Anda di halaman 1dari 2

Wacana untuk menjadikan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak sebagai Badan tersendiri

yang langsung dibawah Presiden, terus membahana di berbagai media massa. Terakhir,
Gus Sholah, Pengasuh Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang, pun sangat mendukung
gagasan itu. Pro dan Kontra kembali pula bermunculan. Dalam iklim demokrasi yang
sehat, itu hal yang lumrah dan patut didayagunakan perbedaan pendapat tersebut
untuk mendapatkan suatu solusi terbaik bagi perbaikan pembangunan dan keadilan
ekonomi Indonesia ke depan.

Salah satu pakar pajak internasional sekaligus penulis makalah riset Are semi-
autonomous revenue authorities the answer to tax administration problems in
developing countries? A Pratical Guide, Arthur J. Mann mengungkapkan bahwa
pembentukan Badan Semi-Otonom Pajak yang langsung di bawah pengawasan Presiden,
memberikan banyak manfaat namun ada juga beberapa pihak yang menilai itu memberi
implikasi buruk, seperti:

Membuat lembaga itu menjadi terisolasi dan kurang efektif


Menciptakan konflik inheren dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu)
Menciptakan konflik dengan lembaga sektor publik lain dan persaingan
Lebih menekankan pada pemungutan pajak daripada reformasi administrasi yang luas
seperti pengeluaran anggaran publik dan sistem keuangan manajemen yang lebih luas
Mengganggu perumusan kebijakan pajak, yang merupakan tanggung jawab mendasar dari
Kemenkeu dan lembaga legislatif
Menciptakan badan super, yang jika tidak didukung dengan pemimpin yang bersih, kuat
dan mekanisme akuntabiltas yang bagus, dapat menjadi lembaga yang menyalahgunakan
kekuasaan perpajakan
Membentuk organisasi yang tidak perlu karena sebenarnya sudah cukup di bawah
Kemenkeu
Sedangkan bagi yang pro pembentukan Badan Semi Otonom Pajak menilai bahwa banyak
sekali manfaat yang akan didapat oleh publik dan negara dengan kebijakan reformasi
kelembagaan tersebut, antara lain sebagaimana dikutip dari Arthur Mann, adalah
sebagai berikut:

Penggunaan sumber daya publik yang efisien melalui kemandirian dan otonomi keuangan
dan administrasi
Staf yang lebih kompeten, unggul, disiplin, selektif dan lebih berkualitas karena
adanya wewenang otonomi dalam perekrutan, pemecatan, dan pemberian insentif yang
lebih tinggi bagi yang berprestasi
De-politisasi administrasi pajak
Peningkatkan kredibiltas perpajakan pemerintah secara umum
Peningkatan Pelayanan terhadap Wajib Pajak dan mengurangi biaya Kepatuhan Wajib
Pajak
Etos kerja yang lebih baik dan perubahan budaya administrasi yang lebih baik
Penghitungan yang komprehensif untuk semua penerimaan pajak
Integrasi basis data pajak dan Waib Pajak yang terkait terjamin
Terlepas dari pro dan kontra, kecenderungan arah pembangunan ekonomi di berbagai
belahan dunia menunjukkan bahwa administrasi pajak dibawah kemenkeu semakin banyak
ditinggalkan dan administrasi pajak oleh badan semi-otonom pajak yang langsung
dibawah kepala pemerintahan negara semakin banyak diikuti dan tumbuh pesat.
Australia, Austria, Argentina, Amerika Serikat, Belanda, Bulgaria, Cina, Cyprus,
Czeko, Denmark, Estonia, Finlandia, Hungaria, Inggris, Islandia, Irlandia, Italia,
India, Jepang, Jerman, Kanada, Korea, Latvia, Luksemburg, Lituania, Meksiko,
Malaysia, Malta, Norwegia, Perancis, Polandia, Portugal, Rumania, Rusia, Slovakia,
Slovenia, Spanyol, Swedia, Swiss, Selandia Baru, Saudi Arabia, Singapura, Afrika
Selatan, Turki, Yunani dan Zambia adalah sebagaian kecil contoh negara-negara
mancanegara yang otoritas pajak di negaranya memiliki wewenang/otonomi lebih luas
daripada di Indonesia. Nah, lalu mau dibawa ke mana kah arah reformasi pajak
Indonesia? Tanyakanlah kepada capres-capres pilihan Anda, karena 80% untuk
mewujudkan janji-janji politik capres Anda berasal dari pajak.
3 otoritas lagi yaitu:

1. kewenangan menetapkan desain struktur organisasi, mulai dari perencanaan s.d


penetapan struktur

2. kewenangan anggaran mulai dari pengusulan s.d pengalokasian anggaran di unit


internal DJP

3. kewenangan SDM yang dibagi 2 yaitu :

a. rekrut dan memecat : mlai dari proses perencanaan rekrut sampat dengan
perekrutan dan kewenangan memecat pegawai yang tidak kompeten atau melanggar
disiplin berat sesuai aturan

b. kewenangan melakukan negosiasi struktur gaji dan tunjangan pegawai ( dalam hal
ini, negosiasi dilakukan ke DPR ) karena berdasarkan APBN tetap dibawah UU Keuangan
Negara.

belum dipenuhi selayaknya unit pengumpul pajak di negara lain.

Otonomi 3 otoritas ini juga direkomendasikan untuk diberikan ke Direktorat Jenderal


Pajak sebagai hasil dari kegiatan transformasi kelembagaan kementerian Keuangan
tahun 2013

setelah melihat hal ini, silakan ditarik kesimpulan sendiri. apakah anda merasakan
ada yang perlu di perbaiki?

Anda mungkin juga menyukai