Anda di halaman 1dari 6

Jurnal Matematika & Sains, Agustus 2012, Vol.

17 Nomor 2

Pembentukan Padatan Semi Kristalin dan Ko-kristal Parasetamol

Okky Dwichandra Putra1), Ilma Nugrahani1), Slamet Ibrahim1), dan Hidehiro Uekusa2)
1)
Kelompok Keahlian Farmakokimia, Sekolah Farmasi
Institut Teknologi Bandung, Bandung
2)
Department Chemistry and Material Science,
Tokyo Institute of Technology, Tokyo, Japan
e-mail: dwichandraputra@fa.itb.ac.id

Diterima 30 Juni 2012 disetujui untuk dipublikasikan 13 Juli 2012

Abstrak
Penyusunan ulang molekul seperti modifikasi bentuk kristal dan ko-kristalisasi diketahui dapat meningkatkan sifat
fisiko kimia dari suatu bahan seperti kelarutan. Parasetamol, antipiretik yang umum digunakan, memiliki sifat agak
sukar larut dalam air. Di sisi lain, asam oksalat merupakan bahan yang larut dalam air yang dilaporkan mampu
meningkatkan kelarutan senyawa yang sukar larut melalui pembentukan ko-kristal. Penelitian ini bertujuan untuk
mengkarakterisasi profil kristalinitas parasetamol dan asam oksalat setelah peleburan dan pengaruhnya terhadap
kelarutan parasetamol. Hasil percobaan menunjukkan: puncak endotermik baru di 109,5o dan 152,2o pada
Differential Scanning Calorimeter (DSC)/ Differential Thermal Analyzer (DTA); perubahan spektrum di antara
2.680-2.710 cm-1 dan 835 cm-1 pada Fourier Transform Infra Red (FTIR), puncak baru di 2 = 28o dan 17o pada
Powder X-Ray Diffractometer (PXRD) menunjukan pembentukan ko-kristal. Selanjutnya, pengurangan intensitas
pada difraktogram juga mengindikasikan pembentukan semi kristalin dari parasetamol. Fenomena ini menunjukkan
peningkatan kelarutan parasetamol dari 12,98 0,03 mg/mL menjadi 130,30 0,03 mg/mL.
Kata kunci : Parasetamol, Asam oksalat, Semi kristalin, Ko-kristal.

Abstract
Molecular rearrangement such as crystal modification and co-crystallization are known can improve
physicochemical properties such as solubility. Paracetamol, a widely used anti pyretic, is slightly soluble in water.
In other hand, oxalic acid is a water soluble substance which was reported able to improve the solubility of an
insoluble compounds through co-crystal formation. The aim of this research is to characterize the crystallinity
profile of paracetamol and oxalic acid after melting and its influence to the solubility of paracetamol. The
experiment results showed: new endothermic peak at 109,5o and 152,2o Differential Scanning Calorimeter (DSC)/
Differential Thermal Analyzer (DTA); changing of spectra between 2.680-2.710 cm-1 and 835 cm-1 through Fourier
Transform Infra Red (FTIR); and new peaks at 2 = 28o and 17o Powder X-Ray Diffractometer (PXRD) showed co-
crystal formation. Then, the decreasing of intensity on diffractogram also indicated the formation of semi crystalline
of paracetamol. These phenomena showed improvement of paracetamol solubility from 12,98 0,03 mg/mL to
130,30 0,03 mg/mL.
Keywords : Paracetamol, Oxalic acid, Semi crystalline, Co-crystal.
yang rendah sehingga padatan amorf diklasifikasikan
1. Pendahuluan
sebagai golongan bahan isotropik. Ko-kristal adalah
Desain penempatan molekul- molekul dalam suatu kompleks kristalin dimana dua atau lebih
suatu kisi kristal merupakan hal yang menarik dalam molekul netral berada pada perbandingan yang
ilmu material organik (Mirza dkk., 2009). Perubahan stoikiometrik (Qiao dkk., 2011).
susunan molekul dalam kristal seperti modifikasi Parasetamol (PCA) adalah suatu antipiretik
bentuk kristal dan penggabungan dengan senyawa banyak digunakan dalam klinis dilaporkan memiliki
lain dalam kisi kristal yang sama (ko-kristal) telah bentuk kristal 1 dan 2 yang telah diketahui dengan
terbukti mampu mengubah suatu sifat fisiko kimia baik, sementara itu bentuk 3 dan amorf sejauh ini
suatu senyawa (Karki dkk., 2009). Namun, kedua hal belum dikarakterisasi (Britainn, 1993; Ziemermann
tersebut belum pernah dilaporkan terjadi secara dan Baranovic, 2010). Asam Oksalat (OXA)
bersamaan. dilaporkan memiliki dua bentuk kristal yaitu bentuk
Modifikasi bentuk kristal, seperti mengubah alfa dan beta. OXA dilaporkan mampu berperan
bentuk kristal atau amorfisasi merupakan salah satu sebagai bahan pembentuk ko-kristal (koformer)
upaya dalam mengubah sifat fisikokimia suatu bahan. misalnya dengan kafein melalui pembentukan ikatan
Istilah kristal digunakan untuk menggambarkan hidrogen yang kuat (Sekhon, 2009). PCA dilaporkan
derajat keteraturan internal yang tinggi, sedangkan sejauh ini dapat membentuk ko-kristal dengan OXA
pada padatan amorf ditemui derajat ketidakteraturan pada komposisi 1:1 dengan metode liquid assisted

83
84 Putra dkk., Pembentukan Padatan Semi Kristalin dan Ko-kristal Parasetamol

mW

o
C
(a) (b) (c)
Gambar 1. Ko-kristal PA: OXA = 1:1 struktur hipotetik (a); difraktogram (b) dan termogram (c) (Karki dkk., 2009;
Bag dkk., 2011).
grinding (LAG) dan slow evaporation (SE) (Karki 4500 hingga 500 cm-1 menggunakan spektrometer
dkk., 2009; Bag dkk., 2011). Hasil karakterisasi ko- FTIR.
kristal yang dihasilkan dari kedua metode ini dengan
Analisis DSC
DSC menunjukkan danya puncak endotermik pada
suhu 152o. Sedangkan, difraktogram memberikan Kurang lebih 3-5 mg sampel perbandingan
profil seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. fraksi molar dianalisis dengan DSC sampai suhu 400
Penelitian ini bertujuan untuk C pada kecepatan pemanasan 10 C/menit
mengkarakterisasi karakter fisika parasetamol dan menggunakan cawan alumunium terbuka.
asam oksalat setelah proses peleburan serta
Analisis PXRD
pengaruhnya terhadap kelarutan parasetamol
2. Metode Penelitian Struktur kristal dianalisis dengan Powder X
Ray Diffractometer (PXRD) (Phillips, Netherland)
2.1 Alat dengan kondisi sebagai berikut : target/filter
(monokromator) Cu, tegangan 40 kV, arus 30 mA,
Differential Scanning Calorimeter (DSC)-
lebar slit 0,2 inci. Data dikumpulkan dengan mode
Differential Thermal Analysis (DTA) (Perkin Elmer
scanning 0,2 - 0,5 per menit dengan jarak scanning
Thermal Analysis DSC-6, AS; Nestch STA 449,
2 = 5 - 60.
Jerman), Fourier Transform Infra Red (FTIR) (Jasco-
4200 type A, Jepang), Powder X-ray Diffractometer Uji Kelarutan
(PXRD) (Philips PW1710 BASED, Netherland),
spektrofotometer UV (Beckman DU 7500i), pH Sejumlah padatan PCA baik dalam bentuk
meter (Beckman TM 50) dan alat gelas lain yang murni maupun dalam bentuk campuran dengan OXA
dilarutkan dalam 10 mL air kemudian diaduk dengan
lazim digunakan di laboratorium.
pengaduk mekanis sampai kondisi jenuh selama 30
2.2 Bahan menit. Kemudian 100 L larutan diencerkan dengan
NaOH 0,1 M sampai pH 12. Selanjutnya larutan
Parasetamol (Hengsyuhi Jiheng, China), asam
diukur absorbansinya pada panjang gelombang 257
oksalat dihidrat (Merck, AS), etanol (Merck, AS) dan
nm.
kristal Kaliumbromida (Merck, AS)
3. Hasil dan Pembahasan
2.3 Metode
Terbentuknya interaksi fisika antara dua bahan
Peleburan
dapat diperkirakan dengan menggunakan analisis
Sejumlah 9 g (1 mol) OXA dilebur dalam termal (Britainn, 2009) di mana jika terjadi
gelas kimia di atas pemanas elektrik dan dibiarkan perubahan bentuk kristal maka terjadi perubahan
sampai terjadi kristalisasi kembali. Setelah proses aspek termodinamika dari suatu padatan (Nugrahani,
kristalisasi OXA, sejumlah 15,1 g (1 mol) PCA 2009). Penapisan terbentuknya interaksi fisika antara
dimasukan sampai membentuk leburan campuran PCA dan OXA dapat dideteksi dengan DSC dengan
kemudian didinginkan pada suhu kamar. hasil yang dapat dilihat pada Gambar 2.
Dari termogram yang terdapat pada Gambar
Analisis FTIR
2c, diperkirakan terjadinya interaksi fisika antara
Sampel berbentuk serbuk dicampur dengan PCA bentuk 1 dengan OXA bentuk beta karena
kristal kalium bromida dengan perbandingan molar 1 persistesi kurva endotermik pada 101,7o yang
: 10 dan digerus hingga homogen kemudian merupakan puncak dari OXA bentuk alfa. Kemudian
dikompresi pada 20 Psi menggunakan alat pengepres baru didapatkan kurva endotermik pada 152,2o yang
pelat KBr. Spektra diukur pada bilangan gelombang merupakan puncak endotermik khas ko-kristal
Jurnal Matematika & Sains, Agustus 2012, Vol. 17 Nomor 2 85

PCA:OXA = 1:1 yang telah dilaporkan dengan PCA:OXA = 1:1 yang telah dilaporkan pada suhu
menggunakan metode Liquid Assisted Grinding dan sekitar 155o.
Slow Evaporation. Dari data ini diperkirakan bahwa
ko-kristal baru terbentuk setelah OXA bentuk beta
melebur. Perkiraan ini diperkuat dengan data bahwa
metode yang dilaporkan berhasil membentuk ko-
kristal adalah metode-metode yang melibatkan energi
yang besar. Oleh karena itu, metode peleburan
didesain di mana bentuk beta dari OXA didapatkan
setelah peleburan bentuk alfa.

Gambar 3. Termogram hasil leburan PCA:OXA =


1:1.
Selanjutnya dilakukan analisis struktur kimia
padatan menggunakan FTIR. Dari data FTIR
interaksi fisika antara bahan utamanya yang
berhubungan dengan ikatan hidrogen yang
melibatkan OH, C=O, dan -C-O- dapat terdeteksi di
mana terjadi perubahan intensitas puncak maupun
perubahan bentuk puncak (Miroshnyk dkk., 2009;
Umeda dkk., 2009; Schultheiss dan Newman, 2009).
Di sisi lain, FTIR yang mampu mendeteksi gugus
fungsi dari suatu senyawa padatan juga dapat
sekaligus menunjukkan apakah selama proses
peleburan terdapat penguraian maupun reaksi kimia
padatan.
Dari hasil spektrum FTIR pada Gambar 4 c
dan 4 d teramati terjadi perubahan intensitas pada
bilangan gelombang sekitar 2.900 cm-1 dan 2.680-
2.710 cm-1 yang bertanda () yang merupakan daerah
regangan OH (Storey dan Ymen, 2011). Spektrum
FTIR leburan ini memiliki kemiripan dengan
spektrum ko-kristal yang dilaporkan oleh Bag dkk
(2011). Perubahan intensitas pada spektrum OH ini
sejalan dengan bentuk hipotetik interaksi antara PCA
dan OXA, di mana terjadi ikatan hidrogen antara
hidroksi cincin fenol PCA dan hidroksi pada gugus
karboksilat OXA.
Selain itu, pada 835 cm-1 yang bertanda ()
teramati adanya perubahan intensitas spektrum antara
hasil leburan dan campuran fisik seperti ditunjukkan
pada Gambar 4d. Daerah tersebut merupakan daerah
yang menandakan transformasi polimorfisme PCA
Gambar 2. Termogram PCA (a); OXA (b) dan
(Ziemmermann dan Baranovic, 2010). Dari
campuran fisik PCA:OXA = 1:1 (c).
kombinasi data FTIR dan analisis termal dapat
Hasil leburan kemudian dikarakterisasi sifat diduga telah terjadi interaksi fisika antara PCA-OXA
termalnya menggunakan DTA dengan hasil seperti dan transformasi fasa setelah peleburan bersama PCA
pada Gambar 3. Termogram hasil peleburan dari dan OXA.
PCA:OXA = 1:1 juga menunjukan puncak
endotermik di sekitar 152o seperti tampak pada
Gambar 3. Pada hasil leburan ini juga teramati
adanya puncak endotermik lain pada 109,5o . Adanya
kedua puncak ini mengindikasikan terbentuknya
suatu interaksi fisika antara PCA dan OXA dimana
salah satunya diduga merupakan ko-kristal dengan
indikasi kemiripan profil leburan ko-kristal
86 Putra dkk., Pembentukan Padatan Semi Kristalin dan Ko-kristal Parasetamol

Gambar 5. Difraktogram PCA (a); OXA (b);


campuran fisik PCA:OXA=1:1 (c) dan hasil leburan
(d).
Perubahan bentuk difraktogram hasil leburan
menunjukkan bahwa terjadi perubahan fasa berupa
terbentuknya suatu padatan semi kristalin. Semi
kristalin ditandai dengan adanya perubahan baseline
berupa pelayangan difraktogram namun masih
ditandai dengan adanya puncak-puncak tajam seperti
pada bentuk kristalinnya (Storey dan Newman, 2011;
Nugrahani, 2009). Penaikan baseline teramati terjadi
pada 2 = 15-53o dengan pelayangan difraktogram
100-200 cps pada 2 yang sama dibandung campuran
fisik. Pelayangan paling tinggi sebesar 200 cps terjadi
pada 2 = 24o dan 26o yang merupakan puncak
dominan PCA.
Berbeda dengan hasil penelitian yang
dilakukan sebelumnya dengan metode LAE dan SE
yang hanya menghasilkan satu fasa padat baru berupa
ko-kristal (Karki dkk., 2009; Bag dkk., 2011), pada
peleburan dihasilkan tiga fasa baru, yaitu: semi
kristalin PCA, OXA dan ko-kristal PCA : OXA. Hal
Gambar 4. Spektrum FTIR PCA (a); OXA (b); ini diduga pada saat melebur, kedua molekul berada
campuran fisik PCA:OXA = 1:1 (c) dan hasil leburan pada bentuk molekularnya namun tidak seluruh
(d). molekul PCA dan OXA berinteraksi membentuk ko-
Dugaan munculnya perubahan susunan kristal akibat tingginya viskositas. Proses pemadatan
molekul dalam kisi kristal selanjutnya dibuktikan kembali yang berlangsung cukup cepat (2-3 menit)
dengan PXRD. Dari Gambar 5 dapat dilihat menyebabkan molekul-molekul yang tidak
terjadinya perubahan kristalinitas PCA dan OXA membentuk ko-kristal tidak kembali ke dalam
serta pembentukan fasa padat baru pada leburan jika keteraturan yang tinggi seperti pada bentuk
dibandingkan dengan campuran fisik dengan kristalinnya. Hal ini serupa terjadi pada kondisi
komposisi sama. Perubahan tersebut berupa perubahan fasa yang berlangsung singkat yang
munculnya puncak baru di 2 di sekitar 28 dan 17o menghasilkan padatan non kristalin seperti pada
merupakan puncak dominan ko-kristal PCA:OXA = peristiwa beku kering (Britainn, 2009).
1:1 yang telah dilaporkan (Bag dkk., 2011). Metode kristalisasi leburan PCA:OXA = 1:1
untuk mendapatkan suatu fasa padat tunggal dengan
pelarut etanol dilakukan sampai mendapat suatu
kristal tunggal. Kristal tunggal yang didapatkan
Jurnal Matematika & Sains, Agustus 2012, Vol. 17 Nomor 2 87

adalah kristal tunggal PCA bentuk 1 yang Process for Identifying New Co-crystal
dikonfirmasi menggunakan PXRD dan difraktogram Forms: Fast Evaporation of Solvent from
yang dihasilkan memiliki puncak pada 2 yang sama Solutions to Dryness, Cryst. Eng. Comm.,
dengan parasetamol bentuk 1 seperti pada Gambar 6. 13, 5650-5652.
Basavoju, S., D. Bostrom, and S. P. Velaga, 2008,
Indomethacin Saccharin Co Crystal: Design,
a Synthesis and Preliminary Pharmaceutical
Characterization, Pharm. Res., 25, 530- 541.
Britainn, H. G., 1993, Analitycal Profile of Drug
Subtances & Excipients, Accademic Press,
Inc., San Diego, California.
b Britainn, H. G., 2009, Polymorphism in
Pharmaceutical Solids, Marcel Decker Inc,
New York.
Karki, S., T. Friscic, L. Fabian, P. R. Laity, G. M.
Day, and W. Jones, 2009, Improving
Mechanical Properties of Crystalline Solids
by Cocrystal Formation: New Compressible
Gambar 6. Difraktogram PCA bentuk 1 (a) dan Forms of Paracetamol, J. Adv. Material, 21,
hasil kristalisasi (b). 3905-3909.
Miroshnyk, I., S. Mirza, and N. Sandler, 2009,
Profil padatan bahan baku (BB), hasil leburan Pharmaceutical Co-Crystal an Opportunity
(LB) dan kristalisasi hasil leburan (KR) kemudian for Drug Product Enhancement, Expert
dilakukan uji kelarutan jenuhnya dalam air Opin. Drug Deliv., 6, 333-341.
menggunakan spektrofotometer UV. Hasil pengujian Mirza, S., I. Miroshnyk , J. Heinamaki, and J.
dapat dilihat pada Tabel I sebagai berikut. Yliruusi, 2009, Co Crystal: An Emerging
Tabel 1. Hasil Uji Kelarutan Jenuh. Approach for Enhancing Properties of
Pharmaceutical Solids, Dosis, 24, 90-96.
Bahan Kelarutan (mg/mL)
BB LB KR
Nugrahani, I., 2009, Identifikasi Interaksi Padatan
PCA 12,98 0,03 39,22 0.15 15,300,05 Bahan Aktif dan Pengaruh Interaksi
PCA:OXA 13,07 0,04 130,300.03 13,170,15*) Amoksisilina trihidrat Kalium klavulanat
=1:1 terhadap Potensi dan Profil
*)
Hasil kristalisasi yang didapat adalah PCA Farmakokinetika, disertasi ITB, Bandung.
Oberoi, L. M., K. S. Alexander, and A. T. Riga,
Dari data kelarutan di atas dapat disimpulkan
2005, Study of Interaction between
bahwa pengaruh terhadap peningkatan kelarutan
Ibuprofen and Nicotinamide using
PCA, pembentukan ko-kristal PCA : OXA =1:1 lebih
Differential Scanning Calorimetry,
tinggi dibandingkan dengan pembentukan semi
Spectroscopy, and Microscopy and
kristalin PCA. Penelitian lain juga melaporkan bahwa
Formulation of A Fast-Acting and Possibly
ko-kristalisasi menyebabkan peningkatan kelarutan
Better Ibuprofen Suspension for
bahan-bahan lain seperti ibuprofen, norfloksasin
Osteoarthritis Patients, J. Pharm. Sci., 94,
(Walsh dkk., 2003; Oberoi dkk., 2005; Basavoju
93-101.
dkk., 2008).
Qiao, N., M. Li, W. Schlindwein, N. Malek, A.
4. Kesimpulan Davies, and G. Trappitt, 2011,
Pharmaceutical Cocrystals: An Overview,
Pada proses peleburan parasetamol:asam
Int. J. of Pharmaceutics, 419(1-2), 1-11.
oksalat = 1:1 terjadi terbentuk campuran fasa pada
Schultheiss, N. and A. Newman, 2009,
semi kristalin parasetamol, asam oksalat dan ko-
Pharmaceutical Cocrystals and Their
kristal. Padatan hasil leburan menunjukkan puncak
Physicochemical Properties. Cryst, Growth
endotermik termogram DSC/DTA pada 109,5o dan
Des., 9, 29502967.
152,2o; spektrum FTIR berubah pada 2.680-2.710
Sekhon, B., 2009, Pharmaceutical Co-crystalsa
cm-1 dan 835 cm-1; PXRD yang menunjukkan
review, Ars Pharm., 50, 99117.
puncak baru pada 2 = 28o dan 17o. Pembentukan
Storey, R. A. and I. Ymen, 2011, Solid State
campuran fasa kristalin baru tersebut menunjukan
Characterization of Pharmaceuticals,
perubahan profil kelarutan jenuh parasetamol
Blackwell Publish Ltd., London.
menjadi 130,300,03 mg/mL dari 12,980,03
Umeda, Y., T. Fukami, T. Furuishi, T. Suzuki, K.
mg/mL.
Tanjoh, and K. Tomono, 2009,
Daftar Pustaka Characterization of Multicomponent Crystal
Formed between Indomethacin and
Bag, P. P., M. Patni, and C. M. Reddy, 2011, A
Kinetically Controlled Crystallization
88 Putra dkk., Pembentukan Padatan Semi Kristalin dan Ko-kristal Parasetamol

Lidocaine, Drug Dev. Ind. Pharm., 35, 843 Ziemmermann, B. and G. Baranovic, 2010, Thermal
851. Analysis of Paracetamol Polymorphs by FT-
Walsh R. D. B., M. W. Bradner, and S. Fleischman, IR Spectroscopies, J. Pharm. BioMed Anal,
2003, Crystal Engineering of the 54, 295-302.
Composition of Pharmaceutical Phases,
Chem. Comm., 4, 186187.

Anda mungkin juga menyukai