Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

REKAPITALISASI PANCASILA

Oleh :
Ardiansyah Hasiholan M
12-2012-144

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI


JURUSAN TEKNIK MESIN
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL
BANDUNG
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Reformasi yang terus berproses, hingga kini telah ditandai oleh sejumlah
perubahan kebijakan negara mulai dari tingkat peraturan perundang-undangan
(undang-undang) sampai undang-undang dasar (UUD 1945). Perubahan kebijakan
negara, selain sudah menjadi tuntutan dan kehendak reformasi, juga bertujuan
hendak menata ulang sistem kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang selama
ini tidak demokratis. Dimana sebelumnya, sepanjang masa orde baru desain
kebijakan negara yang dibuat hanya untuk melegitimasi kepentingan penguasa
yang dipakai sebagai sarana merepresi hak-hak rakyat. Paradigma adalah
pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok
persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan. Suatu paradigma mengandung sudut
pandang, kerangka acuan yang harus dijalankan oleh ilmuwan yang mengikuti
paradigma tersebut. Dengan suatu paradigma atau sudut pandang dan kerangka
acuan tertentu, seorang ilmuwan dapat menjelaskan sekaligus menjawab suatu
masalah dalam ilmu pengetahuan. Sejumlah kebijakan negara yang telah dibuat
pemerintah bersama DPR, sejak Pemerintahan Habibie (Mei 1998 - Oktober
1999) hingga pemerintahan Megawati (2001 - sekarang) diantaranya yang
terpenting adalah UU dibidang politik, UU tentang Pers, Kekuasaan Kehakiman,
HAM dan Pengadilan HAM, Pemberantasan Korupsi/KKN, Otonomi Daerah
serta UU tentang Kepolisian. Selain itu, UUD 1945 yang dahulu disakralkan telah
diubah oleh MPR dan telah memasuki tahap ke-empat atau fase terakhir dari
seluruh perubahan UUD 1945.
BAB II
PEMBAHASAN

Pancasila sebagai Paradigma Reformasi


Negara Indonesia ingin mengadakan suatu perubahan, yaitu menata kembali
kehidupan berbangsa dan bernegara demi terwujudnya masyarakat madani yang
sejahtera, masyarakat yang bermartabat kemanusiaan yang menghargai hak-hak
asasi manusia, masyarakat yang demokratis yang bermoral religius serta
masyarakat yang bermoral kemanusiaan dan beradab. Munculnya reformasi
seolah menandai adanya jaman baru bagi perkembangan perpolitikan nasional
sebagai anti-tesis dari Orde Baru yang dikatakan sebagai pemerintahan korup dan
menindas, dengan konformitas ideologinya.
Pada hakikatnya reformasi adalah mengembalikan tatanan kenegaraan kearah
sumber nilai yang merupakan platform kehidupan bersama bangsa Indonesia,
yang selama ini diselewengkan demi kekuasaan sekelompok orang, baik pada
masa orde lama maupun orde baru. Proses reformasi walaupun dalam lingkup
pengertian reformasi total harus memiliki platform dan sumber nilai yang jelas
dan merupakan arah, tujuan, serta cita-cita yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila. Reformasi itu harus memiliki tujuan, dasar, cita-cita serta platform
yang jelas dan bagi bangsa Indonesia nilai-nilai Pancasila itulah yang merupakan
paradigma reformasi total tersebut.

A. Arah Langkah Reformasi


Secara teori setidak-tdaknya ada dua metode pilihan untuk memperbaharui
keadaan pemerintah yang demikian kondisinya.
Pertama:
Melakukan revolusi total dengan gerak cepat memperbaharui segala sesuatunya,
mulai dari penemuan konstitusi sebagai induk hukum kenegaraan yang kemudian
disusul oleh reformasi kelembagaan-baik di level pusatmaupun daerah.
Kedua:
Dengan cara menciptakan kondisi temporer dan transisional, untuk
kemudian secara gradual mereformasi struktur kekuasaan dan garis
kebijakanpolitik dengan paradigma baru, sesuai dengan tuntutan masyarakat dan
rakyat yang tadinya diperintah secara tidak wajar.
Oleh karena itulah, maka menurut pemikhran dan kebijakan yang rasional,untuk
keberhasilan langkah-langkah reformasi itu, diperlukan kondisi yang tenang,
kontak-kontak sosial yang toleran, untuk secara kekeluargaan dan musyawarah
menyusun konsep kebijakan yang baru dan merealisirnya secara teratur, tertib,
dan terhormat, selaku bangsa yang memiliki nilai-nilai luhur dan kepribadian
sebagai manusia dan warga yang beriman dan bertaqwa.

B. Gerakan Reformasi
Pelaksanaan GBHN 1998 pada pembangunan Jangka Panjang II Pelita ke tujuh
bangsa Indonesia menghadapi bencana hebat, yaitu dampak krisis ekonomi Asia
terutama Asia Tenggara sehingga menyebabkan stabilitas politik menjadi goyah.
Sistem politik dikembangkan kearah sistem "Birokratik Otoritarian" dan suatu
sistem "Korporatik". Sistem ini ditandai dengan konsentrasi kekuasaan dan
partisipasi didalam pembuatan keputusan-keputusan nasional yang berada hampir
seluruhnya pada tangan penguasa negara, kelompok militer, kelompok cerdik
cendikiawan dan kelompok pengusaha oligopolistik dan bekerjasama dengan
mayarakat bisnis internasional.Awal keberhasilan gerakan reformasi tersebut
ditandai dengan mundurnya Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998, yang
kemudian disusul dengan dilantiknya Wakil Presiden Prof. Dr. B.J. Habibie
menggantikan kedudukan Presiden.Yang lebih mendasar reformasi dilakukan
pada kelembagaan tinggi dan tertinggi negara yaitu pada susunan DPR dan MPR,
yang dengan sendirinya harus dilakukan melalui Pemilu secepatnya dan di awalai
perubahan:
UU tentang susunan dari kedudukan MPR,DPR,dan DPRD (UU No.16/ 1969jis
UU No. 5/1975 dan UU No.2/1989).
UU tentang partai politik dan golongan karya (UU No.3/1975,jo.UU No.
3/1985).
UU tentang pemilihan umum (UU No.16/1969 jis UU No.4/1975, UU
No.2/1980 dan UU No.1/1985)
Reformasi UU politik tersebut harus benea benar dapat mewujudkan politik yang
demokratis sesuai dengan kehendak pasal 1 ayat (2) UUD 1945.

C. Gerakan Reformasi dan Ideologi Pancasila


Arti Reformasi secara etimologis berasal dari kata reformation dengan akar kata
reform yang artinya "make or become better by removing or putting right what is
bad or wrong". Secara harfiah reformasi memiliki arti suatu gerakan untuk
memformat ulang, menata ulang atau menata kembali hal-hal yang menyimpang
untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai
ideal yang dicita-citakan rakyat. Oleh karena itu suatu gerakan reformasi memiliki
kondisi syarat-syarat sebagai berikut :
a) Suatu gerakan reformasi dilakukan karena adanya suatu penyimpangan-
penyimpangan.Misalnya pada masa orde baru, asas kekeluargaan menjadi
nepotisme, kolusi dan korupsi yang tidak sesuai dengan makna dan semangat
UUD 1945.
b) Suatu gerakan reformasi dilakukan harus dengan suatu cita-cita yang jelas
(landasan ideologis) tertentu. Dalam hal ini Pancasila sebagai ideologi bangsa dan
negara Indonesia.
c) Suatu gerakan reformasi dilakukan dengan berdasarkan pada suatu kerangka
struktural tertentu (dalam hal ini UUD) sebagai kerangka acuan reformasi.
d) Reformasi dilakukan ke arah suatu perubahan kondisi serta keadaan yang lebih
baik dalam segala aspek antara lain bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, serta
kehidupan keagamaan.
e) Reformasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan etika sebagai manusia yang
berketuhanan Yang Maha Esa, serta terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa.

D. Pancasila sebagai Dasar Cita-cita Reformasi


Menurut Hamengkubuwono X, gerakan reformasi harus tetap diletakkan dalam
kerangka perspektif Pancasila sebagai landasan cita-cita dan ideologi sebab tanpa
adanya suatu dasar nilai yang jelas maka suatu reformasi akan mengarah pada
suatu disintegrasi, anarkisme, brutalisme pada akhirnya menuju pada kehancuran
bangsa dan negara Indonesia. Maka reformasi dalam perspektif Pancasila pada
hakikatnya harus berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Berkerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan serta
berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ada secara rinci sebagai
berikut.:
Reformasi yang berketuhanan yang maha esa yang berarti bahwa suatu gerakan
kea rah perubahan harus mengarah pada suatu kondisi yang lebih baik bagi
kehidupan manusia sebagai mahkluk tuhan.maka reformasi harus berlandaskan
moral religiusdan hasil reformasiharus meningkatkan kehidupan keagamaan.
Reformasi yang berkemanusiaan yang adil dan beradab yang berarti bahwa
Reformasi harus dilakukan dengan dasar-dasar nilai-nilai martabat
Manusia yang berdab.oleh karena itu reformasi harus dilandasi oleh moral
Yang menghargai nilai-nilai kemanusiaan,kemanusiaan yang luhur, menjujung
tinggi nilai-nilai kemanusiaan

E. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Hukum


Setelah peristiwa 21 Mei 1998 saat runtuhnya kekuasaan Orde Baru, salah satu
subsistem yang mengalami kerusakan parah adalah bidang hukum. Produk hukum
baik materi maupun penegaknya dirasakan semakin menjauh dari nilai-nilai
kemanusiaan, kerakyatan serta keadilan.Kerusakan atas subsistem hukum yang
sangat menentukan dalam berbagai bidang misalnya, politik, ekonomi dan bidang
lainnya maka bangsa Indonesia ingin melakukan suatu reformasi, menata kembali
subsistem yang mengalami kerusakan tersebut.
Reformasi dalam bidang hukum mempunyai arti penting guna membangun desain
kelembagaan negara demokratik. Dalam membangun sistem politik demokrasi
yang dicita-citakan, hukum harus memberi kerangka struktur organisasi formal
bagi bekerjanya pranata-pranata politik, juga menumbuhkan akuntabilitas
normatif dalam proses pengambilan keputusan dan meningkatkan kapasitas
sebagai sarana penyelesaian konflik politik.
- Dasar Yuridis Reformasi Hukum
Reformasi total sering disalah artikan sebagai dapat melakukan perubahan dalam
bidang apapun dengan jalan apapun. Jika demikian maka kita akan menjadi
bangsa yang tidak beradab, tidak berbudaya, masyarakat tanpa hukum, menurut
Hobbes disebut keadaan "homo homini lupus", manusia akan menjadi serigala
manusia lainnya dan hukum yang berlaku adalah hukum rimba. Berdasarkan isi
yang terkandung dalam Penjelasan UUD 1945, Pembukaan UUD 1945
menciptakan pokok-pokok pikiran yang dijabarkan dalam pasal-pasal UUD 1945
secara normatif. Pokok-pokok pikiran tersebut merupakan suasana kebatinan dari
UUD dan merupakan cita-cita hukum yang menguasai baik hukum dasar tertulis
(UUD 1945) maupun hukum dasar tidak tertulis (Konvensi).
Selain itu dasar yuridis Pancasila sebagai paradigma reformasi hukum adalah Tap
MPRS No.XX/MPRS/1966 yang menyatakan bahwa Pancasila sebagai sumber
dari segala sumber hukum di Indonesia, yang berarti sebagai sumber produk serta
proses penegakan hukum yang harus senantiasa bersumber pada nilai-nilai
Pancasila dan secara eksplisit dirinci tata urutan peraturan perundang-undangan di
Indonesia yang bersumber pada nilai-nilai Pancasila.
Berbagai macam produk peraturan perundang-undangan yang telah dihasilkan
dalam reformasi hukum antara lain :
UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik
UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu
UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD
UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Daerah
UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas
dari KKN.

F. Pancasila Sebagai Sumber Nilai Perubahan Hukum


Agar hukum berfungsi sebagai pelayanan kebutuhan masyarakat maka hokum
harus senantiasa diperbaharui agar actual atau sesuai dengan keadaan serta
kebutuhan masyarakat yang dilayaninya.
Sumber hukum meliputi dua macam pengertian, (1) sumber formal hukum,yaitu
sumber hukum yang ditinjau dari bentuk dan tata cara penyusupan hukum,yang
mengikat pada komunitasnya missal: UU dan Perda.;dan (2) sumbar material
hukum yaitu sebagai sumber hukum yang menentukan meteri atau isi suatu norma
hukum.

G. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik


Landasan aksiologis (sumber nilai) sistem politik Indonesia adalah dalam
Pembukaan UUD 1945 alinea IV yang berbunyi " maka disusunlah kemerdekaan
kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia,
yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang
Berkedaulatan Rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang
Dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta
dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.Jika
dikaitkan dengan makna alinea II tentang cita-cita negara dan kemerdekaan yaitu
demokrasi (bebas, bersatu, berdaulat, adil dan makmur).
Berdasarkan semangat dari UUD 1945 esensi demokrasi adalah :
Rakyat merupakan pemegang kedaulatan tertinggi dalam negara.
Kedaulatan rakyat dijalankan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat.
Presiden dan wakil presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dan
karenanya harus tunduk dan bertanggungjawab kepada MPR.
Produk hukum apapun yang dihasilkan oleh Presiden, baik sendiri
maupunbersama-sama lembaga lain kekuatannya berada di bawah Majelis
Permusyawatan Rakyat atau produk-produknya.

H. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Ekonomi


Kebijaksanaan yang selama ini diterapkan hanya mendasarkan pada pertumbuhan
dan mengabaikan prinsip nilai kesejahteraan bersama seluruh bangsa,
dalam enyataannya hanya menyentuh kesejahteraan sekelompok kecil orang
bahkan penguasa. Pada era konomi global dewasa ini dalam kenyataannya tidak
mampu bertahan. Krisis ekonomi yang terjadi di dunia dan melanda Indonesia
mengakibatkan ekonomi Indonesia terpuruk, sehingga kepailitan yang diderita
oleh para pengusaha harus ditanggung oleh rakyat. Dalam kenyataannya sektor
ekonomi yang justru mampu bertahan pada masa krisis dewasa ini adalah
ekonomi kerakyatan, yaitu ekonomi yang berbasis pada usaha rakyat. Oleh karena
itu subsidi yang luar biasa banyaknya pada kebijaksanaan masa orde baru hanya
dinikmati oleh sebagian kecil orang yaitu sekelompok konglomerat, sedangkan
bilamana mengalami kebangkrutan seperti saat ini rakyatlah yang banyak
dirugikan. Oleh karena itu rekapitalisasi pengusaha pada masa krisis dewasa ini
sama halnya dengan rakyat banyak membantu pengusaha yang sedang terpuruk.
Langkah yang strategis dalam upaya melakukan reformasi ekonomi yang berbasis
pada ekonomi rakyat yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila yang mengutamakan
kesejahteraan seluruh bangsa.

I. Garis Politik Pasca Reformasi


Rezim Habibie
Habibie dinilai banyak mengundang kontroversial berbagai pihak.
Berkenaan dengan ini berbagai aksi dilancarkan meminta untuk dicabutnya
beberapa Tap MPR. Pertama, TAP MPR RI No. IV/MPR/1998 Tentang
Pengangkatan Presiden, Kedua TAP MPR V/MPR/1998 Tentang Pemberian
Tugas dan Wewenang Khusus kepada Presiden atau Mandataris MPR dalam
rangka penyuksesan dan pengamanan pembangunan nasional sebagai pengalaman
Pancasila, Ketiga Tap MPR No II / MPR/1998 Tentang GBHN dan segera
menetapkan GBHN Reformasi yang lebih sesuai dengan kondisi bangsa dan
negara menuju reformasi.
Rezim Abdurrahman Wahi
Pemerintahan Abdurrahman Wahid berakhir setelah Sidang Istimewa
MPR tanggal 21 Juli 2001. Sidang Istimewa itu disusul Dekrit Presiden tgl 22 Juli
2001 yang menyatakan pertama pembubaran DPR/MPR, kedua pembekuan Partai
Golkar dan ketiga Percepatan Pemilu. MA kemudian mengeluarkan fatwa untuk
menolak Dekrit tersebut dan menyatakan presiden melampaui batas
kewenangannya dan berdasarkan UUD 1945 Presiden tidak berhak untuk
membubarkan DPR/MPR, pembekuan Partai Golkar dan melakukan percepatan
Pemilu.
Rezim Megawati
Pemerintahan Megawatipun mendapat sorotan ketika penunjukkan Jaksa Agung
M.A Rahman menggantikan almarhumah Baharudin Lopa. M.A Rahman sendiri
mempunyai catatan yang kurang baik ketika mencatat Ketua Tim Penyidik
Gabungan Kasus Pelanggaran HAM Timor-Timur, Tanjung Priok dan Abepura.
Demikian juga dalam kasus KKN, tidak ada ketegasan sikap dari Megawati.
Justru yang lebih memalukan lagi terlibatnya Akbar Tanjung dalam kasus
Bulloggate. Garis politik setiap rezim ternyata tidak ada bedanya. Tujuannya sama
untuk melanggengkan kekuasaannya.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada hakikatnya reformasi adalah mengembalikan tatanan kenegaraan kearah
sumber nilai yang merupakan platform kehidupan bersama bangsa Indonesia,
yang selama ini diselewengkan demi kekuasaan sekelompok orang, baik pada
masa orde lama maupun orde baru. Reformasi itu harus memiliki tujuan, dasar,
cita-cita serta platform yang jelas dan bagi bangsa Indonesia nilai-nilai Pancasila
itulah yang merupakan paradigma reformasi total tersebut.
Maka pada prinsipnya, tuntutan reformasi sistem manajemen kehidupan bangsa
secara menyeluruh itulah yang memerlukan adanya reformasi kebijakan politik
dan reformasi sistem hukum, supaya manajemen nasional itu dapat dikembalikan
kepada sistem menurut konsep dasarnya sendiri secara konstitusional.

B.Saran
Dalam pembentukan suatu makalah saya ini mungkin masih banyak kekurangan
dan jauh dari sempurna , oleh sebab itu jika ada suatu yang kurang dari makalah
saya , berilah saran dan masukan kepada. Agar dalam pembuatan makalah
berikutnya saya lebih baik dan seperti apa yang di inginkan saya dan pembaca
makalah yang saya buat berikutnya .

Anda mungkin juga menyukai