Pendahuluan
Asam salisilat adalah asam bifungsional yang mengandung dua gugus yaitu OH dan
COOH sehingga asam salisilat dapat mengalami dua jenis reaksi yang berbeda. Anhidrida
asam karboksilat dibentuk lewat kondensasi dua molekul asam karboksilat. Anhidrida asam
yang terkenal hanya satu yaitu anhidrida asetat yang dibuat melalui reaksi asam asetat dengan
ketene (CH2=C=O) pada suhu tinggi (700oC). Asam dikarboksilat berbeda dengan asam
monokarboksilat karena mudah sekali diubah menjadi anhidrida yaitu cukup dengan
pemanasan sederhana. Reaksinya sedikit lebih pelan dibandingkan khlorida asam
menghasilkan asam karboksilat. Senyawa yang mengandung gugus asetil sering dibuat dari
anhidrida asetat, karena murah, mudah pengendaliannya dan mudah menguap (Harun, 1990).
Aspirin atau asam asetil salisilat merupakan senyawa derivatif dari asam salisilat.
Asam asetil salisilat juga mempunyai sinonim nama yaitu asetosal. Aspirin berupa kristal
berbentuk seperti jarum. Kristal asam asetil salisilat umumnya tidak berwarna sampai
berwarna putih. Asam ini stabil dengan kondisi udara kering namun terdegradasi perlahan
jika terkena uap air menjadi asam asetat dan asam salisilat. Asam asetil salisilat merupakan
analgesik antipiretik dan anti-inflamasi yang sering digunakan sebagai obat bebas. Asam
salisilat sangat iritatif, sehingga hanya digunakan sebagai obat luar. Derivatnya yang dapat
dipakai secara sistemik adalah ester salisilat dari asam organik dengan substitusi pada gugus
hidroksil, misalnya asetosal (Ganiswarna, 1995).
Aspirin tersedia dalam bentuk tablet 100 mg untuk anak dan tablet 500 mg untuk
dewasa. Metil salisilat (minyak wintergreen) hanya digunakan sebagai obat luar dalam bentuk
salep atau linimen dan dimaksudkan sebagai counter iritant bagi kulit. Asam salisilat yang
berbentuk bubuk digunakan sebagai keratolitik dengan dosis tergantung dari penyakit yang
akan diobati. Aspirin memilik keguanaan untuk meringankan rasa sakit, terutama sakit
kepala, sakit gigi dan nyerti otot serta menurunkan demam (Ganiswarna, 1995).
Aspirin diperoleh dengan proses asetilasi terhadap asam salisilat dengan katalisator
H2SO4 pekat. Asetilasi adalah terjadinya pergantian atom H pada gugus -OH dan asam
salisilat dengan gugus asetil dari asam asetil anhidrat. Asam salisilat adalah desalat phenol,
maka reaksinya adalah asetilasi destilat phenol. Asetilasi ini tidak melibatkan ikatan C-O
yang kuat dari phenol, tetapi tergantung pada pemakaian dan pemisahan ikatan -OH. Proses
asetilasi biasanya rendemen rendah jika memakai asam karboksilat. Hasil yang diperoleh
akan lebih baik, jika digunakan suatu derivat yang lebih reaktif menghasilkan ester asetat.
Nama lain aspirin adalah metil ester asetanol karena diperoleh dari esterifikasi asam salisilat
sehingga merupakan asam asetat dan fenilsalisilat (Vogel, 1990).
Asam salisilat dicampur dengan asetat anhidrida menyebabkan reaksi kimia yang
mengubah gugus alkanol dari asam salisilat menjadi gugus asetil (R-OH R-OCOCH3).
Asam sulfat dengan jumlah kecil umumnya digunakan sebagai katalis. Asam sulfat berfungsi
sebagai donor proton sehingga ikatan pada asetat anhidrida lebih mudah terbuka lalu
bergabung dengan asam salisilat yang kehilangan hidrogen. Ion SO42- kembali mengikat
proton H+ yang berlebih setelah proses pengikatan selesai. Asam salisilat berperan sebagai
alkohol karena mempunyai gugus OH, sedangkan asam asetat anhidrat berperan sebagai
anhidrida asam. Ester yang terbentuk adalah asam asetil salisilat (aspirin). Gugus asetil
berasal dari anhidrida asam sedangkan hasil samping dari reaksi ini adalah asam asetat. Hasil
samping akan terhidrasi membentuk anhidrida asam asetat. Anhidrida asam asetat akan
kembali bereaksi dengan asam salisilat membentuk aspirin. Reaksi akan berhenti setelah
asam salisilat habis karena adanya asam sulfat pekat (Horizon, 2011).
Sintesis aspirin merupakan suatu proses reaksi esterifikasi. Esterifikasi merupakan
suatu reaksi antara asam karboksilat dengan alkohol membentuk suatu ester. Ester merupakan
turunan asam karboksilat yang gugus OH dari karboksilnya diganti dengan gugus OR dari
alkohol. Esterifikasi yang menggunakan katalis asam merupakan reaksi yang reversible.
Anhidrida asam ialah turunan dari asam dengan mengambil air dari dua gugus karboksil dan
menghubungkan fragmen-fragmennya. Esterifikasi atau pembentukan ester terjadi jika asam
karboksilat dipanaskan bersama alkohol primer atau sekunder dengan sedikit asam
mineral sebagai katalis. Produksi ester secara industri dilakukan dengan
mereaksikan anhidrida asam dengan alkohol (Fessenden, 1986).
Aspirin adalah salisilat ester yang dapat disintesis dengan menggunakan asam asetat
yang memiliki gugus COOH dan asam salisilat yang memiliki gugus OH. Pembuatan aspirin
tidak akan menghasilkan produk yang baik apabila suasananya berair, dikarenakan asam
asetil salisilat yang terbentuk akan terhidrolisa menjadi asam salisilat berair (Horizon, 2011).
Mekanisme Reaksi
Mekanisme reaksi sintesis yang mungkin terjadi dalam percobaan ini adalah:
+
.. OH O
O O
-
+ H - HSO 4 HSO 4 + H3C O CH3
H3C O CH3
COOH H
COOH OH
+
+ O O CH3
OH OH O
..
+ H3C O CH3 CH3 O
COOH H COOH H
OH OH +
+ O O CH3
O O CH3
CH3 O CH3 O
COOH H COOH
OH + O
O O CH3 O CH3
H3C
+ + OH
CH3 O OH
COOH COOH
O CH3 O CH3
- H2SO 4
+ + HSO 4 +
OH O
Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum sintesis asam asetil salisilat adalah labu leher tiga 250
mL, set alat refluks, termometer, corong buchner, pipet tetes, pengaduk, beaker glass,
erlenmeyer 250 mL, cawan petri, gelas ukur 100 mL, batu didih, kertas saring, pompa vakum,
melting point tester.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum sintesis asam asetil salisilat adalah asam salisilat
kering (hasil hidrolisis ester pada minyak gondopuro), asam asetat anhidrida, asam sulfat
pekat, akuades, alkohol 96%, besi(III) klorida.
Prosedur Kerja
- Skema kerja
- Prosedur kerja
Masukkan 10 gram asam salisilat dan 15 gram (14 ml) asam asetat anhidrida ke dalam
labu alas bulat 250 ml. Tambahkan 10 tetes asam sulfat pekat dan gojog hingga terjadi
pencampuran sempurna. Panaskan labu pada penangas air suhu 50-60 oC sambil diaduk
selama 15 menit. Selanjutnya, labu didinginkan sambil diaduk dan ditambahkan 150 ml air
dingin. Saring menggunakan corong Buchner dengan bantuan pompa vakum. Cuci kristal
yang terbentuk dengan air dingin hingga tidak bereaksi asam lagi.
Lakukan rekristalisasi asam asetil salisilat dengan pelarut yang merupakan campuran
30 ml alkohol 96% dan 75 ml aquades. Tambahkan sedikit demi sedikit campuran alkohol-air
yang panas pada kristal asam asetil salisilat hingga tepat larut, kemudian saring dengan
menggunakan kertas saring pada corong dan dinginkan filtratnya hingga diperoleh kristal
berbentuk jarum. Saring kristal menggunakan corong Buchner. Ambil sedikit kristal dan
lakukan test menggunakan pereaksi besi(III) klorida. Lalu, keringkan kristal asam asetil
salisilat yang diperoleh, timbang dan tentukan titik lelehnya.
Perlakuan Waktu
Preparasi alat dan bahan 5 menit
Mencampurkan asam salisilat dan asam 5 menit
asetat anhidrida ke dalam labu alas bulat
Menambahkan asam sulfat pekat dan gojog 5 menit
hingga terjadi pencampuran sempurna.
Memanaskan labu pada suhu 50-60 oC 15 menit
Mendinginkan labu dan ditambahkan 150 10 menit
ml air dingin.
Penyaringan menggunakan corong Buchner 15 menit
dan pencucian kristal yang terbentuk
dengan air dingin
rekristalisasi dengan pelarut campuran 20 menit
alkohol dan aquades
penyaringan dengan corong buchner dan 15 menit
pendinginan filtrat
Test dengan pereaksi besi(III) klorida dan 15 menit
pengeringan kristal.
Uji titik leleh 10 menit
Total 115 menit
b. Perhitungan
Massa asam salisilat : 1,5 g
Mr asam salisilat : 138,12 g
1,5
n asam salisilat : = 138,12 / = 0,01
Persamaan Reaksi
OH OCOCH 3
COOH COOH
Perhitungan %rendemen
% =
0,321
% = 100%
1,8
% = 17,83 %
Hasil
Perlakuan Keterangan
Proses refluk
Hasil refluks
Pembahasan Hasil
Praktikum ini membahas tentang sintesis aspirin dari asam salisilat menggunakan
metode refluks. Aspirin atau asam asetil salisilat merupakan senyawa turunan dari asam
salisilat. Aspirin dapat disintesis dari asam salisilat dan asam asetat anhidrat dengan dibantu
asam sulfat pekat melalui reaksi asetilasi dan dapat diperoleh juga melalui reaksi erterifikasi.
Asetilasi merupakan proses terjadinya pergantian H pada gugus OH dan asam salisilat
dengan gugus asetil dari asam asetil anhidrat. Asetilasi ini tidak melibatkan ikatan C-O yang
kuat dari fenol, tetapi tergantung pada pemakaian dan pemisahan ikatan OH.
Langkah pertama yaitu mereaksikan 1.5 gram asam salisilat dengan 2 mL asam asetat
anhidrida sehingga terjadi subtitusi gugus hidroksi (-OH) pada asam salisilat dengan gugus
asetil (OCOCH3) pada anhidra asetat dan kemudian ditambahkan dengan 1 tetes asam sulfat
pekat. Campuran tersebut direaksikan di dalam labu leher tiga pada set alat refluks. Refluks
adalah teknik yang melibatkan kondensasi uap. Prinsip dari metode refluks adalah pelarut
volatil yang digunakan akan menguap pada suhu tinggi, namun akan didinginkan dengan
kondensor sehingga pelarut yang tadinya dalam bentuk uap akan mengembun pada
kondensor dan turun lagi ke dalam wadah reaksi sehingga pelarut akan tetap ada selama
reaksi berlangsung. Reaksi pembentukan aspirin ini membutuhkan energi berupa panas,
campuran dipanaskan dengan suhu antara 50oC sampai 60oC. Fenomena yang terjadi yaitu
asam salisilat mulanya kurang larut, namun setelah beberapa menit asam salisilat larut dalam
asam asetat anhidrat dan asam sulfat pekat. Asetat anhidrida berfungsi untuk mencegah
adanya air, karena air akan mengakibatkan kristal aspirin akan terurai kembali menjadi asam
salisilat. Asetat anhidrat digunakan sebagai pelarut dalam percobaan ini karena asetat
anhidrat mempunyai titik didih yang rendah selama pemanasan. Dalam prinsip Le-Chatelier,
adanya kelebihan asetat anhidrat dalam persamaan kesetimbangan akan menuju ke arah
pembentukan produk. Air tidak digunakan sebagai pelarut pada percobaan ini karena air
mungkin menghidrolisis pembentukan aspirin yang akan diuraikan menjadi asam salisilat dan
asam asetat. Penambahan H2SO4 berfungsi sebagai katalis dan untuk menghidrasi.
Setelah pemanasan dilakukan larutan menjadi berwarna coklat keunguan, seharusnya
larutan tetap tidak berwarna, hal ini dapat terjadi karena suhu yang melebihi 60oC dan
kemungkinan masih ada asam salisilat yang belum larut sehingga pada pemanasan yang
melebihi 60 oC yang terjadi larutan menjadi sedikit hangus karena ada padatan asam salisilat
yang terbakar didasar labu alas bulat. Kurang larutnya asam salisilat dapat dikarenakan
kurangnya pengadukan yang dilakukan. Mekanisme reaksi yang terjadi dalam proses
pencampuran yaitu:
O O O
O
O O
+ C
+ H OSO4 H3 C O CH3 CH3 OH
CH3
O
H O
O O
C H
C OH H C H
CH3
O
O O
O C O
+ OSO3H ++ C
CH3
H2SO4
Hal ini menunjukkan bahwa dalam kristal terdapat asam salisilat yang belum bereaksi
membentuk aspirin. uji yang kedua yaitu uji titik leleh. Berdasarkan literatur titik leleh asam
salisilat adalah 159C, dari hasil percobaan diperoleh titik leleh asam salisilat 153-159C.
Dari hasil yang didapat ini tergolong sesuai bahwa hasil yang didapatkan adalah asam
salisilat bukan aspirin. Sedangkan titik leleh aspirin berdasarkan literatur adalah 136oC.
Aspirin belum terbentuk dari percobaan ini dikarenakan kurangnya pengadukan saat proses
refluks yang menyebabkan reaksi pembentukan aspirin tidak berhasil dan seharusnya suhu
dijaga antar 50-60oC namun karena kelalaian suhu melebihi suhu tersebut akibatnya jika
terlalu tinggi maka aspirin akan terhidrolisis menjadi asam asetat.
Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum yang telah dilakukan adalah
1. Sintesis aspirin dapat dilakukan dengan penambahan asam salisilat dengan asam asetat
anhidrat dengan reaksi asetilasi. Massa kristal yang didapat 0.321 gram dengan
rendemen 17,83 %.
2. Adanya senyawa aspirin dapat diidentifikasi dengan uji besi(III) klorida yang akan
menghasilkan warna kuning. uji dari kristal yang didapat berwarna ungu yang
menandakan kristal adalah asam salisilat bukan aspirin.
3. Range titik leleh dari kristal yang didapat 153-159C. Titik leleh asam salisilat 159C
dan titik leleh aspirin 136oC. jadi kristal yang didapat adalah asam salisilat itu sendiri.
Referensi
Fessenden. 1986. Kimia Organik Jilid 2 Edisi 3. Penerbit Erlangga: Jakarta.
Ganiswara, S. 1995. Farmakologi dan Terapi. Gaya baru. Jakarta.
Harun. 1990. Obat Sintetik Edisi V. Institut tehknologi Bandung Press: Bandung.
Horizon. 2011. Penuntun Praktikum Kimia Organik II. Jambi: Universitas Jambi.
Vogel. 1990. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Jakarta: Kalman Media
Pusaka.
Saran
Sebaiknya praktikan lebih teliti dan hati-hati, serta lebih efisien dalam melaksanakan
praktikum agar tidak memakan banyak waktu sehingga memperlancar jalannya praktikum.
Nama Praktikan