Anda di halaman 1dari 27

STUDI KASUS POLA PENGOBATAN PENYAKIT GONORE DI WILAYAH

KERJA PUSKESMAS PALARAN PERIODE JANUARI-APRIL 2013

DISUSUN OLEH:
Helnida (0708015047)

Rahmatul Yasiro (0708015050)

Yoga Alfian Noor (0708015038)

Zara Pilar Kusuma (0708015020)

PEMBIMBING:
Veronika Hinum, S. KM, MM
dr. Endang Sri Wahyuningsih
dr. M. Khairul Nuryanto, M.Kes

LABORATORIUM/SMF ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN
PUSKESMAS PALARAN
SAMARINDA
2013
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1


1.2. Rumusan Masalah ....................................................................................... 3
1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 3
1.4. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 3
BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ...................................................................................................................... 4

2.1.1. Definisi ........................................................................................................ 4

2.1.2. ...................................................................................................................... 4

2.1.3. Patogenesis .................................................................................................. 5

2.1.4. Patofisiologis............................................................................................... 6

2.1.5. Manifestasi Klinis ....................................................................................... 8

2.1.6. Pemeriksaan laboratorium .......................................................................... 10

2.1.7. Diagnosis ................................................................................................... 10

2.1.8. Penatalaksanaan .......................................................................................... 11

2.1.9. Pencegahan ................................................................................................. 11

2.2 FAKTOR RISIKO GONORE........................................................................... 11

2.2.1. ..................................................................................................................... 12

2.2.2. ..................................................................................................................... 15

2.2.3. .................................................................................................................... 16

2.2.4. ..................................................................................................................... 17

ii
2.2.5. ..................................................................................................................... 19

BAB III KERANGKA TEORI DAN KONSEP ......................................................... 21

3.1. Kerangka Teori ............................................................................................ 21

3.2. Kerangka Konsep ........................................................................................ 22

3.3. Hipotesis ...................................................................................................... 22

BAB IV.METODOLOGI PENELITIAN ................................................................... 23

4.1. Jenis Penelitian ............................................................................................ 23

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................................... 23

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian .................................................................. 23

4.4. Kriteria Sampel ........................................................................................... 24

4.5. Variabel Penelitian ...................................................................................... 25

4.6. Definisi Operasional dan Kriteria objektif .................................................. 25

4.7. Cara Pengumpulan Data .............................................................................. 27

4.8. Pengolahan dan Penyajian Data .................................................................. 28

4.9. Analisis Data ............................................................................................... 28

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 30

LAMPIRAN-LAMPIRAN .......................................................................................... 32

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Gonore adalah penyakit pada membran mukosa, disebabkan oleh bakteri
diplokokus gram negatif Neisseria gonorrhoeae yang bersifat purulen.
Meskipun N. Gonorrhoeae seringkali disebarkan melalui kontak seksual,
bakteri ini pula disebarkan melalui saluran genital seorang ibu yang terinfeksi
gonore selama proses kelahiran sehingga dapat mengakibatkan optalmia
neonatorum dan sepsis neonatorum.1,2
Penyakit gonore masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
penting di dunia, diperkirakan terdapat 200 juta kasus baru terjadi setiap
tahunnya. Sejak tahun 2008, jumlah penderita wanita dan pria sudah hampir
sama yaitu sekitar 1,34 tiap 100.000 penduduk untuk wanita dan 1,03 tiap
100.000 penduduk untuk pria. 1,2
Amerika Serikat melaporkan sekitar 700.000 kasus baru diperkirakan
terjadi tiap tahunnya, dan hanya setengah dari kasus tersebut yang dilaporkan.
Gonore menempati terbanyak kedua penyakit yang dilaporkan di Amerika.
Sebagian besar negara-negara berkembang tidak memiliki data yang pasti
mengenai frekuensi kasus gonore, namun diperkirakan memiliki angka
kejadian yang tinggi. Infeksi gonore menempati urutan tertinggi dari semua
jenis penyakit menular seksual yang lain. Beberapa penelitian di Surabaya,
Jakarta, dan Bandung terhadap wanita pekerja seks menunjukkan bahwa
prevalensi gonore berkisar antara 7,4%-50%.1,2
Berdasarkan data surveilens puskesmas palaran, insidens penyakit gonore
mengalami peningkatan sebanyak dua kali lipat pada dua tahun terakhir dari 9
orang pada tahun 2011 menjadi 19 orang dari akhir tahun 2012. Selama tiga
bulan di awal tahun 2013 yakni periode Januari hingga April sudah terdapat
17 kasus baru.
Tingginya angka kejadian gonore erat kaitannya dengan kejadian resistensi
terhadap antibiotik yang digunakan dalam pengobatan gonore. Resistensi
Neisseria gonnorhoeoe terhadap antibiotik telah banyak dilaporkan di
berbagai negara. WHO pada tahun 2003 merekomendasikan penggunaan

4
golongan sefalosporin dalam pengobatan gonore karena telah banyak data
yang melaporkan tingginya resistensi gonore terhadap penisilin. Beberapa
penelitian di Indonesia sendiri telah banyak melaporkan tingginya angka
resistensi Neisseria gonnorhoeoe terhadap penisilin dan terus mengalami
peningkatan dari tahun 1991 hingga 1996. Bahkan baru-baru ini banyak
penelitian yang melaporkan adanya resisntensi bakteri ini terhadap beberapa
antibiotik (multi-drug resistance). 3
Penggunaan antibiotik yang tidak sesuai dengan acuan farmakologi
merupakan salah satu faktor semakin meningkatnya angka resistensi gonore
terhadap antibiotik. Hal tersebut didukung dengan bebasnya pembelian
antibiotik tanpa resep dokter. Perilaku pemakaian antibiotik dari penderita
gonore erat kaitannya dengan tingginya angka resistensi antibiotik yang
ditimbulkan, karena tidak sedikit dari mereka yang memilih membeli
antibiotik sendiri daripada memeriksakan diri ke dokter karena penyakit
gonore masih dianggap penyakit yang memalukan di kalangan masyarakat.4

Seringkali infeksi gonore di masyarakat tidak terdeteksi karena masalah


tersebut sensitif untuk diungkapkan oleh penderita, sehingga angka kejadian
yang dilaporkan bisa jadi dua kali lipat yang ada pada kenyataannya.
Berdasarkan paparan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian studi kasus terhadap pola pengobatan penderita gonore di wilayah
kerja Puskesmas Palaran periode Januari-April 2013.

1.2. Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari penelitian ini ialah :
a. Meningkatnya insidensi infeksi gonore di Palaran pada akhir tahun
2012 hingga awal tahun 2013
b. Masyarakat sebagian besar belum memahami cara pengobatan gonore
yang benar.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti ingin mengetahui pola
pengobatan penyakit gonore di wilayah kerja Puskesmas Palaran.

1.3. Tujuan Penelitian

5
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pola pengobatan
penyakit gonore di wilayah kerja Puskesmas Palaran.

1.4. Manfaat Penelitian


1. Sebagai masukan bagi instansi kesehatan terkait guna meningkatkan
promosi kesehatan mengenai gejala, cara penularan, cara mengobati, dan
cara pencegahan terhadap penyakit infeksi menular seksual, serta secara
khusus mengetahui pola pengobatan penyakit gonore.
2. Menambah wawasan dan pengetahuan masyarakat dalam mencari
pengobatan gonore yang benar sehingga terhindar dari komplikasi
penyakit yang lebih serius
3. Menambah pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti tentang cara
penularan dan cara pencegahan penyakit infeksi gonore sehingga terhindar
dari penyakit tersebut.
4. Sebagai salah satu tugas dalam Kepaniteraan Klinik Muda Ilmu Kesehatan
Masyarakat.

6
7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gonore

2.1.1 Definisi

Gonore adalah infeksi bakteri yang disebabkan oleh kuman Neisseria


gonorhoeae, suatu diplokokous negatif Gram mengenai mukosa membran uretra
pada pria, serta endoserviks dan kelenjar Bartholini pada wanita.5 Sinonim :
kencing nanah, uretritis spesifik.

2.1.2 Epidemiologi

Istilah gonore pertama kali digunakan oleh Galen di Yunani pada abad ke
dua, yang mengandung arti "benih yang mengalir".6 Gonore dapat ditemukan di
seluruh dunia, mengenai pria dan wanita pada semua usia terutama kelompok
dewasa muda dengan aktifitas seksual tinggi. Gonore umunmya ditularkan
melalui hubungan seks baik secara genito-genital, oro-genital, dan ano-genital.
Penularan juga bisa terjadi dari ibu kepada bayi melalui jalan lahir yang
manifestasinya dapat berupa infeksi pada mata yang dikenal dengan blenorrhea. 3
Pada pria umumnya menyebabkan urethritis akut sementara, sementara pada
wanita biasanya asimptomatis. 2,7

Faktor risiko untuk infeksi Neisseria gonorrhoeae antaralain: status sosial


ekonomi yang rendah, aktivitas seksual yang dini, hidup serumah tanpa ikatan
perkawinan, homoseksual, heteroseksual, biseksual, adanya riwayat infeksi
Neisseria gonorrhoeae sebelumnya, pengobatan gonore dengan antibiotik yang
tidak adekuat dan seks bebas. 6,7

Di dunia, gonore merupakan IMS yang paling sering terjadi sepanjang


abad ke-20, dengan perkiraan 200juta kasus baru yang terjadi tiap tahunnya. 8
Sejak tahun 2008, jumlah penderita wanita dan pria sudah hampir sama yaitu
sekitar 1,34 tiap 100.000 penduduk untuk wanita dan 1,03 tiap 100.000 penduduk

7
untuk pria.9

2.1.3 Etiologi

Gonore disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae kuman kokus negatif


Gram famili Neisseriaceae, tampak di dalam dan di luar leukosit
polimorfonuklear (neutrofil), berukuran 0,6-1,5 m, berbentuk diplokokus seperti
biji kopi dengan sisi datar yang berhadap-hadapan dan mempnnyai 3 lapis dinding
sel yaitu outer membrane, membran periplasma ,dan inner membrane pada bagian
terdalam.7 Kuman ini tidak motil dan tidak membentuk spora. Neisseria
gonorrhoeae dapat dibiakkan dengan media. Thayer Martin pada suhu optimal 35-
37oC dengan kadar CO2 5%. Kuman ini tidak tahan lama di udara bebas, cepat
mati pada keadaan kering, tidak tahan suhu di atas 39oC dan tidak tahan zat
disinfektan.5,10 Kuman ini ditemukan tahun 1879 oleh dr. Albert Ludwig
Siegmund Neisser berkebangsaan Jerman, melalui pengecatan hapusan duh tubuh
uretra, vagina,dan konjungtiva pertama kali di kultur in vitro tahun 1882 oleh
Leistikow.10,11

2.1.4 Biologi Neisseria gonorrhoeae

Dinding Neisseria gonorrhoeae mempunyai komponen-komponen


permukaan yang berperan pada patogenesis virulensinya. Komponen permukaan
tersebut mulai dari lapisan dalam ke luar dengan susunan sebagai berikut :

1. Membran sitoplasma : membran ini menghasilkan beberapa enzim seperti


suksinat dehidrogenase, laktat dehidrogenase, nicotinamide adenine
dinucleotide dehidrogenase (NADH) dan adenosinetriphosp atase (ATP
ose).10
2. Lapisan peptidoglikan : lapisan ini mengandung beberapa asam amino dan
penicilinase binding component yang merupakan sasaran antibiotik penisilin
dalam proses kematian kuman. Terjadi hambatan dalam sintesis dinding sel,
sehingga kuman akan mati.10
3. Dinding sel/membran luar
Membran ini ini terdiri atas beberapa komponen :
a. Lapisan polisakarida : merupakan lapisan yang memegang peranan

8
dalam virulensi dan patogenesis kuman Neisseria gonoruhoeae.
b. Pili : merupakan bagian dinding sel gonokokus yang menyerupai rambut,
berbentuk batang dan terdiri atas subunit protein sekitar l8 Dalton. Pili ini
berperan dalam perlekatan (adhesi) pada sel mukosa dan penyebamn
kuman dalam host.10
c. Protein, terdiri atas : protein porin (Por), protein opacity (Opa), reduction
modifiable protein (RMP) dan protein H8. 10 Fungsi potein ini antara lain
sebagai penghubung anion spesifik ke dalam lapisan yang banyak
mengandung lemak pada membran luar.10,12
d. Lipo oligosakarida: komponen ini berperan dalam menginvasi sel epitel,
dengan cara memproduksi endotoksin sehingga terjadi kematian sel
mukosa.10
e. Ig A I protease : berperan dalam inaktifasi pertahanan imun mukosa.
Hilangnya Ig A1 protease akan menyebabkan hilangnya kemampuan
gonokokus untuk tumbuh dalam sel epitel.10

2.1.5 Faktor Resiko

Faktor risiko gonore meliputi1:


a. Paparan seksual dengan pasangan yang terinfeksi tanpa perlindungan
penghalang (misalnya, kegagalan untuk menggunakan kondom atau
condom failure). Orang yang memiliki hubungan seks tanpa kondom
dengan mitra baru sering cukup untuk mempertahankan infeksi dalam
komunitas
b. Multiple sex partners
c. Pria homoseksual : Pria yang berhubungan seks dengan laki-laki jauh
lebih mungkin untuk memperoleh dan membawa gonore dan memiliki
tarif jauh lebih tinggi dari bakteri resisten antibiotik.
d. Status sosial ekonomi rendah : Kemiskinan terutama di daerah rural
sering menyebabkan urbanisasi ke kota besar. Dan perkembangan
ekonomi yang cepat mendorong terjadinya atau meningkatnya
promiskuitas, misalnya orang lebih mudah bepergian atau berlibur,
berkunjung ke tempat-tempat hiburan/kelab malam/panti pijat/bar, dan
penggunaan minuman keras.
e. Riwayat PMS yang menyertai atau sebelumnya

9
f. Aktifitas seksual usia dini : Remaja rentan dalam terinfeksi penyakit ini
terutama dalam melakukan hubungan seks tanpa kondom. Pada usia
remaja dikatakan matang secara seksual namun belum dewasa secara
emosional.
Penyakit radang panggul (PID) : PID umumnya komplikasi yang paling ditakuti
infeksi gonokokal, karena merupakan salah satu penyebab utama infertilitas
wanita dan sering menyebabkan rawat inap.

2.1.6 Patogenesis gonore

Infeksi gonore umunnya terbatas pada permukaan mukosa superfisialis


yang berlapis epitel silindris dan kubis. Epitel skuamosa dimana terdapat pada
vagina dewasa, tidak rentan terhadap infeksi Neisseria gonorrhoeae. Bakteri
melekat pada sel epitel kolumnar, melakukan penetrasi dan bermultiplikasi di
membran bawah (basement membrane). Perlekatan ini di perantarai melalui
fimbriae dan protein opa (P II). Bakteri melekat hanya pada microvilli dari sel
epitel kolumnar. Perlekatan pada sel epitel yang bersilia tidak terjadi. Setelah itu
bakteri dikelilingi oleh microvili yang akan menariknya ke permukaan sel
mukosa. Bakteri masuk ke sel cpitel melalui proses parasite-directed endocytosis.9
Selama endositosis, membran sel mukosa menarik dan mengambil sebuah vakuola
yang berisi bakteri. Vakuola ini ditransportasikan ke dasar sel dimana bakteri akan
dilepaskan melalui eksositosis ke dalam jaringan subepitelial. Neisseria
gonorrhoeae tidak dirusak dalam vakuol endositik ini, tetapi tidak jelas apakah
bakteri ini bereplikasi dalam vakuola sebagai parasite intra seluler. Protein porin
yang utama, P I (Por) yang terdapat pada membrane luar merupakan protein yang
memperantarai penetrasi pada sel hospes. Masing-masing strain Neisseria
gonorrhea hanya mengekspresikan satu tipe por. Neisseria gonorrhoeae dapat
memproduksi satu atau beberapa protein lapisan membran luar yang dinamakan
Opa (P II).7,12

Selama infeksi gonokokus akan menghasilkan berbagai produk


ekstraseluler seperti fosfolipase, peptidase yang dapat menyebabkan kerusakan
sel. Peptidoglikan dan lipooligosakarida bakteri akan mengaktivasi jalur

10
alternative komplemen hospes, sementara lipo oligosakarida (LOS) juga
menstimulasi produk tumor necrosis factor (TNF) yang menyebabkan kerusakan
sel. Neutrofil segera datang ke tempat tersebut dan mencerna bakteri. Dengan
alas an yang belum diketahui, beberapa bakteri Neisseria gonorrhoeae mampu
bertahan hidup dengan fagositosis, sampai neutrophil mati dan melepaskan bakteri
yang dicerna. Setelah itu infiltrasi sejumlah leukosit dan respon neutrophil
menyebabkan terbentuknya pus dan munculnya gejala subjektif.7,13

2.1.7 Gejala klinis

Masa tunas gonore sangat singkat, pada pria berkisar 2-5 haru, pada wanita
masa tunas sulit ditentukan karena umumnya asimptomatis. Infeksi Neisseria
gonorrhea pada pria bersifat akut yang didahului rasa panas di bagian distal uretra
di sekitar orifisium uretra eksternum (OUE), diikuti dysuria dan polakisuria. Pada
pemeriksaan OUE tampak kemerahan dan edem, ekstropion dapat ditemui. Juga
terdapat duh tubuh yang bersifat purulent atau seropurulen. Pada beberapa
keadaan duh tubuh keluar bila dilakukan pemijatan atau pengurutan korpus penis
ke arah distal, tetapi pada keadaan penyakit yang lebih berat nanah tersebut
menetes sendiri keluar dan sering diikuti timbulnya pembesaran kelenjar getah
bening inguinal medial unilateral atau bilateral. Komplikasi akan timbul jika tidak
cepat diobati atau mendapat pengobatan yang kurang adekuat. Penyulit urethritis
gonore umumnya bersifat lokal, yang terjadi dapat berupa: tysonitis, para
urethritis, litritis, cowperitis, prostatitis, vesikulitis, funikulitis, epididymitis,
cystitis, dan proktitis. Sedangkan komplikasi ekstra genital merupakan infeksi
secara hematogen ke seluruh tubuh sehingga dapat menimbulkan meningitis,
miokarditis, dan konjungtivitis. Komplikasi lanjut infeksi gonore pada pria dapat
menimbulkan kemandulan jika terjadi bilateral epidedimitis. miokarditis dan
konjunctivitis. Komplikasi lanjut infeksi gonore pada proa dapat menimbulkan
kemandulan jika terjadi bilateral epidedimitis.10,14

Pada wanita gejala klinis subjektif dan objektif jarang didapatkan. Infeksi

pada wanita dapat mengenai serviks dengan gejala utama meliputi duh tubuh
vagina yang berasal dari endoservisitis yang bersifat purulent dan agak berbau

11
namun pada beberapa pasien kadang-kadang mempunyai gejala minimal.
Kemudian timbul dysuria dan disparenuria. Jika ini asimptomatis maka dapat
berkembang jadi Pelvic Inflammatory Disease (PID). Nyeri ini bisa merupakan
akibat dari menjalarnya infeksi ke endometrium, tuba falopii, ovarium, dan
peritoneum.2

2.1.8 Diagnosis

Diagnosis gonore ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik, dan


pemeriksaan laboratorium yang terdiri atas: isik dan pemeriksaan

um yang terdiri atas :

a. Sediaan langsung
Dengan pengecatan Gram akan ditemukan gonococcus negative-Gram
intraseluler dan ekstraseluler. Bahan duh tubuh pria diambil dari daerah
fosa navikularis, sedangkan pada wanita diambil dari uretra, muara
kelenjar Bartholin, dan endoserviks.10
b. Kultur / biakan
Untuk dentifikasi dilakukan pembiakan dengan menggunakan media
pertumbuhan yaitu Media Thayer Martin yang mengandung vankomisin,
kolimestat dan nistatin yang dapat menekan pertumbuhan kuman positif-
Gram, negatif-Gram dan jamur, dimana tampak koloni berwarna putih
keabuan, mengkilat, dan cembung. Media lain adalah agar coklat Mcleod,
tetapi media ini dapat ditumbuhi oleh kuman lain selain gonococcus.
Pemeriksaan kultur dengan bahan dari duh uretra pria, sensitivitasnya
lebih tinggi 94-98% dari pada endoserviks 85-95%, sedangkan
spesifisitasnya sama yaitu 99%.10
c. Pemeriksaan DNA
Pemeriksaan DNA pada prinsipnya mendeteksi asam nucleat
mikroorganisme dengan menggunakan pelacak DNA. Biasanya yang
digunakan adalah teknik PCR (polymerase chain reaction), yaitu suatu
teknik in vitro untuk menggandakan atau amplikasi DNA secara enzimatis
melalui rekayasa sintesis DNA baru secara enzimatis melalui rekayasa
sintesis DNA baru secara berulang, sehingga sedikit sampel DNA dapat

12
dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan.15
d. Tes beta-laktamase
Tes ini menggunakan cefinase TM cakram. BBL 96192 yang mengandung
kromogenik sepalosporin. Apabila kuman mengandung enzim beta-
laktamase, akan menyebabkan perubahan warna koloni dari kuning
menjadi merah.10
e. Tes Thomson
Tes ini berguna untuk mengetahui sampai dimana infeksi sudah
berlangsung tanpa melakukan pemeriksaan laboratorium. Tes ini dilakukan
pada pagi hari setelah bangun pagi, urin dibagi 2 gelas dan tidak boleh
menahan kencing dari gelas 1 ke gelas 2. Dengan hasil interpretasi infeksi
urethritis anterior jika gelas 1 keruh sedangkan gelas 2 jernih.14

2.1.9 Penatalaksanaan

Standar pengobatan yang dikeluarkan oleh CDC (Center for Disease


Control and Prevention) pada tahun 2010 merkeomendasikan terapi gonore
sebagai berikut:16

Seftriakson 250 mg dosis tunggal diberikan secara intramukular dapat


digunakan untuk Gonore di berbagai organ yang terinfeksi. Bisa juga
diberikan dosis tunggal azitromisin 1 gr per oral atau doksisiklin 100 mg
dua kali per hari selama 7 hari.
Jika seftriakson tidak tersedia, dapat diberikan dosis tunggal sefiksim 400
mg per oral dan dosis tunggal azitromisin per oral atau doksisiklin dua kali
sehari per oral.
Jika pasien alergi dengan sefalosporin, terapi dapat diganti azitromisin
dosis tunggal 2 gram.

13
2.2 Pilihan Pengobatan

Masalah kesehatan masyarakat termasuk penyakit ditentukan oleh 2 faktor


utama, yaitu faktor perilaku seperti pergi ke apotek membeli obat dan non
perilaku (fisik, sosial, ekonomi, politik). Oleh karena itu upaya penanggulangan
masalah kesehatan masyarakat juga dapat ditujukan pada kedua faktor utama
tersebut. Upaya intervensi terhadap faktor non perilaku seperti : upaya
pemberantasan penyakit menular, penyediaan sarana air bersih, pembuangan tinja
dan penyediaan pelayanan kesehatan. Sedangkan upaya intervensi terhadap faktor
perilaku dilakukan melalui 2 pendekatan, yaitu:

a. Pendidikan (Education)
Pendidikan adalah upaya pembelajaran kepada masyarakat agar
masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatannya. Tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
didasarkan kepada pengetahuan dan kesadarannya terhadap proses pembelajaran.
Sehingga perilaku tersebut diharapkan berlangsung lama dan menetap karena
didasari oleh kesadaran.
b. Paksaan atau tekanan
Paksaan dilakukan kepada masyarakat agar mereka melakukan tindakan-
tindakan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri.Tindakan
atau perilaku sebagai hasil tekanan ini memang cepat tetapi tidak akan bertahan
lama karena tidak didasari pada pemahaman dan kesadaran untuk apa mereka
berperilaku sepert itu. Jadi dari kedua pendekatan itu, maka pendekatan
pendidikanlah paling tepat sebagai upaya pemecahan masalah kesehatan

14
masyarakat melalui faktor perilaku.17

Promosi kesehatan sebagai pendekatan terhadap faktor perilaku kesehatan,


maka kegiatannya tidak terlepas dari faktor-faktor yang menentukan perilaku
tersebut. Ada 3 faktor yang mempengaruhi perilaku yaitu:

1. Faktor predisposisi
Faktor - faktor yang dapat mempermudah terjadinya perilaku pada diri
seseorang atau masyarakat adalah pengetahuan dan sikap seseorang / masyarakat
tersebutterhadap apa yang dilakukan.
2. Faktor pemungkin atau pendukung
Faktor pemungkin atau pendukung perilaku adalah fasilitas, sarana atau
prasarana yang mendukung atau yang memfasilitasi terjadinya perilaku
seseorang / masyarakat. Misalnya seorang ibu berobat ke rumah sakit dan diberi
resep oleh dokter. Fasilitas berobat seperti rumah sakit dan apotek. Dalam hal ini
pengetahuan dan sikap saja belum menjamin terjadinya perilaku, maka masih
diperlukan sarana atau fasilitas untuk memungkinkan atau mendukung perilaku
tersebut.
3. Faktor penguat
Pengetahuan, sikap dan fasilitas yang tersedia belum menjamin terjadinya
perilaku seseorang atau masyarakat. Oleh karena itu perlu adanya faktor penguat
bagi terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Peraturan, undang-undang,
surat keputusan dari pejabat pemerintah pusat atau daerah merupakan faktor
penguat perilaku.17

Pengobatan Sendiri

Menurut World Health Organization (WHO) swamedikasi adalah


pemilihan dan penggunaan obat, baik obat modern maupun obat tradisional oleh
seseorang untuk mengobati penyakit atau gejalanya yang dapat dikenali sendiri.
Salah satu peran farmasis dalam pengobatan sendiri yaitu sebagai komunikator,
dimana farmasis harus memberikan informasi yang cukup tentang pengobatan
pasien.

Menurut Depkes RI dalam mengetahui kebenaran swamedikasi


(menggunakan obat secara rasional) dapat digunakan indicator sebagai berikut:19

15
1. Tepat obat, perilaku swamedikasi dalam melakukan oemiliha obat
hendaknya sesuai dengan keluhan yang dirasakannya dan mengetahui
kegunaan obat yang diminum.
2. Tepat golongan, pelaku swamedikasi hendaknya menggunakan obat yang
termasuk golongan obat bebas dan bebas terbatas.
3. Tepat dosis, pelaku swamedikasi dapat menggunakan obat secara benar
meliputi cara pemakaian aturan pakai dan jumlah obat yang digunakan.
4. Tepat waktu (lama pengobatan terbatas), pelaku swamedikasi mengetahui
kapan harus mengguanakn obat dan batas waktu untuk menghebtikannya
dan segera meminta pertolongan tenaga meds jika keluahnnya tidak
berkurang.
5. Waspada efek samping, pelaku swamedikasi mengetahui efek samping
yang timbulpada penggunaan obat sehingga dapat mengambil tindakan
pencegahan serta mewaspadainya.

Menurut WHO dalam artikelnya, tanggung jawab dalam swamedikasi terdiri dari
dua yaitu

1. Pengobatan yang digunakan harus terjamin keamanan, kualitas, dan


kefektifannya.
2. Pengobatan yang digunakan diindikasikan untuk kondisi yang dapat
dikenali sendiri dan untuk beberapa macam kondisi kronis dan tahap
penyembuhan (setelah diagnosis medis awal). Pada seluruh kasus, obat
harus didesain spesifik untuk tujuan pengobatan tertentu dan memerlukan
bentuk sediaan dan dosis yang benar.

16
BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 Metode Penelitian


Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survey deskriptif.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


4.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Palaran Samarinda Kalimantan
Timur.
4.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada minggu ketiga hingga minggu keempat
April 2013.
4.3 Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah pasien yang terdiagnosis gonorrhea
berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis sekret uretra atau swab vagina di
Puskesmas Induk Palaran Samarinda selama periode Januari hingga April 2013.
4.3.1 Besar Subyek Penelitian
Besar subyek kasus dalam penelitian ini diperoleh berdasarkan jumlah
pasien yang memenuhi kriteria inklusi selama periode penelitian.
4.3.2 Cara Pengambilan Subyek Penelitian
Pengambilan subyek penelitian dilakukan dengan menjadikan seluruh
pasien yang memenuhi kriteria inklusi sebagai subyek penelitian.
4.3.3 Kriteria Subyek Penelitian
a. Kriteria Inklusi
a) Subyek penelitian adalah pasien yang terdiagnosis gonorrhea berdasarkan
hasil pemeriksaan bakteriologis sekret uretra atau swab vagina di
Puskesmas Induk Palaran Samarinda selama periode Januari hingga April
2013.
b) Pasien bersedia menjadi sampel penelitian dan berkenan menjawab
pertanyaan wawancara penelitian.

b. Kriteria Eksklusi
a) Pasien tidak diketahui asal/alamat rumah tinggalnya atau diketahui namun
tidak dapat dijangkau oleh peneliti
4.4 Cara Pengumpulan Data
4.4.1 Data Primer

17
Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam (indepth interview)
dengan menggunakan pedoman wawancara yang telah disiapkan.
4.4.2 Data Sekunder
Data sekunder diperoleh melalui rekam medik pasien. Data tersebut
berupa alamat, dasar diagnosis dan catatan riwayat kesehatan pasien yang
berkaitan dengan gonorrhea.
4.5 Instrumen Penelitian
Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini adalah daftar pertanyaan
wawancara.
4.6 Variabel Penelitian
a) Gonore
b) Pola pengobatan pasien gonore
4.7 Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
4.7.1 Gonorrhea
Definisi Operasional
Responden diketahui menderita gonorrhea berdasarkan hasil pemeriksaan
bakteriologis sekret uretra atau swab vagina di Puskesmas Induk Palaran
Samarinda selama periode Januari hingga April 2013.
4.7.2 Pola Pengobatan Pasien Gonore
Definisi Operasional
Pola pengobatan gonore yang dipilih responden, meliputi:
Jenis obat
Dosis obat
Lama pengobatan
Cara pengobatan
Tempat mendapatkan obat

4.8 Pengolahan dan Analisis Data


Analisis data disajikan dalam bentuk naskah (content analysis). Teknik
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini guna membahas permasalahan
yang dirumuskan secara deskriptif.
Pengambilan data dari rekam medik &
4.9 Alur Penelitian Laboratorium Puskesmas Palaran

Pengambilan data sekunder usia, jenis


kelamin, status pernikahan & pekerjaan

Pengambilan data primer pola pengobatan


pasien melalui kunjungan rumah

Pengolahan data dan analisis hasil


18

Kesimpulan
19
BAB V
HASIL PENELITIAN

Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 18 orang, dimana sampel


tersebut merupakan penderita gonore yang datang berobat ke Puskesmas Palaran
selama periode Januari hingga April 2013. Sebanyak 15 orang sampel tersebut,
hanya 7 sampel yang menjadi responden, sementara 8 sampel lainnya tidak dapat
dijadikan sebagai responden karena alamat sampel yang tidak dapat ditelusuri
oleh penelti.

5.1 Karakteristik Penderita Gonore


5.1.1 Karakteristik Penderita Gonore Berdasarkan Usia
Hasil penelitian ini memaparkan karakteristik penderita berdasarkan usia
yang datanya diperoleh dari rekam medik Puskesmas Palaran.
Grafik 5.1 Karakteristik Penderita Gonore Berdasarkan Usia di Wilayah
Kerja Puskesmas Palaran Periode Januari-April 2013.

5.1.2 Karakteristik Penderita Gonore Berdasarkan Jenis Kelamin


Berdasarkan jenis kelamin, karakteristik penderita gonore di Puskesmas
Palaran periode Januari-April 2013 lebih banyak berjenis kelamin perempuan
sebanyak 10 orang, dan sisanya berjenis kelamin laki-laki sebanyak 5 orang.

7
Grafik 5.2 Karakteristik Penderita Gonore Berdasarkan Usia di Wilayah
Kerja Puskesmas Palaran Periode Januari-April 2013.

5.1.3 Karakteristik Penderita Gonore Berdasarkan Pekerjaan

Jenis pekerjaan yang dimiliki penderita gonore terdapat beberapa variasi. Pada
penelitian ini dipaparkan karakteristik jenis pekerjaan yang dimiliki penderita
gonore tersebut.
Grafik 5.3 Karakteristik Penderita Gonore Berdasarkan Pekerjaan di
Wilayah Kerja Puskesmas Palaran Periode Januari-April 2013.

8
5.1.4 Karakteristik Penderita Gonore Berdasarkan Status Menikah
Jenis pekerjaan yang dimiliki penderita gonore terdapat beberapa variasi.
Pada penelitian ini dipaparkan karakteristik jenis pekerjaan yang dimiliki
penderita gonore tersebut.
Grafik 5.3 Karakteristik Penderita Gonore Berdasarkan Pekerjaan di
Wilayah Kerja Puskesmas Palaran Periode Januari-April 2013.

5.2 Studi Kasus Pola Pengobatan Penderita Gonore di Wilayah Kerja


Puskesmas Palaran Periode Januari-April 2013

9
Daftar Pustaka

1. Garcia AL, Madkan VK, Tyring SK. Gonorrhea and other veneral disease. Dalam;
Wolff K Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, editor. Fitzpatrick's TB.

Eds. Dermatology in general medioine. Seven editions. New York; McGraw Hill,
2008:'1993-2000.
2. Daily SF. Standardisasi diagnostik dan penatalaksanaan uretritis gonore akuta
tanpa komplikasi. Dalam standarisasi diagnostik dan penatalaksanaan beberapa
penyakit menular seksual. Jakarta; B alai penert it FKUI, 199 0 :l 43 -52.
3. Athanosia E, Pujiati SR, Soedarmadji. 2006. Mekanisme dan epidemiologi

resistenssi Neiserria gononhea. Berkala ilmu penyakit kulit dan kelamin. No.l Vol
XVII.
4. Nilasari H, Zubair F, Daili SF. 2008. Pola resistensi Neisetia gonowhoeae

terhadap berbagai antibiotik pada wanita risiko tinggi. Konas Perdoski


Palembang.
5. Sparling PF. Biology of Neiserria gonnorhoeaea. Dalam; Holmes KK, Sparling
PF, Stamm WE, Piot P, editor. Sexually transmitted disease. Edisi ke4. New york;
McGraw-Hill, 2008 : 608-26.
6. Murtiastutik D. Gonore pada wanita. Dalam Infeksi menular seksual. Barakah J,
Lumintang H, Martodihardjo S, editor. Surabaya; Airlangga University press,
edisi 1,2008:84-8.
7. Stary A. Sexually nansmitted disease. Dalam; Bolognia IL, Jorizzo JL, Rapini RP.
Eds. Dermatology. 1st ed. London ; Elsevier Limited, 2003: l27l-94.
8. Behrman, A.J. & Shoff, W.H., 2009. Gonorrhea, University of Pennsylvania.
Available from: http://emedicine.medicine.com/article/782913-overview
9. Centers for Disease Control and Prevention, 2007. CDC Fact Sheet Genital
herpes. Available from: http://www.cdc.gov/std/healthcomm/factsheets.htm
10. Hook EW, Hansdfield HH. Gonococcal infection in the adult. Dalam Holmes KK,

Sparling PF, Stamm WE, Piot P, editor. Sexually tansmitted disease. Edisi ke-4.

New York; McGraw-H ill, 2008:62743 .


11. Nasution MA. Gonorrhea. Cermin dunia kedokteran, edisi ke-80, Jakarta, grup pT

20
Kalbe Farma, 1992:124-5.
12. Nasution MA. Gonorrhea. Cermin dunia kedokteran, edisi ke-80, Jakarta, grup pT
Kalbe Farma, 1992:124-5.
13. Larry IL. Gonococcal infection. Available from URL: http//www.emedicine.com.
14. Daili SF. Gonore. Dalam: Daili SF, Makes WI, Zubier F, editor. Infeksi menular
seksual, edisi ke-4, Jakarta: FKUI.
15. Suryaningsih E. Aplikasi PCR dalam mendeteksi infeksi gonore, klamidia dan

trikomonas vaginalis. Cermin dunia kedokteran no l, vol 20 Januari-Maret.

Jakata;2007:48-51.
16. Brown T. Multidrug-Resistant Gonorrhea: New Treatment Guidelines. Available
at http://www.medscape.com/viewarticle/779587.
17. Notoatmodjo. (2005). Ilmu dan Aplikasi Pendidikan (Vol. 4). Bandung: PT. IMTIMA.

21
DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA

1. Apa saja keluhan anda saat menderita penyakit ini?


2. Sudah berapa kali anda menderita penyakit seperti ini?
3. Kalau anda sakit seperti ini kemana anda biasa mencari pengobatan?
Apotek
Teman
Bidan
Mantri
Dokter
4. Mengapa anda mencari pengobatan ke sana?
5. Dimana anda mendapatkan obat untuk penyakit anda kali ini?
6. Obat apa namanya?
7. Bagaimana cara menggunakan/ mengkonsumsi obat tersebut?
Injeksi? Minum?
Berapa kali sehari?
8. Berapa lama pengobatan itu diberikan?
9. Jika tidak sembuh, apakah Anda berusaha mencari pilihan pengobatan yang lain? Jika
Ya, kemana pilihan pengobatan Anda selanjutnya?
10. Apakah anda mengkonsumsi obat tersebut hingga selesai/ habis sesuai anjuran?
11. Apakah anda sembuh setelah mengkonsumsi obat tersebut?
12. Obat apa yang anda minum hingga sembuh tersebut?
13. Berapa hari keluhan hilang setelah anda mengkonsumsi obat tersebut?

22

Anda mungkin juga menyukai