Anda di halaman 1dari 36

ASUHAN KEPERAWATAN PADA MENINGITIS

MAKALAH

oleh:
Kelompok 5

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2016
ASUHAN KEPERAWATAN PADA MENINGITIS

MAKALAH

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Keperawatan Klinik IV B (IKK
IV B) dengan dosen pengampu Ns. Jon Hafan Sutawardana, M.Kep., Sp.Kep.MB

oleh:
Velinda Dewi L NIM 142310101004
Aisatul Zulfa NIM 142310101029
Wahyu Ramadhani NIM 142310101004
Lisca Nurmalika F NIM 142310101109

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2016
BAB 1. TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi

Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada selaput otak. Selaput


otak merupakan lapisan yang encer/tipis sebagai sebuah pelindung atau
pelapis otak dan jaringan saraf pada tulang punggung. Penyakit ini dapat
disebabkan oleh mikroorganisme seperti virus dan bakteri. Peradangan yang
terjadi pada selaput otak ini dapat mengakibatkat eksudasi berupa pus atau
serosa akibat bakteri dan virus.

1.2 Epidemiologi
Angka kejadian meningitis pada laki-laki lebih tinggi daripada
perempuan terutama pada periode natal. Angka kesakitan tertinggi terjadi
setelah meningitis mengenai anak-anak pada neonates hingga umur dibawah
5 tahun. Pada anak usia lebih dari 2 bulan 95% meningitis disebabkan oleh
Hemofilus influenza, meningococcus, Pneumococcus.
Hemofilus influenza merupakan organism yang paling dominan
menyerang pada anak-anak di usia 3 bulan sampai 3 tahun. Infeksi
Escherichia coli jarang terjadi pada anak-anak dengan usia lebih dari satu
tahun. Meningitis meningococus terjadi pada bentuk epidemic dan ditularkan
melalui infeksi droplet dari sekresi nasofaring. Meningitis ini sering terjadi
pada anak-anak usia sekolah dan adolesens.

2.2 Etiologi
2.3.1 Penyebab meningitis terbagi atas beberapa golongan umur :
1. Neonatus
Pada bayi baru lahir biasanya meningitis disebabkan oleh bakteri
seperti Eserichia coli, Streptococcus beta hemolitikus, Listeria
monositogenes.
2. Anak di bawah 4 tahun
Pada usia ini biasanya meningitis disebabkan oleh Hemofilus
influenza, meningococcus, Pneumococcus.
3. Anak di atas 4 tahun dan orang dewasa
Pada anak usia diatas 4 tahun dan orang dewasa, meningitis dapat
terjadi karena bakteri seperti Meningococcus, Pneumococcus.

2.3.2 Penyebab meningitis menurut organismenya :


1. Meningitis bakteri
Bakteri haemofilus influenza, nersseria, diplokokus
pneumonia, streptokokus group A, stapilokokus aurens, eschericia
colli, klebsiela dan pseudomonas adalah bakteri yang paling sering
menyebabkan meningitis. Tubuh berespon terhadap bakteri sebagai
benda asing dengan terjadinya peradangan dengan adanya
neutrophil, monosit, dan limfosit. Peradangan menimbulkan
munculnya cairan eksudat yang terdiri dari bakteri, fibrin dan
leukosit di ruangan subarachnoid. Cairan akan terkumpul di dalam
cairan otak sehingga menyebabkan lapisan yang tadinya tipis
menjadi tebal. Pengumpulan cairan tersebut juga menimbulkan
peningkatan pada tekanan intracranial yang menyebabkan jaringan
otak mengalami infark.

2. Meningitis virus
Meningitis virus atau aseptic meningitis disebabkan oleh
virus gondok, herpes simplek dan herpes zoster. Pada meningitis
virus tidak ditemukan adanya eksudat seperti yang terjadi pada
meningitis bakteri dan juga tidak ditemukan organisme pada kultur
cairan otak. Respon jaringan otak terhadap virus bervariasi
tergantung jenis sel yang terlibat. Pada meningitis virus ini
peradangan terjadi di seluruh korteks cerebri dan lapisan otak.

2.3 Klasifikasi

2.3.1 Meningitis Kriptikokus


Meningitis kriptikokus adalah meningitis yang disebabkan
oleh jamur kriptokokus. Jamur kriptokokkus ini bisa masuk ke
tubuh manusia saat menghirup debu atau tahi burung yang kering.
Kriptokokus ini dapat menginfeksikan kulit, paru, dan bagian
tubuh lain. Gejala pada meningitis ini muncul secara perlahan.
Gejala pertama yang muncul termasuk demam, kelelahan, pegal-
pegal pada leher, sakit kepala, kebingungan, penglihatan mulai
kabur, mual dan muntah. Sakit kepala yang ditimbulkan sangat
sulit untuk ditoleransi, bahkan tidak mampu diredakan oleh
paracetamol.
Untuk menentukan diagnosis harus dilakukan tes
laboratorium. Tes ini menggunakan darah atau cairan sumsum
tulang belakang. Tes untuk kriptokokus ini ada dua cara yatu tes
CRAG dan tes biakan. Pada tes CRAG, mencari antigen (protein)
yang dihasilkan oleh jamur kriptokokus. Tes ini cepat dilakukan
dan hasilnya dapat dilihat pada hari yang sama. Sedangkan pada tes
biakan, mencoba menumbuhkan jamur kriptokokkus. Tes ini
membutuhkan waktu satu minggu atau lebih untuk menunjukkan
hasil yang positif (Yayasan Spiritia, 2006).
2.3.2 Viral meningitis
Viral meningitis termasuk penyakit ringan. Penyebab
meningitis viral di dunia termasuk enterovirus, virus campak,
VZV, dan HIV. Meningitis ini memiliki gejala yang hampir mirip
dengan sakit flu biasa, dan gejala pertama yang muncul hampir
sama dengan gejala meningitis kriptokokus. Biasanya demam yang
terjadi sering pada 38-40 derajat dan diikuti kejang.
Untuk mengetahui diagnose meningitis viral harus
dilakukan pungsi lumbal, dan pemeriksaan penunjang seperti
pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan hematologi dan
kimia, pemeriksaan CSF, dan CT Scan.
2.3.3 Bacterial meningitis
Bacterial meningitis merupakan penyakit yang serius. Salah
satu bakteri penyebab meningitis bakterial adalah meningococcal
bacteria. Gejala yang ditumbulkan seperti timbul bercak
kemerahan atau kecoklatan pada kulit. Bercak kemerahan yang
timbul akan berkembang menjadi memar yang dapat mengurangi
suplai darah ke organ-organ lain dalam tubuh sehingga berakibat
fatal dan menyebabkan kematian.
2.3.4 Meningitis Tuberkulosis Generalisata
Meningitis ini disebabkan oleh kuman mikobakterium
tuberkulosa varian hominis.gejala pertama yang ditimbulkan
meliputi demam, obstipasi, muntah dan mual, kelelahan, dan
ditemukan tanda-tanda perangsangan meningen seperti kaku
kuduk, abdomen tampak cekung, gangguan saraf otak dan suhu
badan yang tidak stabil. Untuk menentukan diagnose harus
dilakukan pemeriksaan cairam seperti cairan otak, darah, radiologi,
dan tes tuberculin.
2.3.5 Meningitis Purulenta
Penyebab meningitis purulenta diantaranya Diplococcus
pneumonia (pneumokok), Neisseria meningitides (meningokok),
Stretococcus haemolyticus, Staphylococcus aureus, Haemophilus
influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Pneudomonas
aeruginosa. Gejala yang dapat timbul pada meningitis purulenta
yaitu demam tinggi, menggigil, kaku kuduk, tingkat kesadaran
menurun, nyeri kepala, mual dan mntah serta nyeri pada punggung
dan sendi. Pada diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan cairan
otak, antigen bakteri pada cairan otak, darah tepi, elektrolit darah,
biakan dan test kepekaan sumber infeksi, radiologik, pemeriksaan
EEG. (Harsono., 2003)

2.4 Patofisiologi
Otak memiliki 3 lapisan, yaitu durameter, arachnoid, dan
piameter.Cairan otak dihasilkan di dalam pleksus choroid yang
bergerak/mengalir melalui sub arachnoid dalam sistem ventrikuler dan
seluruh otak serta sumsum tulang belakang, cairan direabsorbsi melalui vili
arachnoid yang berstruktur eperti jari-jari di dalam lapisan sub arachnoid.
Organisme virus/bakteri yang dapat menyebabkan meningitis masuk
cairan otak melalui aliran darah di dalam pembuluh darah otak.Cairan (secret
hidung) atau secret teliga akibat fraktur tulang tengkorak dapat menyebabkan
meningitis karena hubungan langsung antara cairan otak dengan lingkungan
luar, mikrorgansme yang masuk berjalan ke cairan otak melalui ruangan
subarachnoid.Adanya mikroorganisme yang patologis merupakan penyebab
terjadinya peradangan pada piameter, arachnoid, cairan otak dan ventrikel.

2.5 Manifestasi klinis


Keluhan utama yang terjadi pada meningitis biasanya adalah nyeri
kepala. Nyeri pada bagian kepala dapat menjalar ke tengkuk dan punggung.
Tengkuk menjadi kaku dan pegal. Kaku ini disebabkan oleh mengejangnya
otot-otot ekstensor pada tengkuk. Bila kaku yang hebat, dapat terjadi
opistotonus. Opistotonus adalah tengkuk kaku dengan kepala tertengadah dan
punggung dalam sikap hiperekstensi. Pada meningitis biasanya terjadi
penurunan kesadaran. Tanda Kernigs dan Brudzinky positif. (Harsono, 2003)
Gejala meningitis yang terjadi tidak selalu sama, tergantung dari usia
penderita dan jenis virus yang menginfeksi. Gejala yang paling umum terjadi
yaitu demam tinggi, mual muntah, sakit kepala dan kejang. Biasanya
penderita cepat merasa lelah, dan penglihatan yang kabur. Bayi yang
terserang meningitis akan sering rewel, muncul bercak-bercak pada kulit,
demam, badan terasa kaku, dan terjadi gangguan kesadaran seperti tangan
bergerak tidak beraturan (Japardi, Iskandar, 2002).
Meningitis yang disebabkan oleh virus ditandai dengan cairan
serebrospinal (CSS) yang jernih serta rasa sakit yang dialami penderita masih
dalam kategori ringan. Pada umumnya, meningitis oleh Mumpsvirus ditandai
dengan gejala malaise dan anoreksia, kemudian diikuti oleh pembesaran
kelenjer parotid sebelum invasi kuman ke susunan saraf pusat. Sedangkan
meningitis yang disebabkan oleh Echovirus biasanya ditandai dengan demam,
sakit kepala dan tenggorokan, nyeri pada otot dan timbul ruam makopapular
yang tidak gatal di daerah leher, wajah, badan dan daerah ekstrimitas.
Meningitis yang disebabkan oleh Coxsackie virus memiliki gejala yaitu
tampak lesi vasikuler pada ovula, tonsil, palatum, dan lidah. Setelah itu akan
muncul beberapa keluhan seperti sakit kepala, mual muntah, kaku kudu
kuduk, dan nyeri pada punggung.
Meningitis yang disebabkan oleh bakteri biasanya ditandai gejala
seperti gangguan pernapasan dan gangguan pada gastrointestinal. Pada
neonatus meningitis ini terjadi secara akut disertai panas tinggi, mual muntah,
penurunan nafsu makan, kejang akibat dehidrasi, dan konstipasi. Pada anak
dewasa biasanya diawali dengan gangguan saluran pernapasan bagian atas,
sakit kepala hebat, nyeri otot dan punggung. CSS tampak keruh atau purulen.
Meningitis tuberkulosa terdiri dari tiga stadium. Stadium I terjadi
selama 2-3 minggu dan ditandai gejala seperti infeksi biasa. Pada anak-anak,
demam jarang terjadi, tetapi BB turun, mual dan muntah serta anak menjadi
apatis. Meningitis yang terjadi pada orang dewasa, demam yang terjadi hilang
timbul, nyeri kepala dan punggung, dan tampak gelisah. Stadium II (stadium
transisi) berlangsung selama 1 3 minggu. Gejala yang tampak yaitu nyeri
kepala heba disertai kejang, seluruh tubuh mulai kaku, terdapat tanda-tanda
peningkatan intrakranial, dan ubun-ubun menonjol. Stadium III (terminal)
gejala kelumpuhan mulai terjadi dan penderita dapat mengalami koma dan
dapat terjadi kematian jika dalam waktu 3 minggu penderita tidak
mendapatkan pengobatan.

2.6 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan darah, kadar hemoglobin, jumlah, dan menghitung jenis
leukosit, laju endapan darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit,
kultur. Pada meningitis purulenta diperoleh peningkatan leukosit dengan
pergeseran ke kiri pada hitung jenis (Mansjoer Arif, 2005).
2. Pemeriksaan radiologis, foto thoraks, dan foto kepala (pemeriksaan
mastoid, sinus paranasal, dan gigi geligi) (Mansjoer Arif, 2005).
3. Pemeriksaan serebrospinalis, lengkap dan kultur
Pada purulenta, didapatkan hasil pemeriksaan cairan serebrospinalis yang
keruh, karena mengandung pus berupa campuran leukosit, jaringan yang mati
dan bakteri. Hasil pemeriksaan cairan serebrospinalis yang jernih terdapat pada
infeksi virus. Pemeriksaan kultur liquor digunakan untuk menentukan bakteri
yang menjadi penyebab.
A. Pemeriksaan Penunjang
1. Pungsi lumbal dan kultur CSS: jumlah leokosit CBC meningkat,
kadar glukosa darah menurun, protein menigkat, tekanan cairan
meningkat, asam laktat meningkat, glukosa serum meningkat,
identifikasi organisme penyebab.
2. Kultur darah, digunakan untuk menemukan dan menetapkan
organisme penyebab.
3. Kultur urin
4. Kultur nasofaring
5. Elektrolit serum, meningkat pada pasien yang mengalami dehidrasi.
Na naik dan K turun
6. Osmolaritas urin meningkat dengan sekresi ADH
7. MRI, CT-Scan atau angiografi

Pemeriksaan Rasangan Meningeal


1. Pemeriksaan kaku kuduk
Pasien terlentang dan dilakukan gerakan pasif seperti fleksi dan rotasi
kepala. Kaku kuduk positif (+) jika terjadi kekakuan dan tahanan pada
pergerakan fleksi kepala disertai nyeri dan spasme otot. Dagu tidak bisa
menyentuh dada, tahanan pada hiperekstensi dan rotasi kepala.
2. Pemeriksaan tanda kering
Pasien dalam posisi terlentang, tangan diangkat, melakukan gerakan fleksi
pada panggul, kemudian ekstensi tungkai bawah sendi lutut yang jauh
tanpa disertai nyeri. Tanda kering positif (+) jika saat ekstensi sendi lutut
pasien tidak bisa mencapai sudut 135 dengan disertai spasme otot pada
dan nyeri.
3. Pemeriksaan tanda Brudzinski I (pada leher)
Posisi pasien terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya di
bawah kepala pasien dan tangan kan di atas dada pasien kemudian
melakukan fleksi kepala dengan cepat ke arah dada. Tes Brudzinski positif
(+) jika saat pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher.
4. Pemeriksaan tanda Brudzinski II (pada kontra lateral tungkai)
Posisi pasien terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi
panggul. Tanda brudzinski II positif (+) jika tungkai yang satunya ikut
terfleksi juga.

2.7 Penatalaksanaan medis


Farmakologis
A. Obat anti inflamasi
1. Meningitis bacterial, umur < 2 bulan :
a. Sefalosporin generasi ke 3
b. ampisilina 150 200 mg (400 gr)/kg/24 jam IV, 4 6 kali sehari.
c. Koloramfenikol 50 mg/kg/24 jam IV 4 kali sehari.

2. Meningitis bacterial, umur > 2 bulan :


a. Ampisilina 150-200 mg (400 mg)/kg/24 jam IV 4-6 kali sehari.
b. Sefalosforin generasi ke 3.

B. Pengobatan simtomatik
1. Diazepam IV; 0,2-0,5 mg/kg/dosis, atau rectal: 0,4-0,6
mg/kg/dosis
2. Kemudian dilanjutkan dengan pemberian
a. Fenitoin 5 mg/kg/24jam, 3 kali sehari atau
b. Fenobarbital 5-7 mg/kg/24jam, 3 kali sehari

Turunkan panas:

a. Antipiretik: parasetamol/ salisilat 10 mg/kg/dosis.


b. Kompres air PAM / es.
C. Pengobatan suportif
1. Cairan intravena
2. Zat asam
BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN

4.1 Pengkajian

4.1.1 Identitas pasien


Nama:
Umur: agen infeksi meningitis purulenta mempunyai kecenderungan pada
golongan umur tertentu diantaranya:
a. Neonatus : E. Coli, S. Beta hemolitikus, dan Listeria
monositogenes
b. < 5 th/balita : H. Influenza, Meningococcus dan Pneumococcus
c. 5-20 tahun : Haemophilus influenzae, Neisseria meningitidis,
Streptococcus, dan Pneumococcus
d. >20 th : Meningococcus, Pneumococcus, Stafilococcus,
Streptococcus, Listeria
Rentang usia dengan angka mortilitas tinggi adalah bayi sampai
balita (6 bulan-4 tahun).
Gender: Laki-laki mempunyai jumlah yang lebih banyak dari pada
perempuan dalam kasus meningitis, yang diakrenakan adanya
faktor predisposisi dalam kasus meningitis (AM. Youssr, 2005).
Agama: -
Pendidikan:
Pekerjaan: Meningitis sering terjadi pada masyarakat dengan keadaan sosio-
ekonomi rendah, pengahasilan tidak mencukupi untuk
kebutuhan sehari-hari
Gol. Darah: -
Alamat: Meningitis banyak terjadi di negara-negara berkembang karena
angka kematian dan kecatatan yang masih tinggi. Perumahan
tidak memenuhi syarat kesehatan minimal, hidup, tinggal atau
tidur yang saling berdesakan. Hygiene dan sanitasi yang buruk
meningkatkan angka terjadinya meningitis.
4.1.2 Riwayat Kesehatan Pasien
a. Keluhan utama: suhu badan tinggi, kejang, kaku kuduk dan penurunan
tingkat kesadaran.
b. Riwayat penyakit sekarang : pada pengkajian klien dengan meningitis
didapatkan keluhan yang berhubungan dengan akibat infeksi dan
peningkatan tekanan intracranial, diantaranya sakit kepala dan demam.
Sakit kepala dihubungkan dengan meningitis yang selalu berat dan
akibat dari iritasi meningen. Demam ada dan tetap tinggi selama
perjalanan penyakit.
c. Riwayat penyakit dahulu : infeksi jalan napas bagian atas, ototos
media, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, tindakan bedah
syaraf, riwayat trauma kepala, pengaruh imunologis
d. Pengkajian psiko-sosio-spiritual: ketakutan akan kecacatan, rasa
cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara
optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra
diri). Pada kilen anak perlu diperhatikan dampak hospitaslisasi dan
family center
4.1.3 Pemeriksaan Fisik

Tanda-tanda vital

1. Peningkatan suhu lebih dari normal, yaitu 38-41 C, dimulai dari


fase sistemik, kemerhan, panas, kulit kering, berkeringat. Keadaan
tersebu dihubungkan dengan proses inflamasi dan iritasi meningen
yang sudah mengganggu pusat pengatur suhu tubuh
2. Penurunan denyut nadi, berhubungan dengan tanda peningkatan
tekanan intracranial
3. Peningkatan frekuensi pernapasan, berhubungan dengan laju
metabolism umum dan adanya infeksi pada sistem pernapasan
sebelum mengalami meningitis

B1 (breathing)

a. Inspeksi adanya batuk, produksi sputum, sesak napas, penggunaan


otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan yang
disertai adanya gangguan pada istem pernapasan.
b. Palapasi thorax apabila terdapat deformitas tulang dada
c. Auskultasi adanya bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien
dengan meningitis tuberkolosa dengan penyebaran primer dari paru

B2 (Blood)

Pengkajian pada sistem kardiovaskuler dilakukan pada klien


meningitis tahap lanjut apabila sudah mengalami renjatan (syok).
Pada klien meningitis meningokokus terjadi infeksi fulminating
denga tanda-tanda septicemia: demam tinggi yang tiba-tiba muncul,
lesi purpura yang menyebar (sekitar wajh dan ekstrimitas), syok,
dan tanda-tanda koagulasi intravascular diseminata.

B3 (Brain)

Pemeriksaan fokus dan lebih lengkap disbanding pengkajian pada


sistem lain.

Tingkat kesadaran

Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien meningitis berkisar


antara letargi, stupor, dan semikomatosa.

Fungsi serebri

Status mental: observasi penampilan dan tingkah laku, nilai gaya


bicara dan observasi ekspresi wajah dan aktivitas motoric. Pada
klien meningitis ahaplanjut biasanya ststus mental mengalami
perubahan.

Pemeriksaan saraf kranial

a. Saraf I,pada klien meningitis tidak ada kelainan


b. Saraf II, pemeriksaan ketajaman penglihatan pada kondisi normal
dan pemeriksaan papilledema pada meningitis supuratif yang
disertai abses serebri dan efusi subdural yang menyebabkan
peningkatan TIK.
c. Saraf III, IV, dan VI, pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil tanpa
kelainanpada klien meningitis tanpa penurunan kesadaran
d. Saraf V : tidak didapatkan paralisis otot wajah dan reflek kornea
tidak ada kelainan
e. Saraf VII : persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris
f. Saraf VIII : tidak ditemukan tili konduktif dan tuli persepsi
g. Saraf IX dan X, kemampuan menelan baik
h. Saraf XI, tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius

Sistem motoric

Kekuatan otot menurun, pada meningitis tahap lanjut


kontrolkeseimbangan dan koordinasi mengalami perubahan

Pemeriksaan reflex
Pemeriksaan reflex dalam, pengetukan pada tendon, ligamntum,
atau periosteum derajat reflex pada respon normal. Refles patologis
terjadi pada klien dengan tingkat kesadaran koma.

Gerakan involunter

Tidak ditemukan adanya tremor, kedutan syaraf, dan dystonia.


Pada keadaan tertentu biasanya mengalami kejang umum terutama
pada anak dengan meningitis yang disertai peningktan suhu tubuh
yang tinggi

Sistem sensorik

Pemeriksaan terkait peningkatan tekanan intracranial, tanda tanda


peningkatan TIK sekunder akibat eksudat purulent dan edema
serebri diantaranya perubahan TTV (melebarnya tekanan pulsa dan
bradikardia), pernapasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan
penurunan tingkat kesadaran.Adanya ruam merupakan ciri
menyolok adanya meningitis meningokokal (Neisseria meningitis)

B4 (Bladder)

Pemeriksaan pada sistem perkemihan didapatkan berkurangnya


volume keluaran urine.Hal tersebut berhubungan dengan
penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal.

B5 (Bowl)

Mual hingga muntah karena peningkatan produksi asam


lambung.Pada klien meningitiss pemenuhan nutrisi menurun
karena anoreksia dan adanya kejang.

B6 (Bone)

Adanya bengkak dan nyeri pada sendi-sendi besar (lutut dan


pergelangan kaki).Petekia dan lesi purpura yang didahului oleh
ruam.Pada kasus berat klien dapat ditemukan ekimosis yang besar
pada wajah dan ekstrimitas.Klien sering mengalami penurunan
kekuatan otot dan kelemahan fisik sehingga mengganggu
aktivitas sehari-hari.
Pengkajian pada anak bergantung pada usia anak dan luasnya
penyebaran infeksi di meningen. Pada penilaian klinis, gejala meningitis
pada anak dibagi menjadi 3 meliputi anak, bayi dan neonates.

a. Anak: timbul sakit secara tiba-tiba, adanya demam, sakit kepala,


panas dingin, muntah, dan kejang-kejang. Anak cepat rewel dan
agitasi serta menjadi fotopobia, delirium, halusinasi, tingkah laku
agresif atau mengantuk, stupor, dan koma.Gejala pada pernapasan
atau gastrointestinal meliputi sesak napas, muntah dan diare. Tanda
yang khas adalah adanya tahanan pada kepala jika difleksikan,
kaku leher, tanda kerning dan brudzinski (+). Perfusi yang tidak
optimal bisa mengakibatkan tanda klinis kulit dingin dan sianosis
gejala lain yang lebih spesifikadalah petekia/purpura pada kulit bila
anak mengalami infeksi meningokokus (meningokoksemia),
keluarnya cairan dari telinga pada anak yang mengalami meningitis
pneumokokus dan sinus dermal kongenital akibat infeksi E. colli.
b. Pada bayi: pada umur 3 bulan sampai 2 tahun ditemukan adanya
demam, nafsu makan menurun, muntah, rewel, mudah lelah,
kejang-kejang, dan menangis meraung-raung. Tanda khas pada
kepala adalah penonjolan pada fontanel.
c. Pada neonates: menolak untuk makan, kemampuan untuk menetek
buruk, muntah dan kadang ada diare. Tous otot melemah,
pergerkan dan kekuatan mengansi melemah.Pada ksus lanjut terjadi
hipertermia.demam, icterus, rewel, mengantuk, kejang-kejang,
frekuensi napas tidak teratur, sianosis, penurunan berat badan.Pada
fase yang lebih berat terjadi kolaps kardiovaskuler, kejang kejang
dan apnea.
4.2 Diagnosa
1. Perubahan perfusi jaringan otak b/d peradangan dan edema pada otak
dan selaput otak
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d akumulasi secret, penurunan
kemampuan batuk, dan perubahan tingkat kesadaran
3. Nyeri kepala b/d iritasi selaput dan jaringan otak
4. Hipertermi b/d inflamasi pada meningen dan peningkatan metabolism
umum
5. Resiko ringgi kekurangan cairan tubuh b/d muntah dan demam
6. Resiko perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d
ketidakmampuan menelan, keadaan hipermetabolik
7. Gangguan mobilitas fisik b/d kelemahan fisik umum, kerusakan
neuromuskular
8. Cemas b/d ancaman, kondisi sakit dan perubahan kesehatan.
4.3 Intervensi

NO. Diagnosa Perencanaan


Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1. Resiko perubahan Setelah dilakukan tindakan 1. Tirah baring untuk pasien, 1. Perubahan tekanan CSS,
perfusi jaringan keperawatan selama x24 jam. dengan posisi kepala datar. akibat herniasi batang otak
serebral b.d Resiko perubahan perfusi 2. Bantu pasien untuk yang membutuhkan tindakan
berkemih, mengurangi batuk, segera.
peradangan dan jaringan menjadi adekuat.
muntah, dan mengejan. 2. Bertujuan untuk mencegah
edema pada otak Kriteria Hasil: 3. Tinggikan tempat tidur peningkatan tekanan
atau selaput otak dibagian kepala setinggi 15- intraabdomen.
1. Kesadaran pasien: kompos
45 derajat. 3. Bertujuan untuk meningkatkan
mentis
4. Kolaborasi: berikan cairan IV aliran darah (vena) dari kepala.
2. TTV, N=90-100x/mnt, (larutan hipertonik, elektrolit) 4. Bertujuan untuk
S=36,5-37,5C, RR= 5. Kolaborasi: pemberian obat meminimalkan fluktuasi aliran
TD, Sistol: steroid, clorpomasin, vaskuler.
Diastol: asetaminofen. 5. Menurunkan permeabilitas
kapiler, membatasi edema
serebral, mengurangi resiko
peningkatan TIK.
2. Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan 1. Auskultasi bunyi nafas, catat 1. Mengi menunjukkan
napas tidak keperawatan x24jam, adanya bunyi nafas. Misalnya penyempitan saluran nafas,
efektif b.d diharapkan jalan nafas pasien : mengi, krekels, dan ronki. krekels dan ronki
akumulasi sekret, kembali efektif. Kriteria 2. Kaji frekuensi, kedalaman, menunjukkan adanya sekret
penurunan Hasil: dan rasio inspirasi-ekspirasi pada saluran nafas
kemampuan 1. Pasien melaporkan tidak 3. Ajarkan batuk efektif 2. Takipnea biasanya ada pada
batuk, dan ada sesak 4. Posisikan bagian bantal beberapa derajat dan dapat
perubahan tingkat 2. RR=16-20x/menit pasien lebih tinggi (semi ditemukan pada penerimaan
kesadaran. 3. N=60-100x/menit fowler) atau selama stres atau adanya
4. Tidak ada otot bantu 5. Berikan minuman hangat proses infeksi akut. Pernafasan
pernafasan 6. Lakukan fisioterapi dada bila dapat melambat dan frekuensi
5. Tidak ada ronchi dan diperlukan ekspirasi memanjang
mengi 7. Kolaborasikan dengan tim dibanding inspirasi
6. Dapat melakukan batuk kesehatan lain untuk 3. Untuk mengeluarkan sekret
efektif. pemberian bronchodilator tanpa suction, membersihkan
dan mukolitik untuk jalan nafas.
mencairkan dahak sehingga 4. Posisi semi fowler dapat
mudah dikeluarkan meningkatkan ekspansi paru
sehingga mengurangi sesak
nafas
5. Air hangat menurunkan
kekentalan sekret dan
mempermudah pengeluaran
6. Fisioterapi dada dapat
merangsang pengenceran
sekret sehingga mudah
dikeluarkan
7. Pemberian obat-obatan
pengencer dahak memudahkan
proses evakuasi jalan nafas
3. Nyeri kepala b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Berikan lingkungan yang 1. Menurunkan reaksi terhadap
iritasi selaput dan keperawatan selama x24jam tenang dan nyaman. stimulasi eksternal, sensitivitas
jaringan otak rasa nyeri kepala pada pasien 2. Bantu pasien untuk terhadap cahaya,
berkurang dan hilang. menemukan posisi yang meningkatkan istirahat atau
Kriteria Hasil: nyaman, posisi kepala yang relaksasi
1. Pasien mengatakan nyeri lebih tinggi 2. Menurunkan iritasi meningeal
hilang (tidak ada nyeri 3. Tingkatkan tirah baring, dan 3. Menurukan aktivitas atau
kepala) bantu pasien dalam gerakan yang dapat
2. Ekspresi wajah pasien pemenuhan KDM utama menyebabkan nyeri
tidak mencirikan adanya 4. Pantau TTV pada pasien 4. Perubahan pada (TD, Nadi,
nyeri atau sakit kepala 5. Kaji tingkat nyeri pada dan RR) menggambar kondisi
(skala nyeri=0) pasien PQRST pasien
3. TTV (nadi: 60-100x/ment, 5. Untuk mengetahui tingkatan
RR: 18-20x/mnt) nyeri dan mengetahui
permasalahn, serta cara
mengatasinya.

4. Hipertermia
\ b.d Tujuan : setelah dilakukan 1. Monitoring suhusetiap 2 jam 1. Karena suhu pasien dengan
proses infeksi tindakan keperawatan x 24 sekali hipertermi dapat beruabah-
jam diharapkan, 2. Monitoring warna dan suhu ubah setiap waktu.
kulit 2. Warna kulit pasien dengan
dengan kriteria hasil: 3. Monitoring TD, nadi, RR hipertermi, kemerahan dan
4. Monitoring intake dan output akral teraba hangat-panas
1. Suhu tubuh 36,5 37,5 5. Beri pasien minum air (1500- (sesuai suhu tubuh) akibat dari
derjat Celcius 2000 cc/hari) proses infeksi (kolor, dolor,
2. Nadi 60-100x/menit 6. Kolaborasi: pemberian rubor, fusiolesa)
3. RR antibiotik 3. TTV merupakan acuan untuk
4. Tidak ada perubahan mengetahui keadaan umum
warna kulit pasien
5. Akral dan perifer tidak 4. Pasien dengan hipertermi,
teraba dingin akan mengalami dehidrasi
(turgor kulit buruk)
5. Dengan bantuan intake cairan
yang cukup, cairan tubuh yang
hilang dapat terganti.
6. Antibiotik digunakan untuk
mengatasi infeksei yang
menyebabkan hipertemi pada
pasien.
5. Resiko Setelah dilakukan tindakan 1. Pertahankan intake cairan 1. Pasien akan mengalami
kekurangan keperawatan selama x24 jam pada pasien hipertermi dengan demam
volume cairan resiko kekurangan volume 2. Monitor status hidrasi tinggi, mual muntah akibat
(kelembapan membran infeksi di daerah otak.
tubuh b.d muntah cairan tubuh dapat teratasi.
mukosa, nadi yang adekuat, 2. Satatuas hidrasi pasien
dan demam Kriteria Hasil: tekanan darah ortostatik) menjadi bahan utama untuk
3. Kolaborasi: pemasangan mengetahui apakah pasien
1. Tidak ada tanda-tanda
cairan IV sedang mengalami dehidrasi.
dehidrasi (turgor kulit 4. Monitoring status nutrisi 3. Suport cairan untuk
baik, kulit lembab, tidak dan cairan pasien intake dan menghidaro dehidrasi pada
kering) outputnya pasien demam dan mengalami
2. TTV normal: mual/muntah.
TD, Sistol: 4. Untuk melihat keseimbangan
Diastole: antara intake dan output cairan
Suhu: 36,5-37,5 C dan nutrisi.
Nadi: 60-100x/mnt
RR: 18-20x/mnt

6. Resiko Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji adanya alergi makanan 1. Ada beberapa pasien yang
ketidakseimbanga keperawatan selama x24 jam tertentu pada pasien mengalami alergi terhadap
n nutrisi: kurang kebutuhan nutrisi terpenuhi. 2. Kolaborasi: diet pasien tinggi makanan dan dapat
dari kebutuhan Kriteria Hasil: serat menimbulkan reaksi kurang
tubuh b.d 3. Monitoring BB pasien baik bagi tubuh.
ketidakmampuan 1. BB pasien meningkat (penurunan atau peningkatan) 2. Untuk menghindari
menelan, keadaan dan ideal 4. Monitor turgor kulit, keadaan konstipasi pada pasien dan
hipermetabolik 2. Pasien mampu bibir dan rambut pasien mencegah pasien mengejan
menelan makannanya (kering/patah) secara berlebih
3. Tidak ada penurunan 5. Monitoring adanya mual 3. Mengetahui BB ideal dari
BB secara drastis muntah pada pasien pasien, disertai ada tidaknya
6. Monitoring pertumbuhan dan perubahan pada status nutrisi
perkembangan pasien 4. Turgor kulit, keadaan
mukosa bibir, dan rambut
menggambarkan kondisi
hidrasi dan status nutrisi pada
pasien
5. Mual muntah dapat
mengakibatkan intake nutrisi
dan cairan berkurang
6. Pertumbuhan dan
perkembangan pada pasien
sesuai dengan ciri tumbuh
kembang pada normanya
sesuai usia.
7. Hambatan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tingkat kemampuan 1. Latihan ROM aktif dapat
mobilitas fisik b.d keperwatan x24 jam pasien ROM aktif pasien mempertahankan dan
kelemahan fisik dapat melakukan aktivitas 2. Anjurkan pasien dalam meningkatkan kekuatan dan
umum, kerusakan melakukan body mechanic kelenturan otot, mencegah
kembali. Kriteria Hasil:
dan ambulasi kontraktur dan kekakuan sendi
neuromuskular 1. Pasien mampu melakukan 3. Ajarkan cara tepat untuk 2. Body mechanic dan ambulasi
ROM aktif, body melakukan mobilisasi seperti adalah usaha koordinasi dini
mechanic, dan ambulasi body mechanic, ROM aktif, untuk sistem muskuloskeletal
pertahanan dan ambulasi dan sistem saraf,
2. Neuromuskuler dan mempertahankan
skeletal tidak mengalami keseimbangan
3. Melindungi agar pasien
atrofi dan terlatif untuk
terhindar dari kesalahan dalam
melakukan melakukan mobilisasi dan
gerakan/aktivitas mempengaruhi pada
3. Pasien mampu melakukan keseimbangan tubuh akibat
mobilisasi cara kontinu nyeri di daerah kepala dan
dan dalam proses kelemahan pada
penyembuhan total. neuromuskuler.
8. Ansietas
A b.d Setelah dilakukan tindakan 5. Bina hubungan saling 1. Hubungan saling percaya
ancaman, kondisi keperawatan selama x24jam percaya antara pasien dan antara pasien dan perawat,
sakit dan tingkat kecemasan pada perawat merupakan dasar yang dapat
perubahan 6. Pahami rasa takut atau mendukung pasien untuk
pasien dan berkurang dan
kesehatan. kecemasan yang dialami mengatasi kecemasannya.
hilang. Kriteria Hasil: 2. Persaan adalah hal nyata yang
pasien
dapat membantu pasien untuk
1. Pasien mampu 7. Kaji tingkat kecemasan pada
terbuka dan mau
mengidentifikasi dan pasien mendiskusikannya bersama
mengungkapkan 8. Bantu pasien mendapatkan perawat
kecemasannya kekuatan untuk mengatasi 3. Mengetahui seberapa besar
2. Pasien dapat kecemasan dan sejauh apa pasien
mengungkapkan dan 9. Berikan penjelasan mengenai mengalami kecemasan dan
melakukan teknik dalam penyakit yang dialami pasien. bagaimana cara mengatasinya
pengontrolan 4. Dukungan atau motivasi secara
kecemasannya terus-menerus dapat
3. Postur tubuh, ekspresi mengurangi rasa cemas
wajah, bahasa tubuh, dan 5. Membantu pasien untuk
tingkat aktivitas mengetahui bagaimana
menunjukkan penurunan penyakitnya.
kecemasan.
4. TTV dalam batas
normal
4.4 Implementasi
Hari/ No. Jam Implementasi Paraf
Tanggal Dx
Kep

Tabel implementasi berisi tentang:


a. Hari dan tanggal melakukan asuhan keperawatan sesuai intervensi yang
telah disusun.
b. Nomor diagnosa keperawatan sesuai denga tabel intervensi keperawatan
c. Waktu dilakukannya tindakan keperawatan
d. Implementasi atau nama tindakan yang dialukakan kepada pasien dengan
menggunakan kata kerja. Tindakan harus seuai dengan intervensi yang
telah disusun untuk mencapai kriteria hasil
e. Tanda tangan atau paraf perawat yang melakukan tindakana disertai
nama di bagian bawahnya.
4.5 Evaluasi
Hari/ Jam Evaluasi Paraf
Tanggal

Evaluasi merupakan penilaian terhadap intervensi yang dilakukan. Apakah


mencapai criteria hasil atau tidak. Apabila setelah dilakukan intervensi tidak
mencapai criteria hasil yang diharapkan maka masalah tidak teratasi dan
dilanjutkan intervensi atau dan memodifikasi intervensi. Apabila setelah
dilakukan intervensi berhasil mencapai sebagian dari criteria hasil maka
analisa dapat ditulis masalah teratasi sebagian dan intervensi dilanjutkan atau
memodifikasi intervensi. Apabila intervensi mencapai semua criteria hasil
maka pada analisa masalah teratasi, dan intervensi dihentikan. Pada evaluasi,
kelompok kami menggunakan SOAP.
Tabel evaluasi berisi:
a. Hari dan tanggal dilakukannya proses evaluasi terhadap kondisi pasien
saat itu
b. Jam dilakukannya evaluasi pada pasien
c. Evaluasi yang dilakukan umumnya bersifat SOAP
S : data subjektif yang didapatkan datri pernyataan pasien atau
keluarga pasien.

O : data objekti yang didapatkan dari hasil pengamatan atau


pemeriksaan terhadap kondisi pasien.

A : analisis, merupakan perbandingan dari kriteria hasil yang telah


disusun di intervensi dengan kondisi pasien setelah dilakukan
tindakan keperawatan.

P : rencana tindakan keperawatan selanjutnnya (intervensi


dilanjutkan atai intervensi dihentikan).
DAFTAR PUSTAKA

Judit dan Nancy. 2015. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9. Jakarta: EGC

[serial online] http://spiritia.or.id/li/pdf/LI503.pdf [18 Maret 2016]

[serial online] https://www.scribd.com/doc/47840799/Referat-meningitis-viral


[diakses pada tanggal 19 Maret 2016]

[serial online] https://www.academia.edu/7027662/LP_Meningitis [diakses pada


tanggal 19 Maret 2016]

[serial online]
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23705/4/Chapter%
20II.pdf [diakses pada tanggal 19 Maret 2016]

[serial online] http://eprints.undip.ac.id/44877/3/BAB_II.pdf [diakses pada


tanggal 19 Maret 2016]

[serial online] http://eprints.unlam.ac.id/206/1/HULDANI%20-


%20DIAGNOSIS%20DAN%20PENATALAKSANAAN%20ME
NINGITIS%20TUBERKULOSIS.pdf [diakses pada tanggal 19
Maret 2016]

http://perpus.fkik.uinjkt.ac.id/file_digital/Nintya%20Zeina%20Dini.pdf
Pathways

Etiologi : Bakteri, virus,


jamur

Infeksi saluran Perluasan langsung dari Implantasikan langsung Aspirasi cairan amion
pernapasan atas, otitis infeksi di sinus tindakan bedah otak, saat bayi lahir
media, infeksi gigi, paranasalis mastoid, pungsi lumbal
mastoiditis abses otak

Masuk ke aliran darah

Edema otak
bakterimia Kolonisasi dan Bakteri melekat di sel epitel
memperbanyak diri mukosa
Peningkatan TIK

Masuk ke dalam CSS


Merangsang Menekan saraf
Saraf simpati di servikal
Terjadi infeksi Peradangan Bakteri masuk
selaput otak meningen
Mual dan Otot
muntah berkontraksi
Nafsu makan Otot pada tengkuk
berkurang menegang

Peningkatan Metabolism bakteri


Meningitis
metabolisme
Perubahan
Kaku kuduk
Trombus dan penurunan aliran nutrisi kurang
darah serebral Akumulasi sekret
dari
kebutuhan
Hipertermi

Pembentukan eksudat,
vaskulitis dan hipoperfusi peningkatan Bakteri masuk ke
komponen darah di aliran balik vena ke
Keringat serebral jantung
Reabsorbsi CSS
berlebih/
terganggu
diaphoresis

Penumpukan CSS diotak peningkatan viskositas resiko infeksi


darah

Kekurangan Edema otak


volume cairan Permeabilitas
kapiler
Ketidakefektifan
Kebocoran cairan dari pola napas
intravaskuler
Menekan arteri dam kapiler
darah otak Penurunan Penurunan
kesadaran reflek batuk

Suplai darah ke otak Peningkatan volume cairan


menurun di interstitial
Sel neuron pd RAS
Penumpukan
tidak dpt melepaskan
secret pada
Ketidakseimbangan katekolamin
jalan napas
Penurunan kesadaran ion

Perubahan pada
Gangguan perfusi Kelainan system RAS
jaringan serebral Ketidakefektifan
depolarisasi ion
bersihan jalan
Sakit kepala Peningkatan napas
Hiperaktifitas neuron metabolisme

Resiko cidera
Nyeri akut kejang
KASUS

Tn. X berusia 16 tahun dibawa keluarganya ke Rumah Sakit Alhuda


dengan keluhan penurunan kesadaran. Keluarga mengatakan bahwa pasien selama
2 hari sebelumnya mengalami nyeri kepala hebat. Ketika pagi setelah bangun
tidur pasien tampak lemah dan tidur terus menerus. Pasien disertai menggigil,
mual dan muntah selama 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam yang dialami
naik turun (+). Demam timbul pada malam hari, dan pagi sudah normal kembali.
Sehari sebelum MRS pasien masih tampak lemas, namun masih bisa makan diatas
tempat tidur disuapin oleh ibunya. Setelah masuk rumah sakit, pasien dilakukan
pemeriksaan. Selama perawatan pasien mengalami kejang 2 kali dan mengeluh
kaku didaerah leher. Selama dirumah sakit pasien diare (-), mual dan muntah (-).
Diagnose medis: meningitis.

1. Pengkajian
a. Identitas pasien

Nama : Tn. X

Umur : 16 Tahun

Jenis kelamin : Laki-Laki

Suku : Jawa

Agama : Islam

Pekerjaan :-

Alamat : Jelbuk, Jember

Status : Belum Menikah

MRS : 10 April 2016

Diagnosa medis : Meningitis

b. Identitas orang tua/ penanggung jawab

Nama Ayah : Tn. S

Usia : 50 Tahun
Pekerjaan : Buruh

Agama : Islam

Alamat : Jelbuk, Jember

Penghasilan : Rp. 300.000,00

Anamnesa
a. Keluhan utama

Penurunan kesadaran

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien dibawa oleh keluarganya kerumah sakit Alhuda


dengan keluhan penurunan kesadaran. Keluarga mengatakan bahwa
2 hari kemarin, setelah bangun tidur, pasien pingsan. Setelah sadar,
seluruh badannya lemas dan tidur terus menerus. Nafsu makan
berkurang, dan merasa nyeri pada bagian punggunga. Malamnya
pasien menggigil, mual dan muntah. Keesokan harinya pasien
masih tampak lemah, makan dibantu oleh ibunya diatas tempat
tidur.

Tiga minggu sebelum pasien pernah mengalami sakit


kepala yang hilang timbul (+). Sakit kepala terasa pada bagian
kepala belakang. Pasien disertai batuk, sputum (+), berdarah (-).
Nafsu makan berkurang dan BB pasien turun.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


1. Pasien tidak memiliki riwayat kejang sebelumnya,
2. asma(-), dan
3. tidak ada riwayat trauma kepala.
d. Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga belum ada yang mengalami keluhan seperti pasien. TB(-)

e. Riwayat pengobatan
Pasien belum pernah berobat sebelumnya.
f. Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki alergi makanan, obat-obatan dan debu

Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : pasien tampak sakit sedang
Kesadaran : somnolen, GCS: 11 (E=2, V=4, M=5)
Tanda vital :
a. Tekanan Darah : 120/90 mmHg
b. Nadi : 89 x/m
c. Frekuensi Nafas : 28 x/m
d. Temperatur : 38c
1.1 Status generalis
a) Kepala : normocephal (tidak terjadi malnutrisi), tidak mudah
dicabut, rambut hitam,
b) Leher : pembesaran kelenjar tiroid (-)
c) Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat
isokor
d) Hidung : normotia, deviasi septum (-), sekret -/-, rhinore -/-
e) Telinga : normotia, otore -/-, serumen -/-
f) Mulut : caries (+), lidah kotor (+), tonsil T1-T1, faring tidak
hiperemis
g) Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran
h) Thorak:
1. Paru
Inspeksi : bentuk dada normochest. Pergerakan dinding dada
simetris
Palpasi : vokal fremitus paru kanan dan kiri simetris
Perkusi : sonor
Auskultasi: vesikuler +/+, rhonki +/+, wheezing -/-
2. Jantung
Bunyi jantung I & II regular, Gallop (-), mur-mur (-)
3. Abdomen
Inspeksi : datar
Palpasi : turgor kulit baik, hepar tidak teraba
Perkusi : suara timpani pada ke-4 kuadran
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas : akar hangat +/+, edema -/-, RCT < 2 detik

3.2 Status Neurologis

Keadaaan umum : tampak sakit sedang


Kesadaran : somnolen

Rangsang meniengal
a. Kaku Kuduk : (+)
b. Tanda Kerniq : (+)
c. Tanda Laseque : (-)
d. Tanda brudzinski I : (-)
e. Tanda brudzinski II : (-)

Peningkatan tekanan intrakranial

a. Muntah : (+)
b. Sakit kepala : (+)
c. Kejang : (+)

N.Cranialis

N.I Sulit dinilai


N.II Reflek cahaya +/+, pupil isokor
N.III.IV.VI Sulit dinilai
N.V Sulit dinilai
N.VII Sulit dinilai
N.VIII Sulit dinilai
N.IX.X Gangguan reflek
N.XI Sulit dinilai
N.XII Sulit dinilai
Refleks Fisiologis Ka Ki Refleks Patologis Ka
Ki

Biseps/Triseps +/+ +/+ Hofman/Tromner -/-


-/-

KPR/APR +/+ +/+ Babinski -/-


-/-

Kekuatan Motorik : Sulit dinilai

Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah rutin ( H2TL) - lumbal pungsi
2. LED - tes mantoux
3. Fungsi hati
4. Fungsi ginjal
5. Elektrolit
6. Profil lipid
7. Asam urat
8. Foto thoraks
9. CT- Scan kepala
Terapi nonformakologi : Diit tinggi KH, Protein, rendah lemak
Terapi farmakologi :O2 2-3L/m

2. Diagnosa
1. Resiko perubahan perfusi jaringan serebral b.d peradangan selaput otak
2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
https://www.academia.edu/9130465/Laporan_kasus_meningitis_TB

Anda mungkin juga menyukai