Anda di halaman 1dari 7

INOVASI PEMANFAATAN BIJI ALPUKAT SEBAGAI BIODIESEL

TERBARUKAN

Lanjar

5213414014

Teknik Kimia

lanjartekkim014@gmail.com

Jumlah populasi di dunia ini dari tahun ke tahun akan semakin bertambah
dan jenis kebutuhan manusia akan meningkat seiring dengan bertambahnya
jumlah populasi di dunia. Hal ini juga terjadi pada kebutuhan akan energi semakin
meningkat sehingga persediaan energi khususnya energi yang tidak dapat
diperbaharui semakin berkurang pula kuantitasnya, bahkan lama-kelamaan akan
habis. Hal ini dapat dilihat dari jumlah konsumsi BBM Indonesia terus meningkat.
Saat ini, hampir 80% kebutuhan energi dunia dipenuhi oleh bahan bakar fosil.
Padahal, penggunaan bahan bahar fosil bisa mengakibatkan pemanasan global.
Untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil (minyak/gas,
bumi, dan batu bara) sebagai sumber energi yang tidak terbarukan, tentu akan
mencari sumber-sumber energi lainnya yang akan digunakan sebagai bahan bakar
alternatif atau pengganti asalkan potensi sumber dayanya mudah diperoleh secara
lokal supaya harganya lebih murah dan terjangkau.
Biodiesel adalah salah satu bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan
dan tidak beracun. Sehingga, lebih aman jika disimpan dan digunakan serta tidak
mempunyai efek terhadap kesehatan yang dapat dipakai sebagai bahan bakar
kendaraan bermotor. Biodiesel yang berasal dari minyak nabati dikenal sebagai
sumber daya yang dapat diperbaharui karena umumnya dapat diekstrak dari
berbagai hasil produk pertanian dan perkebunan. Bahan baku yang berpotensi
sebagai bahan baku pembuat biodiesel antara lain kelapa sawit, kedelai, jarak
pagar, alpukat, dan beberapa jenis tumbuhan lainnya (Martini 2005).
Salah satu sumber bahan baku biodiesel adalah buah alpukat. Bagian dari
buah alpukat yang dapat digunakan sebagai biodiesel adalah bijinya, melalui
esterifikasi dan/transesterifikasi dengan alkohol serta bantuan katalis. Untuk
mengetahui kelayakan minyak biji alpukat sebagai bahan baku biodiesel, maka
perlu dilakukan beberapa pengujian untuk mengetahui angka asam, asam lemak
bebas, densitas minyak, viskositas, dan yield.
Salah satu alasan mengapa menggunakan biji alpukat dibandingkan
dengan tanaman lainnya dikarenakan buah alpukat banyak terdapat di lingkungan
masyarakat yang bijinya belum dimanfaatkan secara maksimal. Selain itu, yang
paling penting yaitu kandungan minyak biji alpukat lebih tinggi dibandingkan
dengan tanaman-tanaman seperti kedelai, jarak, biji bunga matahari, dan kacang
tanah. Pemilihan biji alpukat sebagai salah satu sumber minyak nabati karena
kandungan minyaknya relatif tinggi dibandingkan tanaman lain yaitu sekitar 2638
liter/ha dalam 2217 kg/ha. Sedangkan tanaman seperti jarak adalah 1892 liter/ha
dalam 1590 kg/ha dan bunga matahari 925 liter/ha dalam 800 kg/ha. Selain itu,
bahan bakar ini lebih ekonomis dan ramah lingkungan karena kadar belerang
dalam minyak tersebut kurang dari 15 ppm, sehingga pembakaran berlangsung
sempurna dengan dampak emisi CO, CO2 serta polusi udara yang rendah (Sofia

2006).
Beragam penelitian mendukung penggunaan minyak biji alpukat sebagai
biodiesel. The National Biodiesel Foundation (NBF) telah meneliti buah alpukat
sebagai bahan bakar sejak 1994. Joe Jobe selaku direktur eksekutif NBF
mengungkapkan bahwa biji alpukat mengandung lemak nabati yang tersusun dari
senyawa alkil ester. Bahan ester itu memiliki komposisi yang sama dengan bahan
bakar diesel, bahkan lebih baik dibandingkan solar sehingga gas buangnya lebih
ramah lingkungan. Pemanfaatan biji alpukat sampai sekarang hanya digunakan
sebagai obat penghilang stress saja dan belum dimanfaatkan untuk yang lainnya
padahal biji alpukat memiliki kandungan fatty acid methyl ester sebagai bahan
pembuat biodiesel. (Hidayat 2008)
Biodiesel dibuat melalui suatu proses kimia yang disebut transesterifikasi
dimana gliserin dipisahkan dari minyak nabati. Proses ini menghasilkan dua
produk yaitu metil esters (biodiesel)/mono-alkyl esters dan gliserin yang
merupakan produk samping. Bahan baku utama untuk pembuatan biodiesel ini
adalah minyak biji alpukat. Sedangkan sebagai bahan baku penunjang yaitu
alkohol. Pada pembuatan biodiesel dibutuhkan katalis untuk proses esterifikasi,
katalis dibutuhkan karena alkohol larut dalam minyak. Alkohol yang digunakan
sebagai pereaksi untuk minyak nabati adalah methanol, namun dapat pula
digunakan ethanol, isopropanol atau butyl, tetapi perlu diperhatikan juga
kandungan air dalam alkohol tersebut. Bila kandungan air tinggi akan
mempengaruhi hasil biodiesel yang kualitasnya rendah, karena kandungan sabun,
ALB dan trigliserida tinggi. Disamping itu, hasil biodiesel juga dipengaruhi oleh
tingginya suhu operasi proses produksi, lamanya waktu pencampuran atau
kecepatan pencampuran alkohol.
Katalisator dibutuhkan pula guna meningkatkan daya larut pada saat reaksi
berlangsung. Pada umumnya produksi biodiesel dilakukan menggunakan katalis
homogen yaitu KOH atau NaOH yang memiliki beberapa kelemahan yaitu tidak
dapat digunakan kembali. Selain itu dapat menghasilkan reaksi samping yang
tidak diharapkan (saponifikasi), pemisahan antara katalis dan produk harus
melalui berbagai tahapan sehingga meningkatkan biaya produksi. Pada katalis
heterogen seperti: CaO, MgO, dan CaCO3 kelemahan diatas dapat dicegah karena

katalis-katalis ini berbentuk padat, sehingga mudah dipisahkan dan dapat


diperoleh kembali (recovery) melalui dekantasi dan filtrasi menggunakan alat
yang sederhana. Dengan demikian dapat menghemat biaya produksi dan
diharapkan yield yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan menggunakan katalis
homogen. Katalis yang akan dipilih tergantung minyak nabati yang digunakan,
apabila digunakan minyak mentah dengan kandungan ALB kurang dari 2%,
disamping terbentuk sabun dan juga gliserin. Katalis tersebut pada umumnya
sangat higroskopis dan bereaksi membentuk larutan kimia yang akan dihancurkan
oleh reaktan alkohol.
Bahan baku yang digunakan pada pembuatan biodiesel ini yaitu biji
alpukat. Biji alpukat dikeringkan pada suhu 110C selama 60 menit. Kemudian
diekstraksi menggunakan pelarut n-heksana pada suhu 65C sebanyak 5 siklus.
Selanjutnya larutan ekstrak dievaporasi pada suhu 40C dalam keadaan vakum.
Pemurnian minyak dilakukan dengan cara degumming menggunakan H3PO4 0,8%,

sedangkan pemisahan gum menggunakan sentrifuga 2500 rpm.


Ekstraksi ini dilakukan menggunakan sokhlet dengan suhu operasi 65C.
Untuk memisahkan minyak dari pelarutnya dilakukan evaporasi secara vakum
pada suhu 40C. Perolehan minyak biji alpukat (% bobot) hasil evaporasi dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Perolehan Minyak Biji Alpukat (% bobot) Hasil Evaporasi

Parameter Satuan Nilai Keterangan


Bobot biji alpukat g 2750 -
Bobot minyak g 106,40 Sebelum
alpukat pemurnian
Bobot ampas g 2618 Kering
Perolehan minyak - - 3,86%
alpukat kasar

Berdasarkan Tabel 1 perolehan minyak sebesar 3,86%, dalam peneiltian


ini ekstraksi hanya melalui 1 tahap tanpa menggunakan pelarut heksana yang
baru. Pelarut mengalami kejenuhan, sehingga minyak dalam biji alpukat tidak
dapat terekstrak seluruhnya.
Pemurnian dilakukan dengan menggunakan metode degumming. Metode
ini bertujuan untuk menghilangkan pengotor seperti getah atau lendir yang terdiri
dari fosfatida, protein, karbohidrat, dan air tetapi tidak menghilangkan asam
lemak bebas (FFA) yang terdapat pada minyak biji alpukat (Mittlebach 2004).
Sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan antara getah (gum) dengan minyak.
Perolehan minyak biji alpukat hasil pemurnian dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Perolehan Minyak Alpukat (% bobot) Hasil Pemurnian

Parameter Satuan Nilai Keterangan


Bobot biji alpukat G 2750 -
Bobot minyak biji alpukat G 106,48 3,86%
Bobot minyak biji alpukat G 103,20 3,75%
hasil pemurnian
Gum + pengotor G 3,01 -
Dari Tabel 1 dan 2 dapat dilihat bahwa perolehan minyak biji alpukat hasil
pemurnian 103,20 g dengan persen penurunannya sebesar 2,84 %. Penurunan
tersebut menunjukkan bahwa sebelum proses pemurnian, minyak masih
mengandung pengotor. Minyak hasil pemurnian secara visual menjadi lebih
bening yang merupakan salah satu syarat minyak dapat diolah menjadi biodiesel.
Tahap berikutnya adalah penelitian utama, yaitu pembuatan metil ester (biodiesel)
dari minyak biji alpukat melalui transesterifikasi pada suhu 60C selama 1 jam.
Dalam percobaan ini kalsium metoksida direaksikan dengan minyak biji alpukat
murni. Kalsium metoksida dibuat dengan cara mereaksikan antara metanol dengan
kalsium oksida (CaO). Jumlah CaO yang digunakan adalah 2% dan 6%/b-minyak,
sedangkan perbandingan mol antara minyak dengan metanol yang digunakan
adalah 1:6. Perolehan biodiesel dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Hasil Transesterifikasi Pada Perbandingan Mol 1:6

Parameter CaO CaO


2%-b 6%-b
Minyak yang digunakan (g) 39,08 39,08
Methanol yang digunakan (g) 27,09 27,09
CaO yang digunakan (g) 0,64 2,34
Biodiesel yang dihasilkan (g) 9,6 11,81
Yield biodiesel (g biodiesel/g minyak) 0,2401 0,2953
Gliserol yang dihasilkan (g) 5,06 2,01

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa minyak yang direaksikan dengan metanol
pada jumlah yang sama, diperoleh yield biodiesel tertinggi 0,2953 gram
biodiesel/gram minyak menggunakan katalis CaO 6%/b-minyak. Yield yang
dihasilkan cukup rendah, hal ini dapat disebabkan adanya kandungan air yang
cukup tinggi pada minyak biji alpukat. Dalam penelitian ini sebelum
transesterifikasi, tidak dilakukan pengukuran kandungan air pada minyak. Pada
transesterifikasi terjadi reaksi antara gugus karbonil pada molekul trigliserida
(minyak) dengan gugus metoksida. Dengan adanya kandungan air pada proses
tersebut, maka pembentukan metoksida tidak akan sempurna. Ketidaksempurnaan
pembentukan metoksida dapat ditunjukkan saat recovery metanol yang cukup
tinggi, hal ini menunjukkan metanol yang tidak bereaksi dengan CaO cukup
besar. Dalam literatur disebutkan bahwa kandungan air yang kurang dari 2,8%/b-
minyak akan meningkatkan aktivitas katalitik dari CaO. Sebaliknya bila lebih
akan mendeaktivasi CaO (Refaat 2011).
Kelebihan penggunaan katalis heterogen dibandingkan dengan katalis
homogennya ialah bahwa pemisahan katalis heterogen lebih mudah dan dapat
digunakan kembali. Dalam penelitian ini hal tersebut di atas sudah tercapai
dengan terbentuknya tiga fasa yaitu lapisan atas adalah biodiesel, tengah gliserol
dan bawah CaO. Dengan demikian CaO dapat digunakan kembali (recovery
CaO).
Hasil analisis sifat fisika dan kimia biodiesel menggunakan variasi
konsentrasi katalis CaO (%-b) dapat diperoleh nilai angka asam dan %FFA, CaO
6% b-minyak memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan CaO 2% b-
minyak. Sehingga pada penggunaan CaO 6% b-minyak menghasilkan biodiesel
yang memiliki karakteristik mendekati SNI.
Penentuan sifat fisika dan kimia biodiesel tidak seluruhnya dilakukan
sesuai dengan penentuan yang tertera pada Syarat Mutu Biodiesel. Yang diuji
hanya sifat fisika dan kimia biodiesel yang mewakili (representatif)
penggunaannya di mesin yaitu viskositas, massa jenis, pH, kadar air, %FFA, dan
angka asam.
Biodiesel mengandung metil ester sebesar 48,02%. Hal ini menunjukkan
bahwa tidak semua minyak biji alpukat dapat dikonversi menjadi metil ester.
Penyebab rendahnya jumlah metil ester masih adanya kandungan air dalam
minyak saat transesterifikasi, sehingga pembentukan senyawa metoksida belum
sempurna. Bila ditinjau dari komposisi asam lemak jenuh dan tak jenuhnya,
biodiesel hasil penelitian mengandung 38,87% asam lemak tak jenuh dan 9,15%
asam lemak jenuh. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa
minyak nabati yang dapat diolah menjadi biodiesel harus memiliki kandungan
asam lemak tak jenuh yang tinggi karena dapat mencegah terbentuknya padatan
yang akan menghambat kinerja mesin. Berdasarkan hasil analisis fisika dan kimia
menunjukkan bahwa minyak biji alpukat layak digunakan sebagai bahan baku
pembuatan biodiesel, namun belum mencapai perolehan yang optimum.
Biodiesel dari minyak biji alpukat diperoleh dengan proses
transesterifikasi. Penggunaan katalis heterogen kalsium oksida (CaO) dalam
transesterifikasi tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
karakteristik biodiesel yang dihasilkan, sedangkan kelebihannya dapat digunakan
kembali karena pemisahannya lebih mudah. Berdasarkan sifat kimia dan fisikanya
minyak biji alpukat (Persea gratissima) dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
pembuatan biodiesel.

DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Wahyu. 2008. Manfaat Biji Alpukat. http://www.google.com (diunduh


tanggal 20 mei 2015).
Martini, Rahayu. 2005. Teknologi Proses Produksi Biodiesel
www.geocities.com/markal_bppt/public (diunduh tanggal 27 mei 2015).

Mittelbach, M.,Remschmidt, Claudia. 2004. Biodiesel the comprehensive

Handbook. Vienna: Boersedruck Ges.m.bH.

Refaat, A. A. 2011. Biodiesel production using solid metal oxide

catalyst.international Journal of Chemical Engineering.

Sofia.2006. Sumber Biodiesel di Pekarangan.

http//www.indobiofuel.com/gratis15.php (diunduh tanggal 26 mei 2015)

Anda mungkin juga menyukai