Anda di halaman 1dari 76

PENERAPAN TINDAKAN AMBULASI DINI TERHADAP PENINGKATAN

AKTIVASI PERISTALTIK USUS PADA ASUHAN KEPERAWATAN An. M


DENGAN POST OPERASI EKSTREMITAS ATAS MENGGUNAKAN
ANESTESI UMUM DI RS. ORTHOPEDI SURAKARTA

DI SUSUN OLEH :
FERRY HANNY REZABASTIAN
NIM : P.12 026

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
PENERAPAN TINDAKAN AMBULASI DINI TERHADAP PENINGKATAN
AKTIVASI PERISTALTIK USUS PADA ASUHAN KEPERAWATAN An. M
DENGAN POST OPERASI EKSTREMITAS ATAS MENGGUNAKAN
ANESTESI UMUM DI RS. ORTHOPEDI SURAKARTA

Karya Tulis Ilmiah


Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan

DI SUSUN OLEH :
FERRY HANNY REZABASTIAN
NIM : P.12 026

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015

i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama : Ferry Hanny Rezabastian
NIM : P.12 026
Program studi : D III Keperawatan
Judul Karya tulis ilmiah : Penerapan tindakan ambulasi dini terhadap
peningkatan aktivasi peristaltik usus pada pasien
post operasi ekstremitas atas dengan menggunakan
anestesi umum.

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini
benar benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan
atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila di kemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah
hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai
dengan akademik yang berlaku.

Surakarta, Februari 2015


Yang membuat pernyataan

FERRY HANNY REZABASTIAN


P.12 026

ii
LEMBAR PERSETUJUAN

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh :


Nama : Ferry Hanny Rezabastian
NIM : P.12 026
Program studi : D III Keperawatan
Judul Karya tulis ilmiah : Penerapan tindakan ambulasi dini terhadap
peningkatan aktivasi peristaltik usus pada pasien
post operasi ekstremitas atas dengan menggunakan
anestesi umum.

Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis


Ilmiah Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta

Ditetapkan di : Surakarta
Hari/ Tanggal :Sabtu, 23 Mei 2015

Pembimbing : Atiek Murharyati, S.Kep., Ns., M.Kep ( )


NIK. 200680021

iii
iv
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr wb

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat

Kuasa Rahmat, dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya

Tulis Ilmiah yang berjudul Penerapan tindakan ambulasi dini terhadap

peningkatan aktivasi peristaltik usus pada asuhan keperawatan An. M

dengan post operasi ekstremitas atas menggunakan anestesi umum di RS.

orthopedi Surakarta.

Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat

bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini

penulis mengucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi tingginya

kepada yang terhormat :

1. Atiek Murhayati, S.Kep., Ns., M.Kep , selaku Kepala Program studi DIII
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk menimba ilmu di
Stikes Kusuma Husada Surakarta. Serta selaku pembimbing yang telah
membimbing dengan cermat, memberikan masukan masukan, inspirasi,
perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya
karya tulis ilmiah.

2. Meri Oktariani, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku selaku Sekretaris program studi
DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk menimba ilmu di
Stikes Kusuma Husada Surakarta. Serta selaku dosen penguji I sidang KTI.

3. Diyah Ekarini, S.Kep., Ns, selaku dosen penguji 2 sidang KTI.

v
4. Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada

Surakartayang memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya serta

ilmu yg bermanfaat.

5. Kedua orang tuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat

untuk menyelesaikan pendidikan.

6. Teman-teman mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma

Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu

persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual

7. Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

Keperawatan dan Kesehatan, Amin.

Surakarta, Februari 2015

Penulis

vi
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
PERNYATAN TIDAK PLAGIATISME ....................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................ iii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ iv
KATA PENGANTAR .................................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang ..................................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan ................................................................................. 2
C. Manfaat Penulisan .............................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan teori ...................................................................................... 5
1. Konsep askep ................................................................................ 5
2. Peristaltik usus .............................................................................. 14
3. Anbulasi dini ................................................................................. 15
B. Kerangka Teori .................................................................................... 20
C. Kerangka Konsep ................................................................................ 21
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek aplikasi riset ............................................................................ 22
B. Waktu dan tempat .............................................................................. 22
C. Media yang digunakan ........................................................................ 22
D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset ...................................... 23
E. Alat ukur evaluasi ................................................................................ 24

BAB IV LAPORAN KASUS


A. Pengkajian ........................................................................................... 25

vii
B. Analisa data ......................................................................................... 32
C. Perumusan diagnosa keperawatan ....................................................... 33
D. Perencanaan ......................................................................................... 34
E. Implementasi ....................................................................................... 35
F. Evaluasi ............................................................................................... 37
BAB V PEMBAHASAN
A. Pengkajian ........................................................................................... 42
B. Perumusan masalah keperawatan ........................................................ 45
C. Perencanaan ......................................................................................... 46
D. Implementasi ....................................................................................... 49
E. Evaluasi ............................................................................................... 54
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ......................................................................................... 59
B. Saran .................................................................................................... 65
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

viii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
1. Gambar 2.1 Kerangkat teori . .............................................................. 20
2. Gambar 2.2 Kerangkat konsep ........................................................... 21

ix
DAFTAR LAMPIRAN

1. Jurnal keperawatan KesMaDaSka Januari 2015


2. Lembar Konsultasi
3. Lembar Log Book
4. Format Pendelegasian
5. Fotocopy Laporan Asuhan Keperawatan
6. Fotcopy Judul Buku dan Referensi Materi Penulisan KTI
7. Daftar riwayat hidup

x
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pada pasien yang melakukan tindakan pembiusan maka butuh waktu

yang lama dalam pengaktifan peristaltik usus dikarenakan tidak dilakukan

tindakan apapun untuk pengaktifan peristaltik ususnya. Dalam keadaan

normal bunyi usus akan terdengar dengan frekwensi 5 35 kali per menit.

Suaranya tidak teratur seperti orang berkumur. Pada pasien yang dilakukan

tindakan operasi atau pembedahan, diberikan anestesi tertentu, misalnya

anestesi umum anestesi spinal yang menyebabkan usus berhenti beraktivitas.

Usus akan kembali beraktivitas dan berfungsi secara normal setelah hubungan

obat anestesi hilang (Jurnal KesMaDaSka, Januari 2013).

Ambulasi dini merupakan tahapan kegiatan yang dilakukan segera

pada pasien paska operasi dimulai dari bangun dan duduk disisi tempat tidur

sampai pasien turun dari tempat tidur, berdiri dan mulai belajar berjalan

dengan bantuan alat sesuai dengan kondisi pasien. Beberapa literatur

menyebutkan bahwa manfaat ambulasi dini adalah untuk memperbaiki

sirkulasi, mengurangi komplikasi immobilisasi pasca operasi, mempercepat

pemulihan paska operasi (Jurnal KesMaDaSka, Januari 2013).

Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian post operasi diketahui

adanya hubungan ambulasi dini terhadap aktivasi peristaltik usus pada pasien

1
2

post operasi fraktur ekstermitas atas dengan anestesi umum. Fenomena secara

umum yang terjadi di beberapa rumah sakit. Hasil study pendahuluan di RS.

Orthopedi di ruang parang kusumo. Penulis menjumpai kurang lebih 50%

pasien dengan kondisi post operasi menggunakan anestesi umum. Hasil

wawancara dengan perawat diperoleh data bahwa pasien post operasi dengan

menggunakan anestesi umum baru boleh dilakukan tindakan ambulasi dini

apabila pasien tidak merasakan pusing, mual dan muntah. Akan tetapi apabila

pasien merasakan pusing, mual dan muntah pasien hanya boleh dilakukan

tindakan ambulasi dini setelah waktu 1 X 24 jam setelah operasi selesai.

Untuk mengetahui peristaltik usus sudah baik saat pasien di Rumah Sakit

cukup di observasi dengan adanya tanda bahwa pasien sudah flatus, dan tidak

menggunakan tindakan auskultasi.

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis ingin menerapkan

implemenasi keperawatan pemberian ambulasi dini pada pasien dengan

kondisi Post Operasi fraktur ekstremitas atas dengan anastesi umum untuk

meningkakan aktivasi peristaltik usus.

B. Tujuan penulisan

1. Tujuan Umum

Mengaplikasikan tindakan keperawatan ambulasi dini pada pasien

post fraktur ekstremitas atas dengan anestesi umum untuk meningkatkan

aktivasi peristaltik usus.


3

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus merupakan penguraian secara lebih khusus dari

tujuan umum dengan menggunakan beberapa domain :

a. Penulis mampu melakukan pengkajian pasien dengan post operasi

fraktur ekstremitas atas dengan menggunakan anestesi umum.

b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien

dengan post operasi fraktur ekstremitas atas dengan menggunakan

anestesi umum

c. Penulis mampu menyusun Asuhan Keperawatan pada pasien dengan

post operasi fraktur ekstremitas atas dengan menggunakan anestesi

umum

d. Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien dengan post

operasi fraktur ekstremitas atas dengan menggunakan anestesi umum

e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada Pasien dengan post operasi

fraktur ekstremitas atas dengan menggunakan anestesi umum

f. Penulis mampu menganalisa hasil Tindakan ambulasi dini terhadap

aktivasi peristaltik usus pada pasien dengan post operasi fraktur

ekstremitas atas dengan menggunakan anestesi umu.


4

C. Manfaat penulisan

1. Bagi responden

Meningkatkan pengetahuan responden tentang pentingnya

ambulasi dini yang berfungsi terhadap kembalinya aktivitas usus secara

normal setelah hubungan obat anestesi umum hilang.

2. Bagi tenaga kesehatan

Bahan masukan untuk tenaga kesehatan dalam upaya

meningkatkan penyuluhan kesehatan dimasa yang akan datang

khususnya bagi pasien post operasi fraktur ekstremitas atas dengan

anestesi umum.

3. Bagi penulis

Pengalaman berharga dalam melakukan Asuhan Keperawatan dan

dapat mengaplikasikan serta menambah ilmu pengetahuan tentang

keperawatan medical bedah.

4. Bagi institusi

Digunakan sebagai bahan referensi dalam mengembangkan

keilmuan khususnya di STIKes Kusuma Husada Surakarta tentang

ambulasi dini guna meningkatkan aktivasi peristaltik usus pada pasien

post operasi fraktur ekstremitas atas dengan anestesi umum.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Konsep askep

a. Pengertian neglected dislok heat radius sinistra

Neglected dapat diartikan bahwa kelalaian lebih bersifat

ketidaksengajaan, kurang teliti, kurang hati-hati, acuh tak acuh, dan

sembrono (http://kamuskesehatan.com/arti/neglected/).

Dislok / dislokasi adalah keadaan dimana tulang-tulang yang

tidak lagi berhubungan secara anatomis atau tulang lepas dari sendi

(http://kamuskesehatan.com/arti/dislokasi/).

Heat dapat diartikan panas atau kalor. Kalor dapat diartikan perubahan

suhu atau peningkatan suhu dalam anggota tubuh

(http://kamuskesehatan.com/arti/heat/).

Radius adalah salah satu dari dua tulang lengan, yang lainnya

adalah ulna. Radius memanjang dari sisi lateral siku ke sisi ibu

jari pergelangan tangan (http://kamuskesehatan.com/arti/radius/).

Sinistra yaitu berarti bagian kiri atau sebelah kiri

(http://kamuskesehatan.com/arti/sinistra/).

Neglected dislok head radius sinistra dapat diartikan keadaan

dimana tulang-tulang yang tidak lagi berhubungan secara anatomis atau

tulang lepas dari sendi pada salah satu dari dua tulang lengan yang

5
6

memanjang dari sisi lateral siku ke sisi ibu jari pergelangan

tangan bagian kiri yang telah diabaikan (Arif Mansyur, dkk. 2005).

b. Klasifikasi

Menurut (Arif Mansyur, dkk. 2005) klasifikasi berdasarkan penyebabnya


dikelompokkan menjadi :

1). Dislokasi kongenital,

yaitu dislokasi yang terjadi sejak lahir,akibat kesalahann pertumbuhan,

paling sering terjadi pada sendi pinggul.

2). Dislokasi spontan atau patologik

Yaitu dislokasi akibat penyakit struktur sendi dan jaringan sekitar sendi.

3). Dislokasi traumatik

Yaitu dislokasi akibat cidera dimana sendi mengalami kerusakan akibat

kekerasan atau trauma.

c. Etologi.

1). Cidera olah raga

2). Benturan benda keras

3). Terjatuh dari tangga

d. Pemeriksaan penunjang

1). X.Ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang yang

cedera.

2). CCT kalau banyak kerusakan otot.


7

3). Pemeriksaan Darah Lengkap

e. Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya

pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar

dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang

mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi

fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow,

dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena

kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang.

Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang

mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang

ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel

darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan

tulang nantinya .

Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur menurut (Potter & Perry, 2005).:

1). Faktor Ekstrinsik

Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung

terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.

2). Faktor Intrinsik

Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya

tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan,

elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.


8

f. komplikasi

1). Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya

nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan

dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi

splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan

pembedahan.

2). Kompartement Syndrom

Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam

ruang tertutup di otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan

sehingga menyebabkan hambatan aliran darah yang berat dan berikutnya

menyebabkan kerusakan pada otot. Gejala gejalanya mencakup rasa sakit

karena ketidakseimbangan pada luka, rasa sakit yang berhubungan dengan

tekanan yang berlebihan pada kompartemen, rasa sakit dengan

perenggangan pasif pada otot yang terlibat, dan paresthesia. Komplikasi ini

terjadi lebih sering pada fraktur tulang kering (tibia) dan tulang hasta

(radius atau ulna).

3). Fat Embolism Syndrom

Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan kondisi

fatal. Hal ini terjadi ketika gelembung gelembung lemak terlepas dari

sumsum tulang dan mengelilingi jaringan yang rusak. Gelombang lemak

ini akan melewati sirkulasi dan dapat menyebabkan oklusi pada pembuluh

pembuluh darah pulmonary yang menyebabkan sukar bernafas. Gejala


9

dari sindrom emboli lemak mencakup dyspnea, perubahan dalam status

mental (gaduh, gelisah, marah, bingung, stupor), tachycardia, demam,

ruam kulit ptechie.

4). Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada

trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke

dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena

penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.

5). Avaskuler Nekrosis

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang

rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali

dengan adanya Volkmans Ischemia. Nekrosis avaskular dapat terjadi saat

suplai darah ke tulang kurang baik. Hal ini paling sering mengenai fraktur

intrascapular femur (yaitu kepala dan leher), saat kepala femur berputar

atau keluar dari sendi dan menghalangi suplai darah. Karena nekrosis

avaskular mencakup proses yang terjadi dalam periode waktu yang lama,

pasien mungkin tidak akan merasakan gejalanya sampai dia keluar dari

rumah sakit. Oleh karena itu, edukasi pada pasien merupakan hal yang

penting. Perawat harus menyuruh pasien supaya melaporkan nyeri yang

bersifat intermiten atau nyeri yang menetap pada saat menahan beban
10

6). Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya

permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini

biasanya terjadi pada fraktur.

7). Osteomyelitis

Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan

korteks tulang dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau

hematogenous (infeksi yang berasal dari dalam tubuh). Patogen dapat

masuk melalui luka fraktur terbuka, luka tembus, atau selama operasi.

Luka tembak, fraktur tulang panjang, fraktur terbuka yang terlihat

tulangnya, luka amputasi karena trauma dan fraktur fraktur dengan

sindrom kompartemen atau luka vaskular memiliki risiko osteomyelitis

yang lebih besar.

g. Pengkajian Keperawatan

Menurut Bandman (2002), pengkajian adalah proses sistematis dari

pengumpulan, verifikasi, dan komunikasi tentang klien. Fase proses

keperawatan ini mencangkup dua langkah yaitu, pengumpulan data dari

sumber primer (klien) dan sumber sekunder (keluarga / tenaga kesehatan), dan

analisis data sebagai dasar untuk diagnosa keperawatan (Potter & Perry,

2005).

Menurut Mitayani (2009), pengkajian pada pasien negleteed dislok heat

radius sinistra meliputi :


11

1). Riwayat kesehatan dahulu

a). Apakah adik pernah mengalami sakit kronis

b). Apakah adik pernah menderita penyakit yang sama

c). Apakah adik pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya

2). Riwayat kesehatan sekarang

Seorang anak jatuh saat bermain volly 2 bulan yang lalu. Semenjak

2 bulan yang lalu pasien tidak menghiraukan tentang penyakitnya saat ini.

3). Riwayat kesehatan keluarga

Apakah anggota keluarga mempunyai penyakit menurun atau

penyakit yang sama diderita klien.

a. Prioritas diagnosa keperawatan.

1). Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan agen cidera fisik :

pembedahan.

2). Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik : pembedahan.

3). Kecemasan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan.

4) Gangguan pola tidur kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nyeri

luka post op.

b. Rencana keperawatan

Perencanaan keperawatan adalah katagori dari perilaku keperawatan

dimana tujuan yang berpusat pada klien dan hasil yang diperkirakan,

ditetapkan, dan intervensi keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut

(Potter & Perry, 2005).


12

Menurut wong (2009), rencana keperawatan pada kasus negleteed dislok heat

radius sinistra yaitu:

1). Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan agen cidera fisik :

pembedahan.

Tujuan : hambatan mobilitas fisik dapat teratasi.

Kriteria hasil : tidak terbatas dalam pergerakan dan tidak terdapat kaku

sendi.

Intervensi :

a). Atur posisi yang nyaman

b). Ajarkan teknik ambulasi dini, dan

c). Kolaborasi dengan petugas fisioterapi

2). Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik : pembedahan.

Tujuan : nyeri akut dapat teratasi.

Kriteria hasil : Ekspresi wajah rileks, skala nyeri 0 2.

Intervensi :

a). Anjurkan teknik relaksasi nafas dalam

b). Atur posisi tidur yang nyaman, dan

c). Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik.

3). Kecemasan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan.

Tujuan : kecemasan dapat teratasi.

Kriteria hasil : mampu mengidentifikasi tingkat kecemasan, kaji faktor

penyebab kecemasan, pasien memahami penkes yang diberikan.

Intervensi :
13

a). Identifikasi tingkat kecemasan,

b). Kaji faktor penyebab kecemasan.

c). Berikan pendidikan kesehatan, dan

d). Kolaborasi dengan dokter.

4). Gangguan pola tidur kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nyeri

luka post op.

Tujuan : gangguan pola tidur kurang dari kebutuhan dapat teratasi.

Kriteria hasil : jumlah jam tidur pasien 7 8 jam, klien tidur dengan

nyenyak, tidak sering terbangun saat tidur, bangun terasa segar

Intervensi :

a). Kaji ulang pola tidur

b). Hindari tindakan saat pasien tidur

c). Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat

d). Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat pereda rasa nyeri

2. Peristaltik usus

Peristaltik usus adalah gerakan yang terjadi pada otot-otot pada saluran

pencernaan yang menimbulkan gerakan semacam gelombang sehingga

menimbulkan efek menyedot/menelan makanan yang masuk ke dalam saluran

pencernaan. Hal ini menjelaskan mengapa air yang kita minum tidak tumpah

keluar kembali walaupun kita minum sambil menjungkirbalikan tubuh sekalipun

(Old meadow et al, 2006).

Peristaltik usus merupakan gerakan mendorong makanan agar dapat

berjalan menuju bagian pencernaan selanjutnya, pada pasien yang mengalami

anestesi atau pembiusan, secara tidak langsung juga aktivitas peristaltik usus juga

mengalami fase pembiusan juga. Pada pasien yang dilakukan tindakan pembiusan
14

maka butuh waktu lama dalam pengaktifan peristaltik usus dikarenakan tidak

dilakukan tindakan apapun untuk pengaktifan peristaltik ususnya (Old meadow et

al, 2006 ).

Peristaltik usus merupakan gerakan mendorong makanan agar dapat

berjalan menuju bagian pencernaan selanjutnya. Dalam keadaan normal

frekwensi usus akan terdengar 5 35 kali per menit, suaranya tidak teratur seperti

orang berkumur. Pada pasien yang dilakukan tindakan operasi atau pembedahan,

diberikan anestesi tertentu, misalnya anestesi umum atau anestesi spinal yang

menyebabkan usus dapat berhenti beraktivitas. Usus akan kembali beraktivitas

dan berfungsi kembali secara normal setelah hubungan obat anestesi hilang (Old

meadow et al, 2006).

3. Ambulasi dini.

Ambulasi dini adalah latihan berjalan pertama yang dilakukan pada

pasien setelah menjalani proses pembedahan / operasi. Sebelum melakukan

ambulasi dini, terlebih dulu lakukan dangling. Dangling adalah pasien duduk

dengan kaki menjuntai di tepi tempat tidur (Old meadow et al, 2006).

Ambulasi dini seharusnya dilakukan pada pasien dengan post op sesegera

mungkin. Dikarenakan menurut (Old meadow et al, 2006) ambulasi dini

dianjurkan segera pada 48 jam pada pasien paska operasi fraktur agar pasien

dapat pulih dan yang terpenting adalah pengaktifan peristaltik usus agar pasien

dapat menjalani dietnya seperti biasa tanpa harus menunggu lama.

Ambulasi dini merupakan tahapan kegiatan yang dilakukan segera pada

pasien paska operasi dimulai dari bangun dan duduk sampai pasien turun dari

tempat tidur dan mulai berjalan dengan bantuan alat sesuai dengan kondisi pasien
15

(Old meadow et al, 2006). Ambulasi dini merupakan komponen penting dalam

perawatan paska operasi fraktur karena jika pasien membatasi pergerakannya

ditempat tidur dan sama sekali tidak melakukan ambulasi, pasien akan semakin

sulit untuk memulai berjalan , manfaatnya antara lain menurunkan insiden

komplikasi immobilisasi paska operasi, mengurangi komplikasi respirasi dan

sirkulasi, mempercepat proses pemulihan pasien paska operasi, mengurangi

tekanan pada kulit/dekubitus, penurunan intensitas nyeri, frekuensi nadi dan suhu

tubuh kembali normal. Menurut (Old meadow et al, 2006) ambulasi dini 48 jam

pada pasien paska paska operasi fraktur. Pasien dengan disfungsi ekstremitas atas

biasanya dimulai dari duduk di tempat tidur. Aktivitas ini seharusnya dilakukan 2

atau 3 kali selama 10 menit sampai dengan 15 menit, kemudian dilatih untuk

turun dari tempat tidur dengan bantuan perawat sesuai dengan kebutuhan pasien.

Faktor-faktor yang mempengaruhi ambulasi dini (Old meadow et al, 2006):

a. Cidera

Penyakit-penyakit tertentu dan cidera berpengaruh terhadap

mobilitas misalnya penderita multipe aklerosis dan cidera pada urat saraf

tulang belakang. Demikian juga pada pasien post operasi atau yang

mengalami nyeri, cenderung membatasi gerakan.

b. Energi

Tingkat energi bervariasi pada setiap individu. Terkadang seseorang

membatasi aktivitas tanpa mengetahui penyebabnya. Selain itu tingkat usia

juga berpengaruh terhadap aktivitas. Misalnya orang pada usia pertengahan

cenderung mengalami penurunan aktivitas yang berlanjut sampai usia tua.


16

c. Keberadaan nyeri

Nyeri merupakan sensasi yang rumit, universal dan bersifat

individual. Dikatakan bersifat individual karena respon individu terhadap

sensasi nyeri beragam dan tidak bisa disamakan satu dengan yang lainnya.

Nyeri tidak dapat diukur secara objektif misalnya dengan X-Ray atau tes

darah. Namun tipe nyeri yang muncul dapat diramalkan berdasarkan tanda

dan gejalanya. Kadang-kadang hanya bisa mengkaji nyeri dengan

berpatokan pada ucapan dan prilaku klien. Klien kadang-kadang diminta

untuk menggambarkan nyeri yang dialaminya tersebut sebagai nyeri ringan,

nyeri sedang, atau berat. Bagaimanapun makna dari istilah tersebut berbeda.

Tipe nyeri tersebut berbeda pada setiap waktu. Gambaran skala nyeri

merupakan makna yang lebih objektif yang dapat diukur. Gambaran skala

nyeri tidak hanya berguna dalam mengkaji beratnya nyeri, tetapi juga dapat

mengevaluasi perubahan kondisi klien (Asmadi, 2008).

d. Faktor perkembangan

Faktor yang mempengaruhi adalah umur dan paritas

(Potter, 2006 : 9). Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dimiliki

oleh seorang wanita dan umur adalah lamanya hidup seseorang dalam tahun

yang dihitung sejak dilahirkan.

e. Tingkat Kecemasan

Yang mempengaruhi mobilisasi adalah cemas (ansietas) Ansietas

merupakan gejolak emosi seseorang yang berhubungan dengan sesuatu

diluar dirinya dan mekanisme diri yang digunakan dalam mengatasi

permasalahan.(Asmadi, 2008).
17

f. Tingkat Pengetahuan

Menurut (Brunner & Suddarth, 2002), pasien yang sudah diajarkan

mengenai gangguan muskuloskeletal akan mengalami peningkatkan

penanganan. Informasi mengenai apa yang diharapkan termasuk sensasi

selama dan setelah penenganan dapat memberanikan pasien untuk

berpartisipasi secara aktif dalam pengembangan dan penerapan penanganan.

Informasi khusus mengenai antisipasi peralatan misalnya penanganan alat

fiksasi eksternal, alat bantu ambulasi (trapeze, walker, tongkat), latihan dan

medikasi harus didiskusikan dengan pasien. Informasi yang diberikan

tentang prosedur perawatan dapat mengurangi ketakutan pasien.


18

B. Kerangka Teori

Post operasi dengan anestesi umum Hambatan mobilitas fisik

Ativitas usus berhenti

Kembung atau mual Resiko gangguan

keseimbangan nutrisi

kurang dari kebutuhan

tubuh

Ambulasi dini 48 jam pertama

Peristaltik usus 1. Untuk memgurangi komplikasi

Aktif 2. Mempercepat pemulihan

3. Penurunan intensitas nyeri

4. Frekuensi suhu dan nadi normal

Imobilisasi Nutrisi terpenuhi

Metabolisme sel menurun Persedian protein menurun


19

BMR menurun Konsentrasi protein semakin menurun

Oksigenasi sel menurun Gangguan keseimbangan nutrisi dan elektrolit

Gangguan metabolisme Edema

Sel

Gangguan metabolisme

Sel

Gangguam pengubahan zat Hasil makanan yang

Makanan tingkat sel yang di cerna menurun

Gangguan perubahan zat gizi Kembung dan mual

Gangguan eliminasi

Gambar 2.1. Kerangka Teori


20

C. Kerangka Konsep

Variable Independen VariableDependen

Hambatan mobilitas fisik


berhubungan dengan agen
cidera fisik : pembedahan Ambulasi Dini

Gambar 2.2 Kerangka Konsep


BAB III

METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET

A. Subjek Aplikasi Riset

Subjek dari penelitian ini adalah tindakan ambulasi dini setelah 30

menit pada pasien post operasi ekstremitas atas dengan diagnosa negleteed

dislok heat radius sinistra.

B. Waktu dan Tempat Pengambilan Kasus

1. Waktu

Pengambilan kasus ini dilakukan mulai bulan 9 Maret 2015 21 Maret

2015.

2. Tempat

Tempat yang digunakan untuk penelitian ini adalah RS. ORTHOPEDI

Surakarta.

C. Media dan Alat Yang Digunakan

1. Media

Auskultasi peristaltik usus pada pasien post operasi fraktur ekstremitas

atas dengan anestesi umum.

2. Alat

Alat yang digunakan dalam tindakan ini menggunakan stetoskop.

21
22

D. Prosedur Tindakan

1. Fase orientasi :

a. Memperkenalan diri.

b. Menjelaskan maksud dan tujuan tindakan.

c. Menjelaskan langkah dan prosedur.

d. Menanyakan kesiapan pasien.

e. Mencuci tangan.

2. Fase Kerja :

a. Menjaga privasi.

b. Mengatur posisi pasien dimulai dari posisi supinasi menuju posisi

miring, angkat tungkai kanan hingga mencapai fleksi knee dengan

elbow. Sebagai tumpuhan, badan ikut dimiringkan.

c. Duduk dengan cara tarik tangan kanan dan elbow, kekuatan berat

badan sebagai tumpuhan.

d. Saat klien sudah posisi duduk, agar rileks sebelum berdiri lakukan

ongkang ongkang kaki.

e. Persiapan berdiri, tangan klien merangkul pundak perawat, badan

dicondongkan ke depan.

f. Jalan dimulai dari kaki kanan diikuti kaki kiri dan pandangan fokus

kedepan.

g. Mengembalikan klien ke posisi semula dan merapikan klien.

h. Cuci tangan
23

3. Fase Terminasi

a. Menympaikan hasil tindakan.

b. Menyampaikan rencana tindak lanjut.

c. Berpamitan.

d. Dokumentasi.

E. Alat Ukur Evaluasi

Peristaltik usus An. M kembali normal dengan frekwensi 5 35 kali

permenit.
BAB IV

LAPORAN KASUS

Bab IV ini merupakan pengelolaan asuhan keperawatan pada An. M

dengan diagnosa negleteed dislok heat radius sinistra di bangsal parang kusumo

kamar A2 Rumah Sakit Prof. Dr. Soeharso Orthopedi Surakarta pada tanggal 10

13 maret 2015. Asuhan keperawatan ini dimulai dari pengkajian, analisa data,

perumusan diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.

A. Pengkajian.

Pengkajian dilakukan pada tanggal 10 maret 2015 pukul 14.00 WIB.

Pengkajian ini dilakukakan dengan metode alloanamnesa & autoanamnesa,

mengadakan pengamatan atau observasi secara langsung, pemeriksaan fisik,

serta melihat catatan medis dan catatan keperawatan sebelumnya.

1. Identitas klien.

Nama klien An. M, umur12 tahun, agama islam, pendidikan SD,

pekerjaan pelajar, alamat salaman magelang, diagnosa medis negleteed

dislok heat radius sinistra, nomer registrasi 272194, nama dokter dr. Tito.

Identitas penanggung jawab, Nama Ny M, umur 45 tahun,

pendidikan SD, pekerjaan ibu rumah tangga, alamat salaman magelang,

hubungan dengan klien sebagai ibu.

24
25

2. Riwayat kesehatan.

Pasien mengatakan nyeri pada tangan kiri. Riwayat Penyakit

sekarang, pasien mengatakan jatuh saat bermain volly 2 bulan yang lalu.

Semenjak 2 bulan yang lalu pasien tidak menghiraukan tentang

penyakitnya saat ini. Saat pasien merasakan linu pada daerah nyeri fraktur,

pasien hanya berusaha mengoleskan minyak kayu putih pada daerah linu /

fraktur tersebut. Pasien sebelum dibawa ke RS. Orthopedi Surakarta

pernah memeriksakan penyakitnya pada RSUD Magelang. Namun pihak

dari RSUD Magelang menyarankan untuk berobat ke RS. Orthopedi

surakarta. Lalu pasien dibawa ke RS. Orthopedi surakarta. Di UGD pasien

diperiksa dengan tekanan darah : 110 / 60 mmHg, Nadi : 84 kali / menit,

Suhu : 36C, Rr : 20 kali / menit. Kemudian pasien diberikan therapy

program infus RL 20 TPM, injeksi Cefotaxim 1000mg / 12 jam, lalu

pasien mendapatkan perawatan pada bangsal parang kusumo kamar A2.

Keluarga pasien mengatakan pasien tidak mengalami sakit yang

cukup parah waktu masih kanak - kanak. Keluarga pasien mengatakan

pasien tidak pernah mengalami kecelakaan sebelumnya. Keluarga pasien

mengatakan pasien pernah dirawat di RSUD Magelang 5 tahun yang lalu

karena jatuh dari pohon dan pergelangan tangan kanan retak. Keluarga

pasien mengatakan pasien belum pernah operasi. Keluarga pasien

mengatakan pasien tidak mempunyai alergi makanan atau alergi obat

Keluarga pasien mengatakan pasien pernah di imunisasi. Campak, Polio,

dan hepatitis. Dan keluarga pasien mengatakan pasien mempunyai


26

kebiasaan merokok . Genogram pasien, pasien mempunyai 3 saudara

kandung yaitu : 1 laki laki dan 2 perempuan. Pasien mempunyai saudara

dari bapak 2 orang dan 1 saudara dari ibu. Kakek dan nenek dari ayah dan

ibu sudsh meninggal dunia semua.

Genogram

Keterangan :

: Laki-laki : Menikah

: Perempuan

: Tinggal satu rumah : Anak

: Pasien : Meninggal

3. Pola kesehatan fungsional

Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan, sebelum sakit keluarga

pasien mengatakan selalu menjaga kesehatannya dan apabila sakit, pasien

selalu mengantisipasinya dengan cara minum obatobatan dari warung.

Selama sakit, pasien mengatakan setelah keluarga mengetahui tentang


27

penyakitnya, keluarga pasien langsung berkonsultasi ke RSUD Magelang.

Setelah itu keluarga pasien membawa pasien ke RS Orthopedi Surakarta.

Karena keluarga pasien tidak mengetahui tentang penyakit yang diderita

pasien dan pasien menutupi penyakitnya sejak 2 bulan yang lalu. Selama

pasien dirawat di RS Orthopedi Surakarta, pasien selalu mengikuti anjuran

dari dokter dan pasien ingin cepat sembuh.

Pola nutrisi dan metabolisme sebelum sakit pasien makan 3 kali

sehari dengan nasi, lauk pauk, sayur, buah, teh dan air putih. Pasien

mengatakan bisa habis 1 porsi. Selama sakit pasien makan 3 kali sehari

dengan nasi lauk pauk, sayur, buah, susu, dan air putih. Pasien juga

mengatakan bisa habis 1 porsi.

Pola eliminasi dan BAK sebelum sakit adalah pasien mengatakan

BAK sehari 5 6 kali, BAK 700 800 cc / hari, warna jernih, dan

pasien mengatakan tidak ada keluhan saat BAK. Selama sakit pasien

mengatakan BAK sehari 5 6 kali, BAK 700 800 cc / hari, warna

kuning, dan pasien mengatakan tidak ada keluhan saat BAK. BAB

sebelum sakit sehari 1 kali dengan tekstur lembek, berwarna kuning

kecoklatan, berbau khas, dan pasien mengatakan tidak ada keluhan saat

BAB. BAB selama sakit sehari 1 kali dengan tekstur lembek, berwarna

kuning kecoklatan, berbau khas, dan pasien mengatakan tidak ada keluhan

saat BAB.

Pola aktivitas dan latihan sebelum sakit, pasien mengatakan makan

dan minum, toileting, berpakaian, mobilitas bertempat tidur, berpindah,


28

dan ambulasi / rom dapat dilakukan secara mandiri. Selama sakit, pasien

mengatakan makan dan minum dapat dilakukan secara mandiri, toileting

harus dibantu dengan orang lain, berpakaian dibantu dengan orang lain,

mobilitas bertempat tidur dapat dilakukan secara mandiri, berpindah harus

dibantu dengan orang lain, dan ambulasi / rom dibantu dengan orang lain

Pola istirahat / tidur sebelum sakit, pasien mengatakan tidak pernah

tidur pada siang hari. Jumlah jam tidur malam hari 6 8 jam. Pasien

mengatakan tidak ada pengantar untuk tidur, pasien juga mengatakan tidak

ada keluhan pada saat tidur. Pola istirahat / tidur selama sakit, pasien

mengatakan tidur pada siang hari sekitar 30 menit. Jumlah jam tidur pada

malam hari 5 jam. Pasien mengatakan tidak ada pengantar untuk tidur.

Pasien juga mengatakan sulit untuk memulai tidur dan sering terbangun

karena terasa nyeri pada tangan kiri terutama pada luka bekas operasi.

Pola kognitif perseptual sebelum sakit, pasien mengatakan tidak

gangguan pada indra penciuman, pendengaran, dan indra penglihatan. Pola

kognitif perseptual selama sakit pasien mengatakan nyeri pada tangan

kiri. Karena terdapat luka bekas operasi. Pasienjuga mengatakan takut

lukanya tidak cepat kering. Nyeri pada luka bekas post op. Nyeri seperti

disayat sayat. Nyeri pada tangan kiri. Skala nyeri 4. Nyeri saat bergerak.

Nyeri hilang timbul.

4. Pemeriksaan fisik

Berdasarkan pemeriksaan fisik yang dilakukan pada tanggal 10

maret 2015 kepada An. M diperoleh hasil bahwa keadaan atau penampilan
29

umum sedang, kesadaran compos mentis, GCS : E: 4, V : 5, M : 6. Tanda-

tanda vital didapat data sebagai berikut tekanan darah 110/80 mmHg,

frekuensi nadi 80 kali/menit, irama teratur, pernafasan 20 kali/menit, suhu

36,6 C. Pada pemeriksaan kepala, bentuk kepala mesochepal, kulit kepala

bersih , tidak ada benjolan, rambut bersih, lurus, rambut berwarna hitam,

dan tidak ada ketombe. Pada pemeriksaan mata diperoleh hasil palpebra

normal, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil tidak isokor,

diameter kanan / kiri simetris 2,5 mm, reflek terhadap cahaya baik dan

tidak menggunakan alat bantu penglihatan. Bentuk hidung simetris, tidak

ada sekret dan tidak ada polip. Pada pemeriksaan mulut diperoleh hasil

mukosa bibir kering, mulut bersih, tidak ada stomatitis, gigi bersih dan

tidak berlubang. Pada pemeriksaan telinga siperoleh hasil telinga kanan

dan kiri simetris, tidak ada serumen, tidak ada kelainan pendengaran. Pada

pemeriksaan leher tidak ada pembesaran kelenjar tyroid,tidak ada kaku

kuduk.

Pada pemeriksaan jantung diperoleh hasil inspeksi bentuk dada

simetris, ictus cordis tidak tampak, tidak ada luka atau jejas. Palpasi ictus

cordis teraba di SIC IV. Perkusi pekak. Auskultasi bunyi jantung 1 dan 2

normal (lup-dup). Pada pemeriksaan paru diperoleh hasil inspeksi bentuk

dada simetris, tidak ada luka, ekspansi paru kanan dan kiri sama. Palpasi

vocal fremitus kanan dan kiri sama, ekspansi paru kanan dan kiri sama.

Perkusi terdengar suara paru sonor. Auskultasi tidak ada suara tambahan.

Pada pemeriksaan abdomen diperoleh hasil inspeksi perut simetris, tidak


30

ada jejas, berwarna kulit coklat, perut tidak buncit. Auskulatasi peristaltik

usus 10 kali / menit. Perkusi kuadran 1 pekak, kuadran 2,3,4 tympani.

Palpasi hati tidak teraba.

Pada pemeriksaan genetalia diperoleh hasil tidak ada kelainan pada

genetalia, genetalia bersih, alat kelamin laki - laki dan belum di sunat, dan

rectum bersih, tidak ada luka, tidak ada hemoroid. Pada pemeriksaan

ekstremitas atas, kekuatan otot tangan kanan 4, rom aktif, capilary refile

kurang dari 2 detik, tidak ada perubahan bentuk tulang, peraaan akral

hangat. Kekuatan otot tangan kanan 2, rom pasif, capilary refile kurang

dari 2 detik, terdapat perubahan bentuk tulang, peraaan akral hangat.

Sedangkan ekstremitas bawah, kekuatan otot tangan kanan 5, rom aktif,

capilary refile kurang dari 2 detik, tidak ada perubahan bentuk tulang,

peraaan akral hangat.

5. Pemeriksaan laboratorium.

Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 10 maret 2015

diperoleh hasil sebagai berikut HB 15,3 g/dl, HCT 44%, L 8.900 /uL, T

386.000 /uL, golongan darah B, PT 14,7 g/dl, INR 1,23 %, PTT 23,6 fl,

HbsAg negatif.

6. Terapy

Terapi yang diberikan pada tanggal 10 maret 2015 adalah infus RL

20 tpm, fungsi dan farmakodinamik adalah sebagai resusitasi, sebagai

suplai ion bikarbonat, sebagai asidosis metabolic dan sebagai pemberian

nutrisi parental. Cefotaxim 3x1 atau 1 gr / 8 jam, atau 1000mg / 8 jam


31

dengan fungsi farmakologi infeksi saluran nafas, infeksi pada telinga,

infeksi kulit dan jaringan lunak, infeksi tulang dan sendi, infeksi

abdominial. Mecobalamin / vit B12 dengan dosis 3 X 1. Novalgin 1000mg

/ 8 jam dengan fungsi farmakologi pegalpegal, sakit kepala, nyeri pada

luka, sakit otot, nyeri syaraf, nyeri setelah operasi, sakit gigi, dan demam.

B. Analisa Data

Berdasarkan pengkajian diatas, penulis merumuskan masalah yang

terjadi pada An. M yang pertama data subyektif pasien mengatakan makan

dan minum dapat dilakukan secara mandiri, toileting harus dibantu dengan

orang lain, berpakaian dibantu dengan orang lain, mobilitas bertempat tidur

dapat dilakukan secara mandiri, berpindah harus dibantu dengan orang lain,

dan ambulasi / rom dibantu dengan orang lain. Data obyektif, pasien tampak

dibantu orang lain saat berpindah dan ambulasi / rom, terdapat bekas luka

operasi pada tangan kiri. Hasil analisis diatas maka penulis menegakkan

diagnosa keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan agen

cidera fisik : pembedahan.

Perumusan masalah keperawatan yang kedua pada An. M dengan data

subyektif pasien mengatakan nyeri pada tangan kiri. Nyeri pada luka bekas

post op. Nyeri seperti disayat sayat. Nyeri pada tangan kiri. Skala nyeri 4.

Nyeri saat bergerak. Nyeri hilang timbul. Data obyektif, tampak ada luka

bekas operasi yang tertutup dengan tensocrep. Hasil analisis data tersebut
32

maka penulis menegakkan diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan

dengan agen cidera fisik : pembedahan.

Perumusan masalah keperawatan yang ketiga pada An. M dengan data

subyektif, pasien mengatakan takut lukanya tidak cepat kering. Dan data

obyektif pasien nampak bingung dan panik. Hasil perumusan masalah

keperawatan tersebut maka penulis menegakkan diagnosa keperawatan

kecemasan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan.

Perumusan masalah keperawatan yang keempat pada An. M dengan data

subyektif, pasien mengatakan sulit untuk memulai tidur dan sering terbangun

pada malam hari karena terasa nyeri pada tangan kiri. Dan data obyektif,

pasien tampak sering menguap. Hasil perumusan masalah keperawatan

tersebut, maka penulis menegakkan diagnosa keperawatan gangguan pola

tidur kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nyeri luka post op.

C. Prioritas diagnosa keperawatan

Hasil analisa data diatas, maka penulis membuat prioritas diagnosa

keperawatan yang pertama hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan

agen cidera fisik : pembedahan, kedua nyeri akut berhubungan dengan agen

cidera fisik : pembedahan, ketiga kecemasan berhubungan dengan kurangnya

pengetahuan, dan keempat gangguan pola tidur kurang dari kebutuhan

berhubungan dengan nyeri luka post op.


33

D. Perencanaan

Berdasarkan diagnosa keperawatan yang pertama, penulis membuat

tujuan setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 X 24 jam diharapkan

masalah hambatan mobilitas fisik dapat teratasi dengan kriteria hasil tidak

terbatas dalam pergerakan dan tidak terdapat kaku sendi. Intervensi yang

dibuat penulis meliputi atur posisi yang nyaman, ajarkan teknik ambulasi dini

dan kolaborasi dengan petugas fisioterapi.

Berdasarkan diagnosa keperawatan yang kedua, penulis membuat tujuan

setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 X 24 jam diharapkan masalah

keperawatan nyeri akut dapat teratasi dengan kriteria hasil ekspresi wajah

rileks, skala nyeri 0 2. Intervensi yang dibuat penulis meliputi kaji status

nyeri, anjurkan teknik relaksasi nafas dalam, atur posisi tidur yang nyaman,

kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik.

Berdasarkan diagnosa keperawatan yang ketiga, penulis membuat tujuan

setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 X 24 jam diharapkan masalah

kecemasan dapat teratasi dengan kriteria hasil mampu mengidentifikasi

tingkat kecemasan, kaji faktor penyebab kecemasan, pasien memahami

penkes yang diberikan. Intervensi yang dibuat penulis meliputi identifikasi

tingkat kecemasan, kaji faktor penyebab kecemasan, berikan pendidikan

kesehatan, kolaborasi dengan dokter.

Berdasarkan diagnosa keperawatan yang keempat, penulis membuat

tujuan setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 X 24 jam diharapkan

masalah gangguan pola tidur kurang dari kebutuhan dapat teratasi dengan
34

kriteria hasil jumlah jam tidur pasien 7 8 jam, klien tidur dengan nyenyak,

tidak sering terbangun saat tidur, bangun terasa segar. Intervensi yang dibuat

penulis meliputi kaji ulang pola tidur, hindari tindakan saat pasien tidur,

jelaskan pentingnya tidur yang adekuat, kolaborasi dengan dokter dalam

pemberian obat pereda rasa nyeri.

E. Implementasi

Pada tanggal 10 maret 2015 dilakukan tindakan keperawatan pada pukul

21.15 WIB untuk diagnosa keperawatan pertama yaitu mengajarkan ambulasi

dini. Data subyektif pasien mengatakan bersedia untuk dilakukan ambulasi

dini. Data obyektif pasien nampak sedikit kaku dan masih takut saat

dilakukan tindakan ambulasi dini.

Pada tanggal 11 maret 2015 pukul 09.00 WIB untuk diagnosa yang

pertama, mengajarkan ambulasi dini. Data subyektif, pasien mengatakan

bersedia dilakukan tindakan ambulasi dini. Data obyektif, pasien nampak

lebih tenang. Untuk diagnosa keperawatan yang kedua yaitu mengkaji status

nyeri pasien. Data subyektif pasien mengatakan nyeri pada tangan kiri. Nyeri

pada luka bekas post op. Nyeri seperti disayat sayat. Nyeri pada tangan kiri.

Skala nyeri 4. Nyeri saat bergerak. Nyeri hilang timbul. Data obyektif,

tampak ada luka bekas operasi yang tertutup dengan tensocrep.Pada pukul

10.15 WIB mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam. Data subyektif pasien

mengatakan bersedia diajarkan teknik relaksasi nafas dalam. Data obyektif

pasien tampak rileks. Untuk diagnosa keperawatan pertama, kedua,ketiga,


35

dan keempat pada pukul 12.00 WIB dilakukan tindakan keperawatan

mengkaji TTV. Data subyektif pasien mengatakan mau untuk di lakukan

pengukuran TTV. Data objektif yang didapat pada saat mengkaji TTV adalah

tekanan darah : 120 / 80 mmHg, Nadi : 80 kali / menit, Suhu : 36C, Rr : 20

kali / menit. Untuk diagnosa keperawatan keempat pada pukul 13.00 WIB

dilakukan tindakan mengkaji pola tidur pasien. Data subyektif yang

diperoleh, pasien mengatakan tidur hanya 6 jam pada malam hari. Data

obyektif pasien nampak menguap.

Pada tanggal 12 maret 2015 pukul 10.00 WIB untuk diagnosa yang

pertama, mengajarkan ambulasi dini. Data subyektif, pasien mengatakan

bersedia dilakukan tindakan ambulasi dini. Data obyektif, pasien nampak

sudah terbiasa. Untuk diagnosa keperawatan yang kedua yaitu mengkaji

status nyeri pasien. Data subyektif pasien mengatakan nyeri pada tangan kiri.

Nyeri pada luka bekas post op. Nyeri seperti disayat sayat. Nyeri pada

tangan kiri. Skala nyeri 4. Nyeri saat bergerak. Nyeri hilang timbul. Data

obyektif, tampak ada luka bekas operasi yang tertutup dengan tensocrep.Pada

pukul 10.15 WIB mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam. Data subyektif

pasien mengatakan bersedia diajarkan teknik relaksasi nafas dalam. Data

obyektif pasien tampak rileks. Untuk diagnosa keperawatan yang ketiga yaitu

mengidentifikasi tingkat kecemasan pasien pada pukul 11.00 WIB. Data

subyektif diperoleh data pasien mengatakan takut lukanya tidak cepat kering.

Data obyektif, pasien nampak panik. Untuk diagnosa keperawatan pertama,

kedua,ketiga, dan keempat pada pukul 12.00 WIB dilakukan tindakan


36

keperawatan mengkaji TTV. Data subyektif pasien mengatakan mau untuk di

lakukan pengukuran TTV. Data objektif yang didapat pada saat mengkaji

TTV adalah tekanan darah : 120 / 80 mmHg, Nadi : 82 kali / menit, Suhu :

36C, Rr : 20 kali / menit. Untuk diagnosa keperawatan keempat pada pukul

13.00 WIB dilakukan tindakan mengkaji pola tidur pasien. Data subyektif

yang diperoleh, pasien mengatakan tidur hanya 7 jam pada malam hari. Data

obyektif pasien nampak menguap.

Pada tanggal 13 maret 2015 dilakukan tindakan keperawatan pada pukul

09.00 WIB untuk diagnosa keperawatan pertama, kedua, dan ketiga yaitu

medikasi atau perawatan luka. Dari tindakan keperawatan tersebut diperoleh

data subyektif bahwa pasien mengatakan bersedia dilakukan tindakan

keperawatan luka. Data obyektif pasien kooperatif. Pada pukul 09.30 WIB

dilakukan tindakanmengidentifikasi tingkat kecemasan dan memberikan

penkes. Data subyektif, pasien mengatakan sudah tidak cemas lagi karena

luka bekan o[erasi sudah mulai kering. Data obyektif pasien nampak tenang

dan pasien memahami penkes yang diberikan.

F. Evaluasi

Evaluasi hasil diagnosa keperawatan pertama hambatan mobilitas fisik

berhubungan dengan agen cidera fisik : pembedahan pada tanggal 10 maret

2015. Pada diagnosa keperawatan pertama pukul 21.30 WIB dengan data

subyektif, pasien mengatakan mau dilakukan tindakan ambulasi dini. Data

obyektif, pasien nampak sedikit kaku dan masih takut. Analisa masalah
37

belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi dengan mengajarkan ambulasi

dini dan kolaborasi dengan petugas fisioterapi.

Evaluasi hasil diagnosa keperawatan pertama hambatan mobilitas fisik

berhubungan dengan agen cidera fisik : pembedahan pada tanggal 11 maret

2015. Pada diagnosa keperawatan pertama pukul 09.00 WIB dengan data

subyektif, pasien mengatakan mau dilakukan tindakan ambulasi dini. Data

obyektif, pasien nampak lebih tenang. Analisa masalah teratasi sebagian.

Planning lanjutkan intervensi dengan mengajarkan ambulasi dini dan

kolaborasi dengan petugas fisioterapi.

Evaluasi hasil diagnosa keperawatan pertama hambatan mobilitas fisik

berhubungan dengan agen cidera fisik : pembedahan pada tanggal 12 maret

2015. Pada diagnosa keperawatan pertama pukul 09.00 WIB dengan data

subyektif, pasien mengatakan mau dilakukan tindakan ambulasi dini. Data

obyektif, pasien nampak sudah terbiasa. Analisa masalah teratasi. Planning

hentikan intervensi.

Evaluasi hasil diagnosa keperawatan kedua nyeri akut berhubungan

dengan agen cidera fisik : pembedahan pada tanggal 11 maret 2015 pada

diagnosa keperawatan pertama pukul 10.00 WIB dengan data subyektif

pasien mengatakan nyeri pada tangan kiri, nyeri pada luka bekas post op,

nyeri seperti disayat sayat, nyeri pada tangan kiri, skala nyeri 4, nyeri saat

bergerak, dan nyeri hilang timbul. Data obyektif pasien tampak meringis

kesakitan. Analisa masalah belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi


38

dengan menganjurkan teknik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter

dalam pemberian obat analgetik.

Evaluasi hasil diagnosa keperawatan kedua nyeri akut berhubungan

dengan agen cidera fisik : pembedahan pada tanggal 12 maret 2015 pada

diagnosa keperawatan pertama pukul 10.00 WIB dengan data subyektif

pasien mengatakan nyeri pada tangan kiri, nyeri pada luka bekas post op,

nyeri seperti disayat sayat, nyeri pada tangan kiri, skala nyeri 3, nyeri saat

bergerak, dan nyeri hilang timbul. Data obyektif pasien tampak meringis

kesakitan. Analisa masalah belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi

dengan menganjurkan teknik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan

dokter dalam pemberian obat analgetik.

Evaluasi hasil diagnosa keperawatan kedua nyeri akut berhubungan

dengan agen cidera fisik : pembedahan pada tanggal 13 maret 2015 pada

diagnosa keperawatan pertama pukul 09.00 WIB dengan data subyektif

pasien mengatakan nyeri pada tangan kiri, nyeri pada luka bekas post op,

nyeri seperti disayat sayat, nyeri pada tangan kiri, skala nyeri 2, nyeri saat

bergerak, dan nyeri hilang timbul. Data obyektif pasien tampak meringis

kesakitan. Analisa masalah teratasi. Planning intervensi dihentikan.

Evaluasi hasil diagnosa keperawatan ketiga kecemasan berhubungan

dengan kurangnya pengetahuan pada tanggal 11 maret 2015 pada diagnosa

keperawatan kedua pukul 10.00 WIB dengan data subyektif pasien

mengatakan takut lukanya tidak cepat sembuh. Data obyektif pasien nampak
39

panik dan bingung. Analisa masalah kecemasan belum teratasi. Planning

lanjutkan intervensi dengan kaji faktor penyebab kecemasan, kolaborasi

dengan dokter dalam pemberian obat.

Evaluasi hasil diagnosa keperawatan ketiga kecemasan berhubungan

dengan kurangnya pengetahuan pada tanggal 12 maret 2015 pada diagnosa

keperawatan kedua pukul 10.00 WIB dengan data subyektif pasien

mengatakan takut lukanya tidak cepat sembuh. Data obyektif pasien nampak

sedikit panik. Analisa masalah kecemasan teratasi sebagian. Planning

lanjutkan intervensi dengan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat

antipiretik.

Evaluasi hasil diagnosa keperawatan ketiga kecemasan berhubungan

dengan kurangnya pengetahuan pada tanggal 13 maret 2015 pada diagnosa

keperawatan kedua pukul 09.00 WIB dengan data subyektif pasien

mengatakan takut lukanya tidak cepat sembuh. Data obyektif pasien

nampak tenang. Analisa masalah kecemasan teratasi. Planning intervensi

dihentikan.

Evaluasi hasil diagnosa keperawatan keempat gangguan pola tidur

kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nyeri luka post op pada tanggal

11 maret 2015 pada diagnosa keperawatan ketiga pukul 10.00 WIB. Data

subyektif pasien mengatakan tidur hanya 5 jam. Data obyektif pasien

nampak menguap. Analisa masalah gangguan pola tidur kurang dari

kebutuhan belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi dengan kaji ulang


40

pola tidur dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat pereda rasa

nyeri.

Evaluasi hasil diagnosa keperawatan keempat gangguan pola tidur

kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nyeri luka post op pada tanggal

12 maret 2015 pada diagnosa keperawatan ketiga pukul 10.00 WIB. Data

subyektif pasien mengatakan tidur hanya 6 jam. Data obyektif pasien

nampak menguap. Analisa masalah gangguan pola tidur kurang dari

kebutuhan teratasi sebagian. Planning lanjutkan intervensi dengan kaji

ulang pola tidur dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat pereda

rasa nyeri.

Evaluasi hasil diagnosa keperawatan keempat gangguan pola tidur

kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nyeri luka post op pada tanggal

13 maret 2015 pada diagnosa keperawatan ketiga pukul 09.00 WIB. Data

subyektif pasien mengatakan tidur 7 jam. Data obyektif pasien nampak

segar dan fresh. Analisa masalah gangguan pola tidur kurang dari

kebutuhan teratasi. Planning intervensi dihentikan.


BAB V

PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis membahas tentang tindakan ambulasi dini terhadap peningkatan

aktivasi peristaltik usus pada pasien post operasi ekstremitas atas dengan menggunakan

anestesi umum pada asuhan keperawatan An. M dengan negleteed dislok heat radius

sinistra di bangsal Parang Kusumo kamar A2 rumah sakit ortopedi surakarta, yang

dilakukan pada tanggal 10 13 maret 2015.

A. Pengkajian

Dari hasil pengkajian pasien mengatakan nyeri pada tangan kiri. Tindakan

operasi yang diberikan kepada An. M yaitu Open Reduction Internal Fixation

(ORIF). ORIF adalah suatu bentuk pembedahan dengan pemasangan internal fiksasi

pada tulang yang mengalami fraktur. Internal fiksasi ini merupakan intra medullary

nail yang biasanya digunakan untuk fraktur tulang panjang dengan type ftaktur

tranvers (Lukman dan Ningsih, 2009 : 35). Nyeri setelah pembedahan adalah hal yang

normal, nyeri yang dirasakan pasien bedah meningkat seiring berkurangnya pengaruh

anestesi. Pasien lebih menyadari lingkungannya dan lebih sensitif terhadap rasa

nyaman. Area insisi mungkin menjadi satu satunya sumber nyeri (Perry & Potter,

2006).

Pola kognitif dan perseptual, pasien mengatakan tidak ada gangguan

pada indra penciuman, pendengaran dan penglihatan, adalah pasien

mengatakan tidak gangguan pada indra penciuman, pendengaran, dan indra

penglihatan. Pasien mengatakan nyeri pada tangan kiri. Karena terdapat luka

41
42

bekas operasi. Pasien juga mengatakan takut lukanya tidak cepat kering.

Nyeri pada luka bekas post op, nyeri seperti disayat sayat, nyeri pada tangan

kiri. Skala nyeri 4, nyeri saat bergerak. Nyeri hilang timbul. Penulis belum

mencantumkan tentang gangguan indra peraba, hal ini dikarenakan tidak

terkaji oleh penulis. Menurut (Muttaqin, 2008) dan (Septiani, 2013 : 15).

Pada kasus fraktur, daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal

fraktur dan timbul rasa nyeri akibat pembedahan, sedangkan pada indra yang

lain dan kognitifnya tidak mengalami gangguan.

Selama sakit pasien mengatakan aktivitas pasien seperti makan, minum,

mobilitas tempat tidur, maupun ambulasi pergerakannya terbatas karena

pasien merasakan nyeri. Semua aktivitas pasien yang dilakukan secara

mandiri dapat berkurang karena nyeri yang timbul. Sehingga pasien

membutuhkan bantuan orang lain untuk aktivitasnya (Muttaqin, 2008 dan

septiani 2013). Sehingga penulis melakukan tindakan ambulasi dini untuk

mengurangi rasa nyeri dan untuk membantu peningkatan aktivasi peristaltik

usus.

Hasil pemeriksaan fisik ekstremitas atas pada bagian tangan kiri

kekuatan terdapat luka operasi yang tertutup dengan tensocrep. Kekuatan otot

tangan kanan terbatas, karena terpasang infus RL 20 tpm. Penulis tidak

menulis secara rinci bagaimana kondisi luka dan panjang jahitannya. Hal ini

dikarenakan pengkajiaan dilakukan sebelum perawatan luka post operasi.

Penurunan otot dapat disebabkan oleh karena nyeri yang dialami pasien,
43

selain itu bisa di sebabkan oleh berkurangnya ansietas dan hilangnya

pengaruh anestesi (Brunner & Suddart, 2012 : 1606).

Dalam pengisian data pada pemeriksaan laboratorium seharusnya penulis

melengkapi satuan dan nilai normalnya. Akan tetepi saat pengambilan kasus, hasil

pemeriksaan laboratorium belum jadi dan penulis akhirnya menulis sesuai data / data

sementara yang ada pada status pasien. Pemeriksaan foto rontgen sebenarnya

dilakukan pada pre operasi dan post operasi. Akan tetapi penulis tidak melampirkan

hasil foto rontgen dikarenakan Standart Operasional Prosedur (SOP) dari rumah

sakit tidak boleh mengcopy atau menggandakan data pada status pasien. Sehingga

penulis tidak melampirkan hasil foto rontgen pasien.

Terapi yang diberikan tanggal 10 maret 2015 adalah infus RL 20 tpm,

fungsi & farmakodinamik adalah sebagai resusitasi, suplai ion bikarbonat,

asidosis metabolic, pemberian nutrisi parental. Cefotaxim 3x1 atau 1 gr / 8

jam atau1000mg / 8 jam dengan fungsi farmakologi infeksi saluran nafas,

infeksi pada telinga, infeksi kulit dan jaringan lunak, infeksi tulang dan sendi,

infeksi abdominial. Mecobalamin / vit B12 dengan dosis 3 X 1. Novalgin

1000mg / 8 jam dengan fungsi farmakologinya sebagai berikut pegal pegal,

sakit kepala, nyeri pada luka, sakit otot, nyeri syaraf, nyeri setelah operasi,

sakit gigi, dan demam.


44

B. Perumusan masalah keperawatan

Masalah keperawatan yang terjadi pada An. M yang pertama yaitu

hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan agen cidera fisik :

pembedahan. Data subyektif pasien mengatakan makan dan minum dapat

dilakukan secara mandiri, toileting harus dibantu dengan orang lain,

berpakaian dibantu dengan orang lain, mobilitas bertempat tidur dapat

dilakukan secara mandiri, berpindah harus dibantu dengan orang lain, dan

ambulasi / rom dibantu dengan orang lain. Data obyektif, pasien tampak

dibantu orang lain saat berpindah dan ambulasi / rom, terdapat bekas luka

operasi pada tangan kiri. Berdasarkan teori dan buku (Nanda, 2013 : 143),

batasan karakteristik hambatan mobilitas fisik yaitu : kesulitan membolak-

balikkan posisi, pergerakan bergetar, keterbatasan melakukan ketrampilan

motorik kasar, keterbatasan melakukan ketrampilan motorik halus,

keterbatasan pergerakan sendi, tremor akibat pergerakan, pergerakan lambat,

dan pergerakan tidak terkoordinasi. Sehingga diagnosa keperawatan yang

ditegakkan oleh penulis sesuai dengan teori dan (Nanda, 2013 : 143).

Masalah keperawatan yang terjadi pada An. M yang kedua nyeri akut,

dengan diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen cidera

fisik : pembedahan. Data subyektif pasien mengatakan nyeri pada tangan kiri,

nyeri pada luka bekas post op, nyeri seperti disayat sayat, nyeri pada tangan

kiri, skala nyeri 4, nyeri saat bergerak dan nyeri, hilang timbul. Data obyektif

tampak ada luka bekas operasi yang tertutup dengan tensocrep. Berdasarkan

teori dan buku (Nanda, 2013 : 410). Batasan karakteristik nyeri akut adalah
45

perubahan selera makan, perubahan tekanan darah, perubahan frekuensi

jantung, perubahan frekuensi pernafasan, diaforesis, perilaku berjagajaga

(melindungi area nyeri), indikasi nyeri yang dapat diamati, perubahan posisi

untuk menghindari nyeri, dilatasi pupil, fokus pada diri sendiri, gangguan

tidur, dan melaporkan nyeri secara verbal. Sehingga diagnosa keperawatan

yang ditegakkan oleh penulis dapat sesuai dengan teori dan (nanda,2013 :

410).

Perumusan masalah keperawatan yang ketiga pada An. M dengan data

subyektif pasien mengatakan takut lukanya tidak cepat kering. Dan data

obyektif pasien nampak bingung dan panik. Hasil perumusan masalah

tersebut di maka penulis menegakkan diagnosa keperawatan kecemasan

berhubungan dengan kurangnya pengetahuan.

Perumusan masalah keperawatan yang keempat pada An. M dengan

data subyektif pasien mengatakan sulit untuk memulai tidur dan sering

terbangun pada malam hari karena terasa nyeri pada tangan kiri. Dan data

obyektif pasien tampak sering menguap. Hasil perumusan masalah tersebut di

maka penulis menegakkan diagnosa keperawatan gangguan pola tidur kurang

dari kebutuhan berhubungan dengan nyeri luka post op.

C. Perencanaan

Perencanaan atau intervensi di tulis berdasarkan NIC (Nursing Intervention

Clasification). Intervensi yang dibuat penulis pada masalah keperawatan yang

pertama adalah setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3 X 24 jam

diharapkan masalah keperawatan 3 X 24 jam diharapkan masalah hambatan


46

mobilitas fisik dapat teratasi dengan kriteria hasil tidak terbatas dalam pergerakan

dan tidak terdapat kaku sendi. Intervensi yang dibuat penulis meliputi atur posisi

yang nyaman, ajarkan teknik ambulasi dini dan kolaborasi dengan petugas

fisioterapi.

Berdasarkan diagnosa keperawatan yang kedua, nyeri akut dapat teratasi dengan

kriteria hasil ekspresi wajah rileks, dan skala nyeri 0 2. Intervensi yang dibuat

penulis meliputi kaji status nyeri dengan rasional untuk mengetahui karakteristik

nyeri. Anjurkan teknik relaksasi nafas dalam dengan rasional untuk mengurangi rasa

nyeri yang diderita pasien. merasa nyaman Atur posisi tidur yang nyaman dengan

rasional klien bisa dengan posisi yang diberikan, kolaborasi pemberian obat

analgetik dengan rasional membantuproses pengobatan. Pada diagnosa yang

pertama, intervensi yang dibuat meliputi pantau karakteristik nyeri (P,Q,R,S,T)

dengan rasional untuk mengidentifikasi skala nyeri dan ketidaknyamanan pasien

(Nanda, 2013 : 410).

Berdasarkan diagnosa keperawatan yang ketiga, penulis membuat

tujuan setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 X 24 jam diharapkan

kecemasan dapat teratasi dengan kriteria hasil mampu mengidentifikasi

tingkat kecemasan, mampu mengidentifikasi faktor penyebab kecemasan,

pasien memahami penkes yang diberikan. Intervensi yang dibuat penulis

meliputi identifikasi tingkat kecemasan dengan rasional untuk mengetahui

seberapa besar tingkat kecemasan pasien. Kaji faktor penyebab kecemasan

dengan rasional untuk mengetahui faktor penyebab kecemasan pasien.

Berikan pendidikan kesehatan dengan rasional Untuk memberikan

pengetahuan bahwa luka post op tidak akan bahaya dan akan cepat kering bila
47

makanmakanan berprotein. Kolaborasi dengan dokter untuk proses

penyembuhan. Kecemasan dapat mempengaruhi proses kesembuhan,

dikarenakan pasien merasa cemas dan dan menambah beban fikiran.

Sehingga cemas dapat mempengaruhi proses kesembuhan (Hidayat, 2005 :

127)

Berdasarkan diagnosa keperawatan yang keempat, penulis membuat

tujuan setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 X 24 jam diharapkan

gangguan pola tidur kurang dari kebutuhan dapat teratasi teratasi dengan

kriteria hasil jumlah jam tidur pasien 7 8 jam, klien tidur nyenyak, tidak

sering terbangun saat tidur, bangun tidur terasa segar. Intervensi yang dibuat

penulis meliputi kaji ulang pola tidur dengan rasional untuk mengetahui pola

tidur pasien. Hindari tindakan saat pasien tidur dengan agar pasien tidur

nyaman. Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat dengan rasional agar pasien

dapat istirahat lebih optimal. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat

pereda rasa nyeri dengan rasional untuk proses penyembuhan. Perubahan

tanda vital dapat sangat berpengaruh terhadap pola tidur. Tanda vital dapat

mempengaruhi tubuh, bila tubuh dalam keadaan sakit dan hubungan itu

merupakan indikator adanya sintem gangguan tubuh (Carpenito, 2006).


48

D. Implementasi

Pada diagnosa keperawatan pertama, tindakan yang dilakukan yaitu

mengajarkan ambulasi dini secara rutin pada tanggal 10 - 13 maret 2015. Sebelum

melakukan ambulasi dini, terlebih dulu lakukan dangling. Dangling adalah pasien

duduk dengan kaki menjuntai di tepi tempat tidur (Old meadow et al, 2006).

Ambulasi dini seharusnya dilakukan pada pasien dengan post op sesegera

mungkin. Dikarenakan menurut (Old meadow et al, 2006) ambulasi dini dianjurkan

segera pada 48 jam pada pasien paska operasi fraktur agar pasien dapat pulih dan

yang terpenting adalah pengaktifan peristaltik usus agar pasien dapat menjalani

dietnya seperti biasa tanpa harus menunggu lama.

Ambulasi dini merupakan tahapan kegiatan yang dilakukan segera pada

pasien paska operasi dimulai dari bangun dan duduk sampai pasien turun dari

tempat tidur dan mulai berjalan dengan bantuan alat sesuai dengan kondisi

pasien (Old meadow et al, 2006). Ambulasi dini merupakan komponen

penting dalam perawatan paska operasi fraktur karena jika pasien membatasi

pergerakannya ditempat tidur dan sama sekali tidak melakukan ambulasi,

pasien akan semakin sulit untuk memulai berjalan, manfaatnya antara lain

menurunkan insiden komplikasi immobilisasi paska operasi, mengurangi

komplikasi respirasi dan sirkulasi, mempercepat proses pemulihan pasien

paska operasi, mengurangi tekanan pada kulit/dekubitus, penurunan intensitas

nyeri, frekuensi nadi dan suhu tubuh kembali normal. Menurut (Old meadow

et al, 2006) ambulasi dini 48 jam pada pasien paska paska operasi fraktur.

Pasien dengan disfungsi ekstremitas atas biasanya dimulai dari duduk di


49

tempat tidur. Aktivitas ini seharusnya dilakukan 2 atau 3 kali selama 10 menit

sampai dengan 15 menit, kemudian dilatih untuk turun dari tempat tidur

dengan bantuan perawat sesuai dengan kebutuhan pasien.

Untuk diagnosa keperawatan pertama, tindakan yang dilakukan yaitu

mengukur peristaltik usus. Peristaltik usus adalah gerakan yang terjadi pada otot-otot

pada saluran pencernaan yang menimbulkan gerakan semacam gelombang sehingga

menimbulkan efek menyedot/menelan makanan yang masuk ke dalam saluran

pencernaan. Hal ini menjelaskan mengapa air yang kita minum tidak tumpah keluar

kembali walaupun kita minum sambil menjungkirbalikan tubuh sekalipun (Old

meadow et al, 2006).

Peristaltik usus merupakan gerakan mendorong makanan agar dapat berjalan

menuju bagian pencernaan selanjutnya, pada pasien yang mengalami anestesi atau

pembiusan, secara tidak langsung juga aktivitas peristaltik usus juga mengalami fase

pembiusan juga. Pada pasien yang dilakukan tindakan pembiusan maka butuh waktu

lama dalam pengaktifan peristaltik usus dikarenakan tidak dilakukan tindakan

apapun untuk pengaktifan peristaltik ususnya.(Old meadow et al, 2006).

Peristaltik usus merupakan gerakan mendorong makanan agar dapat berjalan

menuju bagian pencernaan selanjutnya. Dalam keadaan normal frekwensi usus akan

terdengar 5 35 kali per menit, suaranya tidak teratur seperti orang berkumur. Pada

pasien yang dilakukan tindakan operasi atau pembedahan, diberikan anestesi

tertentu, misalnya anestesi umum atau anestesi spinal yang menyebabkan usus dapat

berhenti beraktivitas. Usus akan kembali beraktivitas dan berfungsi kembali secara

normal setelah hubungan obat anestesi hilang.(Old meadow et al, 2006).


50

Pada diagnosa keperawatan kedua memantau karakteristik nyeri untuk

mengkaji dan mengidentifikasi nyeri beserta gangguan kenyamanan. Pengkajian

yang lengkap tentang rasa nyeri menggunakan metode (P,Q,R,S,T) dengan

kepanjangan dari provoking incident (P), quality of paint (Q), region (R), Severity of

pain (S), dan time (T). Provoking incident adalah faktor penyebab nyeri, quality of

paint adalah seperti apa nyeri yang dirasakan atau digambarkan, region adalah

tempat dimana merasakan nyeri, severity of paint yaitu seberapa jauh nyeri yang

dirasakan pasien dan time adalah waktu kapan terjadi atau timbul rasa

nyeri.(Saputra. Lyndon. 2013 : 87). Pada tanggal 11 Maret 2015 pukul 10.00 WIB

tindakan yang dilakukan penulis yaitu mengkaji status nyeri. Mengkaji status nyeri

dilakukan selama 3 ( tiga ) hari dimulai dari tanggal 10 13 maret 2015. intervensi

yang dibuat untuk memantau karakteristik nyeri meliputi (P,Q,R,S,T) dengan

rasional untuk mengidentifikasi skala nyeri dan ketidaknyamanan pasien (Nanda,

2013 : 410). Tindakan yang dilakukan mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam.

Tindakan ini dilakukan oleh penulis diperuntukkan diagnosa yang pertama yaitu

nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik : pembedahan. Tindakan relaksasi

nafas dalam Dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, yang dalam hal ini

perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan napas dalam, napas

lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan napas

secara perlahan, Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi nafas.

tindakan yang dilakukan mengkaji tandatanda vital. Pengkajian tanda2

vital dilakukan selama penulis memberikan asuhan keperawatan dari tanggal

10 13 maret 2015. Tindakan pengukuran tanda tanda vital bukan hanya

dilakukan untuk diagnosa keperawatan yang pertama saja. Akan tetapi

pengukuran tanda tanda vital diperuntukkan untuk diagnosa keperawatan


51

kedua, ketiga, dan keempat. Pemeriksaan tanda vital merupakan suatu cara

untuk mendeteksi adanya perubahan sistem tubuh. Tanda vital meliputi: Suhu

tubuh, denyut nadi, frekuensi pernapasan, dan tekanan darah. Tujuan dari

pengukuran suhu tubuh dilakukan untuk mengetahui rentang suhu tubuh,

mengetahui denyut nadi (irama, frekuensi, dan kekuatan), menilai

kemampuan kardiovaskuler, mengetahui frekuensi, irama dan kedalaman

pernapasan, menilai kemampuan fungsi pernapasan, mengetahui nilai tekanan

darah. Tanda-tanda vital adalah pengukuran tanda-tanda fungsi vital tubuh

yang paling dasar. Tanda vital utama yaitu Tekanan darah.

Tekanan darah adalah kekuatan yang mendorong darah terhadap dinding

arteri, Tekanan ditentukan oleh kekuatan dan jumlah darah yang dipompa, dan

ukuran serta fleksibilitas dari arteri, diukur dengan alat pengukur tekanan darah

dan stetoskop. Tekanan darah terus-menerus berubah tergantung pada aktivitas,

suhu, makanan, keadaan emosi, sikap, keadaan fisik, dan obat-obatan. Dua angka

dicatat ketika mengukur tekanan darah. Angka yang lebih tinggi, adalah tekanan

sistolik, mengacu pada tekanan di dalam arteri ketika jantung berkontraksi dan

memompa darah ke seluruh tubuh. Angka yang lebih rendah, adalah tekanan

diastolik, mengacu pada tekanan di dalam arteri ketika jantung beristirahat dan

pengisian darah. Baik tekanan sistolik dan diastolik dicatat sebagai mm Hg

(milimeter air raksa). Perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik disebut tekanan

denyut. Di Indonesia, tekanan darah biasanya diukur dengan tensimeter air raksa.

Untuk diagnosa keperawatan ketiga yang dilakukan pada tanggal 11 Maret

2015 pukul 10.00 WIB dilalukan tindakan mengidentifikasi tingkat kecemasan

pasien. . tindakan ini dilakukan penulis hanya untuk berlaku pada diagnosa yang
52

ketiga yaitu kecemasan berhubungan denga kurangnya pengetahuan. Tindakan ini

dilakukan oleh penulis dari tanggal 11 13 maret 2015. Kecemasan dapat

mempengaruhi proses kesembuhan, dikarenakan pasien merasa cemas dan dan

menambah beban fikiran. Sehingga cemas dapat mempengaruhi proses

kesembuhan.(Hidayat, 2005 : 127)

Pada diagnosa keperawatan keempat, tindakan yang dilakukan pada tanggal

11 maret 2015 pukul 11.00 WIB. Penulis melakukan tindakan mengkaji pola tidur

pasien. Dimana tindakan ini dilakukan penulis diperuntukkan pada diagnosa

keperawatan ketiga yaitu gangguan pola tidur kurangdari kebutuhan berhubungan

dengan nyeri luka post op. Pada tindakan ini penulis melakukan tindakan selama 3

hari dimulai dari tanggal 11 13 januari 2015 untuk mengetahui perkembangan

pasien. Pola tidur yang baik untuk kesehatan tidur didefinisikan dengan sebuah

proses fisiologis yang bersiklus bergantian dengan periode yang lebih lama dari

keterjagaan dan juga suatu keadaan di bawah sadar dimana seseorang itu masih

dapat untuk dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsang

lainnya. Manusia normal seperti kita pada umumnya tentunya juga melakukan

aktifitas ini. Pola tidur yang sehat tentunya dibutuhkan dalam kehidupan sehari -

hari. Baik itu dalam hal kualitas tidur yang baik atau pun kuantitas tidur yang baik

pula. Dan semoga pula dengan mengenal akan pola tidur yang baik akan bisa

bermanfaat bagi kita semuanya dan tentunya pula bagi kesehatan diri.

Tindakan akhir yang dipentukkan untuk diagnosa keperawatan pertama,

kedua, ketiga, dan keempat yang dilakukan pada tanggal 13 maret 2015 pukul 09.00

WIB penulis melakukan tindakan medikasi atau perawatan luka. Tindakan medikasi

disini bisa diperuntukkan untuk diagnosa keperawatan pertama, kedua, maupun

ketika. Karena tindakan perawatan luka masih ada kaitannya dengan tiga diagnosa
53

yang telah ditetapkan oleh penulis. Suatu penanganan luka yang terdiri dari

membersihkan luka, mengangkat jahitan, menutup dan membalut luka sehinga dapat

membantu proses penyembuhan luka.

E. Evaluasi

Evaluasi hasil diagnosa keperawatan pertama hambatan mobilitas fisik

berhubungan dengan agen cidera fisik : pembedahan pada tanggal 10 maret

2015. Pada diagnosa keperawatan pertama pukul 21.30 WIB dengan data

subyektif, pasien mengatakan mau dilakukan tindakan ambulasi dini. Data

obyektif, pasien nampak sedikit kaku dan masih takut. Analisa masalah

belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi dengan mengajarkan ambulasi

dini dan kolaborasi dengan petugas fisioterapi.

Evaluasi hasil diagnosa keperawatan pertama hambatan mobilitas fisik

berhubungan dengan agen cidera fisik : pembedahan pada tanggal 11 maret

2015. Pada diagnosa keperawatan pertama pukul 09.00 WIB dengan data

subyektif, pasien mengatakan mau dilakukan tindakan ambulasi dini. Data

obyektif, pasien nampak lebih tenang. Analisa masalah teratasi sebagian.

Planning lanjutkan intervensi dengan mengajarkan ambulasi dini dan

kolaborasi dengan petugas fisioterapi.

Evaluasi hasil diagnosa keperawatan pertama hambatan mobilitas fisik

berhubungan dengan agen cidera fisik : pembedahan pada tanggal 12 maret

2015. Pada diagnosa keperawatan pertama pukul 09.00 WIB dengan data

subyektif, pasien mengatakan mau dilakukan tindakan ambulasi dini. Data


54

obyektif, pasien nampak sudah terbiasa. Analisa masalah teratasi. Planning

hentikan intervensi.

Evaluasi hasil diagnosa keperawatan kedua nyeri akut berhubungan

dengan agen cidera fisik : pembedahan pada tanggal 11 maret 2015 pada

diagnosa keperawatan pertama pukul 10.00 WIB dengan data subyektif

pasien mengatakan nyeri pada tangan kiri, nyeri pada luka bekas post op,

nyeri seperti disayat sayat, nyeri pada tangan kiri, skala nyeri 4, nyeri saat

bergerak, dan nyeri hilang timbul. Data obyektif pasien tampak meringis

kesakitan. Analisa masalah belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi

dengan menganjurkan teknik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter

dalam pemberian obat analgetik.

Evaluasi hasil diagnosa keperawatan kedua nyeri akut berhubungan dengan

agen cidera fisik : pembedahan pada tanggal 12 maret 2015 pada diagnosa

keperawatan pertama pukul 10.00 WIB dengan data subyektif pasien mengatakan

nyeri pada tangan kiri, nyeri pada luka bekas post op, nyeri seperti disayat sayat,

nyeri pada tangan kiri, skala nyeri 3, nyeri saat bergerak, dan nyeri hilang timbul.

Data obyektif pasien tampak meringis kesakitan. Analisa masalah belum teratasi.

Planning lanjutkan intervensi dengan menganjurkan teknik relaksasi nafas dalam,

kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik.

Evaluasi hasil diagnosa keperawatan kedua nyeri akut berhubungan dengan

agen cidera fisik : pembedahan pada tanggal 13 maret 2015 pada diagnosa

keperawatan pertama pukul 09.00 WIB dengan data subyektif pasien mengatakan

nyeri pada tangan kiri, nyeri pada luka bekas post op, nyeri seperti disayat sayat,

nyeri pada tangan kiri, skala nyeri 2, nyeri saat bergerak, dan nyeri hilang timbul.
55

Data obyektif pasien tampak meringis kesakitan. Analisa masalah teratasi.

Planning intervensi dihentikan.

Evaluasi hasil diagnosa keperawatan ketiga kecemasan berhubungan

dengan kurangnya pengetahuan pada tanggal 11 maret 2015 pada diagnosa

keperawatan kedua pukul 10.00 WIB dengan data subyektif pasien

mengatakan takut lukanya tidak cepat sembuh. Data obyektif pasien nampak

panik dan bingung. Analisa masalah kecemasan belum teratasi. Planning

lanjutkan intervensi dengan kaji faktor penyebab kecemasan, kolaborasi

dengan dokter dalam pemberian obat.

Evaluasi hasil diagnosa keperawatan ketiga kecemasan berhubungan

dengan kurangnya pengetahuan pada tanggal 12 maret 2015 pada diagnosa

keperawatan kedua pukul 10.00 WIB dengan data subyektif pasien

mengatakan takut lukanya tidak cepat sembuh. Data obyektif pasien nampak

sedikit panik. Analisa masalah kecemasan teratasi sebagian. Planning

lanjutkan intervensi dengan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat

antipiretik.

Evaluasi hasil diagnosa keperawatan ketiga kecemasan berhubungan dengan

kurangnya pengetahuan pada tanggal 13 maret 2015 pada diagnosa keperawatan

kedua pukul 09.00 WIB dengan data subyektif pasien mengatakan takut lukanya

tidak cepat sembuh. Data obyektif pasien nampak tenang. Analisa masalah

kecemasan teratasi. Planning intervensi dihentikan.

Evaluasi hasil diagnosa keperawatan keempat gangguan pola tidur kurang

dari kebutuhan berhubungan dengan nyeri luka post op pada tanggal 11 maret
56

2015 pada diagnosa keperawatan ketiga pukul 10.00 WIB. Data subyektif pasien

mengatakan tidur hanya 5 jam. Data obyektif pasien nampak menguap. Analisa

masalah gangguan pola tidur kurang dari kebutuhan belum teratasi. Planning

lanjutkan intervensi dengan kaji ulang pola tidur dan kolaborasi dengan dokter

dalam pemberian obat pereda rasa nyeri.

Evaluasi hasil diagnosa keperawatan keempat gangguan pola tidur kurang

dari kebutuhan berhubungan dengan nyeri luka post op pada tanggal 12 maret

2015 pada diagnosa keperawatan ketiga pukul 10.00 WIB. Data subyektif pasien

mengatakan tidur hanya 6 jam. Data obyektif pasien nampak menguap. Analisa

masalah gangguan pola tidur kurang dari kebutuhan teratasi sebagian. Planning

lanjutkan intervensi dengan kaji ulang pola tidur dan kolaborasi dengan dokter

dalam pemberian obat pereda rasa nyeri.

Evaluasi hasil diagnosa keperawatan keempat gangguan pola tidur kurang

dari kebutuhan berhubungan dengan nyeri luka post op pada tanggal 13 maret

2015 pada diagnosa keperawatan ketiga pukul 09.00 WIB. Data subyektif pasien

mengatakan tidur 7 jam. Data obyektif pasien nampak segar dan fresh. Analisa

masalah gangguan pola tidur kurang dari kebutuhan teratasi. Planning intervensi

dihentikan.
BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

F. Simpulan

Berdasarkan hasil pengelolaan kasus pada An. M dalam perawatan sejak

tanggal 10 13 maret 2015 di RS Orthopedi surakarta adalah penulis menggambil

kesimpulan sebagai berikut :

1. Pengkajian

Pasien mengatakan nyeri padatangan kiri. Karena terdapat luka

bekas operasi, pasien mengatakan takut lukanya tidak cepat kering, nyeri

pada luka bekas post op, nyeri seperti disayat sayat, nyeri pada tangan

kiri, skala nyeri 4, nyeri saat bergerak, dan nyerihilang timbul.

2. Prioritas diagnosa keperawatan

Hasil analisa kasus maka penulis menegakkan diagnosa

keperawatan yang pertama nyeri akut berhubungan dengan agen cidera

fisik : pembedahan, kedua resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh berhubungan dengan aktivasi peristaltik usus sekunder

akibat pasca operasi. Diagnosa ketiga kecemasan berhubungan dengan

kurangnya pengetahuan, diagnosa keempat gangguan pola tidur kurang

dari kebutuhan berhubungan dengan nyeri luka post op.

57
58

3. Rencana keperawatan

Perencanaan atau intervensi di tulis berdasarkan NIC (Nursing

Intervention Clasification). Intervensi yang dibuat penulis pada masalah

keperawatan yang pertama adalah setelah dilakukan tindakan asuhan

keperawatan selama 3 X 24 jam diharapkan masalah keperawatan nyeri

akut dapat teratasi dengan kriteria hasil ekspresi wajah rileks, dan skala

nyeri 0 2. Intervensi yang dibuat penulis meliputi kaji status nyeri,

anjurkan teknik relaksasi nafas dalam, atur posisi tidur yang nyaman,

kolaborasi pemberian obat analgetik. Pada diagnosa yang pertama,

intervensi yang dibuat meliputi pantau karakteristik nyeri (P,Q,R,S,T)

dengan rasional untuk mengidentifikasi skala nyeri dan ketidaknyamanan

pasien.(Nanda, 2013 : 314)

Berdasarkan diagnosa keperawatan yang kedua, penulis membuat

tujuan setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 X 24 jam

diharapkan kecemasan dapat teratasi dengan kriteria hasil mampu

mengidentifikasi tingkat kecemasan, mampu mengidentifikasifaktor

penyebab kecemasan, pasien memahami penkes yang diberikan.

Intervensi yang dibuat penulis meliputi identifikasi tingkat kecemasan,

kaji faktor penyebab kecemasan, berikan pendidikan kesehatan,

kolaborasi dengan dokter. Kecemasan dapat mempengaruhi proses

kesembuhan, dikarenakan pasien merasa cemas dan dan menambah

beban fikiran. Sehingga cemas dapat mempengaruhi proses kesembuhan.

(Hidayat, 2005 : 127)


59

Berdasarkan diagnosa keperawatan yang ketiga, penulis membuat

tujuan setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 X 24 jam

diharapkan gangguan pola tidur kurang dari kebutuhan dapat teratasi

teratasi dengan kriteria hasil jumlah jam tidur pasien 7 8 jam, klien

tidur nyenyak, tidak sering terbangun saat tidur, bangun tidur terasa

segar. Intervensi yang dibuat penulis meliputi kaji ulang pola tidur,

hindari tindakan saat pasien tidur, jelaskan pentingnya tidur yang

adekuat, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat pereda rasa

nyeri. Perubahan tanda vital dapat sangat berpengaruh terhadap pola

tidur. Tanda vital dapat mempengaruhi tubuh, bila tubuh dalam keadaan

sakit dan hubungan itu merupakan indikator adanya sintem gangguan

tubuh.(Carpenito, 2000)

4. Implementasi

Implementasi yang dilakukan kepada An. S oleh penulis sesuai

dengan intervensi yang telah ditegakkan. Karena keterbatasan waktu

yang diberikan penulis, sehinggaada beberapa tindakan keperawatan

yang direncanakan penulis tetapi belum dilakukan.

5. Evaluasi

Evaluasi hasil perkembangan pada tanggal 10 maret 2015 pada

diagnosa keperawatan pertama pukul 21.30 WIB dengan data subyektif

pasien mengatakan nyeri pada tangan kiri, nyeri pada luka bekas post

op, nyeri seperti disayat sayat, nyeri pada tangan kiri, skala nyeri 4,
60

nyeri saat bergerak, dan nyeri hilang timbul. Data obyektif pasien

tampak meringis kesakitan. Analisa masalah belum teratasi. Planning

lanjutkan intervensi dengan menganjurkan teknik relaksasi nafas dalam,

kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik.

Evaluasi hasil perkembangan pada tanggal 11 maret 2015 pada

diagnosa keperawatan pertama pukul 10.00 WIB dengan data subyektif pasien

mengatakan nyeri pada tangan kiri, nyeri pada luka bekas post op, nyeri

seperti disayat sayat, nyeri pada tangan kiri, skala nyeri 4, nyeri saat

bergerak, dan nyeri hilang timbul. Data obyektif pasien tampak meringis

kesakitan. Analisa masalah belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi

dengan menganjurkan teknik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter

dalam pemberian obat analgetik.

Evaluasi hasil perkembangan pada tanggal 11 maret 2015 pada

diagnosa keperawatan kedua pukul 10.00 WIB dengan data subyektif pasien

mengatakan takut lukanya tidak cepat sembuh. Data obyektif pasien nampak

panik dan bingung. Analisa masalah kecemasan belum teratasi. Planning

lanjutkan intervensi dengan kaji faktor penyebab kecemasan, kolaborasi

dengan dokter dalam pemberian obat.

Evaluasi hasil perkembangan pada tanggal 11 maret 2015 pada

diagnosa keperawatan ketiga pukul 10.00 WIB. Data subyektif pasien

mengatakan tidur hanya 5 jam. Data obyektif pasien nampak menguap.

Analisa masalah gangguan pola tidur kurang dari kebutuhan belum teratasi.

Planning lanjutkan intervensi dengan kaji ulang pola tidur dan kolaborasi

dengan dokter dalam pemberian obat tidur.


61

Evaluasi hasil perkembangan pada tanggal 12 maret 2015 pada

diagnosa keperawatan pertama pukul 10.00 WIB dengan data subyektif pasien

mengatakan nyeri pada tangan kiri, nyeri pada luka bekas post op, nyeri

seperti disayat sayat, nyeri pada tangan kiri, skala nyeri 3, nyeri saat

bergerak, dan nyeri hilang timbul. Data obyektif pasien tampak meringis

kesakitan. Analisa masalah belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi

dengan menganjurkan teknik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter

dalam pemberian obat analgetik.

Evaluasi hasil perkembangan pada tanggal 12 maret 2015 pada

diagnosa keperawatan kedua pukul 10.00 WIB dengan data subyektif pasien

mengatakan takut lukanya tidak cepat sembuh. Data obyektif pasien nampak

sedikit panik. Analisa masalah kecemasan teratasi sebagian. Planning

lanjutkan intervensi dengan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat

antipiretik.

Evaluasi hasil perkembangan pada tanggal 12 maret 2015 pada

diagnosa keperawatan ketiga pukul 10.00 WIB. Data subyektif pasien

mengatakan tidur hanya 6 jam. Data obyektif pasien nampak menguap.

Analisa masalah gangguan pola tidur kurang dari kebutuhan teratasi

sebagian. Planning lanjutkan intervensi dengan kaji ulang pola tidur dan

kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat tidur.

Evaluasi hasil perkembangan pada tanggal 13 maret 2015 pada

diagnosa keperawatan pertama pukul 09.00 WIB dengan data subyektif

pasien mengatakan nyeri pada tangan kiri, nyeri pada luka bekas post

op, nyeri seperti disayat sayat, nyeri pada tangan kiri, skala nyeri 2,
62

nyeri saat bergerak, dan nyeri hilang timbul. Data obyektif pasien

tampak meringis kesakitan. Analisa masalah teratasi. Planning

intervensi dihentikan.

Evaluasi hasil perkembangan pada tanggal 13 maret 2015 pada

diagnosa keperawatan kedua pukul 09.00 WIB dengan data subyektif pasien

mengatakan takut lukanya tidak cepat sembuh. Data obyektif pasien nampak

tenang. Analisa masalah kecemasan teratasi. Planning intervensi dihentikan.

Evaluasi hasil perkembangan pada tanggal 13 maret 2015 pada

diagnosa keperawatan ketiga pukul 09.00 WIB. Data subyektif pasien

mengatakan tidur 7 jam. Data obyektif pasien nampak segar dan fresh.

Analisa masalah gangguan pola tidur kurang dari kebutuhan teratasi. Planning

intervensi dihentikan.

Pada evaluasi penulis memperoleh kriteria hasil sesuai target pada

perencanaan secara tepat waktu, semua tindakan yang dilakukan penulis pada

implementasi yang di rencanakan pada intervensi dapat berjalan sesuai dengan

kriteria hasil yang di tetapkan.

6. Analisa

Analisa yang dihasilkan pada An. M dengan hambatan mobilitas

fisik adalah peningkatan aktivasi peristaltik saat dilakukan tindakan

ambulasi dini.
63

G. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan saran yang

diharapkan bermanfaat, antara lain :

1. Bagi responden

Diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan meningkatkan

pengetahuan responden tentang pentingnya ambulasi dini yang berfungsi

terhadap kembalinya aktivitas usus secara normal setelah hubungan obat

anestesi umum hilang.

2. Bagi tenaga kesehatan

Diharapkan sebagai bahan masukan untuk tenaga kesehatan

dalam upaya meningkatkan penyuluhan kesehatan dimasa yang akan

datang khususnya bagi pasien post operasi fraktur ekstremitas atas

dengan anestesi umum.

3. Bagi penulis

Pengalaman berharga dalam melakukan Asuhan Keperawatan dan

dapat mengaplikasikan serta menambah ilmu pengetahuan tentang

keperawatan medical bedah.


64

4. Bagi institusi

Digunakan sebagai bahan referensi dalam mengembangkan

keilmuan khususnya di STIKes Kusuma Husada Surakarta tentang

ambulasi dini guna meningkatkan aktivasi peristaltik usus pada pasien

post operasi fraktur ekstremitas atas dengan anestesi umum.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim (2015), hubungan ambulasi dini terhadap aktivasi peristaltik usus


pada pasien post operasi ekstremitas bawah dengan menggunakan anestesi umum,
www.jurnaljamkesda.surakarta.ac.id, diperoleh tangal 22 februari 2015. R.
Samsuhidayato, Wim de jong (1997). Buku ajar ilmu bedah. Jakarta:EGC.

Brunner & suddarrt (2001). Buku ajar keperawatan medical bedah. Jakarta :
EGC. Kuncara. H.Y. (2007). Aplikasi klinis : pemeriksaan dan
management. Jakarta : EGC.

Potter, Anne Grifin Perry ( 2004 ). Buku ajar fundamental keperawatan. Jakarta :
EGC.

Yasmin Asih. ( 1999 ). Kamus keperawatan Edisi 17. Jakarta : EGC.

MadeSumarwati, Dwi Widiarti, Estu Tiar (2010) . Diagnosis keperawatan :

Definisi dan kasifikasi 2009 2011. Jakarta :EGC.

Notoatmojo, S. (2003). Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmojo, S.(2002).Metodologi penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam. (2002) Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu


Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Syaifudin. (2006). Anatomi fisiologi untuk mahasiswa keperawatan. Jakarta:


EGC.

Anda mungkin juga menyukai