Anda di halaman 1dari 5

KHALIFAH ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ

A. Biografi Abu Bakar


Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Utsman bin Amir bin Amr bin Kaab bin Saad bin
Taim bin Murrah bin Kaab bin Luay bin Ghalib al-Quraisyi at-Taimi, yang lebih dikenal
dengan Abu Bakar ash-Shiddiq bin Abu Quhafah. Dijuluki ash-Shiddiq (orang yang
selalu membenarkan) ini setiap kali Rasulullah SAW mengabarkan sesuatu, Abu Bakar
selalu menjadi orang yang paling pertama membenarkan dan mengimaninya. Karena
beliau begitu yakin bahwa Rasulullah SAW tidak berbicara berdasarkan nafsu. Abu
Bakar dilahirkan dua tahun enam bulan setelah peristiwa penyerangan Kabah oleh tentara
gajah. Beliau berkulit putih, berperawakan kurus, tipis kedua pelipisnya, kecil
pinggangnya sehingga kainnya selalu turun dari pinggangnya, wajahnya tirus, matanya
cekung, berkening lebar, dan selalu mewarnai jenggotnya jenggotnya dengan inai maupun
katam (sejenis tumbuhan yang digunakan untuk menghitamkan rambut). Beliau tumbuh
di bawah naungan ayahnya Abu Quhafah yang masuk islam pada peristiwa Fathu
Makkah, dan ibunya Ummul Khair, Salma binti Sakhr bin Amir (sepupu Abu Quhafah)
yang masuk islam dan menjadi salah satu shahabat Rasulullah SAW bersama sang putra.
Masa muda Abu Bakar tidak ternodai oleh keburukan dan perilaku negatif kaum
jahiliyyah, kerena beliau memegang teguh sifat-sifat luhur bangsa Arab. Abu Bakar
dikenal sebagai pribadi yang berakhlak mulia, sosok yang menyenangkan, mudah
membantu sesama, jujur dalam setiap perkataannya, baik pergaulannya, bahkan
mengharamkan atas dirinya khamar sejak masa jahiliyyah.

B. Kekhalifan Abu Bakar serta peran-peran penting yang dilakukan beliau


Diawal sudah sedikit disinggung tentang pemilihan Abu bakar sebagai khalifah. Memang
sudah jelas bahwa Rasulullah SAW sebelum meninggal tidak menunjuk langsung Abu
Bakar yang nantinya akan menjadi khalifah, akan tetapi Rasulullah memberikan isyarat
tentang kekhalifahan Abu Bakar yaitu ketika beliau menunjuknya untuk menggantikan
sebagi imam shalat saat sakit beliau makin parah.
Abdullah bin Zamah meriwayatkan, ketika sakit Rasulullah semakin parah, saya dan
beberapa orang sedang bersama beliau. Datanglah Bilal menjemput beliau untuk shalat.
Maka Rasulullah SAW bersabda, Perintahkan Abu Bakar untuk menjadi imam shalat.
Abdullah bin Zamah berkata, kami pun keluar dari tempat Rasulullah menuju tempat
shalat, ternyata Umar yang berada bersama jamaah, sedangkan Abu Bakar tidak ada.
Saya pun berkata, Wahai Umar, bangunlah, jadilah imam shalat. Maka Umar pun maju
ke dapan dan bertakbir. Ketika Rasulullah SAW mendengar suaranya kebetulan Umar
memiliki suara yang keras beliau bersabda, Dimana Abu Bakar? Allah dan kaum
muslimin menolak itu, Allah dan kaum muslimin menolak itu! Maka diutuslah seseorang
menjemput Abu Bakar. Tak lama kemudian datanglah Abu Bakar setelah Umar selesai
mengimami shalat. Lalu Abu Bakar mengimami shalat.
Setelah Rasulullah SAW wafat, beberapa tokoh-tokoh Muhajjirin dan Anshor sudah mulai
memusyawarahkan tentang siapa yang akan dipilih menjadi pemimpin, bahkan hal itu
dilakukan sebelum jenazah Rasulullah dimakamkan. Mereka berkumpul di aula
pertemuan (saqifah) milik Bani Saidah, kaum Muhajjirin dan Anshor merasa berhak
mencalonkan tokoh-tokohnya untuk menjadi khalifah. Musyawarah itu berakhir dengan
pembaiatan Abu Bakar oleh Umar yang diikuti oleh tokoh-tokoh yang lain, dan akhirnya
Abu Bakar resmi menjadi khalifah.Masa kekhalifahan Abu Bakar yang berlangsung
selama dua tahun, 11-13 H (632-634 M), diawali dengan pidato politik yang memberi
komitmen bahwa dirinya diangkat menjadi pemimpin umat Islam sebaga Khalifah
Rasulillah, yaitu mengganti Rasul melanjutkan tugas-tugas kepemimpinan agama dan
kepala pemerintahan. Penegasan ini membawa implikasi bahwa Abu Bakar akan selalu
menjadikan nilai dasar islam yang dibawa Rasul sebagai dasar dari kepemimpinannya.
Karena negara Islam baru didirikan, maka tidak ada konstitusi tertulis ataupun konvensi-
konvensi yang sudah baku. Al-Quran dan sunnah Nabi menjadi pedoman khalifah baru.
Kekuasaannya belum ditentukan, secara teori ia mempunyain kekuasaan mutlak, namun
dalam prakteknya banyak pembatasan. Negara merupakan sebuah intitusi baru bagi
mereka, mereka terbiasa hidup dalam kebebasan, mereka tidak akan begitu saja mau
tunduk pada kekuasaan baru. Meskipun Nabi Muhammad sudah membangun kontrol di
hampir seluruh jazirah Arab, ia tidak bisa menjadikan orang-orang nomad untuk tunduk
sepenuhnya. Oleh karena itu, Abu Bakar harus berhati-hati. Hal ini dapat dilihat dalam
pidato penobatannya sebagi khalifah: Wahai manusia, aku telah diangkat untuk
mengendalikan urusanmu, padahal aku bukanlah yang terbaik diantaramu. Maka jika aku
melaksanakan tugasku dengan baik, ikutilah aku, tapi sebaliknya bila aku salahn
luruskanlah. Orang yang kamu anggap kuat, aku anggap lemah sampai aku dapat
mengambil hak darinya. Sedangkan yang kamu anggap lemah, aku pandang kuat sampai
aku dapat mengembalikan hakknya padanya. Maka hendaklah kamu taat kepadaku selama
aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya, jika aku tidak patuh pada Allah dan Rasul-Nya,
jangan taati aku.

Beberapa hal-hal penting yang dilakukan Abu Bakar setelah resmi menjadi khalifah,
sebagai berikut:

1. Memerangi kaum murtad


Hal pertama yang dilakukan Abu Bakar setelah menjadi khalifah yaitu memerangi
kaum murtad. Setelah berita wafatnya Rasulullah tersebar luas, sekelompok orang
yang baru masuk islam memberikan penolakan untuk membaiat Abu Bakar sebagai
khalifah, bahkan mereka juga menentang islam. Menurut pemahaman mereka, agama
ini terkait erat dengan hidupnya Rasulullah SAW, dengan demikian mereka menggap
bahwa islam telah mati seiring wafatnya Nabi pembawanya. Mereka menganggap
bahwa masuknya mereka kedalam islam disebabkan oleh perjanjian yang dibuat
dengan Nabi Muhammad, dan dengan kematian beliau maka batallah perjanjian
tersebut. Mereka adalah para muallaf yang belum memahami prinsip-prinsip keimanan
dan ajaran islam yang lain, disebabkan belum cukup waktu bagi Nabi Muhammad
yang sangat tidak mungkin dapat dijangkau oleh utusan agama yang datang pada
mereka. Abu Bakar menyelesaikan persoalan ini dengan peperangan, perang ini
disebut Perang Riddah (perang melawan kemurtadan).
Selain perang untuk melawan orang-orang murtad, khalifah Abu Bakar juga
menumpas nabi-nabi palsu dan orang-orang yang enggan membayar zakat. Selama
tahun-tahun terakhir kehidupan Nabi SAW, telah muncul nabi-nabi palsu di wilayah
Arab bagian selatan dan tengah. Yang pertama mengaku memegang peran kenabian
muncul di Yaman, yang bernama Aswad Ansi. Berikutnya adalah Musailamah al-
Kadzab yang mengaku sebagai nabi dan menyatakan bahwa Nabi Muhammad telah
mengangkat dirinya sebagai mitra di dalam kenabian. Penganggapan lainnya adalah
Thulaihah al-Asadi dan Sajjah ibn Haris, seorang wanita dari Arabia Tengah.
Sementara itu, orang-orang yang enggan membayar zakat karena mereka menganggap
bahwa zakat adalah serupa pajak yang dipaksakan dan penyerahannya ke
perbendaraan pusat di Madinah sama artinya dengan penurunan kekeuasaan, suatu
sikap yang tidak disukai oleh suku-suku Arab karena bertantangan dengan karakter
mereka yang independen. Alasan lainnya adalah kesalahan memahami ayat Al-Quran
yang menerangkan mekanisme pemungutan zakat (surat at-Taubat: 301). Mereka
menduga bahwa hanya Nabi saja yang berhak memungut zakat.

2. Pengumpulan Al-Quran dalam satu mushaf


Selama peperangan untuk menumpas orang-orang murtad, nabi-nabi palsu dan orang-
orang yang enggan membayar zakat, mengakibatkan banyak para penghafal Al-Quran
(Qari) yang wafat. Kondisi tersebut membuat Umar bin Khaththab cemas karena
mungkin makin bertambahnya para Qari yang wafat dalam peperangan akan
menghilangkan sebagian Al-Quran. Dengan alasan inilah akhirnya Umar
mengusulkan kepada Abu Bakar untuk memusyawarahkan dalam hal pengumpulan
Al-Quran dalam satu mushaf.
Pada mulanya Abu Bakar tidak menyetujui usulan Umar tersebut, dengan alasan Nabi
SAW tidak pernah melakukan hal itu, bagaimana mungkin dia melangkahi Nabi.
Namun tidak lekas menyerah, dia terus berusaha meyakinkan Abu Bakar dan
menjelaskan sisi positif dari upaya pengumpulan Al-Quran tersebut. Dan akhirnya
Abu Bakar bersedia menerima usulan Umar itu dan memberikan tugas tersebut kepada
Zaid ibn Tsabit untuk menulisnya.
Zaid ibn Tsabit mulai menelusuri keberadaan Al-Quran dan mengumpulkannya dari
yang tertulis di pelepah kurma dan lempengan batu putih serta dari hafalan para
shahabat, sampai beliau mendapatkan akhir surat at-Taubah dari Abu Khuzaimah al-
Anshari yang tidak didapatkan dari orang lain seorang pun. Setelah terkumpul semua,
kemudian seluruh lembaran Al-Quran disimpan di rumah Abu Bakar sampai beliau
meninggal dunia. Kemudian disimpan oleh Umar selama beliau hidup, dan selanjutnya
disimpan oleh Hafshah binti Umar.

3. Melakukan ekspansi (perluasan daerah kekuasaan) ke beberapa wilayah


Sesudah memulihkan ketertiban di dalam negeri, Abu Bakar kemudian mengalihkan
perhatiannya untuk memperkuat perbatasan dengan Persia dan Byzantium (Romawi).
Ekspansi pertama yaitu ke wilayah Persia di bawah pimpinan Khalid ibn Walid pada
tahun 634 M. Pada ekspansi ini, pasukan Islam dapat menguasai dan menaklukkan
Hirah, yaitu sebuah kerajaan Arab yang loyal kepada Kisra di Persia. Daerah ini
merupakan daerah penyebaran bangsa Arab dari selatan, namun mereka dijadikan
benteng terakhir oleh Persia untuk membendung laju tentara Romawi. Daerah ini yang
secara strategis sangat penting bagi umat Islam dalam meneruskan penyebaran agama
ke wilayah-wilayah di belahan utara dan timur.
Ekspansi berikutnya yaitu ke wilayah Romawi Timur (Byzantium) yakni kerajaan
Ghassaniyah yang merupakan .daerah protektorat (wilayah yang berada dibawah
lindungan negara lain) Romawi dan menjadi benteng pertahanan dari serbua Persia.
Ekspansi ini dipimpin oleh empat panglima yaitu Abu Ubaidah, Yazid ibn Abi Sofyan,
Amr ibn Ash dan Syurahbil. Ini sudah pernah dilakukan sebelumnya yang dipimpin
oleh Usamah dengan tujuan memberikan pelajaran kepada wilayah tersebut karena
kekalahan yang pernah diderita umat Islam dalam perang Mutah, selain keinginan
Usamah membalas pembunuhan ayahnya Zaid. Ekspansi yang dilakukan pasukan
Islam dengan empat panglima perangnya dan dikuatkan lagi dengan kehadiran Khalid
ibn Walid untuk menguasai wilayah tersebut, karena kemenangan atasnya akan sangat
besar artinya bagi penguasaan daerah-daerah lain di barat dan utara. Faktor penting
dilakukannya ekspansi ini dengan pengiriman pasukan besar-besaran yang dipimpin
oleh empat panglima dan ditambah Khalid ibn Walid adalah karena umat Islam Arab
memandang wilayah ini (Suriah) sebagai bagian dari semenanjung Arab, yang didiami
oleh suku bangsa Arab yang berbicara menggunakan bahasa Arab pula. Dengan
demikian dari sudut keamanan umat Islam (Arab) ataupun dari sudut pertalian rasional
antara kaum muslimin dengan orang-orang Suriah sangatlah penting.
Ketika pasukan Islam sedang menghadapi peperangan di front Sirian Damascus,
Baalbek, Homs, Yerussalem, Mesir, dan Mesopotamia, Abu Bakar meninggal dunia
pada Senin 23 Agustus 634 M setelah menderita sakit selama beberapa hari. Dalam
menjalankan politik pemerintahannya selama 2 tahun, 3 bulan dan 11 hari, Abu Bakar
mengedepankan aspek musyawarah untuk menyelesaikan berbagai persoalan,
sehingga secara internal kondisi pemerintahannya stabil. Pemerintahan Abu Bakar
dikenal juga dengan pemerintahan yang sentralistik sebagaimana Nabi telah jalankan
pemerintahan sebelumnya, yaitu menggabungkan antara otoritas legislatif, eksekutif
dan yudikatif yang terpusan pada dirinya. Hal ini tidak mengurangi bobot demokrasi,
karena meskipun tersentral pada pundaknya, masyarakat merasa senang dan kagum
atas politik yang dijalankannya.
A Kesimpulan

1. Nama lengkap Abu Bakar adalah Abdullah bin Utsman bin Amir bin Amr bin
Kaab bin Saad bin Taim bin Murrah bin Kaab bin Luay bin Ghalib al-Quraisyi
at-Taimi, mempunyai pribadi berakhlak mulia. Beliau wafat pada Senin 23
Agustus 634 M.
2. Kekhalifahan Abu Bakar tidak ditunjuk langsung oleh Nabi SAW, melainkan
melalui musyawarah beberapa kaum muslimin.
3. Peran-peran penting yang dilakukan khalifah Abu Bakar yaitu memerangi orang-
orang murtad dan orang yang enggan membayar zakat, pengumpulan Al-Quran
dalam satu mushaf, serta melakukan ekspansi ke beberapa wilayah (Persia dan
Romawi).
4. Abu Bakar menjadi khalifah selama 2 tahun, 3 bulan dan 11 hari dengan bentuk
pemerintahan yang sentralistik.

Anda mungkin juga menyukai