Studi Kasus Pola Pengobatan Penyakit Gonore Di Wilayah Kerja Puskesmas Palaran Periode Januari
Studi Kasus Pola Pengobatan Penyakit Gonore Di Wilayah Kerja Puskesmas Palaran Periode Januari
DISUSUN OLEH:
Helnida (0708015047)
PEMBIMBING:
Veronika Hinum, S. KM, MM
dr. Endang Sri Wahyuningsih
dr. M. Khairul Nuryanto, M.Kes
BAB I. PENDAHULUAN
2.1. ...................................................................................................................... 4
2.1.2. ...................................................................................................................... 4
2.1.4. Patofisiologis............................................................................................... 6
2.2.1. ..................................................................................................................... 12
2.2.2. ..................................................................................................................... 15
2.2.3. .................................................................................................................... 16
2.2.4. ..................................................................................................................... 17
ii
2.2.5. ..................................................................................................................... 19
LAMPIRAN-LAMPIRAN .......................................................................................... 32
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
4
golongan sefalosporin dalam pengobatan gonore karena telah banyak data
yang melaporkan tingginya resistensi gonore terhadap penisilin. Beberapa
penelitian di Indonesia sendiri telah banyak melaporkan tingginya angka
resistensi Neisseria gonnorhoeoe terhadap penisilin dan terus mengalami
peningkatan dari tahun 1991 hingga 1996. Bahkan baru-baru ini banyak
penelitian yang melaporkan adanya resisntensi bakteri ini terhadap beberapa
antibiotik (multi-drug resistance). 3
Penggunaan antibiotik yang tidak sesuai dengan acuan farmakologi
merupakan salah satu faktor semakin meningkatnya angka resistensi gonore
terhadap antibiotik. Hal tersebut didukung dengan bebasnya pembelian
antibiotik tanpa resep dokter. Perilaku pemakaian antibiotik dari penderita
gonore erat kaitannya dengan tingginya angka resistensi antibiotik yang
ditimbulkan, karena tidak sedikit dari mereka yang memilih membeli
antibiotik sendiri daripada memeriksakan diri ke dokter karena penyakit
gonore masih dianggap penyakit yang memalukan di kalangan masyarakat.4
5
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pola pengobatan
penyakit gonore di wilayah kerja Puskesmas Palaran.
6
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gonore
2.1.1 Definisi
2.1.2 Epidemiologi
Istilah gonore pertama kali digunakan oleh Galen di Yunani pada abad ke
dua, yang mengandung arti "benih yang mengalir".6 Gonore dapat ditemukan di
seluruh dunia, mengenai pria dan wanita pada semua usia terutama kelompok
dewasa muda dengan aktifitas seksual tinggi. Gonore umunmya ditularkan
melalui hubungan seks baik secara genito-genital, oro-genital, dan ano-genital.
Penularan juga bisa terjadi dari ibu kepada bayi melalui jalan lahir yang
manifestasinya dapat berupa infeksi pada mata yang dikenal dengan blenorrhea. 3
Pada pria umumnya menyebabkan urethritis akut sementara, sementara pada
wanita biasanya asimptomatis. 2,7
7
untuk pria.9
2.1.3 Etiologi
8
dalam virulensi dan patogenesis kuman Neisseria gonoruhoeae.
b. Pili : merupakan bagian dinding sel gonokokus yang menyerupai rambut,
berbentuk batang dan terdiri atas subunit protein sekitar l8 Dalton. Pili ini
berperan dalam perlekatan (adhesi) pada sel mukosa dan penyebamn
kuman dalam host.10
c. Protein, terdiri atas : protein porin (Por), protein opacity (Opa), reduction
modifiable protein (RMP) dan protein H8. 10 Fungsi potein ini antara lain
sebagai penghubung anion spesifik ke dalam lapisan yang banyak
mengandung lemak pada membran luar.10,12
d. Lipo oligosakarida: komponen ini berperan dalam menginvasi sel epitel,
dengan cara memproduksi endotoksin sehingga terjadi kematian sel
mukosa.10
e. Ig A I protease : berperan dalam inaktifasi pertahanan imun mukosa.
Hilangnya Ig A1 protease akan menyebabkan hilangnya kemampuan
gonokokus untuk tumbuh dalam sel epitel.10
9
f. Aktifitas seksual usia dini : Remaja rentan dalam terinfeksi penyakit ini
terutama dalam melakukan hubungan seks tanpa kondom. Pada usia
remaja dikatakan matang secara seksual namun belum dewasa secara
emosional.
Penyakit radang panggul (PID) : PID umumnya komplikasi yang paling ditakuti
infeksi gonokokal, karena merupakan salah satu penyebab utama infertilitas
wanita dan sering menyebabkan rawat inap.
10
alternative komplemen hospes, sementara lipo oligosakarida (LOS) juga
menstimulasi produk tumor necrosis factor (TNF) yang menyebabkan kerusakan
sel. Neutrofil segera datang ke tempat tersebut dan mencerna bakteri. Dengan
alas an yang belum diketahui, beberapa bakteri Neisseria gonorrhoeae mampu
bertahan hidup dengan fagositosis, sampai neutrophil mati dan melepaskan bakteri
yang dicerna. Setelah itu infiltrasi sejumlah leukosit dan respon neutrophil
menyebabkan terbentuknya pus dan munculnya gejala subjektif.7,13
Masa tunas gonore sangat singkat, pada pria berkisar 2-5 haru, pada wanita
masa tunas sulit ditentukan karena umumnya asimptomatis. Infeksi Neisseria
gonorrhea pada pria bersifat akut yang didahului rasa panas di bagian distal uretra
di sekitar orifisium uretra eksternum (OUE), diikuti dysuria dan polakisuria. Pada
pemeriksaan OUE tampak kemerahan dan edem, ekstropion dapat ditemui. Juga
terdapat duh tubuh yang bersifat purulent atau seropurulen. Pada beberapa
keadaan duh tubuh keluar bila dilakukan pemijatan atau pengurutan korpus penis
ke arah distal, tetapi pada keadaan penyakit yang lebih berat nanah tersebut
menetes sendiri keluar dan sering diikuti timbulnya pembesaran kelenjar getah
bening inguinal medial unilateral atau bilateral. Komplikasi akan timbul jika tidak
cepat diobati atau mendapat pengobatan yang kurang adekuat. Penyulit urethritis
gonore umumnya bersifat lokal, yang terjadi dapat berupa: tysonitis, para
urethritis, litritis, cowperitis, prostatitis, vesikulitis, funikulitis, epididymitis,
cystitis, dan proktitis. Sedangkan komplikasi ekstra genital merupakan infeksi
secara hematogen ke seluruh tubuh sehingga dapat menimbulkan meningitis,
miokarditis, dan konjungtivitis. Komplikasi lanjut infeksi gonore pada pria dapat
menimbulkan kemandulan jika terjadi bilateral epidedimitis. miokarditis dan
konjunctivitis. Komplikasi lanjut infeksi gonore pada proa dapat menimbulkan
kemandulan jika terjadi bilateral epidedimitis.10,14
Pada wanita gejala klinis subjektif dan objektif jarang didapatkan. Infeksi
pada wanita dapat mengenai serviks dengan gejala utama meliputi duh tubuh
vagina yang berasal dari endoservisitis yang bersifat purulent dan agak berbau
11
namun pada beberapa pasien kadang-kadang mempunyai gejala minimal.
Kemudian timbul dysuria dan disparenuria. Jika ini asimptomatis maka dapat
berkembang jadi Pelvic Inflammatory Disease (PID). Nyeri ini bisa merupakan
akibat dari menjalarnya infeksi ke endometrium, tuba falopii, ovarium, dan
peritoneum.2
2.1.8 Diagnosis
a. Sediaan langsung
Dengan pengecatan Gram akan ditemukan gonococcus negative-Gram
intraseluler dan ekstraseluler. Bahan duh tubuh pria diambil dari daerah
fosa navikularis, sedangkan pada wanita diambil dari uretra, muara
kelenjar Bartholin, dan endoserviks.10
b. Kultur / biakan
Untuk dentifikasi dilakukan pembiakan dengan menggunakan media
pertumbuhan yaitu Media Thayer Martin yang mengandung vankomisin,
kolimestat dan nistatin yang dapat menekan pertumbuhan kuman positif-
Gram, negatif-Gram dan jamur, dimana tampak koloni berwarna putih
keabuan, mengkilat, dan cembung. Media lain adalah agar coklat Mcleod,
tetapi media ini dapat ditumbuhi oleh kuman lain selain gonococcus.
Pemeriksaan kultur dengan bahan dari duh uretra pria, sensitivitasnya
lebih tinggi 94-98% dari pada endoserviks 85-95%, sedangkan
spesifisitasnya sama yaitu 99%.10
c. Pemeriksaan DNA
Pemeriksaan DNA pada prinsipnya mendeteksi asam nucleat
mikroorganisme dengan menggunakan pelacak DNA. Biasanya yang
digunakan adalah teknik PCR (polymerase chain reaction), yaitu suatu
teknik in vitro untuk menggandakan atau amplikasi DNA secara enzimatis
melalui rekayasa sintesis DNA baru secara enzimatis melalui rekayasa
sintesis DNA baru secara berulang, sehingga sedikit sampel DNA dapat
12
dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan.15
d. Tes beta-laktamase
Tes ini menggunakan cefinase TM cakram. BBL 96192 yang mengandung
kromogenik sepalosporin. Apabila kuman mengandung enzim beta-
laktamase, akan menyebabkan perubahan warna koloni dari kuning
menjadi merah.10
e. Tes Thomson
Tes ini berguna untuk mengetahui sampai dimana infeksi sudah
berlangsung tanpa melakukan pemeriksaan laboratorium. Tes ini dilakukan
pada pagi hari setelah bangun pagi, urin dibagi 2 gelas dan tidak boleh
menahan kencing dari gelas 1 ke gelas 2. Dengan hasil interpretasi infeksi
urethritis anterior jika gelas 1 keruh sedangkan gelas 2 jernih.14
2.1.9 Penatalaksanaan
13
2.2 Pilihan Pengobatan
a. Pendidikan (Education)
Pendidikan adalah upaya pembelajaran kepada masyarakat agar
masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatannya. Tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
didasarkan kepada pengetahuan dan kesadarannya terhadap proses pembelajaran.
Sehingga perilaku tersebut diharapkan berlangsung lama dan menetap karena
didasari oleh kesadaran.
b. Paksaan atau tekanan
Paksaan dilakukan kepada masyarakat agar mereka melakukan tindakan-
tindakan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri.Tindakan
atau perilaku sebagai hasil tekanan ini memang cepat tetapi tidak akan bertahan
lama karena tidak didasari pada pemahaman dan kesadaran untuk apa mereka
berperilaku sepert itu. Jadi dari kedua pendekatan itu, maka pendekatan
pendidikanlah paling tepat sebagai upaya pemecahan masalah kesehatan
14
masyarakat melalui faktor perilaku.17
1. Faktor predisposisi
Faktor - faktor yang dapat mempermudah terjadinya perilaku pada diri
seseorang atau masyarakat adalah pengetahuan dan sikap seseorang / masyarakat
tersebutterhadap apa yang dilakukan.
2. Faktor pemungkin atau pendukung
Faktor pemungkin atau pendukung perilaku adalah fasilitas, sarana atau
prasarana yang mendukung atau yang memfasilitasi terjadinya perilaku
seseorang / masyarakat. Misalnya seorang ibu berobat ke rumah sakit dan diberi
resep oleh dokter. Fasilitas berobat seperti rumah sakit dan apotek. Dalam hal ini
pengetahuan dan sikap saja belum menjamin terjadinya perilaku, maka masih
diperlukan sarana atau fasilitas untuk memungkinkan atau mendukung perilaku
tersebut.
3. Faktor penguat
Pengetahuan, sikap dan fasilitas yang tersedia belum menjamin terjadinya
perilaku seseorang atau masyarakat. Oleh karena itu perlu adanya faktor penguat
bagi terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Peraturan, undang-undang,
surat keputusan dari pejabat pemerintah pusat atau daerah merupakan faktor
penguat perilaku.17
Pengobatan Sendiri
15
1. Tepat obat, perilaku swamedikasi dalam melakukan oemiliha obat
hendaknya sesuai dengan keluhan yang dirasakannya dan mengetahui
kegunaan obat yang diminum.
2. Tepat golongan, pelaku swamedikasi hendaknya menggunakan obat yang
termasuk golongan obat bebas dan bebas terbatas.
3. Tepat dosis, pelaku swamedikasi dapat menggunakan obat secara benar
meliputi cara pemakaian aturan pakai dan jumlah obat yang digunakan.
4. Tepat waktu (lama pengobatan terbatas), pelaku swamedikasi mengetahui
kapan harus mengguanakn obat dan batas waktu untuk menghebtikannya
dan segera meminta pertolongan tenaga meds jika keluahnnya tidak
berkurang.
5. Waspada efek samping, pelaku swamedikasi mengetahui efek samping
yang timbulpada penggunaan obat sehingga dapat mengambil tindakan
pencegahan serta mewaspadainya.
Menurut WHO dalam artikelnya, tanggung jawab dalam swamedikasi terdiri dari
dua yaitu
16
BAB IV
METODE PENELITIAN
b. Kriteria Eksklusi
a) Pasien tidak diketahui asal/alamat rumah tinggalnya atau diketahui namun
tidak dapat dijangkau oleh peneliti
4.4 Cara Pengumpulan Data
4.4.1 Data Primer
17
Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam (indepth interview)
dengan menggunakan pedoman wawancara yang telah disiapkan.
4.4.2 Data Sekunder
Data sekunder diperoleh melalui rekam medik pasien. Data tersebut
berupa alamat, dasar diagnosis dan catatan riwayat kesehatan pasien yang
berkaitan dengan gonorrhea.
4.5 Instrumen Penelitian
Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini adalah daftar pertanyaan
wawancara.
4.6 Variabel Penelitian
a) Gonore
b) Pola pengobatan pasien gonore
4.7 Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
4.7.1 Gonorrhea
Definisi Operasional
Responden diketahui menderita gonorrhea berdasarkan hasil pemeriksaan
bakteriologis sekret uretra atau swab vagina di Puskesmas Induk Palaran
Samarinda selama periode Januari hingga April 2013.
4.7.2 Pola Pengobatan Pasien Gonore
Definisi Operasional
Pola pengobatan gonore yang dipilih responden, meliputi:
Jenis obat
Dosis obat
Lama pengobatan
Cara pengobatan
Tempat mendapatkan obat
Kesimpulan
19
BAB V
HASIL PENELITIAN
7
Grafik 5.2 Karakteristik Penderita Gonore Berdasarkan Usia di Wilayah
Kerja Puskesmas Palaran Periode Januari-April 2013.
Jenis pekerjaan yang dimiliki penderita gonore terdapat beberapa variasi. Pada
penelitian ini dipaparkan karakteristik jenis pekerjaan yang dimiliki penderita
gonore tersebut.
Grafik 5.3 Karakteristik Penderita Gonore Berdasarkan Pekerjaan di
Wilayah Kerja Puskesmas Palaran Periode Januari-April 2013.
8
5.1.4 Karakteristik Penderita Gonore Berdasarkan Status Menikah
Jenis pekerjaan yang dimiliki penderita gonore terdapat beberapa variasi.
Pada penelitian ini dipaparkan karakteristik jenis pekerjaan yang dimiliki
penderita gonore tersebut.
Grafik 5.3 Karakteristik Penderita Gonore Berdasarkan Pekerjaan di
Wilayah Kerja Puskesmas Palaran Periode Januari-April 2013.
9
Daftar Pustaka
1. Garcia AL, Madkan VK, Tyring SK. Gonorrhea and other veneral disease. Dalam;
Wolff K Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, editor. Fitzpatrick's TB.
Eds. Dermatology in general medioine. Seven editions. New York; McGraw Hill,
2008:'1993-2000.
2. Daily SF. Standardisasi diagnostik dan penatalaksanaan uretritis gonore akuta
tanpa komplikasi. Dalam standarisasi diagnostik dan penatalaksanaan beberapa
penyakit menular seksual. Jakarta; B alai penert it FKUI, 199 0 :l 43 -52.
3. Athanosia E, Pujiati SR, Soedarmadji. 2006. Mekanisme dan epidemiologi
resistenssi Neiserria gononhea. Berkala ilmu penyakit kulit dan kelamin. No.l Vol
XVII.
4. Nilasari H, Zubair F, Daili SF. 2008. Pola resistensi Neisetia gonowhoeae
Sparling PF, Stamm WE, Piot P, editor. Sexually tansmitted disease. Edisi ke-4.
20
Kalbe Farma, 1992:124-5.
12. Nasution MA. Gonorrhea. Cermin dunia kedokteran, edisi ke-80, Jakarta, grup pT
Kalbe Farma, 1992:124-5.
13. Larry IL. Gonococcal infection. Available from URL: http//www.emedicine.com.
14. Daili SF. Gonore. Dalam: Daili SF, Makes WI, Zubier F, editor. Infeksi menular
seksual, edisi ke-4, Jakarta: FKUI.
15. Suryaningsih E. Aplikasi PCR dalam mendeteksi infeksi gonore, klamidia dan
Jakata;2007:48-51.
16. Brown T. Multidrug-Resistant Gonorrhea: New Treatment Guidelines. Available
at http://www.medscape.com/viewarticle/779587.
17. Notoatmodjo. (2005). Ilmu dan Aplikasi Pendidikan (Vol. 4). Bandung: PT. IMTIMA.
21
DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA
22