Anda di halaman 1dari 8

Nama Peserta : dr.

Joas Vinsensius Davian


Nama Wahana : RS Pertamina Prabumlih
Topik : Sindroma Nefrotik
Tanggal (kasus): 10 Juli 2017
Nama Pasien: An. R P P No. RM: xxxxx
Tanggal Presentasi:1 Juli 2017 Pendamping : dr. Meza Kurniawan
Tempat Presentasi: Ruang Serba Guna RS Pertamina Prabumulih
Obyektif Presentasi:
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi:
Tujuan : Mendiagnosis dan melakukan konsultasi atau rujukan dengan tepat.
Bahan bahasan: Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara membahas: Diskusi Presentasi dan Diskusi E-mail Pos
Data Nama: An. R P P No. RM:
pasien: Nama klinik: RS Pertamina Telp: Terdaftar sejak:
Prabumulih
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis / Gambaran Klinis:
3 minggu SMRS penderita mengalami bengkak di seluruh tubuh. Bengkak pertama kali di kelopak mata
pada pagi hari saat bangun tidur, tidak gatal, tidak merah, tidak ada sekret, riwayat alergi tidak ada.
Bengkak terutama terlihat pada pagi hari dan berkurang pada siang hari. Demam ada, muncul perlahan,
naik turun, tidak terlalu tinggi, turun dalam 3 hari. Batuk tidak ada, pilek tidak ada, sesak napas tidak ada,
pucat tidak ada, jantung berdebar-debar tidak ada.
2 minggu SMRS, bengkak menjalar ke perut, termasuk skrotum. Bengkak terutama terlihat pada
pagi hari dan berkurang pada siang hari. Demam tidak ada, batuk tidak ada, pilek tidak ada, sesak napas
tidak ada, pucat tidak ada, jantung berdebar-debar tidak ada.
1 minggu SMRS, bengkak menjalar ke kaki, dan bengkak dirasakan semakin hebat di seluruh
tubuh. Demam tidak ada, batuk tidak ada, pilek tidak ada, sesak napas tidak ada, pucat tidak ada, jantung
berdebar-debar tidak ada.
Sejak kaki bengkak, penderita mengalami penurunan frekuensi dan volume BAK. Frekuensi BAK
menjadi 3 kali perhari, dan sekali BAK +10 ml. BAK berwarna merah seperti warna teh tua, dan warna
seperti itu terjadi setiap BAK sampai sekarang. BAB SMRS biasa, berwarna cokelat dengan konsistensi
padat, sehari 12 kali.
2. Riwayat Pengobatan:
Pasien belum pernah berobat sebelumnya
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit:
Riwayat berat badan sulit naik tidak ada
Riwayat sakit tenggorok tidak ada, nyeri menelan tidak ada
Riwayat koreng di kulit tidak ada, ruam di kulit tidak ada
Riwayat sakit kuning tidak ada
Riwayat penyakit jantung bawaan tidak ada
4. Riwayat Keluarga:
Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal
Riwayat penyakit ginjal di keluarga disangkal
5. Riwayat Pekerjaan: -
6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik:
Penderita adalah anak kelima dari lima bersaudara. Pekerjaan orang tua penderit aadalah petani dengan
pendapatan perbulan keluarga +Rp 1.000.000,-. Di rumah, penderita tinggal bersama 5 orang, yaitu bapak,
ibu, dan kedua kakak perempuannya. Rumah penderita adalah rumah panggung terbuat dari papan, sebesar
5x9 meter, tidak terdapat kamar mandi. Biasanya keluarga penderita mandi di sungai. Air minum didapat
dari air sumur di bawah rumah. Setiap masak dan makan ibu tidak pernah mencuci tangan. Jendela di
rumah selalu dibuka. Bapak penderita merokok.
7. Riwayat Imunisasi:
BCG : 1 kali
DPT : 3 kali
Polio : 3 kali
Hepatitis B : 3 kali
Campak : 1 kali
Kesan : Imunsasi dasar lengkap

8. Lain-lain :
Laboratorium :
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Urinalisis Reduksi (-) (-)
Protein (+++) (-)
Leukosit 68 03
Eritrosit Penuh 05
Sel epitel (++) (+)
Kristal Amorf (+) (-)
Silinder Granuler (+) (-)

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


Urinalisis Reduksi (-) (-)
Protein (++) (-)
Leukosit 68 03
Eritrosit Penuh 05
Sel epitel (++) (+)
Kristal Amorf (+) (-)
Silinder Granuler (+) (-)

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


Darah rutin Hemoglobin 11,2 1214 g/dL
Leukosit 11.600 5.000-10.000/uL
Trombosit 327.000 150.000400.000/uL
Hematokrit 34% 4048
LED 105 <10 mm/jam
Kolesterol 307 <200 mg%
Ureum 49 2040 mg%
Kreatinin 1.0 0.91.2 mg%

Assessment
Sindroma nefrotik

Plan
Diet:
o Protein sesuai kebutuhan RDA, yaitu 2 gram/kgBB/hari, yaitu 2x15,6 = 31 gram/hari
o Diet rendah garam 12 gram/hari
Medikamentosa
o Metilprednisolon tablet 2 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis setiap hari selama 4 minggu 2x15,6
= 31 mg / 3 dosis = 4-2-2
o Furosemid 1-3 mg/kgBB/hari 26 x 3 = 78 mg/hari (2678 mg/hari) 2x25 mg
Daftar Pustaka:
1. Price S., Wilson L. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Ed. 6. Jakarta: EGC
2. Pudijadi, A.H., Hegar, B., Handryastuti, S., dris, N.S., Gandaputra, E.P., Harmoniati, E.D. 2009.
Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia.
3. Standar Penatalaksanaan Departemen Ilmu Kesehatan ANak RSMH.
4. Alatas, Husein. Tambunan, Taralan. Trihono, P.P., Pardede, S.O. Konsensus Tata Laksana Kasus
Sindroma Nefrotk Idiopatik pada Anak.
5. Geetha D. Glomerulonephritis. Poststreptococcal. (http://www.eMedicineglomerulonephritis,
poststreptococcal, 26 Juli 2012).
6. Enday S. 1997. Nefrologi Klinik, Edisi II. Bandung: ITB p.145-63.
7. Kamar V, Cotran R.S., dan Robbins S.L., 2007. Buku Ajar Patologi Ronnins. Edisi 7 Volume 2.
Jakarta: EGC.
8. Dugdale D. Acute Nephritic Syndrome. Available at
http://www.nlm.nih.gov/medline/ency/article/article/000495.htm Accessed on November 29 2014)
Hasil Pembelajaran :
1. Mampu mendiagnosis penyakit sindroma nefrotik dan mampu mengklasifikasikannya;
2. Mampu memberikan penatalaksanaan sindroma nefrotik dengan benar sesuai dengan kompetensi
dokter umum;
3. Mampu memberikan edukasi kepada pasien dan keluarganya mengenai penyakit sindroma
nefrotik.

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio :


1. Subyektif :
3 minggu SMRS penderita mengalami bengkak di seluruh tubuh. Bengkak pertama kali di kelopak mata
pada pagi hari saat bangun tidur, tidak gatal, tidak merah, tidak ada sekret, riwayat alergi tidak ada.
Bengkak terutama terlihat pada pagi hari dan berkurang pada siang hari. Demam ada, muncul perlahan,
naik turun, tidak terlalu tinggi, turun dalam 3 hari. Batuk tidak ada, pilek tidak ada, sesak napas tidak ada,
pucat tidak ada, jantung berdebar-debar tidak ada.
2 minggu SMRS, bengkak menjalar ke perut, termasuk skrotum. Bengkak terutama terlihat pada
pagi hari dan berkurang pada siang hari. Demam tidak ada, batuk tidak ada, pilek tidak ada, sesak napas
tidak ada, pucat tidak ada, jantung berdebar-debar tidak ada.
1 minggu SMRS, bengkak menjalar ke kaki, dan bengkak dirasakan semakin hebat di seluruh
tubuh. Demam tidak ada, batuk tidak ada, pilek tidak ada, sesak napas tidak ada, pucat tidak ada, jantung
berdebar-debar tidak ada.
Sejak kaki bengkak, penderita mengalami penurunan frekuensi dan volume BAK. Frekuensi BAK
menjadi 3 kali perhari, dan sekali BAK +10 ml. BAK berwarna merah seperti warna teh tua, dan warna
seperti itu terjadi setiap BAK sampai sekarang. BAB SMRS biasa, berwarna cokelat dengan konsistensi
padat, sehari 12 kali.
2. Objektif :
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : E4M6V5
Tanda vital : Nadi : 100 x/menit
Respirasi : 30 x/menit
Suhu : 36,9 C
Antropometri : BB: 23 kg
TB: 107 cm
Lingkar perut umbilikus: 64 cm
Lingkar perut maksimal: 64 cm (umbilikus)
Status gizi (CDC): koreksi berat badan pada pasien edema palpebral + pretibial +
asites = 20%
BB kering: 15,9 kg
BB/U: 70%
TB/U: 85%
BB/TB: 97%
Kesan: Gizi baik

Pemeriksaan Fisik
Kepala
Mata: edema periorbita (+/+), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor 3mm/3mm,
refleks cahaya (+/+)
Telinga: deformitas (-/-), nyeri tekan aurikuler (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), nyeri tekan tragus (-/-),
serumen (+/+) minimal, sekret (-/-)
Hidung: napas cuping hidung (-), deformitas (-), deviasi septum (-), mukosa hiperemis (-), pucat (-),
hipertropi konka (-), epistaksis (-), sekret (-)
Mulut : sianosis (-), coated tongue (-)
Leher
KGB : tidak teraba
Trakea : deviasi (-)
Thoraks
Paru
Inspeksi: statis simetris, pergerakan dinding dada tidak tertinggal
Palpasi: stem fremitus kanan = kiri, krepitasi (-)
Perkusi: sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi: suara napas pokok = vesikuler (+/+) normal, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi: iktus kordis tidak terlihat, voussure cardiaque (-), pulsasi (-)
Palpasi: iktus kordis tidak teraba, thrill (-)
Perkusi: batas atas jantung IS II, batas kanan jantung LS dekstra, batas kiri jantung ICS VI
LMC sinistra
Auskultasi: HR 96x/menit, regular, HR=PR, bunyi jantung I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi:cembung
Auskultasi:BU (+) normal
Perkusi: timpani, shifting dullness (+) asites
Palpasi: lemas, shifting dullness (+) asites, hepar dan lien tidak teraba, ballotemen bimanual (+)
Lipat paha dan genitalia: pembesaran KGB (-), edema skrotum (-)
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2, edema (-),

3. Assessment :
Sindroma nefrotik (SN) pada anak merupakan penyakit ginjal anak yang paling seing ditemukan. Insidensi
SN pada anak dalam kepustakaan di Amerika Serikat dan Inggris adalah 27 kasus baru per-100.000
anak pertahun, dengan prevalensi berkisar 1216 kasus per-100.000 aak. Di negara berkembang,
insidensinya lebih tinggi. Di Indonesia, dilaporkan 6 per-100.000 pertahun pada anak berusia kurang dari
14 tahun. Perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1.

Etiologi
Etiologi SN dibagi 3, yaitu kongenital, primer/idiopatik, dan sekundder mengikuti penyakit sistemik,
antara lain SLE, PHS, dan lain-lain. Pada consensus hanya akan dibicarakan SN idiopatik.
Pasien SN biasanya datang dengan edema palpebral atau pretibial. Bila lebih berat akan disertai
asites, efusi pleura, dan edema genitalia. Kadang-kadang disertai oliguria dan gejal infeksi, nafsu makn
berkurang, dan diare. Bila disertai sakit perut, hati-hati tehradap kemungkinan terjadinya peritonitis atau
hipovolemia. Dalam laporan ISKDC (International Study for Kidney Diseases in Children), pada
sindroma nefrotik kelainan minimal (SNKM), ditemukan 22% dengan hematuria mikroskopik, 1520%
disertai hipertensi, dan 32% dengan peningkatan kadar kreatinin dan ureum darah yang bersifat sementara.
Pada anak, sebagian besar (80%) SN idiopatik mempunyai ambaran patologi anatomi kelainan
minimal (SNKM). Gambaran patologi anatomi lainnya adalah glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)
78%, mesangial proliferative difus (MPD) 25%, glomerulonephritis membranoproliferatif (GNMP)
46%, dan neforpati membranosa (GNM) 1,5%. Pada pengobatan kortikosteroid inisial, sebagian besar
SNKM (94%) mengalami remisi total (responsive), sedangkan pada GSFS 885% tidak responsif
(resisten steroid).8
Prognosis jangka panjang SNKM selama pengamatan 20 tahun menunjukkan hanya 45%
menjadi gagal ginjal terminal, sedangkan pada GSFS 25% menjadi gagal ginjal terminal pada 5 tahun dan
pada sebagian besar lainnya disertai penurunan fungsi ginjal.9 Pada berbagai penelitian jangka panjang,
ternyata respons terhadap pengobatan steroid lebih sering digunakan untuk menentukan prognosis
dibandingkan dengan gambaran patologi anatomi. Oleh karena itu, pada saat ini, klasifikasi SN lebih
didsasarkan pada respons klinis, yaitu sindroma nefrotik sensitif steroid (SNSS) dan sindroma nefrotik
resisten steroid (SNRS).

Diagnosis
Sindroma nefrotik adalah keadan klinis yang ditandai dengan gejala:
1. Proteinuria masif (>40 mg/m2LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio protein/kreatinin pada urin
sewaktu >2 mg/mg atau dipstick >2+)
2. Hipoalbuminemia <2,5 g/dL
3. Edema
4. Dapat disertai hiperkolesterolemia >200mg/dL

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan, antara lain:
1. Urinalisis, biakan urin hanya dilakukan bila didapatkan gejala klinik yang mengarah pada infeksi
saluran kemih.
2. Protein urin kuantitatif dapat menggunakan urin 24 jam atau rasio protein/kreatinin pada urin
pertama pagi hari
3. Pemeriksaan darah
o Darah tepi lengkap (Hb, leuko, hitung jenis, trombosit, hematokrit, LED)
o Albumin dan kolesterol serum
o Ureum, kreatinin serta klirens kreatinin dengan cara klasik atau dengan rumus Schwartz
o Kadar komplemen C3; bila dicucrigai SLE pemeriksaan ditambah dengan komplemen C4,
ANA, dan anti ds-DNA.

4. Plan :
Diagnosis : Sindroma nefrotik
Pengobatan :
- Diet: protein normal sesuai RDA, yaitu 2 gram/kgBB/hari, diet rendah garam 1-2 gram/hari.
- Medikamentosa: kaptopril 3x6,25 mg sampai tekanan darah terkontrol, metilprednisolon tablet 30
mg/hari tablet 4 mg 4-2-2 saat tekanan darah sudah terkontrol, furosemide diberikan jika terdapat
edema.

Anak dengan manifestasi klinis SN pertama kali, sebaiknya dirawat di rumah sakit dengan tujuan
mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diet, penanggulangan edema, memulai pengobatan
steroid, dan edukasi orang tua.
Sebelum pengobatan steroid dimulai, dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan berikut:
1. Pengukuran berat badan dan tingi badan
2. Pengukuran tekanan darah
3. Pemeriksaan fisik untuk mencari tanda atau gejala penyakit sistemik seperti SLE, PHS.
4. Mencari focus infeksi di gigi-geligi, telinga, ataupun kecacingan. Setiap infeksi perlu dieradikasi
terlebih dahulu sebelum steroid dimulai.
5. Melaukan uji Mantoux. Bila hasilnya positif diberikan profilaksis INH selama 6 bulan pertama
bersama steroid, dan bila ditemukan TB diberikan OAT.
Perawatan di rumah sakit pada SN relaps hanya dilakukan bila terdapat edema anasarka yang berat atau
disertai komplikasi muntah, infeksi berat, gagal ginjal, atau syok. Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan
aktivitas fisik disesuaikan dengan kemampuan pasien. Bila edema tidak berat, anak boleh sekolah.
Bila pemberian diuretic tidak berhasil (edema refreakter), biasanya terjadi karena hipovolemia atau
hipoalbuminemia berat (<1 g/dL), dapat diberikan infus albumin 2025% dengan dosis 1 g/kgBB selama
2-4 jam untuk menarik cairan dan jaringan interstisial dan diakhiri dengan pemberian furosemide
intravena 12 mg/kgBB. Bila pasien tidak mampu dari segi biayar, dapat diberikan plasma 20
mg/kgBB/hari secara perlahan 10 tetes/menit untuk mencegah terjadinya komplikasi dekompensasi
jantung. Bila diperlukan, suspense albumin dapat diberikan selang sehari untuk memberikan kesempatan
pergeseran cairan dan mencegah overload cairan.

Imunisasi
Pasien SN yang sedang mendapat pengobatan kortikosteroid >2mg/kgBB/hari atau total >20 mg/hari
selama lebih dari 14 hari, merupakan pasien imunikompromiais. Pasien SN dalam keadaan ini dan dalam 6
minggu setelah obat dihentikan hanya boleh diberikan vaksin virus mati, seperti IPV (Inactivated Polio
Vaccine). Setelah penghentian prednisone selama 6 minggu dapat diberikan vaksin virus ihdup, seperti
polio oral, MMR, campak, varisela. Semua anak dengan SN sangat dianjurkan untuk mendapat imunisasi
terhadap infeksi pneumokokus dan varisela.

Pendidikan
Menjelaskan ke pasien tentang kepatuhan minum obat.

Konsultasi dan Rujukan: Dilakukan konsultasi atau rujukan ke dokter spesialis anak.

Anda mungkin juga menyukai