Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRESENTASI KASUS

ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


ERITRODERMA

Pembimbing:
dr. Ismiralda Oke Putranti, Sp.KK

Disusun Oleh:
Muhammad Al Farizi Ganda S.
G4A016037

SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN JENDERAL SOEDIRMAN UNIVERSITAS
JURUSAN KEDOKTERAN UMUM
PURWOKERTO

2017
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dipresentasikan dan disetujui presentasi kasus yang berjudul :


ERITRODERMA

Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat kegiatan Kepaniteraan Klinik


di Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Disusun oleh :

Muhammad Al Farizi Ganda S. G4A016037

Disetujui dan disahkan:


Tanggal Oktober 2017

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Ismiralda Oke Putranti, Sp.KK


NIP. 19790622 201012 2 001

2
DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ................................................................... 2


Daftar Isi ....................................................................................... 3
I. PENDAHULUAN ................................................................. 4
II. LAPORAN KASUS .............................................................. 5
A. Identitas Pasien...................................................................... 5
B. Anamnesis ............................................................................. 5
C. Status Generalis ..................................................................... 6
D. Status Dermatologi ................................................................ 7
E. Pemeriksaan Penunjang ........................................................ 8
F. Resume .................................................................................. 8
G. Diagnosis Kerja ..................................................................... 9
H. Diagnosis Banding ................................................................ 9
I. Penatalaksanaan .................................................................... 10
J. Prognosis ............................................................................... 10
III. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi .................................................................................. 11
B. Epidemiologi ......................................................................... 11
C. Etiologi .................................................................................. 11
D. Patofisiologi .......................................................................... 12
E. Gejala Klinis.......................................................................... 14
F. Penegakan Diagnosis ............................................................ 15
G. Diagnosis Banding ................................................................ 19
H. Komplikasi ............................................................................ 20
I. Penatalaksanaan .................................................................... 21
J. Prognosis ............................................................................... 21

IV. PEMBAHASAN ................................................................. 23


V. KESIMPULAN ................................................................... 25
Daftar Pustaka .............................................................................. 26

3
I. PENDAHULUAN

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta
merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Salah satu kelainan kulit yang dapat
menyebabkan terganggunya fungsi kulit adalah eritroderma (Wasitaatmadja,
2007).
Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya kemerahan
atau eritema yang bersifat generalisata yang mencakup 90% permukaan tubuh
yang berlangsung dalam beberapa hari sampai beberapa minggu. Bila eritemanya
antara 50-90% dinamakan pre-eritroderma.3 Dermatitis eksfoliativa dianggap
sinonim dengan eritroderma.2,4 Bagaimanapun, kedua istilah ini adalah berbeda,
karena pada gambaran klinik dapat menghasilkan penyakit yang berbeda. Pada
banyak kasus, eritroderma umumnya disebabkan kelainan kulit yang ada
sebelumnya (misalnya psoriasis atau dermatitis atopik), cutaneous T-cell
lymphoma (CTCL) atau reaksi obat. Identifikasi penyakit yang menyertai
menggambarkan satu dari sekian banyak kelainan kulit (Shimizu, 2007).
Insidensi eritroderma sangat bervariasi yaitu di Amerika Serikat sekitar
0,9-7,0 per 100.000 populasi. Penyakit ini dapat mengenai pria maupun wanita
namun paling sering pada pria dengan rasio 2:1 sampai 4:1, dengan onset usia
rata-rata lebih dari 40 tahun, meskipun eritroderma dapat terjadi pada semua usia.
Penyebab utamanya adalah psoriasis. Peningkatan insidensi eritroderma ini terjadi
karena insidensi psoriasis yang juga semakin bertambah (Wasitaatmadja, 2007).

4
II. LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 76 Tahun
Suku : Jawa
Pendidikan : SD
Agama : Islam
Alamat : Pancurawis 1/7 Purwokerto Selatan
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama:
Kulit terasa menebal, panas, dan gatal di seluruh tubuh
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSMS
dengan keluhan kulit terasa menebal, panas, bersisik dan gatal diseluruh
tubuh. Awalnya, 1 bulan sebelum masuk rumah sakit mengeluhkan
merasakan gatal di pergelangan tangan dan bagian punggung, akan tetapi
semakin lama kulit pasien menjadi kering dan terkelupas pada seluruh tubuh,
kemudian pasien dibawa ke klinik terdekat, diberikan obat namun pasien
mengeluhkan tidak bisa tidur dan keluhannya belum membaik. Lalu pasien
dibawa ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSMS kurang lebih 3 minggu yang
lalu, lalu di rawat inap selama 7 hari. Setelah dirawat, pasien sudah mulai
membaik dan diperbolehkan pulang. Keluhan pasien dirasakan bertambah
ketika obat yang konsumsi sudah habis
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat penyakit serupa : disangkal
Riwayat penyakit kulit sebelumnya : disangkal
Riwayat alergi : Bersin-bersin di pagi hari
Riwayat penyakit gula : disangkal
Riwayat pernyakit darah tinggi : disangkal
Riwayat penyakit paru : Batuk-batuk (bronkitis)
Riwayat konsumsi imunosupresan : disangkal

5
jangka panjang
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat penyakit serupa : disangkal
Riwayat sakit kulit sebelumnya : disangkal
Riwayat alergi : diakui
Riwayat penyakit gula : disangkal
Riwayat pernyakit darah tinggi : disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi:
Pasien tinggal dengan suami, pasien tinggal di dalam rumah beratap genting
berlantai ubin dengan 2 kamar tidur serta 1 kamar mandi, ventilasi memadai
jarak antara septic tank dan sumber air lebih dari 10 meter. Suami pasien
bekerja sebagai petani dengan penghasilan perbulan sebesar Rp. 1.500.000-
2.000.000
C. STATUS GENERALIS
Keadaaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Vital Sign :
Tekanan Darah : 130/70 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,3C
Kepala : Mesochepal,rambut hitam, distribusi merata
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Simetris, deviasi septum (-), sekret (-), discharge (-)
Telinga : Simetris, sekret (-), discharge (-)
Mulut : Mukosa bibir dan mulut kering, sianosis (-),
Tenggorokan : T1 T1 tenang , tidak hiperemis
Leher : Dalam batas normal
Thorax
Jantung : Cor: BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru : Pulmo: SD vesikular (+)/(+), RBH (+)/(+), RBK (-)/(-),


Whz (-)/(-)

6
Abdomen : datar, timpani, supel, nyeri tekan (-), BU (+) N
Ekstremitas : Akral hangat (+/+)/(+/+)
edema (-/-)(-/-)
sianosis (-/-)(-/-)
D. STATUS DERMATOLOGIS
Lokasi : seluruh tubuh
Efloresensi :
Makula eritema batas tidak tegas disertai skuama kasar yang mengelupas
tersebar generalisata

Gambar 1. Efloreseni Regio brachii Gambar 2. Efloresensi Regio thoraks

7
Gambar 3. Efloreseni Regio brachii Gambar 4. Efloreseni Regio
extremitas bawah

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium
1. Darah Rutin
2. Profil Protein, Albumin Globulin
F. RESUME
Pada tanggal 20 Oktober 2017, pasien datang ke Poliklinik Kulit dan
Kelamin RSMS dengan keluhan kulit terasa menebal, panas, bersisik dan
gatal diseluruh tubuh. Awalnya, 1 bulan sebelum masuk rumah sakit
mengeluhkan merasakan gatal di pergelangan tangan dan bagian punggung,
akan tetapi semakin lama kulit pasien menjadi kering dan terkelupas pada
seluruh tubuh, kemudian pasien dibawa ke klinik terdekat, diberikan obat
namun pasien mengeluhkan tidak bisa tidur dan keluhannya belum membaik.
Lalu pasien dibawa ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSMS kurang lebih 3
minggu yang lalu, lalu di rawat inap selama 7 hari. Setelah dirawat, pasien
sudah mulai membaik dan diperbolehkan pulang. Keluhan pasien dirasakan
bertambah ketika obat yang konsumsi sudah habis
Pada riwayat penyakit sebelumnya, pasien mengaku sering bersin-bersin
dipagi hari, dan pasien pernah dirawat di Rumah Sakit karena batuk-batuk

8
dan di diagnosis bronchitis. Pada keluarga riwayat penyakit serupa disangkal,
namun di keluarga terdapat riwayat alergi yaitu bapak dan suami.
Dari status dermatologis ditemukan lokasi: seluruh tubuh, distribusi:
universal, bentuk: tidak beraturan, efloresensi: Makula eritema batas tidak
tegas disertai skuama kasar yang mengelupas tersebar generalisata.
G. DIAGNOSA KERJA
Eritroderma

H. DIAGNOSIS BANDING
Dermatitis atopik
Psoriasis

I. Penatalaksanaan
1. Non Medikamentosa dan edukasi
a. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya.
b. Mencegah garukan dan gosokan pada daerah yang gatal
c. Istirahat yang cukup
d. Hindari stres psikologis
e. Menjaga kebersihan kulit dengan mandi
f. Diet tinggi protein (ekstra telur 3x/hari)
2. Medikamentosa
a. Sistemik:
Metil prednisolon 3 x 10mg
Cetirizine 1x1
b. Topikal
Salep 2x/hari
Fucilex ointment
Desoksimetason cream
Soft uderm
(mf cream da in pot, 2 x oles pagi dan malam)
J. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad kosmeticam : dubia ad bonam

9
Quo ad sanationam : dubia ad malam

10
III. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Eritroderma berasal dari bahasa Yunani, yaitu erythro (red = merah) dan
derma, dermatos (skin = kulit), merupakan kelainan kulit yang ditandai dengan
eritema mengenai 90% atau lebih pada permukaan kulit yang biasanya disertai
skuama (Lusiani, 2014).
B. Epidemiologi
Insidens eritroderma sangat bervariasi, menurut penelitian dari 0,9-70 dari
100.000 populasi. Penyakit ini dapat mengenai pria ataupun wanita namun
paling sering pada pria dengan rasio 2 : 1 sampai 4 : 1, dengan onset usia rata-
rata > 40 tahun, meskipun eritroderma dapat terjadi pada semua usia. Insiden
eritroderma makin bertambah. Penyebab utamanya adalah psoriasis. Hal
tersebut seiring dengan meningkatnya insidens psoriasis (Djuanda, 2007).
Anak-anak dapat menderita eritroderma diakibatkan alergi terhadap obat.
Alergi terhadap obat bisa terjadi karena pengobatan yang dilakukan sendiri
ataupun penggunaan obat secara tradisional (Okoduwa et al., 2009).
C. Etiologi
Eritroderma dapat disebabkan oleh akibat alergi obat secara sistemik,
perluasan penyakit kulit, penyakit sistemik termasuk keganasan.6 Penyakit
kulit yang dapat menimbulkan eritroderma diantaranya adalah psoriasis 23%,
dermatitis spongiotik 20%, alergi obat 15%, CTCL atau sindrom sezary 5%
(Siregar, 2005).
Secara morfologis gambaran eritroderma menyerupai beberapa
kelainan kulit dan penyakit sistemik, begitu pula akibat alergi obat-obatan
tertentu.
1. Eritroderma yang disebabkan oleh alergi obat secara sistemik
Keadaan ini banyak ditemukan pada dewasa muda. Obat yang
dapat menyebabkan eritroderma adalah arsenik organik, emas, merkuri
(jarang), penisilin, barbiturat. Insiden ini dapat lebih tinggi karena
kebiasaan masyarakat orang sering melakukan pengobatan sendiri dan
pengobatan secara tradisional. Waktu mulainya obat ke dalam tubuh
hingga timbul penyakit bervariasi dapat segera sampai 2 minggu.

11
Gambaran klinisnya adalah eritema universal. Bila ada obat yang masuk
lebih dari satu yang masuk ke dalam tubuh diduga sebagai penyebabnya
ialah obat yang paling sering menyebabkan alergi (Djuanda, 2007)
2. Eritroderma yang disebabkan oleh perluasan penyakit kulit
Eritroderma et causa psoriasis, merupakan eritroderma yang paling
banyak ditemukan dan dapat disebabkan oleh penyakit psoriasis maupun
akibat pengobatan psoriasis yang terlalu kuat (Djuanda, 2007).
Dermatitis seboroik pada bayi juga dapat menyebabkan
eritroderma yang juga dikenal sebagai penyakit Leiner. Etiologinya belum
diketahui pasti. Usia penderita berkisar 4-20 minggu. Ptyriasis rubra pilaris
yang berlangsung selama beberapa minggu dapat pula menjadi
eritroderma. Selain itu yang dapat menyebabkan eritroderma adalah
pemfigus foliaseus, dermatitis atopik dan liken planus (Djuanda, 2007)
3. Eritroderma akibat penyakit sistemik
Berbagai penyakit atau kelainan alat dalam termasuk infeksi fokal
dapat memberi kelainan kulit berupa eritroderma. Jadi setiap kasus
eritroderma yang tidak termasuk akibat alergi obat dan akibat perluasan
penyakit kulit harus dicari penyebabnya, yang berarti perlu pemeriksaan
menyeluruh (termasuk pemeriksaan laboratorium dan sinar X toraks),
untuk melihat adanya infeksi penyakit pada alat dalam dan infeksi fokal.
Ada kalanya terdapat leukositosis namun tidak ditemukan penyebabnya,
jadi terdapat infeksi bakterial yang tersembunyi (occult infection) yang
perlu diobati (Djuanda, 2007).
D. Patofisiologi
Patogenesis eritroderma sendiri masih belum jelas. Saat ini diyakini
bahwa kondisi tersebut merupakan kejadian sekunder atas sebuah interaksi
intricate antara sitokin dan intra celllular adhesion molecul-1 (ICAM1) dan
Tumor Necrosis Factor (TNF). Interaksi tersebut menghasilkan peningkatan
signifikan pada epidermal turn over rate dan meningkatkan kecepatan mitotik
yang lebih tinggi dari normal dan peningkatan jumlah absolut dari jumlah sel
germinatif kulit. Lebih lanjut, waktu yang dibutuhkan sel untuk matur dan
berpindah melalui epidermis menurun, dan bermanifestasi sebagai

12
peningkatan kehilangan materi epidermal, bersama dengan kehilangan protein
dan folat secara signifikan. Sebagai kontrasnya, exfoliasi dari epidermis
normal jauh lebih kecil dan mengandung sangat sedikit material viabel yang
penting, seperti asam nukleat, protein terlarut atau asam amino (Seghal dan
Sendana, 2004).
Menurut Yuri et al. (2015), patogenesis molekuler masih belum jelas.
Namun terdapat beberapa perubahan kunci yang tercatat (Tabel 1.1). Tabel
tersebut menunjukkan perubahan biokimia yang terekam pada sampel
histologis pasien dengan eritroderma. Perlu dicatat bahwa perubahan
histologis penyakit ini relatif tidak spesifik dan berguna -pada saat ini- untuk
membuat diagnosis eritroderma. Namun, pemeriksaan tersebut mungkin
berguna mendiagnosis penyebab dermatosis jika terdapat salah satu gejala
khas yang muncul. Karena ketiadaan bukti efektivitas sebagai marker
diagnosis dan prognostik saat ini, penggunaan marker biokimia tersebut
sebagai salah satu manajemen eritroderma tidak direkomendasikan.
Mekanisme molekuler yang berperan dalam patogenesis eritroderma,
antara lain (Yuri et al., 2015):
Temuan yang berhubungan
Marker Mekanisme kerja
dengan klinis dan prognosis

VCAM 1, ICAM 1, Adhesi seluler Peningkatan ekspresi,


Selectin P dan E menyebabkan peningkatan
inflamasi epidermal dan
dermal

Th 1 Reaksi Peningkatan inflamasi


hipersensitivitas tipe 4 dermal

Interleukin 1,2,8 Sitokin inflamasi Peningkatan mitosis dan


turnover epidermal

13
E. Gejala Klinis
Gambaran klinis eritroderma beraneka ragam dan bervariasi tiap individu.
Kelainan yang paling pertama muncul adalah eritema, yang disebabkan oleh
pelebaran pembuluh darah, yang umumnya terjadi pada area genetalia,
ekstremitas, atau kepala. Eritema ini akan meluas sehingga dalam beberapa
hari atau minggu seluruh permukaan kulit akan terkena, yang akan
menunjukan gambaran yang disebut red man syndrome (Freedberg et al,
2003).
Gambaran klinis pada eritroderma tergantung pada penyebabnya yaitu
akibat alergi obat sistemik, perluasan penyakit, penyakit sistemik termasuk
keganasan. Berikut ini gambaran klinis eritroderma yaitu (Djuanda, 2011):
1. Eritroderma akibat alergi obat sistemik
Pada anamnesis didapatkan riwayat mengkonsumsi obat. Waktu
mulai masuknya obat ke dalam tubuh hingga timbul penyakit bervariasi,
paling cepat dalam waktu 2 minggu. Bila terdapat obat lebih dari satu yang
masuk ke dalam tubuh, yang disangka sebagai penyebab yaitu obat yang
paling banyak menyebabkan alergi. Gambaran klinis yang timbul yaitu
munculnya eritema universal. Skuama muncul pada stadium
penyembuhan, bila masih akut tidak terdapat skuama.
2. Eritroderma akibat perluasan penyakit kulit
a. Eritroderma akibat psoriasis (psoriasis eritrodermik)
Penyebab terjadinya eritroserma akibat penyakit itu sendiri atau
karena pengobatan yang terlalu kuat.pada anamnesis terdapat riwayat
menderita psoriasis. Penyakit tersebut bersifat menahun dan residif,
kelainan kulit berupa skuama yang berlapis-lapis dan kasr diatas kulit
yang eritematosa dan sirkumskrip.
Kelainan kulit berupa eritem yang tidak merata. Pada tempat
predileksi psoriasis dapat ditemukan kelainan yang lebih eritematosa
dan sedikit meninggi dari pada daerah sekitarnya dan skuma di tempat
tersebut lebih tebal. Tanda lain yang dapat muncul berupa pitting nail
berupa lekukan miliar. Sebagian pasien ada yang hanya mengeluhkan
kelainan kulit berupa eritema universal dan skuama.

14
b. Penyakit Leiner (Eritroderma deskuamativum)
Kelainan ini disebabkan karena dermatitis seboroik yang
meluas pada bayi. Hampir selalu terdapat kelainan yang khas untuk
dermatitis seboroik pada semua kasus. Usia penderita antara 4 20
minggu. Keadaan umumnya baik, kelainan kulit berupa eritem
universal disertai skuama yang kasar.

Gambar 3.1 dan 3.2 Eritroderma akibat alergi obat (atas), Red men
syndrome (bawah)

15
3. Eritroderma akibat penyakit sistemik termasuk keganasan
Setiap kasus eritroderma yang tidak diakibatkan oleh alergi obat
sistemik atau perluasan penyakit kulit harus dicari penyebabnya dan
diobservasi kemungkinan kelak akan menjadi limfoma.
a. Sindrom sezary
Penyakit ini termasuk limfoma. Penyebab dari penyakit ini masih
belum diketahui. Penyakit ini menyerang pada pria rata-rata berumur
64 tahun, sedangkan pada wanita 53 tahun. Sindrom ini ditandai
dengan munculnya eritema berwarna kemerahan membara yang
universal disertai skuama dan rasa yang sangat gatal. Selain itu
terdapat infiltrat pada kulit dan edema. Pada beberapa pasien didapati
splenomegaly, limfadenopati superfisial, alopesia, hiperpigmentasi,
hyperkeratosis palmaris dan plantaris, serta kuku yang distrofik.
F. Penegakkan Diagnosis
1. Anamnesa
Anamnesis lengkap sangat penting untuk mendiagnosis etiologi
dasar penyakit. Riwayat kondisi medis yang sudah ada sebelumnya, alergi,
dan penyakit kulit (atopik atau dermatitis lainnya, psoriasis, dll) perlu
ditanyakan. Riwayat pengobatan lengkap sangat penting, termasuk rincian
tentang semua resep, obat-obatan yang dijual bebas, dan obat-obatan
herbal. Waktu timbulnya gejala juga sangat penting. Secara umum, gejala
mendadak dan lebih cepat pada eritroderma akibat obat sedangkan
eritroderma akibat perluasan penyakit kulit primer memiliki onset lebih
lambat. Pruritus didapatkan pada 90% pasien eritroderma, dan yang paling
parah terjadi pada pasien dengan dermatitis atopik atau sindroma Sezary
(Mistry, et al., 2015).
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik penting untuk mendeteksi adanya potensi
komplikasi serta menilai etiologi yang mendasarinya. Pemeriksaan fisik
lengkap harus dilakukan pada semua pasien dengan kondisi sistemik
seperti ini. Pemeriksaan umum termasuk daerah kulit yang terlibat. Pasien
harus dipalpasi untuk mencari adanya organomegali (limpa/hati) atau

16
limfadenopati. Selain itu, paru-paru dan jantung harus diauskultasi untuk
memantau tanda-tanda gagal jantung kongestif (output tinggi dengan
peningkatan cairan ke kapiler kulit yang dilatasi) atau tanda infeksi
(misalnya pneumonia dimana area konsolidasi mungkin terkait dengan
penurunan suara nafas atau mengi dengan bronkitis atau asma).
Pemeriksaan kulit yang dapat membantu diagnosis, diantaranya adalah
(Mistry, et al., 2015):
a. Bula dan krusta: mengarahkan adanya infeksi sekunder, gangguan
lepuh autoimun (pemfigoid bulosa, pemfigus foliaseosa)
b. Sisik: paling menonjol dengan psoriasis. Sisik halus pada dermatitis
atopik / infeksi dermatofita, sisik halus berminyak pada dermatitis
seboroik, dan deskuamasi post eritema sering terjadi pada reaksi obat
atau infeksi bakteri
c. Daerah bebas lesi dengan ptiriasis rubra pilaris along dengan semburat
kuning pada kulit dan hiperkeratosis pada telapak tangan dan kaki.
Gejala klinis meliputi perubahan kuku, seperti onikolisis (pemisahan
lempeng distal kuku dari bantalan kuku dengan perubahan warna menjadi
putih), yang paling umum pada psoriasis tapi bisa terlihat pada setiap
proses eritrodermik akut dan dapat menyebabkan terkelupasnya kuku yang
akan tumbuh kembali dengan baik kecuali terjadinya proses skar
(misalnya, liken planus). Limfadenopati (leher, aksila, dan selangkangan)
dapat mengarah pada limfadenopati atau limfoma reaktif. Hepatomegali
terjadi di sekitar sepertiga pasien dan biasanya terlihat pada eritroderma
akibat obat. Splenomegali mungkin terkait dengan limfoma, namun jarang
dilaporkan pada kasus eritroderma. Pasien dengan eritroderma kronis
dapat pula mengalami kakeksia (kehilangan berat badan, kelelahan,
lemah), alopesia difus, keratoderma palmoplantar (telapak tangan dan kaki
menebal), distrofi kuku, dan ektropion (kelopak mata bagian bawah
terlipat keluar) (Mistry, et al., 2015).

17
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium tidak begitu spesifik pada eritroderma.
Dapat ditemukan anemia ringan, leukositosis dengan eosinofilia,
penurunan albumin serum, peningkatan relative gammaglobulin dan IgE.
Pemeriksaan histopatologi pada kebanyakan pasien dengan eritroderma
dapat membantu mengidentifikasi penyebab eritroderma sampai dengan
50% kasus. Pada tahap akut, spongiosis dan parakeratosis menonjol
sehingga terjadi edema
a. Histopatologi
Pada kebanyakan pasien dengan eritroderma histopatologi dapat
membantu mengidentifikasi penyebab eritroderma pada sampai
dengan 50% kasus, biopsi kulit dapat menunjukkan gambaran yang
bervariasi, tergantung berat dan durasi proses inflamasi. Pada tahap
akut, spongiosis dan parakeratosis menonjol, terjadi edema. Pada
stadium kronis, akantosis dan perpanjangan rete ridge lebih dominan
(Champion, 1999).
Eritroderma akibat limfoma, yang infiltrasi bisa menjadi semakin
pleomorfik, dan mungkin akhirnya memperoleh fitur diagnostik
spesifik, seperti bandlike limfoid infiltrat di dermis-epidermis, dengan
sel cerebriform mononuklear atipikal dan Pautrier's microabscesses.
Pasien dengan sindrom Sezary sering menunjukkan beberapa fitur dari
dermatitis kronis, dan eritroderma jinak mungkin kadang-kadang
menunjukkan beberapa gambaran tidak jelas pada limfoma
(Champion, 1999).
Pemeriksaan immunofenotipe infiltrat limfoid juga mungkin sulit
menyelesaikan permasalahan karena pemeriksaan ini umumnya
memperlihatkan gambaran sel T matang pada eritroderma jinak
maupun ganas. Pada psoriasis papilomatosis dan gambaran clubbing
lapisan papiler dapat terlihat, dan pada pemfigus foliaseus, akantosis
superficial juga ditemukan. Pada eritroderma ikhtisioform dan ptiriasis
rubra pilaris, biopsi diulang dari tempat-tempat yang dipilih dengan
cermat dapat memperlihatkan gambaran khasnya (Champion, 1999).

18
b. Laboratorium
Pemeriksaan darah meliputi hitung darah lengkap, dimana
hemoglobin rendah bisa mengindikasikan anemia penyakit kronis,
meningkatnya kehilangan darah dari kulit, atau malabsorpsi usus.
Tingginya jumlah sel darah putih bisa mengindikasikan infeksi, atau
sel abnormal bisa juga mengindikasikan kondisi leukemia.
Eosinofilia dihubungkan dengan reaksi obat, dermatitis kontak
alergi, atau pemfigus bulosa. Hilangnya cairan dan elektrolit perlu
dipantau dengan nitrogen urea serum darah, natrium, kalium, dan
klorida bersama dengan kadar albumin yang akan mengalami
penurunan karena malabsorpsi dan malnutrisi yang sering menyertai
eritroderma (Mistry, et al., 2015).
Reaksi obat yang parah (sindrom hipersensitivitas sistemik)
yang melibatkan kulit juga bisa mengakibatkan perubahan fungsi
hati dan ginjal. Selain itu, pemfigus indirek dan antibodi pemfigoid
dapat dideteksi dari sampel serum dengan biopsi kulit dari tepi lesi
untuk pemeriksaan imunofluoresensi langsung (Mistry, et al., 2015).
G. Diagnosis Banding
1. Dermatitis atopik
Dermatitis atopik adalah peradangan kulit kronis yang terjadi di
lapisan epidermis dan dermis, sering berhubungan dengan riwayat atopik
pada keluarga asma bronchial, rhinitis alergi, konjungtivitis. Atopik terjadi
diantara 15-25% populasi, berkembang dari satu menjadi banyak kelainan
dan memproduksi sirkulasi antibodi IgE yang tinggi, lebih banyak karena
alergi inhalasi. Dermatitis atopik adalah penyakit kulit yang mungkin
terjadi pada usia berapapun, tetapi biasanya timbul sebelum usia 5 tahun.
Biasanya, ada tiga tahap: balita, anak-anak dan dewasa (Shimizu, 2007).
Dermatitis atopik merupakan salah satu penyebab eritroderma pada
orang dewasa dimana didapatkan gambaran klinisnya terdapat lesi pra-
existing, pruritus yang parah, likenifikasi dan prurigo nodularis, sedangkan
pada gambaran histologi terdapat akantosis ringan, spongiosis variabel,
dermal eosinofil dan parakeratosis (Djuanda, 2007).

19
2. Psoriasis
Eritroderma psoriasis dapat disebabkan oleh karena pengobatan
topikal yang terlalu kuat atau oleh penyakitnya sendiri yang meluas.
Ketika psoriasis menjadi eritroderma biasanya lesi yang khas untuk
psoriasis tidak tampak lagi karena terdapat menghilang dimana plak-plak
psoriasis menyatu, eritema dan skuama tebal universal. Psoriasis mungkin
menjadi eritroderma dalam proses yang berlangsung lambat dan tidak
dapat dihambat atau sangat cepat. Faktor genetik berperan. Bila orang
tuanya tidak menderita psoriasis resiko mendapat psoriasis 12%,
sedangkan jika salah seseorang orang tuanya menderita psoriasis
resikonya mencapai 34 39% (Champion, 1999).
Psoriasis ditandai dengan adanya bercak-bercak, eritema berbatas
tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan disertai
fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kobner (Djuanda, 2007).
H. Komplikasi
Banyak sistem organ selain epidermis dan dermis juga terlibat pada
eritroderma. Limpadenopati terjadi pada 60% dari sebagian besar kasus.
Hepatomegali ditemukan pada 20% kasus, splenomegali ditemukan pada 3%
kasus (kesemuanya mengalami limpoma) baik pada stadium awal dan pada
hampir 20% stadium akhir.
Rusaknya barier kulit pada eritroderma menyebabkan peningkatan
extrarenal water lost (karena penguapan air berlebihan melalui barrier kulit
yang rusak). Peningkatan extrarenal water lost ini menyebabkan kehilangan
panas tubuh yang menyebabkan hipotermia dan kehilangan cairan yang
menyebabkan dehidrasi. Respon tubuh terhadap dehidrasi dengan
meningkatkan cardiac output, yang bila terus berlanjut akan menyebabkan
gagal jantung, dengan manifestasi klinis seperti takikardia, sesak, dan edema.
Oleh karena itu evaluasi terhadap balans cairan sangatlah penting pada pasien
eritroderma (Freedberg, 2003)
Pasien dengan eritroderma yang luas dapat ditemukan tanda-tanda dari
ketidakseimbangan nitrogen: edema, hipoalbuminemia, dan hilangnya masa
otot. Pada eritroderma kronik dapat mengakibatkan kakeksia, alopesia,

20
palmoplantar keratoderma, kelainan pada kuku and ektropion (Champion,
1999).

I. Penatalaksanaan
Tatalaksana penyakit eritroderma harus ditangani dengan segera dan
komprehensif:
1. Pada eritroderma golongan I akibat alergi obat secara sitemik, maka obat
yang menjadi penyebabnya segera dihentikan. Dapat diberikan
kortikosteroid (prednison 4 x 10mg), penyembuhan terjadi cepat umumnya
beberapa hari samapi beberapa minggu.
2. Pada eritroderma golongan I akibat perluasan penyakit kulit juga diberikan
kortikosteroid. Dosis mula prednison 4 x 10mg - 4 x 15mg sehari. Jika
setelah beberapa hari tidak tampak perbaikan, dosis dapat dinaikan, setelah
terdapat perbaikan maka dosis dapat diturunkan perlahan-lahan. Lama
penyembuhan golongan II ini bervariasi beberapa minggu hingga beberapa
bulan, jadi tidak secepat golongan I.

Penggunaan kortikosteroid jangka panjang (long term) yaitu >1 bulan,


disarankan lebih baik menggunakan metilprednisolon daripada prednison
dengan dosis ekuivalen karena efeknya lebih sedikit. Pada eritroderma kronis,
berikan diet tinggi protein karena terlepasnya skuama dapat mengakibatkan
kehilangan protein. Kelainan kulit perlu juga diolesi emolien untuk
mengurangi radiasi akibat vasodilatasi oleh eritema, misalnya dengan salep
lanolin 10% atau krim urea 10%. Pengobatan penyakit Leiner dengan
kortikosteroid memberikan hasil yang baik. Dosis prednison 3 x 1-2mg
sehari. Pengobatan syndrom sezary menggunakan dosis prednison 30 mg
sehari.

J. Prognosis
Prognosis pada eritroderma tergantung pada penyebab yang
mendasarinya. Kasus eritroderma yang disebabkan oleh alergi obat memiliki
prognosis yang paling baik, sedangkan eritroderma karena keganasan
memiliki prognosis yang buruk. Eritroderma yang disebabkan oleh limfoma
sel T kulit dan keganasan internal cenderung lebih persisten. Pada pasien ini,

21
faktor prognostik yang menguntungkan meliputi usia kurang dari 65 tahun,
durasi gejala sebelum diagnosis lebih dari 10 tahun, tidak adanya kelenjar
getah bening ganas infiltrat, dan tidak adanya sirkulasi sel Sezary. Tergantung
pada ada atau tidak adanya faktor risiko ini, survival rate bisa berkisar antara
1,5-10,2 tahun (Siregar, 2005; Freedberg et al, 2003).
Prognosis pasien pada kasus ini :
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam
Quo ad komestikum : dubia ad bonam

22
IV. PEMBAHASAN
A. Penegakan Diagnosis
Pasien datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSMS dengan keluhan
kulit terasa menebal, panas, bersisik dan gatal diseluruh tubuh. Awalnya, 1
bulan sebelum masuk rumah sakit mengeluhkan merasakan gatal di
pergelangan tangan dan bagian punggung, akan tetapi semakin lama kulit
pasien menjadi kering dan terkelupas pada seluruh tubuh, kemudian pasien
dibawa ke klinik terdekat, diberikan obat namun pasien mengeluhkan tidak
bisa tidur dan keluhannya belum membaik. Lalu pasien dibawa ke Poliklinik
Kulit dan Kelamin RSMS kurang lebih 3 minggu yang lalu, lalu di rawat inap
selama 7 hari. Setelah dirawat, pasien sudah mulai membaik dan
diperbolehkan pulang. Keluhan pasien dirasakan bertambah ketika obat yang
konsumsi sudah habis
Pada riwayat penyakit sebelumnya, pasien mengaku sering bersin-bersin
dipagi hari, dan pasien pernah dirawat di Rumah Sakit karena batuk-batuk dan
di diagnosis bronchitis. Pada keluarga riwayat penyakit serupa disangkal,
namun di keluarga terdapat riwayat alergi yaitu bapak dan suami.
Dari status dermatologis ditemukan lokasi: seluruh tubuh, distribusi:
universal, bentuk: tidak beraturan, efloresensi: Plak eritema batas tidak tegas
disertai skuama kasar yang mengelupas tersebar generalisata.
B. Penatalaksanaan
3. Non Medikamentosa
a. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya.
b. Mencegah garukan dan gosokan pada daerah yang gatal
c. Istirahat yang cukup
d. Hindari stres psikologis
e. Menjaga kebersihan kulit dengan mandi
f. Diet tinggi protein (ekstra telur 3x/hari)
4. Medikamentosa

a. Sistemik:
Metil prednisolon 3 x 10mg
Cetirizine 1x1

23
b. Topikal
Salep 2x/hari
Fucilex ointment
Desoksimetason cream
Soft uderm
(mf cream da in pot, 2 x oles pagi dan malam)

24
V. KESIMPULAN

1. Eritroderma berasal dari bahasa Yunani, yaitu erythro (red = merah) dan
derma, dermatos (skin = kulit), merupakan kelainan kulit yang ditandai
dengan eritema mengenai 90% atau lebih pada permukaan kulit yang
biasanya disertai skuama
2. Patogenesis eritroderma melibatkan peningkatan signifikan pada epidermal
turn over rate dan meningkatkan kecepatan mitotik yang lebih tinggi dari
normal dan peningkatan jumlah absolut dari jumlah sel germinatif kulit.
3. Secara umum, pengobatan yang diberikan untuk pasien eritroderma adalah
golongan kortikosteroid. Diet tinggi protein sangat dianjurkan untuk
penderita eritroderma sebagai pengganti hilangnya protein akibat banyaknya
pengelupasan kulit.

25
DAFTAR PUSTAKA
Champion RH. 1999. Eczema, Lichenification, prurigo, and erythroderma.
In:Champion RH eds. Rooks, textbook of dermatology, 5th ed.
Washington; Blackwell Scientific Publications..p;17.48-17.52.

Djuanda A. 2007. Dermatosis eritroskuamosa. Ilmu penyakit kulit dan kelamin.


5th ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. pp;197-200..

Djuanda, A. 2011. Eritroderma dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Halaman
197-200.

Freederg. 2003. Exfoliative dermatitis. Fitzpatrick et all. Fitzpatricks


dermatology in general medicine. 4th ed. Newyork: Mcgraw-Hill.
Chapter-41.p; 527-531.

Mistry, N., Gupta, A., Alavi, A., & Sibbald, R. G., 2015. A Review of the
Diagnosis and Management of Erythroderma (Generalized Red Skin).
Advances In Skin & Wound Care, 28(5): 228-236.

Okoduwa, C., Lambert W.C., Schwartz R.A., Kubeyinje E., Eitokpah A., Sinha
S., dan Chen W. 2009. Erythroderma: Review of a Potentially Life-
Threatening Dermatosis. Indian Journal of Dermatology 54(1): 1-6.

Seghal, Virendra N dan Sendana, K. 2004. Erythroderma/exfoliative dermatitis :


A Synopsis. International Journal of Dermatology, 43, 39-47.

Shimizu H. 2007. Shimizus textbook of dermatology. 1st ed. Hokkaido:


Nakayama Shoten Publishers. p; 122-25, 98-101.

Wasitaatmadja SM. Anatomi kulit. Djuanda A. 2007. Ilmu penyakit kulit dan
kelamin. 5th ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Yuri, T., Jadotte et al. 2015. Drug Eruptions and Erythroderma. In : Cutaneous
Drug Eruption. Springer : London.

26

Anda mungkin juga menyukai