2.1. Ibuprofen Ibuprofen merupakan turunan asam fenilasetat dengan nama kimia asam 2-(4- isobutilfenil) propionate. Rumus Kimia C13H18O2 dan berat molekul 206,3.1
2.2. Sifat Fisika dan Kimia
Identifikasi Iburofen menggunakan spektrofotometri UV, spektrofotometri Inframerah, kromatografi cair kinerja tinggi, dengan menggunakan baku pembanding ibuprofen BPFI. Ibuprofen merupakan serbuk hablur putih hingga hampir putih, berbau khas lemah dan mempunyai jarak lebur 75o-78oC. Ibuprofen praktis tidak larut dalam air, sangat mudah larut dalam etanol, sangat mudah larut dalam larutan basa alkali hidroksida, karbonat.2 2.3. Tinjauan Farmakologi Ibuprofen merupakan obat golongan antiinflamasi non steroid yang memberikan efek analgesic, antipiretik dan antiinflamasi. Digunakan terutama untuk mengobati rheumatoid artritis yang bekerja dengan cara memasuki ruang synovial secara lambat dan terakumulai dalam konsentrasi tinggi. Untuk megatasi rasa nyeri dan antipiretik diberikan dalam dosis 400 mg setiap 4-6 jam. Ibuprofen menyebabkan efek samping gastritis, konstipasi, nausea dan pusing.3 2.4. Farmakokinetika Selama ini penggunaan obat-obatan telah umum digunakan oleh masyarakat. Dalam hal ini pemakaian obat sangat dipengaruhi oleh penelitian in vivo zat aktif dan berdampak pada beberapa bentuk sediaan serta rute pemberian, karena akan mempengaruhi ketersediaan obat di dalam tubuh.4 Pada umumnya, ketika suatu obat masuk ke dalam tubuh akan melibatkan rangkaian proses reaksi, yang terbagi ke dalam 3 fase yakni, fase farmasetik, fase farmakokinetik dan fase farmakodinamik. Sehingga, perjalanan obat dimulai ketika obat tersebut dibentuk pada fase farmasetik, kemudian perjalanan obat di dalam tubuh mencangkup nasib obat di dalam tubuh yang merupakan fase farmakokinetik hingga pada akhirnya obat memberikan efek terhadap fungsi berbagai organ dan reaksi biokimia yang merupakan fase farmakodinamik.5 Farmakokinetika menjelaskan tentang apa yang terjadi dengan suatu zat di dalam tubuh suatu organisme hidup, menyangkut perjalanan obat di dalam tubuh dengan mengamati jenis-jenis proses seperti absorbsi, distribusi, dan pengikatan untuk sampai di tempat kerja dan menimbulkan efek. Kemudian dengan atau tanpa proses biotransformasi (metabolisme), obat dieksresikan dari dalam tubuh. Seluruh proses ini disebut dengan proses farmakokinetika.6 2.5. Suspensi Suspensi merupakan sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang terdispersi harus halus, tidak boleh cepat mengendap dan bila dikocok perlahan-lahan, endapan harus segera terdispersi kembali. Penambahan zat tambahan dapat dilakukan untuk menjamin stabilitas suspensi tetapi harus menjamin sediaan mudah dikocok dan dituang.7 2.6. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Prinsip kerja KCKT adalah pemisahan dengan menggunakan teknik kromatografi yang mendasarkan partisi cuplikan (sampel) antara fasa gerak dan fasa diam.8 Dengan Demikian kromatografi dapat didefinisikan sebagai suatu proses migrasi diferesnsial dimana komponen-komponen cuplikan (sampel) ditahan secara selektif oleh fasa diam (adsorban).9 DAFTAR PUSTAKA
1. The Council of Pharmaceutical Society of Great Britain, 2001, British
Pharmacopeia, The Pharmaceutical Press, London, 1031 2. Departemen Kesehatan RI, 1995, Farmakope Indonesia, ed. IV, Depkes RI, Jakarta 449-451, 771-772 3. Gilman, A. G., Hardman, J. G., and Limbird, L. E. (Eds), 1996, Goodman & Gilmans The Pharmacological Basis of Therapeutics, 9th ed., The McGraw- Hill Co. Inc., New York, 637-639 4. Piscitelli SC, Burstein AH, Chaitt D, Alfaro RM, Fallon J. Indinavir concentrations and St. Johns wort. Lancet 2000; 355: 547-548 5. Tripathi,KD.2003.Essential of medical pharmacology.5th edition.New Delhi:Jaypee 6. Priyanto.2010.Farmakologi dasar untuk mahasiswa farmasi dan keperawatan.Edisi 2.Jakarta;LESKONFI 7. Anief, M. 1994. Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press 8. Deyl Z, Macek K and Janak J. 1975. Liquid Column Chromatography. Elseviser Sci. Publ. Co. Oxford-New York USA, 3-10. 9. Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia, Ed. II. ITB Bandung, 17-19.