PENDAHULUAN
A. DEFINISI
1. Komunikasi merupakan sebuah proses penyampaian pikiran atau informasi dari
seseorang kepada orang lain melalui suatu cara tertentu sehingga orang lain tersebut
mengerti betul apa yang dimaksud oleh penyampai pikirian-pikiran atau informasi.
2. Proses komunikasi efektif adalah pesan diterima dan dimengerti sebagaimana
dimaksud oleh pengirim pesan, pesan ditindaklanjuti dengan sebuah perbuatan oleh
penerimaan pesan dan tidak ada hambatan untuk hal itu.
Gambar 1.
INCLUDEPICTURE "http://2.bp.blogspot.com/-NC_X-
X6El_Q/UF61TibQ0vI/AAAAAAAABSo/CFEDRBS_LNw/s1600/komunikasi.png"
\* MERGEFORMATINET
Gambar 2.
1
INCLUDEPICTURE "http://maroebeni.files.wordpress.com/2008/09/model-
komunikasi-pemasaran1.jpg" \* MERGEFORMATINET
2
e. Pesan, yaitu berupa gagasan, pendapat dan sebagainya yang sudah dituangkan dalam
suatu bentuk, dan melalui lembaga komunikasi diteruskan kepada orang lain atau
komunikan.
f. Feed back (umpan balik), yaitu respon dari penerima terhadap pesan yang
diterimanya.
Pada saat melakukan proses umpan balik, diperlukan kemampuan dalam hal-hal
berikut :
1) Cara berbicara (talking), termasuk cara bertanya (kapan menggunakan pertanyaan
tertutup dan kapan memakai pertanyaan terbuka), menjelaskan klarifikasi,
parapharase, intonasi.
2) Mendengar (listening), termasuk memotong kalimat.
3) Cara mengamati (observation) agar dapat memahami yang tersirat di balik yang
tersurat (bahasa non verbal di balik ungkapan kata / kalimatnya, gerak tubuh).
4) Menjaga sikap selama berkomunikasi dengan komunikan (bahasa tubuh) agar tidak
mengganggu komunikasi, misalnya karena komunikan keliru mengartikan gerak
tubuh, raut tubuh, raut muka, dan sikap komunikator.
Di samping komponen-komponon pokok tersebut dapat ditambahkan komponen
lainnya seperti :
1) Sumber, asal suatu gagasan atau pendapat yang menjadi suatu pesan. Sumber bisa
berupa lembaga, kejadian, atau diri kita sendiri.
2) Media komunikasi, yang merupakan sarana atau alat-alat atau saluran-saluran yang
dipergunakan untuk menyalurkan pesan yang akan dikomunikasikan.
3) Kegiatan encoding, artinya menuangkan gagasan atau pendapat dalam suatu
bentuk pesan yang dinyatakan oleh komunikator kepada komunikan.
4) Kegiatan decoding, artinya kegiatan untuk memahami suatu pesan yang diterima
oleh komunikan dari komunikator.
5) Tujuan yang berupa komunikan, bisa merupakan hadirin, massa, atau kelompok,
atau pula perseorangan.
4. Komunikasi efektif adalah tepat waktu, akurat, jelas dan mudah dipahami oleh
penerima, sehingga dapat mengurangi tingkat kesalahan (kesalahpahaman).
5. Komunikasi efektif via telepon adalah komunikasi melalui telepon yang dilakukan
tepat waktu, secara akurat , lengkap ,jelas, dimengerti ,tidak duplikasi ,dan tepat
kepada penerima informasi untuk mengurangi kesalahan dan untuk meningkatkan
keselamatan pasien.
3
6. Pelaporan nilai kritis hasil laboratorium adalah cara melaporkan hasil laboratorium
yang nilainya memiliki resiko besar akan menimbulkan masalah dan harus segera
dilaporkan.
B. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KOMUNIKASI
Beberapa factor komunikasi yang berperan dalam menciptakan dan memelihara otoritas
yang obyektif dalam organisasi, menurut pendapat Barnard (1968,175-181) adalah :
1. Saluran komunikasi harus diketahui secara pasti
2. Harus ada saluran komunikasi formal pada setiap anggota organisasi
3. Jalur komunikasi seharusnya langsung dan sependek mungkin
4. Garis informasi formal hendaknya dipergunakan secara normal
5. Orang-orang yang bekerja sebagai pusat pengatur komunikasi haruslah orang-orang
yang berkemampuan cakap
6. Setiap komunikasi haruslah disahkan
7. Situasi/suasana
Situasi/suasana yang hiruk pikuk atau penuh kebisingan akan mempengaruhi
baik/tidaknya pesan diterima oleh komunikan, suara bising yang diterima komunikan
saat proses komunikasi berlangsung membuat pesan tidak jelas, kabur, bahkan sulit
diterima.
8. Kejelasan pesan.
Kejelasan pesan akan sangat mempengaruhi keefektifan komunikasi. Pesan yang
kurang jelas dapat ditafsirkan berbeda oleh komunikan sehingga antara komunikan
dan komunikator dapat berbeda persepsi tentang pesan yang disampaikan. Hal ini akan
sangat mempengaruhi pencapaian tujuan komunikasi yang dijalankan. Oleh karena itu,
komunikator harus memahami pesan sebelum menyampaikannya pada komunikan,
dapat dimengerti komunikan dan menggunakan artikulasi dan kalimat yang jelas.
Perilaku yang terjadi dalam suatu organisasi adalah merupakan unsur pokok dalam
proses komunkasi. Komunikasi sendiri merupakan usaha untuk mengubah perilaku.
4
BAB II
RUANG LINGKUP
5
miskomunikasi akibat dari mispersepsi yang berdampak terhadap pelayanan rumah sakit.
Dampak tersebut tidak hanya dari segi material tapi juga citra pelayanan rumah sakit semakin
menurun.
Menurut Konsil Kedokteran Indonesia (2006), komunikasi efektif dokter pasien
adalah pengembangan hubungan dokter pasien secara efektif yang berlangsung secara efisien,
dengan tujuan utama penyampaian informasi atau pemberian penjelasan yang diperlukan
dalam rangka membangun kerjasama antara dokter dengan pasien. Komunikasi yang
dilakukan secara verbal dan non verbal akan menghasilkan pemahaman pasien terhadap
keadaan kesehatannya, peluang dan kendalanya, sehingga dapat bersama-sama dokter mencari
alternative untuk mengatasi permasalahnnya (KKI, 2006).
Tenaga kesehatan harus memperhatikan hak pasien termasuk hak menerima informasi
secara jelas sehingga pasien dan keluarganya akan merasa puas terhadap pelayanan yang
diberikan. Pasien yang puas merupakan aset yang sangat berharga karena apabila pasien puas
mereka akan terus melakukan pemakaian terhadap jasa pilihannya, tetapi jika pasien merasa
tidak puas mereka akan memberitahukan dua kali lebih hebat kepada orang lain tentang
pengalaman buruknya.
Untuk menciptakan kepuasan pasien suatu perusahaan atau rumah sakit harus
menciptakan dan mengelola suatu sistem untuk memperoleh pasien yang lebih banyak dan
kemampuan untuk mempertahankan pasiennya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara
meningkatkan jasa pelayanan dengan sebaik-baiknya, termasuk melakukan komunikasi
terhadap pelanggan dalam hal ini adalah pasien dengan mempertimbangkan latar belakang
budaya sehingga keluhan negative terhadap pelayanan kesehatan dapat diminimalkan.
Bentuk-bentuk komunikasi adalah
A. Komunikasi dapat bersifat informasi (asuhan) dan edukasi (pelayanan promosi).
Komunikasi yang bersifat informasi asuhan di dalam rumah sakit adalah :
1. Jam pelayanan, berupa informasi tertulis di tempat-tempat tertentu, public area,
leaflet, lisan oleh frontliner.
2. Pelayanan yang tersedia.
3. Cara mendapatkan pelayanan, berupa komunikasi lisan oleh petugas front office,
IGD, semua titik-titik unit frontliner.
4. Sumber alternatif mengenai asuhan dan pelayanan yang diberikan ketika kebutuhan
asuhan pasien melebihi kemampuan rumah sakit.
Akses informasi ini dapat diperoleh melalui custumer service, admission, website.
6
B. Komunikasi yang bersifat edukasi (pelayanan promosi) di dalam rumah sakit dan
masyarakat adalah
1. Edukasi tentang obat.
2. Edukasi tentang penyakit.
3. Edukasi pasien tentang apa yang harus dihindari.
4. Edukasi tentang apa yang harus dilakukan pasien untuk meningkatkan kualitas
hidupnya pasca dari rumah sakit.
5. Edukasi tentang gizi.
7
3. Komunikasi antar pemberi layanan (dokter, tenaga keperawatan, dan tenaga kesehatan
lainnya
4. Komunikasi Asuhan dan Edukasi
8
BAB III
TATA LAKSANA
9
obat yang harus diminum. Peran dokter sebagai fasilitator pembicaraan amat penting
agar tidak terjadi salah interpretasi.
Silverman (1998) menjelaskan bahwa komunikasi efektif tidak berhenti sampai
pemberi pesan selesai menyampaikan maksudnya. Komunikasi baru dapat dikatakan
lengkap ketika pembicara mendapatkan umpan balik dari penerima yang
meyakinkannya bahwa tujuan komunikasinya tercapai (penerima pesan memahami
sesuai yang diharapkan)
Disease Centered Communication Style adalah komunikasi berdasarkan
kepentingan dokter dalam usaha menegakkan diagnosis, termasuk penyelidikan dan
penalaran klinik mengenai tanda dan gejala
Ilness Centered Communication Style adalah komunikasi berdasarkan apa yang
dirasakan pasien tentang penyakitnya yang secara individu merupakan pegalaman
unik, termasuk pendapat pasien, apa yang menjadi kepentingannya, apa
kekhawatirannya, harapannya apa, apa yang dipikirkannya akan menjadi akibat dari
penyakitnya (Kurtz, 1998)
Pada dasarnya komunikasi efektif adalah bagaimana menyatukan sudut
pandang pasien maupun dokter menjadi sebuah bentuk relasi dokter-pasien (doctor-
patient relationship), keduanya berada dalam level yang sejajar dan saling
bekerjasama untuk menyelesaikan masalah kesehatan pasien.
Di Dunia kedokteran, model proses komunikasi tersebut telah dikembangkan
oleh Van Dalen (2005) menjadi sebuah model yang sangat sederhana dan aplikatif.
1 3
2 3
10
Keberhasilan komunikasi antara dokter dan pasien pada umumnya akan melahirkan
keyamanan dan kepuasan bagi kedua belah pihak, khusunya menciptakan satu kata
tambahan bagi pasien yaitu empati. Empati dapat diraih melalui kecukupan dokter
akan listening skills and training skills yang dapat diraih melalui latihan.
Carma L Bylund & Gregory Makoul dalam tulisannya tentang Emphatic
Communication in Physician-Patient Encounter 2002, menyatakan betapa pentingnya
empati ini dikomunikasikan. Dalam konteks ini empati disusun dalam batasan definisi
berikut:
a. Kemampuan kognitif seorang dokter dalam mengerti kebutuhan pasien
b. Kemampuan afektifitas/sensitifitas terhadap perasaan pasien
c. Kemampuan perilaku dokter dalam memperlihatkan/menyampaikan empati
kepada pasien.
11
Wawancara riwayat hidup
Wawancara ini dilakukan perawat untuk mendapatkan informasi tentang
keluhan dan riwayat kesehatan pasien serta perjalanan penyakitnya. Tujuan
melakukan wawancara ini adalah untuk mengetahui alasan pasien datang
ke rumah sakit dan menjadi acuan rencana tindakan keperawatan.
Wawancara terapetik
Wawancara ini ditekankan pada fakta, ide dan isi dalam rangka
pengembangan hubungan sehat yang bertujuan untuk membantu pasien
mengidentifikasi masalahnya.Wawancara ini memberikan peluang kepada
pasien untuk mengungkapkan perasaan, mengenal dan mengetahui masa
lalunya.
Wawancara terapetik banyak digunakan oleh profesional kesehatan seperti
perawat, dokter, psikolog dan psikiater.
2) Pemeriksaan fisik
3) Pemeriksaan diagnostik
4) Informasi dari tenaga medis lain dan dari keluarga pasien
12
Bagi pasien yang mengalami gangguan pendengaran ada tahapan yang perlu
diperhatikan dalam melakukan pengkajian, yaitu informasi medik yang
mengindikasikan adanya kelemahan pendengaran, memperhatikan kemampuan
pasien membaca ekspresi wajah dan gerak bibir perawat, dan apakah pasien
mampu menggunakan gerak isyarat sebagai bentuk komunikasi non verbal.
Kelemahan fungsi kognitif
Adanya gangguan/kelemahan pada fungsi kognitif dapat mempengaruhi
kemampuan pasien untuk mengungkapkan dan memahami bahasa. Dalam
mengkaji pasien ini perawat harus dapat menilai respon baik secara verbal
maupun non verbal yang disampaikan oleh pasien dalam menjawab pertanyaan.
Gangguan struktural
Gangguan struktural tubuh terutama yang berhubungan langsung dengan organ
suara seperti mulut dan hidung dapat berpengaruh pada proses komunikasi.
b. Tahap Perumusan Diagnosis
Diagnosis dirumuskan atas dasar data yang diperoleh dari tahap pengkajian.
Perumusan diagnosis keperawatan merupakan hasil penilaian perawat dengan
melibatkan pasien dan keluarganya, tenaga kesehatan lain yang berkenaan dengan
masalah yang dialami pasien. Diagnosis keperawatan yang tepat memerlukan sikap
komunikatif perawat dan sikap kooperatif pasien.
c. Tahap Perencanaan
Pengembangan rencana tindakan keperawatan kepada pasien diperlukan interaksi
dan komunikasi dengan pasien. Hal ini untuk menentukan alternatif rencana
keperawatan yang akan diterapkan, misalnya sebelum memberikan makanan
kepada pasien, perawat harus terlebih dahulu mengetahui makanan yang sesuai
bagi pasien. Rencana tindakan yang dibuat oleh perawat merupakan media
komunikasi antar tenaga kesehatan yang berkesinambungan sehingga pelayanan
dapat dilaksanakan secara teratir dan efektif.
d. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan merupakan realisasi dari perencanaan yang telah ditetapkan
terlebih dahulu. Aktifitas ini memerlukan keterampilan komunikasi dalam
berinteraksi dengan pasien.
Pada sat menghadapi pasien perawat perlu:
1) Menunjukkan raut wajah yang mencerminkan ketulusan agar tercipta suasana
saling percaya saat berkomunikasi
13
2) Kontak pandang yang menunjukkan perhatian dan kesungguhan perawat
3) Fokus pada pasien
4) Bersikap terbuka untuk menumbuhkan keberanian pasien dalam mengikuti
tindakan keperawatan yang dilakukan
5) Mendengarkan secara seksama dan penuh perhatian untuk mendapatkan
informasi dari pasien. Perawat lebih banyakmendengarkan daripada
berbicara. Hal ini akan menimbulkan kepercayaan pasien pada perawat.
6) Mendengarkan keluhan pasien dan memahami perasaan
7) Perawat mampu menjelaskan keadaan pasien
8) Perawat mampu menjadi pembimbing dan konseling terhadap pasien
9) Bersikap tenang selama berada didepan pasien.
Dalam berkomunikasi di rumah sakit petugas dan tenaga medis harus melakukan
proses verifikasi terhadap akurasi dari komunikasi lisan dengan Catat, baca
kembali dan konfirmasi ulang (CABAK) yaitu :
Pemberi pesan memberikan pesan secara lisan
Komunikasi dapat dilakukan secara langsung atau melalui sarana komunikasi
seperti telepon. Pemberi pesan harus memperhatikan kosa kata yang digunakan,
intonasi, kekuatan suara, jelas, singkat dan padat.
Penerima pesan mencatat isi pesan (CATAT)
Untuk menghindari adanya pesan yang terlewat maka penerima pesan harus
mencatat pesan yang diberikan secara jelas.
Isi pesan dibacakan kembali secara lengkap oleh petugas penerima pesan
(BACA)
Setelah pesan dicatat, penerima pesan harus membacakan kembali pesan
tersebut kepada pemberi pesan agar tidak terjadi kesalahan dan pesan dapat
diterima dengan baik.
Penerima pesan mengkonfirmasikan kembali isi pesan kepada pemberi pesan
(KONFIRMASI)
Pemberi pesan harus mendengarkan pesan yang dibacakan kembali oleh
penerima pesan dan memberikan perbaikan bila pesan tersebut masih ada yang
kurang atau salah.
14
Sistem CABAK dapat diilustrasikan dengan skema sebagai berikut:
INCLUDEPICTURE "http://2.bp.blogspot.com/-NC_X-
X6El_Q/UF61TibQ0vI/AAAAAAAABSo/CFEDRBS_LNw/s1600/komunikasi.png" \
* MERGEFORMATINET
15
Hasil pengkajian kondisi pasien terkini
4. Recommendation
Apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah pasien saat ini
16
Pemeriksaan analisa gas darah
Pemeriksaan EKG
Pemberian oksigenasi
Beta 2 agonis nebulizer
2. Komunikasi langsung
a. Talkshow dokter umum di Radio
b. Penyuluhan kesehatan dalam safari kesehatan ke masyarakat sekitar/perusahaan
c. Kegiatan Edukasi penyakit dalam kegiatan senam lansia
d. Seminar kesehatan
20
Komunikasi yang dilakukan melalui telepon, dimana saat mendaftar pasien
diminta menyebutkan namadokter yang dituju, nama pasien dan nomor rekam
medis oleh petugas operator. Petugas operator akan mengkonfirmasi apa yang
didengarnya untuk input pendaftaran.
Dalam melakukan konfirmasi, komunikan terkadang menghadapi kesulitan
menuliskan sesuatu informasi sehingga harus menjabarkan hurufnya satu per satu
dengan menggunakan alfabeth, sebagai berikut :
Kode Alfabet Internasional (Sumber : Wikipedia)
INCLUDEPICTURE "http://1.bp.blogspot.com/-
T36btKPWPzE/Tdreq6GZCxI/AAAAAAAAAHY/OYWF75ylTRE/s1600/350p
21
x-FAA_Phonetic_and_Morse_Chart2.svg.png" \* MERGEFORMATINET
b. Datang langsung
Saat pasien datang ke rumah sakit, maka tempat yang pertama kali harus
dikunjunginya adalah ruang/tempat pendaftaran, dimana terdapat meja untuk
mendaftar. Setelah pendaftaran selesai, barulah mereka satu demi satu diarahkan
ke tempat yang sesuai dengan pelayanan yang dibutuhkan. Kontak awal dengan
rumah sakit ini, perlu disambut dengan 5S (senyum, sambut, sapa, salam, Santun )
22
oleh petugas pendaftaran. Sambutan tersebut berupa salam hangat yang dapat
membuat mereka merasa tentram berada di rumah sakit. Di tempat tersebut,
pasien akan ditanya keperluannya dan akan diarahkan sesuai dengan keperluan
yang dituju.
23
ini disebabkan penyakit kronis umumnya memberikan pengaruh fisik dan kejiwaan
serta dampak sosial kepada penderitanya. Kepada pasien seperti ini, kesabaran dari
petugas rumah sakit sangat diharapkan, khususnya dalam pelaksanaan komunikasi
pemberdayaan. Beberapa cara komunikasi pemberdayaan dapat dilakukan melalui
konseling sebagai berikut :
a. Konseling di Tempat Tidur
Konseling di tempat tidur (bedside conseling) dilakukan terhadap pasien rawat
inap yang belum dapat atau masih sulit meninggalkan tempat tidurnya dan harus
terus berbaring. Dalam hal ini, perawat yang menjadi konselor harus mendatangi
setiap pasien, duduk di samping tempat tidur pasien tersebut dan melakukan
pelayanan konseling.
Dalam melakukan konseling di tempat tidur, konselor membawa alat peraga dan
bila memungkinkan dapat membawa VCD/DVD yang berisi informasi tentang
penyakit pasien tersebut.
b. Konseling Berkelompok
Terhadap pasien yang dapat meninggalkan tempat tidurnya, dapat dilakukan
konseling secara berkelompok. Untuk itu, di ruang perawatan harus disediakan
suatu tempat atau ruangan untuk berkumpul.
Konseling berkelompok ini selain untuk meningkatkan pengetahuan serta
mengubah sikap dan perilaku pasien, juga sebagai sarana komunikasi yang
berfungsi sebagai sosialisasi kepada pasien-pasien.
Untuk konseling berkelompok sebaiknya digunakan alat peraga atau media
komunikasi seperti flipchart, poster, standing banner, laptop dan LCD untuk
menayangkan gambar atau film.
Di Rumah Sakit Ibu dan Anak Puri Betik Hati konseling berkelompok dilakukan
melalui senam hamil, kursus prapersalinan dan kursus perawatan bayi.
Lingkungan yang berpengaruh besar terhadap pasien rawat inap adalah para
penjenguk (pembesuk).
Agar para penjenguk tertib, dapat disediakan ruang tunggu yang dilengkapi
dengan poster dan leaflet tentang pendidikan kesehatan secara gratis atau televisi
yang menayangakan berbagai pesan kesehatan dari VCD/DVD player, sehingga
diharapkan para penjenguk memperoleh informasi yang nantinya dapat
disampaikan kepada pasien yang akan dibesuknya.
24
C. Komunikasi Saat Memberikan Edukasi Terkait Kondisi Kesehatan Pasien
Prosesnya :
1. Tahap asesmen pasien : Sebelum melakukan edukasi, petugas menilai dulu
kebutuhan edukasi pasien dan keluarga berdasarkan: (data ini didapatkan dari RM):
a. Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga.
b. Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa yang digunakan.
c. Hambatan emosional dan motivasi. (emosional: depresi, senang dan marah)
d. Keterbatasan fisik dan kognitif.
e. Ketersediaan pasien untuk menerima informasi.
2. Tahap cara penyampaian informasi dan edukasi yang efektif. Setelah melalui
tahap asesmen pasien, di temukan :
a. Pasien dalam kondisi baik semua dan emosionalnya senang, maka proses
komunikasinya mudah disampaikan.
b. Jika pada tahap asesmen pasien di temukan hambatan fisik (tuna rungu dan tuna
wicara), maka komunikasi yang efektif adalah memberikan leaflet kepada pasien
dan keluarga sekandung (istri, anak, ayah, ibu, atau saudara sekandung) dan
menjelaskannya kepada mereka.
c. Jika pada tahap asesmen pasien ditemukan hambatan emosional pasien (pasien
marah atau depresi), maka komunikasi yang efektif adalah memberikan materi
edukasi dan menyarankan pasien membaca leaflet. Apabila pasien tidak mengerti
materi edukasi, pasien bisa menghubungi medical information.
3. Tahap cara verifikasi bahwa pasien dan keluarga menerima dan memahami
edukasi yang diberikan:
a. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, kondisi
pasien baik dan senang, maka verifikasi yang dilakukan adalah: menanyakan
kembali eduksi yang telah diberikan.
Pertanyaannya adalah: Dari materi edukasi yang telah disampaikan, kira-kira
apa yang bpk/ibu bisa pelajari ?.
b. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, pasiennya
mengalami hambatan fisik, maka verifikasinya adalah dengan pihak keluarganya
dengan pertanyaan yang sama: Dari materi edukasi yang telah disampaikan,
kira-kira apa yang bpk/ibu bisa pelajari ?.
25
c. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, ada hambatan
emosional (marah atau depresi), maka verifikasinya adalah dengan tanyakan
kembali sejauh mana pasiennya mengerti tentang materi edukasi yang diberikan
dan pahami. Proses pertanyaan ini bisa via telepon atau datang langsung ke
kamar pasien setelah pasien tenang.
26
BAB IV
DOKUMENTASI
27
Penyediaan media pendukung komunikasi, yaitu media cetak seperti lembar balik
(flipchart), lembar lipat (leaflet), poster, selebaran (flyer), buklet dan media elektronik (vcd)
akan sangat membantu efektivitas komunikasi.
Untuk menciptakan kepuasan pasien suatu perusahaan atau rumah sakit harus menciptakan
dan mengelola suatu sistem untuk memperoleh pasien yang lebih banyak dan kemampuan
untuk mempertahankan pasiennya.
Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara meningkatkan jasa pelayanan dengan
sebaik-baiknya, termasuk melakukan komunikasi terhadap pelanggan dalam hal ini adalah
pasien dengan mempertimbangkan latar belakang budaya sehingga keluhan negatif terhadap
pelayanan kesehatan dapat diminimalkan.
Selain itu, apabila setiap profesi kesehatan memegang teguh kode etik profesi yang telah
dirumuskan oleh masing-masing profesi dan menerapkannya di dalam pemberian pelayanan
kepada pasien maka komplain tidak akan terjadi. Disamping itu, setiap profesi kesehatan
harus meningkatkan motivasi internalnya untuk menolong sesama manusia. Tidak sekedar
motivasi material tapi juga keikhlasan berbuat menolong sesama manusia dalam rangka
beribadah kepada-Nya.
28