Anda di halaman 1dari 6

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada umumnya orang berpendapat bahwa masa kanak-kanak

merupakan masa yang terpanjang dan lama rentang kehidupan saat dimana

individu relatif tidak berdaya dan bergantung pada orang lain. Pada saat ini,

secara luas diketahui bahwa masa kanak-kanak harus dibagi lagi menjadi dua

priode yang berbeda, awal dan akhir masa kanak-kanak. Periode awal

berlangsung dari umur 2-6 tahun dan periode akhir dari 6 sampai tiba saatnya

anak matang secara seksual. Dengan demikian awal masa kanak-kanak

dimulai sebagai penutup masa bayi sampai usia dimana ketergantungan secara

praktis sudah dilewati, diganti dengan tumbuhnya kemandirian dan berakhir di

sekitar usia masuk sekolah dasar. Orangtua sering kali menganggap masa awal

kanak-kanak sebagai usia mainan karena anak mudah menghabiskan sebagian

besar waktu untuk bermain dengan mainannya. Penyelidikan tentang

permainan anak menunjukkan bahwa bermain dengan mainan mencapai

puncaknya pada tahun-tahun awal masa kanak-kanak, kemudian mulai

menurun saat anak mencapai usia sekolah (Hurlock E.B,2010).

Anak menjadi kelompok yang sangat rentan terhadap kekerasan karena

anak selalu diposisikan sebagai sosok lemah atau yang tidak berdaya dan

memiliki ketergantungan yang tinggi dengan orang-orang dewasa

disekitarnya. Hal inilah yang membuat anak tidak berdaya saat diancam untuk

tidak memberitahukan apa yang dialaminya (Noviana,2015).

1
2

WHO (2004), kekerasan terhadap anak menurut WHO adalah suatu

tindakan penganiayaan atau perlakuan salah pada anak dalam bentuk

menyakiti fisik, emosional, seksual, melalaikan pengasuh anak dan eksploitasi

untuk kepentingan komersial yang secara nyata ataupun tidak dapat

membahayakan kesehatan, kelansungan hidup, martabat atau

perkembangannya, tindakan kekerasan diperoleh dari orang yang

bertanggungjawab, di percaya atau berkuasa dalam perlindungan anak

tersebut. Dampak kekerasan terhadap anak pada umumnya sangat berpengaruh

pada kehidupan korban untuk selanjutnya. Variasi reaksi tergantung pada jenis

tindakan kekerasan yang dialami serta reaksi pribadi yang unik dari korban.

Oleh karena itu tidak ada ukuran yang obyektif sebagai criteria baku reaksi

yang mengalami tindak kekerasan. Reaksi ini selalu subyektif dan menjadi ciri

khas korban dengan korban lainnya. Namun demikian para dokter ahli jiwa

dan ahli psikologi membuat klasifikasi gangguan dari yang berkadar ringan

sampai berat bila terjadi tindakan kekerasan. Beberapa peneliti mencatat

bahwa reaksi terburuk bila mengalami tindak kekerasan berupa perkosaan

adalah timbulnya kondisi depresi dengan ganguan patologis seperti Post-

Traumatic Stress Disorder atau PTSD ( Calhoun & Atkeson, 1991 dalam

Sulaeman dan Homzah, 2010).

Dari studi kasus yang dilakukan terhadap Lembaga Perlindungan Anak

NTB penanggulangan anak sebagai korban kekerasan, baik dari korban

kekerasan seksual, kekerasan fisik, kekerasan psikis, penelantaran dan

sebagainya. Penanganan pada anak adalah proses memberikan, cara atau

perbuatan menangani anak dalam bentuk kekerasan.


3

Telah diuraikan bahwa tindakan kekerasan dapat berakibat fatal bagi

korban, sehingga penanganan yang tepat merupakan solusi yang harus

dilakukan pada korban agar reaksi fatal tersebut tidak berlarut-larut dan dapat

menimbulkan gangguan fungsional yang lebih parah, baik dari segi fisik,

mental, personal, maupun sosial. Selama ini penanganan dititik beratakan pada

korban. Sedangkan pelaku pada umumnya diselesaikan melalui jalur hukum

(bila memungkinkan). Penanganan korban melibatkan pula penanganan pada

keluarga korban, karena pada umumnya mereka menjadi apa yang disebut

sebagai second victims. Penanganan ini tidak dapat hanya dilakukan oleh satu

dua pihak, namun sebaiknya terkait dalam hubungan kerja sama antar

beberapa pihak (Sulaeman dan Homzah, 2010).

Dari data rekapitulasi jumlah kasus kekerasan terhadap anak di LPA

(Lembaga Perlindungan Anak) NTB tahun 2016 -2017 terdapat 102 kasus

kekerasan pada anak, sebagai berikut:

Tabel 1.1 Data Kekerasan di LPA NTB


NO JENIS KASUS LAKI-LAKI PEREMPUAN
1 Korban Kekerasan Seksual 5 71
2 Kekerasan Fisik 11 4
3 Penelantaran 2 2
4 Kekerasan Psikis 1 4
5 Trafficking - 2
Jumlah 19 83
Sumber: Data LPA NTB

Berdasarkan fenomena diatas maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang Analisis faktor-faktor penyebab kekerasan terhadap anak

di Lembaga Perlindungan Anak (LPA) NTB.


4

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan data dan uraian diatas dapat dirumuskan masalah Faktor-

faktor penyebab kekerasan terhadap anak di Lembaga Perlindungan Anak

(LPA) NTB?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab kekerasan terhadap

anak di Lembaga Perlindungan Anak (LPA) NTB.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi faktor pewaris kekerasan terhadap anak di

Lembaga Perlindungan Anak (LPA) NTB.

2. Mengidentifikasi faktor stres sosial kekerasan terhadap anak di

Lembaga Perlindungan Anak (LPA) NTB.

3. Mengidentifikasi faktor isolasi social kekerasan terhadap anak di

Lembaga Perlindungan Anak (LPA) NTB.

4. Mengidentifikasi faktor struktur keluarga kekerasan terhadap anak

di Lembaga Perlindungan Anak (LPA) NTB.

5. Menganalisis faktor penyebab kekerasan terhadap anak di

Lembaga Perlindungan Anak (LPA) NTB.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Keilmuan

Membantu masyarakat yang berada di NTB (Nusa Tenggara

Barat) untuk mengetahui pengertian kekerasan terhadap anak, dan

mengetahui situasi kekerasan pada anak.


5

1.4.2 Metodologis
Sebagai bahan referensi untuk penelitian lebih lanjut dengan

variabel yang sama maupun dengan variabel yang berbeda yang

mempengaruhi faktor-faktor yang ada didalamnya, baik fisik,

pisikologis, maupun dari segi faktor ekonomi.

1.4.3 Aplikatif

Sebagai gambaran bagi masyarakat dalam mengetahui

penyebab kekerasan terhadap anak yang terjadi di lingkungan,

keluarga, dan sosial.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Kekerasan terhadap anak merupakan salah satu kasus yang mengalami

peningkatan secara signifikan belakangan ini. Tidak saja meningkat secara

kuantitatif tapi juga secara kualitatif. Dari waktu kewaktu kekerasan terhadap

anak jumlahnya tak terbendung dan modus operasinyapun semakin tidak

berperikemanusiaan. Penelitian tentang Hubungan faktor-faktor penyebab

kekerasan terhadap anak yang bertujuan untuk mempelajari kasus kekerasan

pada anak dari segi kesehatan pisikologis, fisik, dan seksualitas. Adapun

variable independen dalam penelitian ini adalah faktor-faktor penyebab

kekerasan, dan variable dependennya adalah pada anak. Metodelogi penelitian

yang digunakan adalah purposive sampling denganran rancangan cross

sectional penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui faktor penyebab

terjadinya kekerasan pada anak sehingga dapat mengurangi angka kejadian

kekerasan pada anak di NTB.


6

1.6 Keaslian Penelitian

Tabel 1.2 Keaslian penelitian


Nama Metodologi
No Judul Tempat Hasil
Peneliti/Tahun Penelitian
1 Fataruba, Hubungan Pola Di Non Ada hubungan
Purwatiningsih Asuh Orangtua Kelurahan eksperimental signifikan
dan wardani, dengan Kejadian Dufa-dufa dengan antara pola
2009 Kekerasan Kec. menggunakan asuh orang tua
Terhadap Anak Ternate rancangan dengan
Usia Sekolah (6- Utara cross sectional kejadian
18 tahun) kekerasan
terhadap anak
usia sekolah 6-
18 tahun
2 Putri dan Persepsi orang Fakultas Metode Kurangnya
Santoso, 2010 tua tentang kedokeran, kualitatif pengetahuan
kekerasan pada universitas dengan orang tua
anak diponerogo menggunakan dapat memicu
rancangan terjadinya
purposive kekerasan
sampling pada anak

Anda mungkin juga menyukai