dengan keadaan yang stabil tanpa tanda-tanda bahaya saluran nafas, sulit
bernafas, stridor, atau saliva yang menggenang, dan hanya memiliki pembengkakan yang ringan,
dapat ditangani tanpa intervensi saluran nafas yang segera dengan pengawasan ketat di unit
perawatan intensif atau ICU. Karena obstruksi saluran nafas dapat terjadi dengan cepat pada
pasien, penilaian serial berulang dari patensi saluran nafas sangat diperlukan.1
Pada anak-anak, hindari prosedur yang dapat meningkatkan kegelisahan sampai saluran
nafas anak tersebut telah diamankan. Prosedur seperti pengambilan darah dan pemasangan infus,
meskipun dibutuhkan pada kebanyakan kasus epiglotitis akut pada anak, dapat meningkatkan
kegelisahan dan memperparah keadaan saluran nafasnya.4
Antibiotik intravena dapat dimulai sesegera mungkin dan harus mencakup Haemophilus
influenzae, Staphylococcus aureus, Streptococcus dan Pneumococcus, seperti amoksisilin/asam
klavulanat atau sefalosporin generasi kedua atau ketiga, seperti sefuroksim, sefotaksim, atau
seftriakson. Kortikosteroid sering direkomendasikan untuk epiglotitis. Walaupun begitu, tidak
ada data yang menunjukkan kegunaannya pada keadaan ini. Penggunaan kortikosteroid tidak
mengurangi kebutuhan untuk intubasi, durasi intubasi, ataupun durasi perawatan.
Antibiotik yang biasa digunakan antara lain ampisilin 100 mg/kgBB/hari atau kloramfenikol: 50
mg/kgBB/hari intravena yang terbagi dalam 4 ataupun sefalosporin generasi 3 (cefotaksim atau
ceftriakson). Antibiotik seharusnya tidak boleh ditunda, karena secara klinis sulit untuk
membedakan jenis croup dan perjalanan penyakit dapat berjalanan sangat cepat. 2,15
Steroid diberikan dalam dosis tinggi untuk mengurangi inflamasi. Steroid yang biasa diberikan
yaitu metilprednisolon sodium succinate 125-250 mg setiap 6 jam (selama 24 sampai 48 jam).
Pasien perlu diamati secara cermat dan dipertimbangkan untuk trakheostomi atau intubasi.
Indikasi bantuan pernafasan adalah Indikasi bantuan nafas apabila tidak ada perkembangan
walaupun telah diberikan antibiotik dan steroid. Pemantauan termasuk denyut nadi, frekuensi
pernafasan, derajat kegelisahan dan kecemasan, penggunaan otot-otot asesorius pada pernafasan,
derajat sianosis, derajat retraksi, dan kemunduran pasien secara menyeluruh. Jika pasien dapat
tidur, bantuan jalan nafas tidak diperlukan. Sebaliknya frekuensi pernafasan diatas 40 denyut
nadi diatas 160 dan kegelisahan serta retraksi yang makin hebat mengindikasikan perlunya
bantuan pernafasan.
Gambar 2.4. Alur tatalaksana epiglotitis akut7

Ekstubasi biasanya dapat dilakukan setelah 48 hingga 72 jam, di mana edema telah berkurang
dan terdapat kebocoran udara di sekeliling selang endotrakeal. Kriteria untuk ekstubasi termasuk
berkurangnya eritema, berkurangnya edema epiglotis, atau secara empiris setelah 48 jam
intubasi. Laringoskopi fiber optik transnasal dapat dilakukan untuk menilai resolusi dari edema
sebelum dilakukan ekstubasi.3,8

Anda mungkin juga menyukai